DISUSUN OLEH :
A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang menyerang
kurang lebih 12 juta orang. Global Report on Diabetes (2016)
melaporkan bahwa diabetes melitus menyebabkan 1,5 juta orang
meninggal pada tahun 2012. Diabetes melitus bertanggung jawab
dalam 2,2 juta kematian sebagai akibat dari peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler dan lainnya, dengan total 3,7 juta orang meninggal
dimana sebesar 43% meninggal sebelum usia 70 tahun (WHO, 2016).
Menurut Internasional of Diabetic Federation, bahwa telah terjadi
peningkatan kasus Diabetes Melitus di dunia dari tahun 2013 sampai
tahun 2017 terjadi peningkatan. Dimana pada tahun 2013 terdapat
sekitar 382 juta kasus Diabetes Melitus. Tahun 2015 terjadi
peningkatan menjadi 415 juta kasus Diabetes Melitus. Lalu pada tahun
2017 terjadi peningkatan kasus Diabetes Melitus menjadi 425 juta
kasus (IDF, 2013, 2015, dan 2017). Diabetes mellitus terutama
prevalen di antara kaum lanjut usia. Di antara individu yang berusia
lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Di amerika serikat,
diabetes mellitus merupakan penyebab utama dari kebutaan yang baru
di antara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi
penyebab utama amputasi diluar trauma kecelakaan. Diabetes berada
dalam urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit
dan hal ini sebagian besar disebabkan oleh angka penyakit arteri
koroner yang tinggi pada para penderita diabetes. Data dari Studi
Global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus pada
tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan
yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552
juta pada tahun 2030. Diabetes Mellitus telah menjadi penyebab dari
4,6 juta kematian.
DM sendiri menduduki peringkat ke 2 di dunia dengan
penderita terbanyak. International Diabetes Federation Tahun 2013
juga menyatakan bahwa lebih dari 382 juta orang di dunia menderita
DM dan Indonesia merupakan negara yang menempati urutan ke 5 di
dunia dengan Jumlah Penderita DM sebanyak 8,5 juta jiwa
(International Diabetes Federation, 2013). Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi Diabetes Mellitus
tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara
(masing-masing 11,1 persen), diikuti Riau (10,4 persen) dan NAD (8,5
persen). Sementara itu, prevalensi Diabetes Mellitus terendah ada di
provinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8 persen), Prevalensi
Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat (21,8 persen),
diikuti Sulbar (17,6 persen) dan Sulut (17,3 persen), sedangkan
terendah di Jambi (4 persen), diikuti NTT (4,9 persen). Angka kematian
akibat DM terbanyak pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan sebesar 14,7 persen, sedangkan di daerah pedesaan
sebesar 5,8 persen (Trisnawati, 2013). Proporsi cakupan penyakit tidak
menular di Sulawesi Selatan tahun 2014. Sumber: Bidang P2PL Dinas
Kesehatan Prov.Sulsel Tahun 2014 Untuk tahun 2014 berdasarkan
laporan P2PL Pemberantasan Penyakit tidak Menular terdapat lima
penyakit tidak menular yaitu kardiovaskuler 60,89%, Diabetes Mellitus
16,99%, Penyakit Kronis dan Degeneratif (PKD) 11,34%, Gangguan
Kecelakaan 10,02%, dan kanker 0,76%. Sedangkan penyebab
kematian tertinggi penyakit tidak menular yaitu kardiovaskuler diurutan
pertama 49,44%, PKD 20,45%, diabetes mellitus 19,24%, Gakece
7,70%, dan kanker 3,14%.
Menurut hasil Riskesdas Tahun 2013 Prevalensi diabetes di
Sulawesi Selatan yang didiagnosis dokter sebesar 1,6 persen dan 0,5
persen. DM yang didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala sebesar
3,4 persen. Prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter tertinggi
terdapat di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota Makassar (2,5%),
Kabupaten Toraja Utara (2,3%) dan Kota Palopo (2,1%). Prevalensi
diabetes yang didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi di
Kabupaten Tana Toraja (6,1%), Kota Makassar (5,3%), Kabupaten
Luwu (5,2%) dan Kabupaten Luwu Utara (4,0%). Berdasarkan data
Survailans Penyakit tidak menular Bidang P2PL Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 terdapat Diabetes Mellitus
27.470 kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747 kematian.
Sedangkan Penderita Diabetes Mellitus pada Pasien Rawat Jalan di
Rumah Sakit Labuang Baji Makassar berdasarkan data dari instalasi
Rekam Medik tahun 2014 berjumlah 321 orang (terdiri dari laki-laki 144
orang, perempuan 177 orang. Tahun 2015 jumlah penderita Diabetes
Mellitus pada Pasien Rawat Jalan sebanyak 277 orang terdiri dari laki-
laki 130 orang, perempuan 147 orang. Tahun 2016 jumlah penderita
Diabetes Mellitus pada Pasien Rawat Jalan berjumlah 170 orang terdiri
dari laki-laki 75 orang, perempuan 95 orang. Tahun 2017 bulan Januari
sampai Maret penderita Diabetes Mellitus pada Pasien Rawar Jalan 54
orang yang terdiri dari laki-laki 23 orang, perempuan 31 orang. (Data
Rekam medik RS Labuang Baji Makassar, 2014 - 2017).
Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat
kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Percaya atau
tidak, risiko diabetes tipe 2 akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Semakin tua usia seseorang, berat badannya akan
cenderung bertambah dan kebiasaan olahraga pun jadi berkurang.
Faktor inilah yang memicu lebih tingginya risiko penyakit diabetes
melitus tipe 2 seiring bertambahnya usia. Diabetes tipe 2 umumnya
dialami oleh orang-orang berusia 40 tahun ke atas. Penelitian antara
umur dengan kejadian diabetes mellitus menunjukan adanya hubungan
yang signifikan. Kelompok umur < 45 tahun merupakan kelompok yang
kurang berisiko menderita DM Tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72
persen lebih rendah dibanding kelompok umur ≥45 tahun. Penelitian
Iswanto (2004) juga menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara umur dengan kejadian diabetes mellitus. Selain itu, studi yang
dilakukan Sunjaya (2009) juga menemukan bahwa kelompok umur
yang paling banyak menderita diabetes mellitus adalah kelompok umur
45-52 (47,5%). Peningkatan diabetes risiko diabetes seiring dengan
umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena
pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intolenransi glukosa.
Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel
β pancreas dalam memproduksi insulin (Sunjaya, 2009). Selain itu pada
individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria
di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi
insulin.
Berdasarkan data yang diperoleh maka peneliti tertarik untuk
meneliti Apakah ada Hubungan aktivitas fisik terhadap peningkatan
basal metabolisme pada pasien Diabetes Militus di kota Makassar?
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan aktivitas fisik
terhadap peningkatan basal metabolisme pada pasien Diabetes Militus
di kota Makassar”
C. TUJUNAN PENELITIAN
Untuk mengetahui Hubungan aktivitas fisik terhadap
peningkatan basal metabolisme pada pasien Diabetes Militus di kota
Makassar.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi instansi pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
informasi dan referensi kepustakaan untuk menambah ilmu
pengetahuan tentang hubungan aktivitas fisik terhadap peningkatan
basal metabolisme pada penderita diabetes militus di kota makassar.
2. Bagi Klien
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
klien yang menderita diabetes melitus, serta diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran bagi penderita agar lebih menjaga dan
rutin berolahraga minimal melakukan aktivitas gerak fisik pada
penderita diabetes mellitus.
3. Bagi Peneliti
Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk memperluas
pengetahuan dan wawasan secara langsung, serta meningkatkan
keterampilan peneliti dalam menyajikan data secara jelas dan
sistematis. Penelitian ini juga diharapkan mampu menambah dan
memperkaya ilmu dalam keperawatan, serta dapat digunakan
sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Obesitas
Seseorang dengan berat badan >90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit DM.
5. Gaya hidup stress
Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat
pada kenaikan kerja pankreas sehingga pankreas mudah rusak
dan berdampak pada penurunan insulin.
5. Komplikasi
6. Pemeriksaan Penunjang
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni,2011), menjelaskan
bahwa pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis DM ditegakkan
bila ada gejala khas DM berupa polyuria (peningkatan pengeluaran
urin), polydipsia (peningkatan rasa haus) , polifagia (peningkatan rasa
lapar) dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika terdapat gejala khas, maka pemeriksaan
dapat dilakukan, yaitu :
KiloKalori (Kkal).
diantaranya:
(Lesmana : 2002)
yang bisa dilakukan atau tidak bisa dilakukan oleh orang yang
Aktivitas ringan
Aktivitas sedang
Aktivitas ringan merupakan aktivitas yang membutuhkan
atau kelenturan.
Aktivitas berat
membutuhkan kekuatan.
yang sehat
harus difahami,yaitu:
1. BBTT
menit
2. FITT
(sepak bola).
3. Usia dan penyikit
kompetitif.
- Transpor electron
Transpor elektron terjadi di membran dalam
mitokondria, dan berakhir setelah elektron dan H+ bereaksi
dengan oksigen yang berfungsi sebagai akseptor terakhir,
membentuk H2O. ATP yang dihasilkan pada tahap ini
adalah 32 ATP. Reaksinya kompleks, tetapi yang berperan
penting adalah NADH, FAD, dan molekul-molekul khusus,
seperti Flavo protein, ko-enzim Q, serta beberapa sitokrom.
Dikenal ada beberapa sitokrom, yaitu sitokrom C1, C, A, B,
dan A3. Elektron berenergi pertama-tama berasal dari
NADH, kemudian ditransfer ke FMN (Flavine Mono
Nukleotida), selanjutnya ke Q, sitokrom C1, C, A, B, dan A3,
lalu berikatan dengan H yang diambil dari lingkungan
sekitarnya. Sampai terjadi reaksi terakhir yang membentuk
H2O. Jadi hasil akhir proses ini terbentuknya 32 ATP dan
H2O sebagai hasil sampingan respirasi. Produk sampingan
respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar tubuh, pada
tumbuhan melalui stomata dan melalui paru-paru pada
pernapasan hewan tingkat tinggi. Ketiga proses respirasi
dapat diringkas sebagai berikut.
- Fosforilasi oksidatif
Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan
metabolisme yang menggunakan energi yang dilepaskan
oleh oksidasi nutrien untuk menghasilkan ATP, dan
mereduksi gas oksigen menjadi air.
Walaupun banyak bentuk kehidupan di bumi
menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semuanya
menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP.
Lintasan ini sangat umum digunakan karena sangat efisien
untuk mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses
fermentasi alternatif lainnya seperti glikolisis
anaerobik. Dalam proses fosforilasi oksidatif, elektron yang
dihasilkan oleh siklus asam sitrat akan ditransfer ke
senyawa NAD+ yang berada di dalam matriks mitokondria.
Setelah menerima elektron, NAD+akan bereaksi menjadi
NADH dan ion H+, kemudian mendonorkan elektronnya ke
rantai transpor elektron kompleks I dan FAD yang berada di
dalam rantai transpor elektron kompleks II. FAD akan
menerima dua elektron, kemudian bereaksi menjadi
FADH2 melalui reaksi redoks.
Reaksi redoks ini melepaskan energi yang digunakan
untuk membentuk ATP. Pada eukariota, reaksi redoks ini
dijalankan oleh serangkaian kompleks protein di dalam
mitokondria, manakala pada prokariota, protein-protein ini
berada di membran dalam sel. Enzim yang saling
berhubungan ini disebut sebagai rantai transpor elektron.
Pada eukariota, lima kompleks protein utama terlibat dalam
proses ini, manakala pada prokariota, terdapat banyak
enzim-enzim berbeda yang terlibat.
Elektron yang melekat pada molekul rantai transpor
elektron di sisi dalam membran mitokondria akan menarik
ion H+ menuju membran mitokondria sisi luar, disebut
kopling kemiosmotik,[4] yang menyebabkan kemiosmosis,
yaitu difusi ion H+ melalui ATP sintase ke dalam mitokondria
yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area dengan
energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks
dengan energi potensial lebih tinggi. Proses kopling
kemiosmotik menghasilkan kombinasi gradien pH dan
potensial listrik di sepanjang membran ini yang disebut gaya
gerak proton. Energi gaya gerak proton digunakan untuk
menghasilkan ATP melalui reaksi fosforilasi ADP.
Walaupun fosforilasi oksidatif adalah bagian vital
metabolisme, ia menghasilkan spesi oksigen reaktif seperti
superoksida dan hidrogen peroksida pada kompleks I. Hal ini
dapat mengakibatkan pembentukan radikal bebas, merusak
sel tubuh, dan kemungkinan juga menyebabkan penuaan.
Enzim-enzim yang terlibat dalam lintasan metabolisme ini
juga merupakan target dari banyak obat dan racun yang
dapat menghambat aktivitas enzim.
- Dekarboksilasi Oksidatif
Dekarboksilasi Oksidatif atau disingkat dengan DO
adalah proses Perubahan Piruvatmenjadi Asetilkoezim –
A. Proses ini berlangsung karboksilasi Oksidatif ini di
membran luar mitocondria sebagai fase antara sebelum
Siklus Krebs ( Pra Siklus Krebs ) sehingga DO sering
dimasukkan langsung dalam Siklus krebs. Reaksi oksidasi
piruvat hasil glikolisis menjadi asetil koenzim-A, merupakan
tahap reaksi penghubung yang penting antara glikolisis
dengan jalur metabolisme lingkar asam trikarboksilat (daur
Krebs). Reaksi yang diaktalisis oleh kompleks piruvat
dehidrogenase dalam matriks mitokondria melibatkan tiga
macam enzim (piruvat dehidrogenase, dihidrolipoil
transasetilase, dan dihidrolipoil dehidrogenase), lima macam
koenzim (tiaminpirofosfat, asam lipoat, koenzim-A, flavin
adenin dinukleotida, dan nikotinamid adenine dinukleotida)
dan berlangsung dalam lima tahap reaksi.
Keseluruhan reaksi dekarboksilasi ini irreversibel,
dengan ∆ G 0 = - 80 kkal per mol. Reaksi ini merupakan
jalan masuk utama karbohidrat kedalam daur Krebs. Tahap
reaksi pertama dikatalis oleh piruvat dehidrogenase yang
menggunakan tiamin pirofosfat sebagai
koenzimnya. Dekarboksilasi piruvat menghasilkan senyawa
α-hidroksietil yang terkait pada gugus cincin tiazol dari tiamin
pirofosfat.
Pada tahap reaksi kedua α-hidroksietil
didehidrogenase menjadi asetil yang kemudian dipindahkan
dari tiamin pirofosfat ke atom S dari koenzim yang
berikutnya, yaitu asam lipoat, yang terikat pada enzim
dihidrolipoil transasetilase.
Dalam hal ini gugus disulfida dari asam lipoat diubah
menjadi bentuk reduksinya, gugus sulfhidril. Pada tahap
reaksi ketiga, gugus asetil dipindahkan dengan perantara
enzim dari gugus lipoil pada asam dihidrolipoat, kegugus tiol
(sulfhidril pada koenzim-A).
Kemudian asetil ko-A dibebaskan dari sistem enzim
kompleks piruvat dehidrogenase. Pada tahap reaksi
keempat gugus tiol pada gugus lipoil yang terikat pada
dihidrolipoil transasetilase dioksidasi kembali menjadi bentuk
disulfidanya dengan enzim dihidrolipoil dehidrogenase yang
berikatan dengan FAD (flavin adenin dinukleotida).
Akhirnya (tahap reaksi kelima) FADH + (bentuk
reduksi dari FAD) yang tetap terikat pada enzim, dioksidasi
kembali oleh NAD + (nikotinamid adenin dinukleotida)
manjadi FAD, sedangkan NAD + berubah menjadi NADH
(bentuk reduksi dari NAD +).
B. Reaksi anaerob
- Fermentasi
Fermentasi adalah proses pembebasan energy tanpa
oksigen. Ciri-ciri dari fermentasi adalah :
1. Terjadi pada organisme yang tidak membutuhkan oksigen
bebas
2. terjadi proses glikolisis
3. tidak terjadi penyaluran elektron ke Siklus Krebs dan
Transpor Elektron
4. energi (ATP) yang terbentuk lebih sedikit jika dibandingkan
dengan Respirasi aerob
Fermentasi terdiri atas 3 macam, yaitu:
a. Fermentasi Asam Laktat
b. Fermentasi Alkohol
c. Fermentasi Asam Cuka
Keterangan :
: Variabel Independent
::
: Variabel Dependen
Variab-
Definisi Variabel Skala Alat ukur Kriteria
No el
1 Aktivitas Ordin- Kuesio-
Aktivitas fisik -Aktivitas ringan
Fisik al ner
merupakan Aktivitas ringan yaitu
membutuhkan tenaga
berhubungan dengan
kekuatan.
E. Tempat Penelitian
Tempat penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah kota Makassar dari
bulan Februari – April 2021
F. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis 1. Data
sekunder Data sekunder yaitu data pendukung yang meliputi data pasien Rawat
Jalan di RS Labuang Baji Makassar, tinjauan literatur, dan hasil penelitian
terdahulu. 2. Data Primer Data primer diperoleh dengan wawancara langsung
dengan responden sebagai sampel dan menggunakan kuesioner observasi yang
telah disediakan.
G. Cara Pengolahan
Data yang diperoleh diolah atau di input secara elektronik dengan fasilitas
computer
H. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penelitian perlu mendapat rekomendasi dan
institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi
atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah
melakukan penelitian dan dalam melaksanakan penelitian tetap memperhatikan
masalah etik yang meliputi :
1. Informed consent/Lembar persetujuan
Lembar persetujuan iniakan diberikan kepada responden yang diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian.
Selama penelitian, peneliti tidak memaksakan kehendak dan tetap
menghormati hak-hak subjek.
2. Anonimity/Kerahasiaan identitas
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidakakan mencantumkan nama
responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality/Kerahasiaan informasi
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok
data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.