Anda di halaman 1dari 37

STUDI LITERATUR PANGARUH SENAM KAKI TEHADAP PENURUNAN KADAR

GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS


TAHUN 2021

Proposal ini diajukan sebagai salah satu syarat penyusunan Skripsi untuk mencapai Gelar
Sarjana Keperawatan

Oleh : CHRISTO MARSELO URLIALY


NPM : 1211420170023

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN AMBON
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu di antara penyakit tidak menular

yang masih menjadi permasalahan di Indonesia. DM terjadi ketika adanya

peningkatan kadar glukosa dalam darah atau di sebut hiperglikemia. Dimana tubuh

tidak dapat menghasilkan cukup hormon insulin atau menggunakan insulin secra

efektif (International Diabetes Federation, 2017). International Diabetes federation

(IDF) (2019) menjelaskan bahwa. Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit

kronis paling umum di dunia, terjadi ketika produksi insulin pada pankreas tidak

mencukupi atau pada saat insulin tidak dapat digunakan secara efektif oleh tubuh.

Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit degeneratif yang menjadi perhatian

penting karena merupakan bagian dari empat prioritas penyakit tidak menular yang

selalu mengalami peningkatan setiap tahun dan menjadi ancaman kesehatan dunia

pada era saat ini.

Data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa tercatat 422

juta orang di dunia menderita diabetes melitus atau terjadi peningkatan sekitar 8,5 %

pada populasi orang dewasa dan diperkirakan terdapat 2,2 juta kematian dengan

presentase akibat penyakit diabetes melitus yang terjadi sebelum usia 70 tahun,

khususnya di negara-negara dengan status ekonomi rendah dan menengah. Bahkan

diperkirakan akan terus meningkat sekitar 600 juta jiwa pada tahun 2035 (Kemenkes

RI, 2018). American Diabetes Association (ADA) menjelaskan bahwa setiap 21

detik terdapat satu orang yang terdiagnosis diabetes melitus atau hampir setengah
dari populasi orang dewasa di Amerika menderita diabetes mellitus (ADA, 2019).

Prevalensi menurut WHO kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus di

Indonesia menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, tingginya angka tersebut

menjadikan Indonesia menempati urutan ke empat dunia setelah Amerika Serikat,

India, dan China (Damayanti, 2016).

Data sample Regristration Survey tahun 2014 menunjukan bahwa DM

merupakan kematian terbesar nomor 3 di Indonesia setelah stroke dan penyakit

Jantung Koroner (Kemenkes RI. 2016). Indonesia menduduki peringkat keempat

dari sepuluh besar negara di dunia, kasus diabetes melitus tipe 2 dengan prevalensi

8,6% dari total populasi, diperkirakan meningkat dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Prevalensi diabetes melitus yang

terdiagnosis pada tahun 2018, penderita terbesar berada pada kategori usia 55

sampai 64 tahun yaitu 6,3% dan 65 sampai 74 tahun yaitu 6,03% (Riskesdas,2018)

Data Riskesdas tahun 2018 menampilkan bahwa prevalensi diabetes militus hampir

semua provinsi menunjukan peningkatan prevalensi pada tahun 2013-2018, kecuali

provinsi nusa tenggara timur. Terdapat empat provinsi dengan prevalensi tertinggi

pada tahun 2013 dan 2018. Prevalensi diabetes melitius menunjukan peningkatan

seiring dengan bertambahnya umur penderita yang mencapai puncaknya pada umur

55-64 tahun dan menurun setelah melewati rentang umur tersebut. Pola peningkatan

ini terjadi pada Rikesdes 2013 dan 2018 yang mengindikasikan semakin tinggi umur

maka semakin besar resiko untuk mengalami diabetes. Peningkatan prevalensi dari

tahun 2013-2018 terjadi pada kelompok umur 45-54 tahun, 65-74 tahun dan ≥ 75

tahun. Diabetes menurut provinsi pada tahun 2018 juga menunjukan bahwa provinsi
nusa tenggara timur memiliki prevalensi terendah 0,9%, di ikuti oleh Maluku dan

papua sebesar 1,1%. (Badan litbangkes, kementrian kesehatan RI, 2019).

Latihan fisik yang sesuai untuk penderita Diabetes Medlitus adalah senam

kaki. Senam kaki merupakan salah satu terapi yang diberikan kepada penderita

diabetes yang bertujuan untuk memperlancar peredaran darah yang terganggu,

membantu memperkuat otot-otot pada kaki, dan memperbaiki sirkulasi darah

sehingga nutrisi ke jaringan lebih lancar, jika tidak dilakukan dapat menimbulkan

penyempitan pembuluh darah kaki atau neuropati, kemudian akan menyebabkan

terjadinya ganggren, selanjutnya meningkatkan risiko kecacatan atau morbiditas.

( Dedi Rusandi1, Tri Prabowo2, Tetra Saktika Adinugraha1, Media Ilmu Kesehatan

2015). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati dkk (2019), karakteristik

responden dari usia mayoritas termasuk kategori usia pertengahan atau Middle

age (45-59 tahun) dan jenis kelamin dalam penelitian ini didominasi oleh

responden berjenis kelamin perempuan. Gambaran kadar gula darah sebelum

dan sesudah melakukan senam kaki pada responden di Posbindu Anyelir

Lubang Buaya, mayoritas kadar gula darah sebelum intervensi ≥ 200 mg/dL

dan kadar gula darah sesudah senam kaki <150 –199 mg/dL. Rata-rata

kadar gula darah pada lansia diabetes melitus sebelum melakukan senam kaki

adalah 233.23 ± 57.911 dan rata-rata kadar gula darah pada lansia diabetes melitus

sesudah melakukan senam kaki adalah 184.38 ± 43.697 dengan rata-rata

penurunan kadar gula darah sebelum dan sesudah senam kaki adalah 48.85. Jadi

dapat disimpulkan, ada pengaruh sebelum dan sesudah pelaksanaan senam kaki

terhadap pengendalian kadar gula darahpada lansia diabetes melitus pada lansia
diabetes melitus di Posbindu Anyelir Lubang Buaya dengan nilaip - value 0,000

(p< 0.05) dan tingkat kepercayaan 95%. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ginting

(2019) mengatakan bahwa terdapat perbedaan rata rata sensitivitas kaki klien

diabetes melitus yang bermakna antara sesudah dan sebelum diberikan intervensi.

Pada penelitian lain yang telah dilakukan oleh Agrina (2018) didapatkan hasil

penelitian menunjukkan adanya peningkatkan sensitivitas kaki melalui senam kaki

diabetes menggunakan bola plastik yang signifikan pada kedua kelompok yang telah

diteliti.

Berdasarkan gambaran tersebut, peneliti ingin mengetahui pangaruh senam kaki

tehadap penurunan kadar gula darah pasien diabetes mellitus.

1.2 Rumusan Masaalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pangaruh senam kaki

tehadap penurunan kadar gula darah pasien diabetes mellitus.?

1.3 Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan masalah yang terdapat di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh aktivitas fisik terhadap penurunan kadar gula darah

pasien diabetes melitus.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengaruh senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah

pasien diabetes melitus.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Ilmiah

a. Bagi peneliti

Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman

peneliti tentang Pengaruh Aktivitas fisik terutama senam kaki terhadap penurunan

kadar gula darah pasien diabetes melitus.

1.4.2. Manfaat praktis

a. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan menambah

wawasan mengenai Pengaruh Aktivitas fisik terutama senam kaki terhadap

penurunan kadar gula darah pasien diabetes mellitus.

1.4.3. Manfaat Institusi

a. Mahasiwa

Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa tentang pengaruh aktivitas fisik

terutama senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah pasien diabetes

mellitus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan

metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak

dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang

mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi

glukosa di dalam darah (hiperglikemia) (Kemkes RI, 2014).

ADA (American Diabetes Association.2020) Diabetes Melitus termasuk

kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa

dalam darah (hiperglikemia) karena defek sekresi insulin,defek kerja insulin atau

kombinasi keduanya. Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi

insulin, gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka

panjang dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta

pembuluh darah apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis (Damayanti, 2016).

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2020. klasifikasi diabetes diabagi

menjadi 4 jenis antara lain: Diabetes Melitus Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes

Melitus Tipe 3, DM tipe lain serta Diabetes kehamilan

2.2.1 Diabetes Melitus Tipe 1

Yaitu diabetes Melitus yang tergantung insulin. Pada diabetes tipe1 ini sel sel beta

yang menghasilkan insulin dihancurkan oleh suatu proses otoimun. Akibatnya


penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar gula darah, biasannya

terjadi pada usia muda yaitu usia < 30 tahun, bertubuh kurus saat terdiagnosis dan

lebih mudah mengalami ketoasidosis.

2.2.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat

penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan

jumlah produksi insulin. Diabetes tipe 2 lebih sering diketemukan pada usia dewasa

dan obesitas meskipun dapat terjadi pada semua umur, ketosis jarang terjadi kecuali

dalam keadaan stres atau mengalami infeksi.

2.2.3 Diabetes Gestasional

DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu hamil biasanya selama

trimester kedua dan ketiga kehamilan meski bisa terjadi kapan saja selama kehamilan.

Pada beberapa wanita DM dapat didiagnosis pada trimester pertama kehamilan

namun pada kebanyakan kasus, DM kemungkinan ada sebelum kehamilan, namun

tidak terdiagnosis. DM gestasional timbul karena aksi insulin berkurang (resistensi

insulin) akibat produksi hormon oleh plasenta.

2.2.4 Diabetes Tipe lain

Menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan sindrom tertentu,

misalnya diabetes yang terjadi dengan penyakit pancreas dan penyakit endoktin

seperti akromegali atau syndrome chusing, karena zat kimia atau obat, infeksi dan

endokrinopati serta gestasional DM. Gestasional Diabetes Melitus (GDM) atau

disebut juga diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosa yang diketahui

selama kehamilan pertama. Jumlahnya sekita 2-4% kehamilan. Wanita dengan


diabetes kehamilan akan mengalami peningkatan resiko terhadap diabetes setelah 5-

10 tahun melahirkan.

2.3. Faktor resiko Diabetes Melitus

Menurut Damayanti (2016) factor-faktor resiko terjadinya DM antara lain:

2.3.1. Faktor Keturunan (genetik)

Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah

kemampuannya untuk mengenali sel beta dan mengubah kemampuannya untuk

mengenali dan menyebarkan rangsangan sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan

kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat mengubah

integritas dan fungsi sel beta pancreas. Secara genetik resiko DM Tipe 2 meningkat pada

saudara kembar monozigotik seoran DM Tipe 2, ibu dari neonatus yang beratnya lebih

dari 4 kg, individu tertinggi terhadap Diabetes Melitus (Damayanti, 2016).

2.3.2. Obesitas

Prevalensi obesitas pada Diabetes Melitus cukup tinggi, demikin pula sebaliknya

kejadian Diabetes Melitus dan gangguan toleransi glukosa pada obesitas sering dijumpai.

Obesitas terutama obesitas sentral berhubungan secara bermakna dengan sindrom

dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi) yang didasari oleh resistensi

insulin. Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan

khusus. Penurunan berat badan 5-10% sudah memberikan hasil yang baik (Perkeni,

2015).

2.3.3. Usia

Faktor usia yang resiko menderita DM Tipe 2 adalah usia diatas 30 tahun, hal ini

dikarenakan adanya perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai


sel, kemudian berlanjut pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis.

Setelah seorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg% tiap

tahun saat puasa dan akan naik 6-13% pada 2 jam setelah makan, berdasarkan hal

tersebut bahwa umur merupakan faktor utama terjadinya kenaikan relevansi diabetes

serta gangguan toleransi glukosa (Damayanti 2016).

2.3.4. Tekanan Darah

Seseorang beresiko menderita DM adalah yang mempunyai tekanan darah

tinggi (Hipertensi) yaitu tekanan darah >140/90 mmHg, pada umumnya pada DM

menderita hipertensi. Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan mempercepat

kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaiknya apabila tekanan darah

dapat dikontrol maka akan memproteksikan terhadap komplikasi mikro dan

makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol. Patogenesis

hipertensi penderita DM Tipe 2 sangat kompleks, banyak factor yang berpengaruh pada

peningkatan tekanan darah. Kadar gula darah plasma, obesitas selain faktor lain pada

system otoregulasi pengaturan tekanan darah (Purwita, 2016).

2.3.5. Aktivitas Fisik

Menurut Ketua Indonesia Diabetes Association (Persadia), Soegondo bahwa

DM Tipe 2 selain faktor genetik, juga bisa dipacu oleh lingkungan yang menyebabkan

perubahan gaya hidup tidak sehat, seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang sehat),

kurang aktivitas fisik, stress. DM Tipe 2 sebenarnya dapat dikendalikan atau dicegah

terjadinya melalui gaya hidup sehat, seperti makanan sehat dan aktivitas teratur

(Damayanti, 2016).

Menurut Damayanti (2016) mekanisme aktivitas fisik dalam mencegah atau


menghambat perkembangan DM Tipe 2 yaitu:

a. Penurunan resistensi insulin/ peningkatan sensitivitas insulin

b. Peningkatan toleransi glukosa

c. Penurunan lemak adipose tubuh secara menyeluruh

d. Pengurangan lemak sentral

e. Perubahan jaringan otot

f. Stress

Stress muncul ketika ada ketidakcocokan anatara tuntutan yang dihadapi dengan

kemampuan yang dimiliki. Stress memicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu

neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama respon stress yaitu sekresi system saraf

simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang menyebabkan peningkatan frekuensi

jantung. Kondisi ini menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber energi untuk

perfusi. Bila stress menetap akan melibatkan hipotalamus-pituari. Hipotalamus

mensekresi corticotrophin-releasing factor, yang menstimulasi pituitary anterior untuk

memproduksi Andrenocotocotropic Hormon (ACTH) kemudian ACTH menstimulasi

pituitari anterior uuntuk memproduksi glukokortikoid, terutama kortisol. Peningkatan

kortisol mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui glukoneogenesis,

katabolisme protein dan lemak (Damayanti, 2016).

2.4. Patofisiologi

2.4.1. Patofisiologi diabetes Melitus tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang

memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan penyakit

autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti - islet
dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi

limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya

penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya,

insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta

pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1

membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat

oral.

2.4.2. Patofisiologi diabetes Melitus tipe 2

DM tipe 2 memiliki karakteristik sekresi insulin yang tidak adekuat, resistensi

insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan dan metabolisme lemak yang tidak

normal. Pada tahap awal, toleransi glukosa akan terlihat normal, walaupun sebenarnya

telah terjadi resistensi insulin. Hal ini terjadi karena kompensasi oleh sel beta pankreas

berupa peningkatan pengeluaran insulin. Proses resistensi insulin dan kompensasi

hiperinsulinemia yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan sel beta pankreas tidak

lagi mampu berkompensasi (Harrison, 2012). Apabila sel beta pankreas tidak mampu

mengkompensasi peningkatan kebutuhan insulin, kadar glukosa akan meningkat dan

terjadi DM tipe 2. Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan

sel beta yang berlangsung secara progresif yang sampai akhirnya sama sekali tidak

mampu lagi mensekresikan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah semakin

meningkat (Rondhianto, 2011).

2.4.3. Patofisiologi diabetes gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan
saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan glukosa tinggi pada

ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak. Mayoritas

wanita dengan DM gestasional kelebihan berat badan atau obesitas, dan banyak yang

memiliki sindrom metabolik laten, predisposisi genetik untuk DM tipe 2, gaya hidup

yang tidak aktif secara fisik dan kebiasaan makan yang tidak sehat sebelum kehamilan.

Perubahan metabolik lainnya seperti peningkatan pelepasan fraksional amylin dan

proinsulin relatif terhadap sekresi insulin dapat menjadi penyebab atau konsekuensi

dari sekresi dan aksi insulin yang disfungsional (Kautzky Willer, 2015).

2.5. Manifestasi Klinik

Menurut Smeltzer and Bare, (2014) Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien

diabetes Melitus yaitu :

2.5.1. Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)

2.5.2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya

air menyebaban dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel

karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi

ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran

ADH (antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.

2.5.3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,

katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan

glukosa sebagai energi.

2.5.4. Polifagia (Peningkatan rasa lapar)

Peningkatan angka infeksi penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi,

peningkatan konsentrasi glukosa diskresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan
aliran darah pada penderita diabetes kronik.

2.5.5. Kelainan kulit: gatal-gatal,bisul. Kelainan kulit berupa gatal- gatal,biasanya terjadi di

lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.

2.5.6. Kelainan ginekologis keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.

Pada penderita diabetes Melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat

kekurangan bahan dasar utamayang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel

persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.

2.5.7. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.

2.5.8. Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh proses penyembuhan luka membutuhkan bahan

dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus

bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang

dipergunakan untuk penggantian jaringanyang rusak mengalami gangguan. Selain itu

luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang

cepat pada penderita Diabetes Melitus.

2.5.9. Pada laki-laki biasanya mengeluh impotensi penderita Diabetes Melitus mengalami

penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang

berperan. Mata kabur Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan

pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpusvitreum.

2.6. Diagnosis

Dalam menentukan adanya diabetes Melitus tes urin tunggal tidak boleh di lakukan

namun perlu di tambah dengan tes gula darah, dapat di katakan diabetes ketika adanya gejala

dan peningkatan kadar gula darah. Kriteria diagnosis diabetes berdasarkan panduan WHO

dalam Damayanti (2016) dapat di lihat pada tabel berikut ini:


Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Diabetes berdasarkan Depkes RI

Bukan Belum pasti DM


DM DM
Kadar glukosa Plasma vena
darah sewaktu darah kapiler < 100 100-199 200
(mg/dL)
Kadar glukosa Plasma vena
darah puasa darah kapiler < 90 90-199 200
(mg/dL)
Sumber : Depkes RI dalam buku Damayanti 2016

Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes

Test Tahap diabetes Tahap prediksi

Gula darah puasa ≥ 126 mg/dl 100-125 mg/dl

OGTT ≥ 200 mg/dl 140-199 mg/dl

Gula darah acak > 200 mg/dl

Sumber : Damayanti, 2016

Keterangan :

a. Gula darah puasa diukur sesudah puasa malam selama 8 jam.

b. Oral glucosa tolerance test (OGTT) diukur setelah puasa semalaman, lalu

pasien diberikan cairan 75 gr glukosa untuk diminum. Lalu gula darah diukur 2

jam kemudian.

c. Gula darah acak diukur sewaktu-waktu.

d. Untuk mendiagnosa DM, perlu dilakukan uji ulang ketika mendapatkan hasil

yang abnormal, sehingga mendapatkan konfirmasi yang akurat.

e. Diabetes dapat di diagnosa dengan adanya gejala khusus (khas).


2.7. Komplikasi

Menurut Tandra (2014) mengklasifikasikan komplikasi Diabetes Melitus menjadi 2

kelompok besar, yaitu :

a. Akut

Terjadi akibat kestidakseimbangan akut kadar glukosa darah, yaitu: hiplogikemia,

diabetik ketoasidosis dan hiperglikemia non ketosis. Hipoglikemia diabetic (insulin

reaction) terjadi karena peningkatan insulin dalam darah dan penurunan kadar glukosa

darah yang diakibatkan oleh terapi insulin yang tidak adekuat. Resiko hipoglikemia

terjadi akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, dimana pemberian insulin masih belum

sepenuhnya dapat menirukan (mimicking) pola sekresi insulin yang fisiologis.

Berdasarkan kriteria diatas hipoglikemia dibagi :

1) Hipoglikemia ringan : simptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan

aktivitas sehari-hari yang nyata.

2) Hipoglikemia sedang : simptomatik dapat diatasi sendiri dan menimbulkan

gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.

3) Hipoglikemia berat: sering (tidak selalu) tidak simptomatik, karena gangguan

kognitif, pasien tidak mampu mengatasi sendiri.

b. Kronis

1) Komplikasi Makrovaskuler

- Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia,

hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada Diabetes Melitus sendiri

tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM tipe II sangat

bersifat atherogeni karena mudah mengalami glikalisasi dan oksidasi.


- Penyakit serebrovaskuler, perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah

serebral atau pembentukan emboli ditempat lain dalam sistem pembuluh darah

yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah

serebral yang mengakibatkan serangan iskemik dan stroke.

- Penyakit vaskuler perifer perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar

pada ekstremitas bawah menyebabkan oklusi arteri ekstremitas bawah. Tanda dan

gejalanya meliputi penurunan denyut nadi perifer dan klaudikatio intermiten

(nyeri pada betis pada saat berjalan).

2) Komplikasi Mikrovaskuler

Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina.

Faktor terjadinya retinopati diabetikum: lamanya menderita diabetes, umur penderita,

kontrol gula darah, faktor sistematik (hipertensi, kehamilan).

Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang

tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus. Nefropati

diabetikum merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik.Neuropati diabetikum

biasanya ditandai dengan hilangnya reflex. Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati

diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu

atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam

waktu 6-12 bulan (Tandra, 2014).

2.8. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar

glukosa darah untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat Diabetes Melitus.

Caranya yaitu menjaga kadar glukosa dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia serta
memelihara kualitas hidup yang baik. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes

tipe 2 yaitu terapi nutrisi (diet), latihan fisik, pemantauan, terapi farmakologi dan

pendidikan (Damayanti 2016).

2.8.1. Manajemen diet

Tujuan umum penatalaksanaan diet pada DM antara lain mencapai dan

mempertahankan kadar glukosa darah dan lipit mendekati normal, mencapai dan

mempertahankan berat badan dalam batas2 normal atau kurang lebih 10% dari

berat badan idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan

kualitas hidup (Damayanti, 2016). Standar komposisi makanan untuk pasien DM

yang dianjukan konsensus Perkeni (2006) adalah karbohidrat 45-65%, protein 10-

20%, lemak 20-25%, kolesterol <300mg/hr, serat 25g/hr, garam dan pemanis saat

digunakan secukupnya Waynes dapat menimbulkan aterosklerosis oleh karena itu

konsumsi makanan yang berkolesterol harus dibatasi (Suyono dalam Damayanti,

2016). Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan

dapat di terima untuk pasien DM termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin,

aspartame, acesulfame, protassium dan sukralose. Jumlah kalori di sesuaikan

dengan status gizi, umur, ada tidaknya setres akut, kegiatan jasmani (Damayanti,

2016).

2.8.2. Latihan Fisik atau Olahraga

Mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di membrane plasma

sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Manfaat latihan fisik adalah

menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa

oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah, dan
tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL

kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida (Damayanti,

2016).

Pada studi yang lain dikatakan bahwa pada pasien DM tipe II terjadi

penurunan kapasitas mitokondria pada otot skeletal yang menyebabkan

peningkatan resiko gangguan fisik atau aktifitas fisik atau olahraga dapat

memperbaiki kondisi tersebut (Toledo et.al, 2014).

Prinsip latihan fisik pada penderita Diabetes Melitus pada prinsipnya

sama saja dengan prisip latihan jasmani pada umumnya, yaitu mengikuti : F,I,D,J

yang dapat dijelaska sebagai berikut: F : frekuensi 3-5x/mingggu secara tertur, I :

intensita ringan dan sedang (60-70 % Maximum Heart Rate), D : Durasi 30-60

menit setiap melakukan latihan jasmani dan J : jenis latihan fisik yang dianjurkan

adalah aerobik yang bertujuan untuk meningkatkan stamina seperti jalan, jogging,

berenang, senam berkelompok atau aerobik, senam yoga, senam kaki dan

bersepeda (Soewondo dan Subekti, 2014).

2.8.3. Pemantauan kadar gula darah

Pemanatauan kadar glukosa darah secara mandiri atau Self Monitoring

Blood Glucosa (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah

hiperglikemia atau hipoglikemia dan pada akhirnya akan mengurangi komplikasi

DM jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat

dianjurkan bagi pasien dengan penyakit DM yang tidak stabil, kecenderungan

untuk mengalami ketoasidosis berat, hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala

ringan. SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin (Damayanti,
2016).

2.8.4. Terapi farmakologi

Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau

mendekati normal. Pada DM tipe 2, insulin terkadang diperlukan sebagai terapi

jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet,latihan

fisik dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) tidak dapat menjaga gula darah dalam

rentag normal (Damayanti, 2016).

2.8.5. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan pada pasien DM diperlukan karena penatalaksanaan

DM memerlukan perilaku penanganan yang khusus seumur hidup. Pasien tidak

hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi

kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif

dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Pasien

harus mengerti mengenai nutrisi, manfaat dan efek samping terapi, latihan,

perkembangan penyakit, strategi pencegaahan, teknik pengontrolan gula darah, dan

penyesuaian terhadap terapi (Smeltzer dalam Damayanti, 2016).

2.9. Konsep Teori Kadar Gula darah

2.9.1. Definisi Kadar Gula Darah

Kadar gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang berasal dari

karbohidrat dalam makanan dan dapat disimpan dalam bentuk glikogen di dalam

hati dan otot rangka (Tandra, 2014). Menurut Callista Roy, Kadar gula darah

adalah jumlah glukosa yang beredar dalam darah. Kadarnya dipengaruhi oleh

berbagai enzim dan hormon yang paling penting adalah hormon insulin. Faktor
yang mempengaruhi dikeluarkan insulin adalah makanan yang berupa glukosa,

manosa dan stimulasi vagal obat golongan (Tandra, 2014).

2.9.2. Pemeriksaan Gula Darah

Macam kadar gula darah dibedakan berdasarkan waktu pemeriksaan. Gula

Darah Sewaktu (GDS), jika pengambilan sampel darah tidak dilakukan puasa

sebelumnya. Gula Darah Puasa (GDP), jika pengambilan sampel darah dilakukan

setelah klien puasa selama 8-10 jam, Gula Darah 2 jam Post Pradinal (Soegondo,

2011).

2.9.3. Macam-macam Pemeriksaan Gula Darah

Berdasarkan Soegondo dan Sidartawan (2011), ada beberapa macam pemeriksaan

kadar gula darah yang dapat dilakukan, yaitu :

a. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)

Pemeriksaan guka darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makan terakir yang dimakan dan kondisi tubuh orang

tersebut.

b. Glukosa Darah Puasa (GDP)

Glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan

setelah pasien melakukan 8-10 jam.

c. Glukosa Darah 2 jam Post pradinal

Pemeriksaan glukosa ini adalah pemeriksaan glukosa yang dihitung 2 jam

setelah pasien menyelesaikan makan.

Tabel 2.3 Patokan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan

Puasa untuk Menyaring dan Mendiagnosis DM


Bukan Belumpasti Pasti
Kadarglukosadarah Plasmavena <100 100-199 ≥200
sewaktu (mg/dL) Darahkapiler <90 90-199 ≥200
Kadarglukosadarah Plasmavena <100 100-125 ≥126
Puasa(mg/dL) Darahkapiler <90 90-99 ≥100
Sumber : Soegondo dan Sidartawan (2014).

2.9.4. Manfaat Pemeriksaan Gula Darah

Pemantauan kadar gula darah adalah cara yang lazim untuk menilai pengendalian

DM. Disamping indikator yang lainnya, hasil pemantauan gula darah tersebut digunakan

untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai pegangan penyesuaian diet, olahraga dan

obat-obatan untuk mencapai kadar gula darah senormal mungkin serta terhindar dari

keadaan hiperglikemia atau hipoglikemia (Soegondo dan Sidartawan, 2014). Parameter

yang dapat digunakan untuk pemantauan kadar gula darah pada pasien DM menurut

(Soegondo dan Sidartawan, 2014).

Tabel 2.4 Parameter Pemantauan Kadar Gula Darah

Parameter Baik Sedang Buruk


Glukosa darah puasa (mg/dL) 80-109 110-125 >126
Glukosa darah sewaktu <100 100-199 >200
(mg/dL)
AIC (%) <65 6,5-8 >8
Kolesterol total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45
Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 >200
IMT (kg/m) 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140/80- >140/90
90
Sumber : Soegondo dan Sidartawan (2014)
2.10. Konsep Teori Senam Kaki

2.10.1. Pengertian

Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan yang dilakukan oleh

pasien diabetes Melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu

melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki dapat membantu

memperbaiki terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan

kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi

(Widiyanti & Proverawati, 2009). Senam kaki diabetik yang dilakukan pada

telapak kaki terutama diarea organ yang bermasalah akan memberikan rangsangan

pada titik-titik saraf yang berhubungan dengan pancreas agar menjadi aktif

sehingga menghasilkan insulin melalui titik-titik saraf yang berada di telapak kaki.

Sehingga dengan adanya peningkatan sirkulasi darah perifer dapat meminimalkan

kerusakan saraf perifer sehingga neuropati dapat menurun dan sensitivitas kaki

meningkat.

Latihan fisik merupakan salah satu prinsip dalam penatalaksanaan penyakit

diabetes Melitus. Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik teratur (3-4 kali

seminggu lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes.

Latihan fisik yang bermaksud adalah berjalan, bersepeda santai, jogging, senam

dan berenang. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan dengan unsure dan status

kesegaran jasmani (Perkeni dalam Priyanto, 2012).

2.10.2. Tujuan Senam Kaki Diabetes Melitus

Menurut Damayanti (2016), ada 6 tujuan dilakukan senam kaki:

a. Membantu melancarkan peredaran darah


b. Memperkuat otot-otot

c. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki

d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

e. Mengatasi keterbatasan gerak sendi

f. Menjaga terjadinya luka

2.10.3. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita Diabetes

Melitus dengan tipe 1 maupun tipe 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien

didiagnosa menderita Diabetes Melitus sebagai tindakan pencegahan dini. Senam kaki

ini juga dikontraindikasikan pada klien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis

seperti dispnea atau sesak. Orang yang depresi, khawatir atau cemas. Keadaan-keadaan

seperti ini perlu diperhatikan sebelum dilakukan tindakan senam kaki

Selain itu kaji keadaan umum dan keadaan pasien apakah layauntuk dilakukan

senam kaki tersebut, cek tanda-tanda vital dan status respiratori (adakah Dispnea atau

nyeri dada), kaji status emosi pasien (suasana hati/mood, motivasi), serta perhatikan

indikasi dan kontraidikasi dalam pemberian tindakan senam kaki (Damayanti, 2016).

2.10.2. Senam Kaki Diabetes Melitus Dengan Media Koran

Prosedur terapi senam kaki menurut penelitian dari (Sukesi, 2017) yaitu senam kaki

dilakukan selama 15 menit 5 kali seminggu sebelum makan. Sedangkan menurut

(Anggraini Sri Sulistyowati, 2017) yaitu senam kaki dilakukan selama 4 kali dalam 1

minggu dengan rentang waktu 30 menit setiap melakukan senam kaki, kemudian peneliti

mengukur kembali kadar gula darah responden. Lansia dikatakan aktif melakukan

gerakan senam jika nilainya 60 sampai 80 dan lansia dikatakan kurang aktif dalam
melakukan gerakan senam yaitu 40 sampai 60.

Prosedur Senam Diabetes Melitus menurut (Damayanti, 2016) yaitu:

a) Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan:

- Kertas Koran dua lembar

- Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk)

- Sarung tangan

- Lingkungan yang nyaman dan jaga privasi

b) Persiapan Klien:

Lakukan kontak topik, waktu, tempat, dan tujuan dilaksanakan senam kaki

diabetes kepada klien.

Prosedur

- Perawat cuci tangan

- Jika dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas bangku

dengan kaki menyentuh lantai. Dapat juga dilakukan dalam posisi duduk tegak

diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai. Dapat juga dilakukan dalam posisi

berbaring dengan meluruskan kaki.

Gambar 2.1.

Pasien duduk diatas kursi

a.
Sumber : Damayanti, 2016

b) Dengan melakukan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan

keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti mencengkram

sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, jari-jari kedua belah kaki diluruskan

ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak

10 kali.

Gambar 2.2

Tumit kaki di lantai dan jari-jari kaki diluruskan ke atas

Sumber: Damayanti, 2016

c) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke

atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit

kaki diangkat dan diulangi sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur,

menggerakkan jari dan tumit kaki secara bergantian antara kaki kiri dan

kaki kanan sebanyak 10 kali.

Gamba 2.4. Ujung kaki diangkat keatas


Sumber: Damayanti, 2016

d) Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan

memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Pada posisi tidur kaki harus diangkat sedikit agar dapat melakukan

gerakan memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Gambar 2.5. Jari-jari kaki di lantai

Sumber: Damayanti, 2016

e) Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki,

tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara
bergantian. Gerakan ini sama dengan posisi tidur

Gambar 2.6. Kaki diluruskan dan diangkat, putar kaki pada pergelangan kaki

Sumber: Damayanti 2016

f) Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola

dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi

1. lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini

dilakukan sekali saja, lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan

kedua bagian koran. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-

kecil dengan kedua kaki. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan

tersebut dengan kedua kaki, lalu letakkan sobekan kertas pada bagian

kertas yang utuh. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi

bentuk bola

Gambar 2.7. Robek kertas koran kecil-kecil dengan menggunakan jari-jari kaki lalu lipat menjadi

bentuk bola
Sumber: Damayanti, 2016

2.11. Kerangka Teori

Teori keperawatan Virginia Henderson (Priyoto, 2018) mencakup seluruh

kebutuhan dasar manusia. Henderson mendefinisikan keperawatan sebagai membantu

individu yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki

kontribusi terhadap kesehatan dan kesembuhan dimana individu tersebut akan mampu

mengerjakan tanpa bantuan bila iya memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan

yang dibutuhkan. Dan hal ini dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali

kemandiriannya secepat mungkin.

Kebutuhan berikut ini seringkali disebut kebutuhan dasar

Priyoto (2018), memberikan kerangka kerja dalam melakukan asuhan

keperawatan:

Tabel 2.5 Konsep kebutuhan dasar Priyoto (2018)

1 Bernafas secara normal 8 Mampu menjaga kebersihan diri


2 Makan dan minum tercukupi 9 Menghindari bahaya dari
lingkungan
3 Bergerak dan dapat 10 Berkomunikasi dengan orang
mempertahankan posisi lain
4 Eliminasi 11 Beribadah menurut keyakinan
5 Istirahat dan tidur terpenuhi 12 Bekerja yang menjanjikan
prestasi
6 Memilih cara berpakaian yang 13 Bermain dan berpartisipasi
diinginkan dalam segala kegiatan
7 Temperatur tubuh dalam rentang 14 Belajar dan menggali
normal keingintahuan

Keperawatan

Dapat
Gambar 2.8 Teori Virginia Priyoto (2018)

Faktor penyebab DM Terapi Farmakologi

 Faktor 1. Insuli
Diabetes Mellitius
keturunan 2. Obat hipoglikemia
atau genetic Oral ( OHO )
 Obesitas
 Usia di atas
30 tahun
 Tekanan
darah tinggi
 Aktifitas fisik Non farmakologi :
kurang
 Kadar 1. Diet
kolesterol 2. Latihan fisik
tinggi - Senam diabetes
- Senam kaki
3. Pemeriksaan kesehatan
4. Pemantauan kadar gula
darah

Koping
terhadap
ketergantunga
n Perubahan kadar gula darah

Pendidikan
kesehatan

Kehidupan
dan kesehatan
F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting

(Sugiyono, 2019). Berdasarkan kerangka teori, maka disusun kerangka konsep mengenai

efektivitas terapi pijat dengan kompres hangat terhadap nyeri haid pada remaja putri.

Senam Kaki Pasien Diabetes Mellitus

Kadar Gula darah

Keterangan :

= Variabel Independen (bebas)

= Variabel Dependen (terikat)

= Hubungan antara variable bebas dengan variable terikat


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan metode

Systematic Review yakni sebuah sintesis dari studi literatur yang bersifat sitematik, jelas,

menyeluruh, dengan mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi melalui pengumpulan

data-data yang sudah ada dengan metode pencarian yang eksplisit dan melibatkan proses

telaah kritis dalam pemilihan studi. Tujuan dari metode ini adalah untuk membantu

peneliti lebih memahami latar belakang dari penelitian yang menjadi subyek topik yang

dicari serta memahami bagaimana hasil dari penelitian tersebut sehingga dapat menjadi

acuan bagi penelitian baru.

B. Tahap Sytematika Review

Dalam penelitian systematic review ada beberapa tahapan yang harus di lakukan

sehingga hasil dari studi literatur tersebut dapat di akui kredibikitasnya. Adapun tahapan-

tahapan tersebut sebagai berikut :

1. Identifikasi pertanyaan penelitian

Identifikasi pertanyaan penelitian merupakan pertanyaan yang akan kita gunakan sebagai

dasar melakukan review, sebagai acuan untuk kita merumuskan pertanyaan penelitian

kita dapat menggunakan “PICO” (Population in Question, Intervention of Interest,

Comparator dan Outcome). Berdasarkan Judul penelitian dapat menentukan PICO :

P (Populasi) : Jurnal Nasional yang berhubungan dengan Pengaruh Senam Kaki Terhadap

Penurunan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus

I (Intervensi) : tidak ada intervensi

C (Comparator) : tidak ada perbandingan atau intervensi lainnya.


O (Outcome) : Terdapat Pengaruh Senam Kaki Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Pasien Diabetes Mellitus

Pertanyaan penelitian berdasarkan “PICO” adalah apakah ada Pengaruh Senam Kaki

Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus.

2. Menyusun Protokol

Menyusun protokol merupakan detail perencanaan yang telah di persiapkan secara tepat,

yang mencakup beberapa hal seperti lingkup dari studi, prosedur, kriteria untuk menilai

kualitas (kriteria inklusi dan eksklusi), skala penelitian yang akan dilakukan. untuk

menyusun protokol Riview kita menggunakan metode PRISMA Preferred Reporting

Items For Systematic Riviews and Meta Analyses).

a.Pencarian Data

Pencarian data mengacu pada sumber data base seperti pubmed , proquest, Google

Scholar, Science Direct, dan lain-lain yang sifatnya resmi, yang di sesuaikan dengan

judul penelitian,abstrak dan kata kunci yang di gunakan untuk mencari artikel, kata kunci

ini dapat di sesuaikan dengan pertanyaan penelitian yang telah di buat sebelumnya.

b.Skrining Data

Skrining adalah penyaringan atau pemilihan data (artikel penelitian) yang bertujuan untuk

memilih masalah penelitian yang sesuai dengan topic atau judul, abstrak dan kata kunci

yang diteliti.

c.Penilaian Kualitas (Kelayakan) Data

Penilaian kualitas atau kelayakan didasarkan pada data (artikel penelitian) dengan teks

lengkap (full text) dengan memenuhi kriteria yang di tentukan (kriteria insklusi dan

eksklusi).
d.Hasil Pencarian Dari

semua data (artikel penelitian) berupa artikel penelitian kuantitatif atau kualitatif yang

memenuhi semua syarat dan kriteria untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

3. Menyusun Strategi Pencarian

Strategi pencarian di lakukan mengacu pada protokol yang telah di buat dan menentukan

lokasi atau sumber database untuk pencarian data serta dapat melibatkan orang lain untuk

membantu riview.

4. Ekstrasi Data

Ekstrasi dapat di lakukan setelah proses protokol telah di lakukan dengan menggunakan

metode PRISMA, ekstrasi data dapat dilakukan secara manual dengan membuat formulir

yang berisi tentang : tipe artikel, nama jurnal atau konferensi, tahun, judul, kata kunci,

metode penelitian, dan lain-lain.


Gambar 1.2 Diagram PRISMA tahap Systematic Review

“Studi Literatur Pengaruh Senam Kaki Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Pasien Diabetes Mellitus”.

Pencarian pada situs geogle


scholar

Hasil jurnal secara keseluruhan ( n=2)

Screening Screening

( n=2) a. Rentang Waktu 5 Tahun Terakhir


(2016-2021)

b. Tipe Jurnal Nasional

c. Jurnal Menggunakan Bahasa


Indonesia

Geogle Scholar (n=2)

Jurnal yang dapat diakses Full


TextGoogle Sholar (n= 2)

Kriteria Inklusi :

a.Jurnal yang berkaitan dengan pengaruh


senam kaki terhadap penurunan kadar gula
darah pasien diabetes mellitus
Jurnal akhir yang sesuai
dengan kriteria inklusi b. S K R I P S I yang berkaitan dengan
PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP
(n :2)
PERUBAHAN KADAR GULA DARAH
PADA LANSIA PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE 2

Google sholar (n= 2)


C. Populasi , Sampel dan Teknik Samping

1. Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah jurnal nasional dan

internasional yang berkaitan dengan judul penelitian “Studi Literature Pengaruh Senam

Kaki Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus ”.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian

melalui sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 2 jurnal nasional yang berkaitan

dengan judul penelitian “Studi Literature Pengaruh Senam Kaki Terhadap Penurunan

Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus”.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang digunakan dalam pengambilan sampel, agar

memperoleh sampel yang sesuai dari keseluruhan subjek penelitian. Pengambilan sampel

pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sample diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti (tujuan dan masalah dalam penelitian), sehingga sampel dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya. Berdasarkan

karakteristik populasi yang telah diketahui, maka dibuat kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria Inklusi adalah semua aspek yang harus ada dalam sebuah penelitian yang akan

kita review dan kirteria eksklusi adalah faktor – faktor yang dapat menyebabkan sebuah

penelitian menjadi tidak layak untuk di review; sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi
1) Jurnal penelitian nasional dalam rentang waktu tahun 2016-2021.

2) Jurnal penelitian mencakup variabel atau permasalahan yang sesuai dengan judul atau

masalah yang diteliti.

3) Jurnal penelitian yang dapat diakses fulltext.

b. Kriteria eksklusi

1) Jurnal penelitian nasional dan internasional yang tidak berkaitan dengan permasalahan

penelitian yang diteliti.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menunjukkan pada variabel yang diteliti, terdiri dari variabel variabel

independen dan dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah senam kaki

terhadap penurunan kadar gula darah, sedangkan variabel dependen dalam penelitian

adalah pasien diabetes mellitus.

E. Analisa Data

Setelah melewati tahap protokol sampai pada ekstraksi data, maka analisis data dilakukan

dengan menggabungkan semua data yang telah memenuhi kriteria inklusi menggunakan

teknik secara deskriptif untuk memberikan gambaran sesuai permasalahan yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai