Anda di halaman 1dari 29

Literatur Review: Pengaruh Senam Kaki Diabetes Terhadap

Perubahan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus


Tipe 2

LAPORAN LITERATUR REVIEW


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya
Keperawatan

Yusrizal Pamungkas
E.0105.18.042

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
CIMAHI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu gejala klinis yang ditandai

dengan peningkatan glukosa darah plasma (hiperglikemia) (Ferri, 2015).

Kondisi hiperglikemia pada DM yang tidak dikontrol dapat menyebabkan

gangguan serius pada sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah

(World Health Organization, 2017).

Berdasarkan tipenya Diabetes Melitus (DM) dibagi menjadi dua

yaitu, Diabetes Melitus tipe I yang disebabkan ketiadaan insulin yang

absolut akan timbulnya autoimun, dan Diabetes Melitus Tipe II timbul

akibat adanya kelainan dalam resistensi insulin (Corvin,2008).

Diabetes mellitus tipe I merupakan diabetes yang diakibatkan oleh

berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas yang

didasari oleh proses autoimun (Rustama,dkk.,2010). Pada diabetes

mellitus tipe2 olahraga berperan dalam pengaturan kadar gula darah.

Masalah utama pada diabetes mellitus tipe 2 adalah kurangnya respon

terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga glukosa tidak dapat masuk

kedalam sel. Permeabilitas member terhadap glukosa meningkat saat otot

berkontraksi karena kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin. Maka dari

itu, pada saat beraktivitas fisik seperti berolahraga, resistensi insulin

berkurang. Aktivitas fisik berupa olahraga berbuna sebagai kendali gula

darah dan penurunan berat badan pada diabetes mellitus tipe 2 (ilyas,
2011). Kedua tipe diabetes mellitus ini baik tipe 1 atau tipe 2 sama-sama

sangat berbahaya jika tidak segera di kontrol kadar gula darahnya dan akan

berakibat terjadinya beberapa komplikasi, komplikasi pada diabetes

mellitus terbagi kedalam komplikasi akut dan komplikasi kronik

(Lemone,Burke & Bauldoff ,2015).

Komplikasi akut diabetes mellitus yaitu hipoglikemia, adalah kadar

glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (< 50 mg/dl).

Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat di

alami 1-2 kali per minggu, kadar gula darah yang terlalu rendah

menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak

berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. Hiperglikemia adalah

apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang

menjadi keadaan metabolism yang berbahaya, antara lain ketoasidosis

diabetic, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto

asidosis.

Komplikasi Kronis diabetes mellitus yaitu kimplikasi

makovaskuler, yang umum berkembang pada penderita DM adalah

trombosit otak (pembekuan darah pada Sebagian otak), mengalami

penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

Kmplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe1 seperti

nefropati, diabetic retinopati (kebetulan), neuropati, dan amputasi.

Badan organisasi dunia world health organization (WHO) 2004,

bahwa Diabetes melltus DM diperkirakan menjadi penyebab utama ke


tujuh kematian di dunia pada tahun 2030. Jumlah kematian akibat DM

diproyeksikan meningkat lebih dari 50% dalam 10 tahun kedepan. DM

merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi pada

masyarakat. Data dari studi global menunjukan bahwa jumblah penderita

Dm pada tahun 2014 telah mencapai 387 juta orang dan jumlah penderita

DM ini diperkirakan akan menjadi 592 juta pada tahun 2035 (WHO,

2014).

International Diabetes Federation (IDF) memprediksi di Asia

Tenggara prevalensi diabetes mellitus akan meningkat dari tahun 2017

hingga 2045 sebanyak 84%, dengan jumlah penderita yang akan mencapai

151 juta jiwa pada tahun 2045. Sedangkan Indonesia menduduki peringkat

ke-6 di dunia dengan jumlah diabetes sebanyak 10,3 juta jiwa (IDF, 2017).

Di Indonesia prevelensi diabetes mellitus sekitar 12 juta penderita

(6,9%) di Jawa Barat diabetes mellitus menduduki peingkat ke 12 dengan

jumlah penderita sebanyak 418,110 (1,3%) (RisKesDas,2013). Riskesdas

2018 menunjukan prevelensi penyakit tidak menular berdasarkan

pemeriksaan gula darah, diabetes mellitus di Indonesia naik dari 6,9%

menjadi 8,5% (RisKesDas, 2018). Prevelensi Diabetes Melitus di Jawa

Barat naik dari 1,3% menjadi 1,7% (Kemenkes RI 2018).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2018),

prevalensi diabetes mellitus di Indonesia mengalami penikatan pada tahun

2013 sebanyak 6,9 % dari jumlah penduduk, menjadi 8,5 % pada tahun

2018. RISKESDAS juga melaporkan, di Provinsi Jawa Barat mengalami


peningkatan pada tahun 2013 sebanyak 1,6 % dari jumlah penduduk,

menjadi 1,8 % pada tahun 2018. Sementara itu, hasil Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS) 2013 menemukan, prevalensi pencetus diabetes

mellitus tipe 2 (DMT2) Indonesia sebesar 6,9 % dan prevalensi

prediabetes mencapai 2 sampai 3 kali lipat jumlah penderita diabetes. di

Jawa Barat sendiri, angka kejadian diabetes mencapai 4,2 % dengan

jumlah perdiabet sebesar 7,8 % . Penderita diabetes (diabetes) di Indonesia

termasuk yang terbanyak di dunia. Bahkan berdasarkan data dari Diabetes

Atlas IDF tahun 2010, Indonesia menduduki peringkat 9 dengan 7,6 juta

penduduk menderita diabetes.

Tingginya jumlah penderita DM di jawa barat, antara lain

disebabkan adanya perubahan gaya hidup masyarakat karena kurangnya

pengetahuan dan pendidikan rendah, kesadaran untuk menjaga kesehatan,

mengatur pola makan dan minimnya aktivasi fisik, yang mengakibatkan

tingginya angka kejadian obesitas yang bisa menjadi faktor penyebab

prevelensi DM dimasyarakat. Diperkirakan sebesar 80-85% penderita

diabetes mellitus tipe 2 mengalami kegemukan (Nurrahmani, 2012).

Gambaran umum permasalahan obesitas di jawa barat tahun 2016

diperiksa sebanyak 1.644.079 orang dan terindikasi obesitas sebanyak

138.965 orang (8,45%) dengan angka obesitas terbesar dikota cimahi

100% dan terendah di kabupaten ciamis 0,01%. Hal ini yang menjadi

penyebab tinginya angka kejadian diabetes milletus di jawa barat. Hal ini

jika diabaikan maka akan beresiko bertambah penyakit DM sehingga jatuh


pada keadaan yang lebih berat dengan munculnya komplikasi DM

(Tamher & Noorkasiani, 2009).

Penatalksanaan diabetes mellitus menurut pakeni (2015) dan

Kowalak (2011) dibedakan menjadi 2 yaitu terapi farmakologi dan non

farmakologi . Terapi nonfarmakologi yaitu dengan cara edukasi, terapi

herbal, terapi nutrisi medis dan Latihan jasmani atau olahraga (pakeni &

Kowalak, 2015).

Pengelola penyakit DM di kenal dengan empat pilar utama yaitu

penyuluhan atau edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani atau aktivitas

fisik dan intervensi farmakologis. Keempat pilar pengelolaan tersebut

dapat diterapkan pada semua jenis tipe DM termasuk DM tipe 2. Untuk

mencapai fokus pengelolaan DM yang optimal maka perlu adanya

keteraturan terhadap keempat pilar utama tersebut (PERKENI, 2015).

Komponen latihan jasmani atau olahraga sangat penting dalam

pelaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa

darah dengan menikatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin (Smelzer & Brenda, 2002). Latihan jasmani akan

menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah, maka akan lebih

banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor

insulin dan reseptor menjadi aktif yang akan berpengaruh terhadap

penurunan glukosa dara pada pasien diabetes (Soegondo, 2013).

Latihan jasmani atau olahraga yang dianjurkan salah satunya

adalah senam kaki diabetes mellitus. Senam kaki bertujuan untuk


memperbaiki sirkulasi darah sehingga nutrisi ke jaringan lebih lancar,

memperkuat otot-otot kecil, otot betis dan otot paha, menurunkan kadar

gula darah serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang di alami oleh

penderita diabetes mellitus (Sutedjo, 2010). Senam kaki diabetes mellitus

bisa dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur dengan dengan

menggerakan kaki dan sendi misalnya dengan kedua tumit angkat,

mengangkat kaki dan menurunkan kaki (Soegondo, 2013).

Senam kaki ini sangat di anjuran untuk pasien diabetes yang

mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropathy di kaki, tetapi di

sesuaikan dengan kondisi dan kemampuan tubuh pasien. Gerakan dalam

senam kaki diabetes seperti yang disampaikan dalam 3rd National Diabetes

Educators Training Camp tahun 2005 dapat membantu memperbaiki

sirkulasi darah di kaki. Mengurangi keluhan neuropathy sensorik seperti:

rasa pegal, kesemutan, gringgingen di kaki. Manfaat dari senam kaki

diabetes yang lain adalah dapat memperkuat otot-otot kecil, mencegah

terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan

paha (gestroeneminus, hamstring, quadriceps), dan mengatasi keterbatasan

gerak sendi, latihan seperti senam kaki diabetes dapat membuat otot-otot

di bagian yang bergerak berkontraksi (Soegondo, 2009), Senam kaki

diabetes ini dapat di berikan kepada seluruh pasien diabetes mellitus

dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien

didiagnosa menderita diabetes mellitus sebagai tindakan pencegahan dini.


Pada saat latihan (senam) kebutuhan energi meningkat sehingga

otot menjadi lebih aktif dan peka lalu membuat reseptor insulin menjadi

lebih aktif dan terjadi penurunan pemakaian glukosa yang menyebabkan

terjadi penurunan kadar glukosa darah sehingga kadar hasil gula darah pun

berubah, dan hal ini juga di latar belakangi oleh faktor kontinuitas atau

keteraturan pasien dalam mengikuti senam sehingga terjadi penurunan

pada adar glukosa darah (parkeni, 2012).

Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Graceistin

Ruben, Julia Villy Rottie, Michael Y. Karundeng (2016) di wilayah kerja

puskesmas enemawira yang berjudul “Pengaruh senam kaki diabetes

terhadap perubahan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe

2” Metode penelitian ini menggunakan Pra Eksperimental, Pendekatan ini

menggunakan Pre Test Post Test Dsign. Sampel yang di gunakan adalah

56 Responden. Dari hasil penelitian ditemukan adanya pengaruh senam

kaki diabetes terhadap perubahan kadar gula pasien diabetes mellitus tipe

2. Berdasarkan hasil uji Paired Sample t-test di proleh nilai p=0,00 untuk

itu bererti nilai p=0,00 lebih kecil dari pada nilai α=0,05 maka Ho di tolak

yang berarti ada pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan kadar

gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan kajian literature review terhadap hasil penelitian tentang

“Pengaruh Senam Kaki Diabetes Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2”.


B. Rumusan Masalah

Seiring berjalannya waktu semakin banyak di ketahui manfaat

senam kaki, senam kaki selain membantu memperbaiki sirkulasi darah

ternyata senam kaki dapat mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki juga

dapat meningkatkan kekuatan pada otot paha, betis, dan juaga mengatasi

keterbatasan dalam pergerakan sendi.

Dengan dukungan teori, pengamatan dan study literature yang

dilakukan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang dilakukan penerapan

senam kaki untuk memperbaiki sirkulasi darah maka penulis tertarik untuk

menggali pertanyaan penelitian:

1. Bagaimana proses kadar gula darah dengan menggunakan senam

kaki?

2. Bagaimana prosedur senam kaki untuk melancarakan kadar gula darah

pada pasien diabetes mellitus ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh senam kaki untuk memperlancar kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya peningkatan kelancaraan kadar gula darah melalui

senam kaki

b. Diketahuinya proses pemulihan kelancaran kadar gula darah

mealui pijat senam kaki


c. Diketahuinya prosedur pijat oksitoksin untuk kelancaran kadar

gula darah

D. Luar Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu semua jenis

penelitian yang menggunakan terapi senam kaki untuk membantu

memperlancar kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus type II.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penulis berharap hasil study kasus ini dapat menambah informasi,

wawasan dan bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan

juga diharapkan mampu menjadi salah satu gambaran untuk dijadikan

suatu informasi untuk penulis.

2. Manfaat Praktis

Dalam kasus ini diharapkan agar hasilnya dapat bermanfaat untuk

bebagai pihak yaitu:

a. Bagi penulis

Dapat meningkatkan pemahaman penulis tentang pengaruh senam

kaki diabetes terhadap perubahan kadar gula darah pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 dan mengembangkan kemampuan penulis


dalam Menyusun suatu laporan, dan di harapkan dapat menjadi

referensi bagi penulis selanjutnya.

b. Bagi STIKes Budi Luhur Cimahi

Dapat dijadikan modul pembelajaran pada proses belajar

khususnya tentang pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan

kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dan di

aplikasikan dalam bidang perawatan, disamping itu juga dapat

menambah informasi, sumber, bahan bacaan, bagi mahasiswa dan

sebagai referensi di perpustkanaan tentang penurunan kadar gula

darah.

c. Bagi Penulis Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi informasi referensi bagi penulis

selanjutnya sebagai acuan dalam melakukan terapi herbal terhadap

penurunan tekanan darah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan Kesehatan yang berupa

kumpulan gejala yang di sebabkan oleh peningkatan kadar gula

(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin, yang

ditandai dengan ketidakmampuan organ menggunakan insulin

sehingga insulin tidak bisa berfungsi optimal dalam mengatur

metabolism glukosa (Bustan, 2015).

Diabetes Milletus adalah kelainan metabolism yang disebabkan

oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat

dari defisiensi sekresi hormone insulin, aktivitas insulin atau keduanya.

Selain itu penyakit ini juga dipengaruhi oleh defisiensi transporter

glukosa atau keduanya. Penyakit Diabetes Mellitus yang juga dikenal

sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah ini tergolong

penyakit kronis. Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam

darah. Kondisi ini akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam


tubuh. Sehingga organ pankreas tidak mampu memproduksi hormone

insulin sesuai kebutuhan tubuh. (Tilong, 2021).

Jadi dapat disimpulkan diabetes mellitus yang dikenal dengan

penyakit kencing manis atau penyakit gula adalah suatau kumpulan

gejala penyakit menahun yang ditandi oleh meningkatnya kadar gula

darah yang melebihi nilai normal. Diabetes adalah suatu penyakit

dimana tubuh penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan

tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Penderita diabetes tisak bisa

memperoduksi insulin dengan jumblah cukup atau tubuh yang tidak

mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjdi kelebihan

gula di dalam darah. Kelebuhan gula dalam darah (hiperglikemia)

menjadi racun dalam tubuh.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut Tandra (2017) diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi

empat, yaitu diabetes tipe 1 (diabetes bergantung pada insulin),

diabetes tipe II (diabetes tidak bergantung pada insulin), diabetes

gestasional (diabetes pada kehamilan) serta diabetes tipe lain.

a. Diabetes tipe-I (Insulin Dependent Diabetes mellitus)

Diabetes tipe ini terjadi bila pankreas tidak dapat atau

kurang mampu memproduksi insulin sehingga tubuh kekurangan

insulin atau bahkan tidk memiliki insulin sama sekali, sehingga

gula tidak dapat di angkut kedalam sel dan menumpuk dalam

predaran darah. Untuk tetap hidup, penderita diabetes seperti ini


kebanyakan harus bergantung pada suntikan insulin selama

hidupnya. Tipe I ini adalah jenis diabetes yang tidak begitu umum,

hanya kira-kira 5-10% dari semua penderita diabetes yang

mengidap IDDM. Biasanya bermula pada anak-anak atau remaja,

namun kadang juga bisa ditemukan pada usia dewasa. Gejalanya

timbul mendadak dan bisa langsung berat, bahkan sampai koma

apabila tidak segera di tolong dengan suntikan insulin.

DM tipe 1 dapat diklasifikasikan baik sebagai penyakit

autoimun maupun idiopatik, namun 90% kasus diperantarai imun.

Penyakit autoimun, yaitu penyakit yang disebabkan oleh gangguan

sistem imun atau kekebalan tubuh dan mengakibatkan rusaknya

sel-sel beta langerhans pankreas. Teori lain juga menyebutkan

bahwa kerusakan pankreas bisa diakibatkan oleh pengaruh genetic

(keturunan), infeksi virus, atau malnutrisi (Tandra, 2017)

b. Diabetes Melitus tipe-II (Non-insulin-Dependent-Diabetes

Mellitus)

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi

insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan

karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh

jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.

Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah

tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)


akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa

bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan

mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe

ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik.

Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan

sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering

terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. Sekitar 90-95% penderita

DM adalah tipe 2, DM tipe 2 ini adalah jenis paling sering

dijumpai. Biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi bisa

pula timbul pada usia diatas 20 tahun (Tandra, 2017).

Diabetes tipe II ini terbagi dua bentuk, yaitu, obesitas dan non

obesitas DM tipe ini disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin dari

sel beta pankreas, menurunnya aktifitas insulin di jaringan dan atau

meningkatnya resistensi jaingan terhadap insulin (Roumahorbo, 2014).

c. Diabetes tipe lain

Diabetes yang tidak termasuk dalam klompok diatas yaitu

diabetes sekunder merupakan diabetesyang timbul akibat dari

penyakit lain, yang mengganggu kinerja produk insulin atau

mempengaruhi kerja insulin sehinnga mengakibatkan gula darah

meningkat. Penyebab diabetes demacam ini adalah :

1) Radang pankreas (pankreatitis).

2) Gangguan kelenjar adrenal dan hipofisis.

3) Penggunaan hormon kostikosteroid.


4) Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolestrol.

5) Malnutrisi.

6) Infeksi

Beberapa obat yang menyebabkan hiperglikemia seperti

golongan furosemid, thyasida diuretic, glukortikoid, obat yang

mengganggu fungsi sel beta (dilantin), obat yang menggangu kerja

insulin (b-adrenergik) dan asam hidotinik (Roumahorbo, 2014).

d. Diabetes kehamilan

Perlu diwaspadai lebih dari setengah ibu hamil dengan

diabetes akan menjadi tipe 2 dikemudian hari. Ibu hamil dengan

diabetes harus ekstra waspada dalam menjaga gula darahnya, rajin

kontrol gula darah, dan memeriksa diri ke dokter agar tidak terjadi

komplikasi, baik pada ibu maupun janin.

3. Etiologi

Diabetes melitus menurut kowalak, (2011) ; Wilkins,


(2011); dan Andra, (2013) mempunyai beberapa penyebab, yaitu :
a. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan
perkembangan antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-sel
beta.
b. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi
pancreas. Infeksi virus coxsakie pada seseorang yang peka secara
genetic. Stress fisiologis dan emosional meningktkan kadar hormon
stress (kortisol, epinefrin, glucagon, dan hormon pertumbuhan),
sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetik rentan terkena DM karena
perubahan gaya hidup, menjadikan seseorang kurang aktif sehingga
menimbulkan kegemukan dan beresiko tinggi terkena diabetes
melitus.
d. Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormon plasental yang
berkaitan dengan kehamilan, yang mengantagoniskan insulin.
e. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes
melitus.
f. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di
dalam tubuh. Insulin yang tersedia tidak efektif dalam
meningkatkan efek metabolic.
Antagonisasi efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi,

antara lain diuretic thizide, kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif

hormonal.

4. Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe II

Pada diabetes tipe II terjadi penurunan sensitivitas jaringan

terhadap insulin (resistensi insulin). Hal ini diperberat oleh

bertambahnya usia yang mempengaruhi berkurangnya jumblah insulin

dari sel-sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan atau penurunan

sensitifitas perifer terhadap insulin. Resistensi insulin berhubungan

dengan faktor eksternal seperti gaya hidup yang salah dan obesitas.
Peningkatan glukosa dalam darah menyebabkan osmolalitas darah

meningkat sehingga menyebabkan perpindahan cairan dari ekstra

vaskuler ke intravaskuler dan terjadi dehidrasi pada sel. Peningkatan

volume intra vaskuler menyebabkan diuresis akan meningkat dan

frekuensi berkemih akan meningkat (Poliura).

Peningkatan osmolalitas sel akan merangsang hypothalamus untuk

mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral

sehingga mengakibatkan peningkatan rasa haus yang disebut polidipsi.

Penurunan transfort glukosa kedalam sel menyebabkan sel

kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga

mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas

glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan di

bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar

dan di sebut polipagi.

Terjadinya ulpus diabetikum diawali adanya hiperglikemia pada

penyandang diabetes mellitus yang menyebabkan kelainan neuropati

dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik

maupun motoric dan autonomic akan mengakibatkan distribusi

tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah

terjadinya ulkus. (Rumahhorbo, 2014)

5. Manifestasi Klinis

a. Gejala khas

1. Poliuria (sering kencing).


2. Poliphagia (cepat lapar).

3. Polidipsia (sering haus).

4. Lemas.

5. Berat badan menurun.

b. Gejala lain:

1. Gatal-gatal.

2. Mata kabur.

3. Gatal di kemaluan (Wanita).

4. Impotensia.

5. Kesemutan (Bustan. 2015).

6. Tanda Dan Gejala

Gejala diabetes pada setiap penderita tidak selalu sama. Ada

macam- macam gejala diabetes, ada yang termasuk “gejala klasik”

yaitu gejala khas diabetes, dan yang tidak termasuk kelompok itu.

Gejala Klasik yang ditunjukkan meliputi: banyak makan (polifagia),

banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria), berat badan

turun dan menjadi kurus . Beberapa keluhan dan gejala klasik pada

penderita DM tipe (Kariadi, 2009) . yaitu :

1. Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah

Penurunan berat badan ini disebabkan karena penderita

kehilangan cadangan lemak dan protein digunakan sebagai sumber

energi untuk menghasilkan tenaga akibat dan kekurangan glukosa

yang masuk ke dalam sel.


2. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)

Kadar glukosa darah yang tinggi, jika kadar gula darah melebihi

nilai ambang ginjal (> 180 mg/dl) gula akan keluar bersama urine, untuk

menjaga agar.

7. Komplikasi.

DM yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan

komplikasi akut dan kronis. DM merupakan penyakit metabolik

yang tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu kontrol terhadap

kadar gula darah sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi baik

komplikasi akut maupun kronis. Lamanya pasien menderita DM

dikaitkan dengan komplikasi akut maupun kronis. Hal ini didasarkan

pada hipotesis metabolik, yaitu terjadinya komplikasi kronik DM

adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada pasien

DM (Waspadji, 2009). Semakin lama pasien menderita DM dengan

kondisi hiperglikemia, maka semakin tinggi kemungkinan untuk

terjadinya komplikasi kronik. Kelainan vaskuler sebagai manifestasi

patologis DM dari pada sebagai penyulit karena erat hubungannya

dengan kadar glukosa darah yang abnormal, sedangkan untuk

mudahnya terjadinya infeksi seperti tuberkolosis atau gangrene

diabetic lebih sebagai komplikasi (Waspadji, 2009).

Menurut (Ernawati, 2013) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua

kategori, yaitu:

1. Komplikasi akut
Gangguang keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu

pendek meliputi hipoglikemi, ketoasidosis diabeteik dan

syndrome HHNK (Koma hiperglikemik hiperosomolar

nonketotik) atau hyperosmolar nonketotik (HONK).

a. Hipoglikemi

Hipoglikemi merupakan keadaan gawat darurat yang

dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. glukosa merupakan

bahan bakar utama untuk melakukan metabolisme di otak.

Sehingga kadar glukosa darah harus selalu dipertahankan diatas

kadar kritis, merupakan salah satu fungsi penting sistem

pengatur glukosa darah. Hipoglikemi merupakan keadaan

dimana kadar gula darah abnormal yang rendah yaitu dibawah

50 hingga 60 mg/ dl (2,7 hingga 3,3 mmol/ L) (smeltzer & Bare,

2002). Seorang juga dikatan hipoglikemi jika kadar glukosa

darah < 80 mg/ dl dengan gejala klinis.

b. Ketoasidosis diabetik (KAD).

KAD adalah keadaaan dekompensasi kekacauan

metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan

ketosis, terutama disebebkan oleh defisiensi insulin absolut atau

relative. Keadaan komplikasi akut ini memerlukan penanganan

yang tepat karena merupakan ancaman kematian bagi penderita

diabetes.

Komplikasi kronis dibagi menjadi 2 yaitu :


c. Komplikasi makrovaskuler

1) Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung

koroner merupakan salah satu komplikasi makrovaskuler yang

sering terjadi pada penderita DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Proses

terjadinya penyekit jantung koroner pada penderita DM disebabkan

oleh kontrol glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama

yang disertai dengan hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia,

hiperamilinemia, dislipedemia, gangguan sistem koagulasi dan

hiperhormosisteinemia.

2) Penyakit serebrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler pasien DM memiliki kesamaan

dengan pasien non DM, namun pasien DM memiliki kemungkinan

dua kali lipat mengalami penyakit kardiovaskuler. Pasien yang

mengalami perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah

serebral atau pembentukan emboli ditempat lain dalam sistem

pembuluh darah sering terbawa aliran darah dan terkadang terjepit

dalam pembuluh darah serebral. Keadaan ini dapat mengekibatkan

serangan iskemia sesaaat Transient Ischemic Attack (TIA).

3) Penyakit vaskuler perifer

Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri

perifer dua hingga tiga kali lipat diabandingkan pasien non DM.

hal ini disebabkan pasien DM cenderung mengalami perubahan


aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstermitas

bawah. Pasien dengan gangguan pada vaskuler perifer akan

mengalami berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio

intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan). Penyakit

oklusif arteri yang parah pada ekstermitas bawah merupakan

penyebeb utama terjadinya ganggren yang dapat berakibat

amputasi pada pasien DM.

d. Komplikasi mikrovaskuler

1) Retinopati diabetik

Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata

yang disebabkan perubahan dalam pembuluh darah kecil pada

retina mata, keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama

merupakan faktor risiko utama terjadinya retinopati diabetik.

2) Komplikasi oftalmologi yang lain

Katarak, peningkatan opasitas lensa mata pada penderita

DM sehingga katarak terjadi pada usia lebih muda dibandingkan

pasien non DM, dan perubahan lensa mata mengalami

perkembangan ketika kadar gula darah naik.

3) Nefropati

Merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai

dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) minimal dua kali

pemeriksaan dalam waktu tiga hingga enam bulan.

4) Neuropati diabetes
Adalah gangguan klinis maupun sublkinis yang terjadi pada

penderita DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain

(konfrensi neuropati, febuari 1988 di san Antonio).

8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan

kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan

meliputi (Perkeni, 2015):

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM,

memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi

akut.

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat

progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan

mortalitas DM. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan

DM tipe 2 di Indonesia

2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada

4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis,

latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Ndraha, 2014).

1. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan

perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan

keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif

dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki


perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung

usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan

alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah

kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/saat masih

reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan

penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan

kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang DM

meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan

pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas

fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.

2. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM yaitu

makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-

masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwalal

makan, jenis, dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang

dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,

protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat

sekitar 25g/hari.

3. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-

masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan

yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda

dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran


juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas

insulin.

4. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan

pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani.

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

B. Kadar Gula Darah


1. Pengertian
Gula darah merupakan gula yang berada didalam darah yang
terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai
glikogen di hati dan otot rangka (Kee, 2007). Sedangkan kadar glikosa
darah yaitu tingkat gula di dalam darah, konsentrasi gula darah atau
tingkat glukosa serum diatur dengan ketat di dalam tubuh (Henrikson &
Bech-n=Nielsen, 2009).
Hiperglikemia adalah suatu keadaan dimana tingkat kadar
glukosa darah yang sangat tinggi dari rentang kadar normal gula darah
(Elizabeth,2009). Menurut Mc Naughton, 2011 hiperglikemia merupakan
normal.
2. Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah pada diabetes melitus
Menurut Fox & Klivert (2010) faktor yang dapat mempengaruhi
gula darah. Pada diabetes melitus adalah : kurang berolahraga, jumlah
makanan yang dikonsumsi bertambah, meningkatnya stress dan faktor
emosi, cemas, pengetahuan diabetes melitus, pertambahan berat badan
dan usia, serta dampak perawatan obat misalnya steroid.
a. Olahraga secara teratur dapat mengurangi terjadinya resistensi
insulin sehingga insulin bisa dipergunakan lebih baik oleh sel-sel
tubuh. Olahraga juga bisa digunakan sebagai pembakaran lemak
dalam tubuh sehingga dapat menurunkan berat badan bagi penderita
diabetes melitus.
b. Asupan makanan bisa juga mempengaruhi naiknya kadar gula darah
karena makanan yang tinggi energi atau kaya karbohidrat dan serat
yang rendah dapat mengganggu stimulasi sel pankreas dalam
memproduksi insulin. Asupan lemak didalam tubuh juga perlu
diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap resistensi insulin.
c. Kecemasan adalah respon tehadap pennyakit yang dirasakan
penderita sebagai suatu tekanan, rasa tidak nyaman, gelisah dan
kecewa. Gangguan tersebut membuat penderita menjadi acuh
terhadap aturan pengobatan yang harus dijalankan seperti diit, terapi
medis dan olahraga sehingga mengakibatkan kadar gula darah tidak
dapat terkontrol dengan baik.
d. Pengetahuan diet adalah faktor yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah. Semakin baik pengetahuan dit
penderita tentang kondisi yang dialaminya, maka semakin baik pula
pengendalian kadar glukosa darah yang dapat dicapai (Ozoelic, faith
et al, 2010). Anggota keluarga bisa memberikan damppak positif
maupun negatif bagi penderita diabetes melitus melalui mekanisme
kontribusi terhadap dalam mencegah atau menyebabkan stress
(Maybery & Chandra, 2012).
e. Stres bisa merangkum interaksi antara piluitary, adrenal gland,
pancreas dan liver. Gangguan dapat mempengaruhi metabolisme
adenocorticotripic (ACHT), kortisol, glucocorticoids, (hormon
adrenal gland), glucagon merangsang glukoneogenesis di liver yang
akhirnya meningkatkan kadar gula darah (Mahendra, et el,
2008).Bangun tidur juga bisa memicu produksi hormon kortisol,
menurunkan ttoleransi glukosa, dan mengurangi hormon tiroid. itu
semua bisa menyebabkan resistensi insulin dan memperburuk
metabolisme.
f. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fisik dan penurunan fungsi
organ tubuh yang akan berdampak pada konsumsi dan penyerapan
zat gizi. penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada usia
lanjut sebagian besar mempunyai masalah gizi berlebih dan
kegemukan atau obesitas yang memicu terjadinya penyakit
degeneratif termasuk diabetes melitus (Maryam, el al, 2008).
3. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Menurut ADA (2014), ada berbagai cara yang biasa
dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa darah, di antaranya :
a. Tes Glukosa Darah Puasa dan Sewaktu

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan


penyaring dan diagnosa DM (mg/dl)

Belum Pasti
Bukan DM DM
DM
Plasma ≥20
<100 100-199
Glukosa vena 0
sewaktu Plasma ≥20
Kadar <90 90-199
kepiler 0
Darah
(mg/dL) Plasma ≥12
<100 100-125
Glukosa vena 6
puasa Plasma ≥10
<90 90-99
kapiler 0
Sumber : Kemenkes, 2014
b. Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar
glukosa darah sebelum dan dua jam setelah mengkonsumsi glukosa
sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 300 mL air.
Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Hasil Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Normal Kurang dari 140 mg/dL
Prediabetes 140 – 199 mg/dL
Diabetes Sama atau lebih dari 200
Sumber : ADA (2014)
c. Uji HbA1C
Uji HbA1C yaitu mengukur kadar glukosa darah rata-rata
dalam 2-3 bulan terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk
mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes.
Klasifikasi Kadar HbA1C
Hasil Kadar HBA1C
Normal Kurang dari 5,7%
Prediabetes 5,7 – 6,4%
Diabetes Sama atau lebih dari 6,5%
Sumber : ADA (2014)

Anda mungkin juga menyukai