BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat Penulisan
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Manfaat Penulisan
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi
dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada
fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat
menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin
dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih
banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana
pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin
pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi
glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat.
Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan
menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan
fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di
mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan
kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar
insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa
melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi
lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya
menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka
efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin
meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat
(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan
dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa
(glucose toXicity) (Schteingart, 2005 dikutip oleh Indraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi
insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi
respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara
terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan.
Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik
dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini
juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti
kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan
berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin
(Indraswari, 2010).
C. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin
yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial
yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari sel-
sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular
yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-
pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsive insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas.
Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar
gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada
pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat
badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan
pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany,2010).
D. Gambaran Klinis
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina,
2009):
Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar
untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan
sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira
sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
c. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu
merasa lapar.
Keluhan lain:
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada
fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia
tetap dapat melihat dengan baik.
b. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat
timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk
peniti.
c. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks,
apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
d. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.
E. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai (Shahab,2006).
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah
satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah
puasa terganggu)
Tabel 1.
Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
3. Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian perlindungan
secara dini kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Pada
beberapa penyakit biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian imunisasi
namun untuk perkembangan sekarang, diabetes mellitus dapat dilakukan
melalui :
a. Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
b. Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara dini
c. Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi
sejak dini
d. Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
4. Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan sehubungan dengan
upaya pendeteksian secara dini terhadap individu yang nantinya mengalami
DM dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan
sedini mungkin untuk mencegah semakin berkembangnya risiko terhadap
timbulnya penyakit tersebut. Upaya sehubungan dengan early diagnosis pada
DM adalah dengan melakukan :
a. Melakukan skrining DM di masyarakat
b. Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat keluarga
pada kelompok masyarakat
5. Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan
kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM karena risiko
keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian insulin yang tepat waktu
b. Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di rumah sakit
c. Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
6. Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
kembali pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM,
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah :
a. Pengaturan diet makanan sehari-hari yang rendah lemak dan
pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami
b. Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan
pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan
c. Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat
yang diabetagonik
B. Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun Tahap pencegahannya yaitu (Konsensus,2006):
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang
yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita,
tetapi berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya
dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya
masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula
pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan
Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM
dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan
jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak
terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan
pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak
awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi
adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian
pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula
darah puasa, dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan
diet dan pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat,
cukup dengan menurunkan berat badan sampai mencapai berat
badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak
badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi
nutrisi medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana
hal ini bersama latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka
diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya
digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM tipe II.
Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Tabel 2
Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari
Klorpropamid (diabinise) 60 1
Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2
Gliburid (diabeta, micronase) 16-24 1-2
Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2
Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3
c. DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM.
makanan yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus
konsisten dari hari kehari. Adalah sangat penting bagi pasien yang
menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan
aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II, cenderung
kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin dan
hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan
berat badan. (Hendrawan,2002).
1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko
Menjaga berat badan
Tekanan darah
Kadar kolesterol
Berhenti merokok
Membiasakan diri untuk hidup sehat
Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah
aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang
memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai
kebugaran.
Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu
lama, karena hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik
berkurang atau minim.
Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan
kandungan. garam yang tinggi. Hindari makanan siap saji
dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.
Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes
yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini
mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah
(80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes
yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan
tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan
pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait,
terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di
berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).
Gambar 1
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
C. Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2
Tabel 3.
Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Lingkar Perut
Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
<90cm (Pria) >90cm (Pria)
<80cm (Wanita) >80cm (Wanita)
Risk of co-morbidities
BB Kurang <18,5 Rendah Rata-rata
BB Normal 18,5-22,9 Rata-rata Meningkat
BB Lebih >23,0 :
- Dengan risiko : 23,0-24,9 Meningkat Sedang
- Obes I : 25,0-29,9 Sedang Berat
- Obes II : 30 Berat Sangat berat
Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007. Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap
Perbaikan Peran Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal Kesehatan
Surya Medika Yogyakarta. Ilmu Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.
Nadesul, Hendrawan. 2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan-
keluhan Orang Mapan. Kompas.
Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.
WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its
Complication.