DIABETES MELITUS
Dosen Pengampu :
Di susun oleh :
i
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia. Lansia adalah
keadaan yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi fisiologis yang berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk hidup
(Ferry & Makhfudli, 2009). Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (Dewi, S.R,
2014). Namun, menurut WHO, batasan lansia dibagi atas usia pertengahan (middle age)
yaitu antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-
90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun Notoadmodjo, (2011). Dengan
bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan sehingga penyakit tidak
menular banyak terjadi pada lanjut usia. Penyakit tidak menular yang banyak diderita
oleh penduduk lansia antara lain Arhtritis, hipertensi, nyeri sendi, stroke dan diabetes
mellitus (Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai “penyakit
gula” merupakan penyakit yang banyak bermunculan dewasa ini. Hal ini terkait dengan
gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat di kalangan masyarakat kita. Kurangnya
aktivitas fisik (olah raga) dan pola makan serba fast food semakian mempertinggi
kejadian penyakit diabetes mellitus. Diabetes Mellitus memiliki implikasi yang luas bagi
usia lanjut maupun keluarganya, terutama munculnya keluhan yang menyertai,
penurunan kemandirian usia lanjut dalam melakukan aktivitas keseharian, dan
menurunnya partisipasi sosial usia lanjut. Perawat komunitas sejak awal dapat berperan
dalam meminimalisasi perubahan potensial pada sistem tubuh pasien. Beberapa
penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa perawat mempunyai peran yang cukup
berpengaruh terhadap perilaku pasien. Salah satu peran yang penting guna mendorong
masyarakat terutama usia lanjut adalah agar usia lanjut dan keluarga mampu memahami
kondisi usia lanjut diabetisi sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
(Bondan Palestine, 2007).
1
Meningkatnya prevalensi DM di Indonesia diduga ada hubungannya dengan cara
hidup (pola makan). Pola makan bergeser dari pola makan tradisional yang banyak
mengandung karbohidrat, serat dan sayuran ke pola makan kebarat – baratan dengan
komposisi yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan sedikit
serat. Hal ini didukung oleh kurangnya peran keluarga dalam pengelolaan pada salah satu
anggota keluarga yang menderita DM (Suadana, 2008). Penyebab Diabetes Mellitus pada
lansia dikarenakan beberapa faktor, diantaranya perubahan komposisi tubuh, menurunnya
aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan neurohormonal, serta meningkatnya
stres. Pada usia lanjut diduga terjadi age related metabolic adaptation, oleh karena itu
munculnya diabetes pada usia lanjut kemungkinan karena aged related insulin resistance
atau aged related insulin inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin action despite
age (Rochmah, 2006). Bila terlambat diketahui adanya penyakit diabetes pada lanjut usia,
penderita mungkin sudah dalam keadaan status dekompensasi dari sistem metabolik
seperti hiperglikemi, hiperosmolaritas, sindroma non ketotik atau ketoasidosis diabetik.
Penderita juga dapat dijumpai gejala-helaja hipoglikemi, yang biasanya disebabkan oleh
obat-obat antidiabetik. Penampilan klinis hipoglikemia yang khas tampak sebagai
perubahan status mental dan status neurologi seperti penurunan fungsi kognitif, konfusio,
kejang, diaphoresis dan bradikadi. Keadaan yang menyertai hiperglikemi seperti
hiponatremia (pseudohiponatremi), kondisi dehidrasi dan hipomagnesia (akibat diuresis
osmotik) dapat juga terjadi (Martono, 2012).
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah Mempelajari dan memberikan
pemahaman tentang asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan gangguan
Diabetes Millitus Di Puskesmas Air Beliti Kab. Musirawas.
2
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini yaitu penulis mampu :
a) Melakukan pengkajian pada pasien diabetes mellitus.
b) Merumuskan analisa sintesa yang sesuai pada pasien diabetes mellitus
c) Merumuskan diagnosa yang muncul pada diabetes mellitus
d) Menentukan intervensi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
e) Melakukan implementasi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
f) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
g) Mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada pasien
diabetes melitus.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
Pengertian diabetes mellitus berasal dari kata diabetes yang berarti terus
mengalir, dan mellitus yang berarti manis. Kemudian istilah diabetes menjadi
sebutan, karena sering minum dalam jumlah banyak yang disusul dengan sering
keluar kembali dalam jumlah yang banyak. Sebutan mellitus disebabkan air
kencing yang keluar manis mengandung gula. Sampai sekarang penyakit ini
disebut sebagai kencing manis atau diabetes mellitus. (Marewa, 2015)
Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit dengan keadaan abnormal yang
ditunjukkan dengan tingginya kadar glukosa dalam darah. DM merupakan kondisi
kronis yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai
dengan munculnya gejala utama yang khas yaitu urine yang berasa manis dalam
jumlah yang besar. (Simatupang, 2017).
2.1 .2 Etiologi
4
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II: usia, obesitas, riwayat, dan
keluarga. Dikatakan normal jika kadar gula darah < 140 mg/dl, dikatakan
toleransi glukosa terganggu jika 140 - < 200 mg/dl, dikatakan menderita diabetes
jika memiliki kadar gula darah ≥ 200 mg/dl. (Nurarif ,2015 ).
2.1.3 Patofisiologi
5
2.1.4 WOC
Defisiensi Insulin
Penurunan pemakaian
Glukagon
glulokosa oleh sel
Glukoneogenesis Hiperglikemia
Protein Glycosuria
BUN Osmotik
Nitrogen Dehidrasi
Hemokonsentras
Trombosis
Aterosklerosis
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopa Nefropati
ti
Nyeri Miokard infarka Stroke Gangren diabetik
Gangguan
Gangguan Integritas Resiko Injury
penglihatan
6
2.1.5 Manifestasi Klinis
Tiga serangkai klasik merupakan efek langsung dari kadar gula darah tinggi,
seperti poliuria, polidipsi, dan polifagi. Selain trias klasik, terdapat gejala lain
menurut (Tarwoto & dkk, 2012) beberapa manifestasi klinis yang terjadi pada
pasien DM yaitu:
1. Penurunan berat badan yang disebabkan karena banyaknya kehilangan cairan,
glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.
2. Kelainan pada mata atau penglihatan kabur. Pada kondisi kronis, keadaan
hiperglikemia mnyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler
tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan
pada lensa
3. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina. Peningkatan
glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit sehingga menjadi
gatal. Jamur dan bakteri mudah menyerang kulit
4. Ketonuria. Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan
asam lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang
kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal
5. Kelemahan dan keletihan. Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel,
kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Kadarglukosadarahsewaktu(mg/dl)
Kadarglukosadarah DM BelumpastiDM
Sewaktu
Plasmavena >200 100-200
Darahkapiler >200 80-100
7
Kadarglukosadarahpuasa(mg/dl)
Kadarglukosadarahpuasa DM BelumpastiDM
PlasmaVena >120 110-120
Darahkapiler >110 90-110
Adapun kriteria diagnosa WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan, antara lain : Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/l).
Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/l). Glukosa plasma dari gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl).
Adapun Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menurut PERKENI, 2011 dengan
cara pelaksanaan : 3 hari sebelumnya makan seperti biasa, kegiatan jasmani
secukupnya seperti biasa dilakukan, puasa semalam 10-12 jam, kadar gula darah
diperiksa, diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air
250 ml dan diminumkan selama 5 menit, kemudian periksa kadar gula darah 2
jam setelah beban glukosa selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap
istirahat dan tidak boleh merokok.
2.1.7 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan pada pasien DM menurut (Fatimah, R. N, 2015)
dengan obat-obat diabetes melitus antara lain:
1. Antidiabetik Oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah
dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala,
optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. DM tipe 1
penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama
ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang
gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta
olahraga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet
dan olahraga dilakukan, kadar gula darah tetap diatas 200mg/dl dan HbA1c di
atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan
8
membantunya. Pemilihan antidiabetik oral tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral
yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM
serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain
adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase
dan insulin sensitizing.
2. Insulin
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang
dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino
kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau
pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat
efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama
kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian
insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan
lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkkan pengambilan glukosa kedalam
sel-sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara
oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak
dari glukosa.
3.Diet
9
Sumber Ayamtanpakul hewani Keju,
ProteinHewa it,ikan, telur, tinggilemak
abon,dendeng,
ni telurrendah jenuh(korne
kolesterolatau t, susufullcream
putih sosis,sarden
telur,daging ,
tidakberlemak. otak,jeroan,
kuningtelur
)
Sumber tempe,tahu,kaca
ProteinNabat nghijau,
i kacangmerah,ka
cangtanah,kacan
gkedelai
Sayuran Sayurtinggiser bayam,
at:kangkung, buncis,daun
daunkacang, melinjo,
oyong,ketimun labusiam,
, tomat,labu daunsingkong,
air, daunketela,
kembangkol, jagungmuda,
lobak, kapri,kacang
sawi,selada, panjang,pare,
seledri,terong wortel,
daunkatuk
2.1.8 Komplikasi
Adanya permasalahan angiopati dan neuropati pada penderita diabetes melitus
juga diperberat dengan penurunan sistem imunitas sehingga rentan terhadap
infeksi, sehingga bila penderita diabetes melitus mengalami luka sedikit saja akan
sangat mudah berkembang menjadi ulkus bahkan mengalami nekrosis jaringan
yang menyebabkan gangren diabetika dan berakhir pada amputasi bila tidak
dilakukan penanganan dengan benar. (Tarwoto & dkk, 2012)
1) Retinopati diabetikum
Disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor
terjadinya retinopati diabetikum: lamanya menderita diabetes, umur
penderita, kontrol gula darah, faktor sistemik (hipertensi, kehamilan).
10
2) Nefropati diabetikum
Ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam
urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerolus. Nefropati
diabetikum merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik. Semakin
lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah
tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropati
atau kerusakan saraf
3) Neuropati diabetikum
Neuropati diabetik terjadi pada 60-70% individu DM. Neuropati
diabetik yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan
autonomik.
Pada polineuropati sensori perifer simetris, terjadi perubahan
sensoris dan hilangnya sensoris secara simetris, yang terjadi pada kedua
kaki dan kedua tangan. Biasanya, ekstremitas bawah yang terkena pertama
karena ekstremitas bawah mempunyai saraf yang paling panjang diseluruh
tubuh. Yang termasuk dalam sensoris yang abnormalparestesia (sensasi
kesemutan, rasa seperti ditusuk dengan jarum dan kebas). Sensasi yang
abnormal ini menjadi lebih berat pada malam hari dan bisa mengganggu
tidur pasien. Perubahan ini berlangsung perlahan tetapi progresif.
4) Kaki diabetik
Ada tiga faktor yang berperan dalam kaki diabetik, yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya, amputasi harus dilakukan. Hilangnya
sensori pada kaki bisa mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskular dan makrovaskular dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangren dan amputasi. Luka adalah rusaknya kesatuan /
komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang. Luka diklasifikasikan dengan berbagai macam
cara. Masing-masing pengklasifikasian tersebut, antara lain:
11
Berdasarkan kedalaman dan luasnya, dapat dinyatakan menurut stadium
luka, berikut ini:
12
2.2.2 Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.3 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas
2.3.1 Definisi
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah
melembaga (Sumijatun dkk, 2013). Misalnya di dalam kesehatan di kenal
kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok
lansia, kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain
sebagainya. Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani,
masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya
(Mubarak, 2016). Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan
yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public
health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan
perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh
melalui proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi
kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya
kesehatan (Mubarak, 2016).
13
2.3.2 Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
14
dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses
penyembuhan (Mubarak, 2016).
2.3.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah
belajar dari pengalaman sebelumnya, selain factor pendidikan/
pengetahuan individu, media masa, Televisi, penyuluhan yang dilakukan
petugas kesehatan dan sebagainya. Begitu juga dengan masalah kesehatan
dilingkungan sekitar masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling
sering mereka temukan sebelumnya sangat mempengaruhi upaya
penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat individual tidak akan
mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu, maka mereka
telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah kesehatan melalui proses
kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses transfer
materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari
dalam diri individu, kelompok atau masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan
dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23
Tahun 1992 maupun WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik, mental
dan sosialnya; sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi
lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat
dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas
15
melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan masyarakat
akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
2.3.5 Bentuk – Bentuk Pendekatan dan Partisipasi Masyarakat
a. Posyandu
Pos pelayanan terpadu atau yang lebih dikenal dengan posyandu.
Secara sederhana dapat diartikan sebagai pusat kegiatan dimana
masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan Kesehatan.
Selain itu posyandu juga dapat diartikan sebagai wahana kegiatan
keterpaduan KB dan kesehatan ditingkat kelurahan atau desa, yang
melakukan kegiatankegiatan seperti: (1) kesehatan ibu dan anak, (2) KB,
(3) imunisasi, (4) peningkatan gizi, (5) penanggulangan diare, (6) sanitasi
dasar, (7) penyediaan obat esensial (Zulkifli, 2013).
Tujuan pokok penyelenggaraan Posyandu adalah untuk : (1)
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak, (2) meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR, (3) mempercepat
penerimaan NKKBS, (4) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang
peningkatan kemampuan hidup sehat, (5) pendekatan dan pemerataan
pelayanan kesehatan pada penduduk berdasarkan letak geografi .
b. Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
c. Pemberian Oralit dan pengobatan.
d. Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV
dengan materi dasar dari KMS baita dan ibu hamil. Pelayanan
yang diberikan oleh keperawatan komunitas mencakup kesehatan
komunitas yang luas dan berfokus pada pencegahan yang terdiri
dari tiga tingkat yaitu:
1) Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada
penghentian penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan
primer mencakup peningkatan derajat kesehatan secara umum dan
16
perlindungan spesifik. Promosi kesehatan secara umum mencakup
pendidikan kesehatan baik pada individu maupun kelompok.
Pencegahan primer juga mencakup tindakan spesifik yang
melindungi individu melawan agen-agen spesifik misalnya
tindakan perlindungan yang paling umum yaitu memberikan
imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu hamil, penyuluhan gizi
bayi dan balita.
2) Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi
penyakit lebih awal dengan mengobati secara tepat. Kegiatan-
kegiatan yang mengurangi faktor resiko dikalifikasikansebagai
pencegahan sekunder misalnya memotivasi keluarga untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui
posyandu dan puskesmas.
3) Pencegahan tertier
Yang mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada
seseorang dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang
mengalami kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi sesuai
dengan kemampuannya.
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
Barat : Sukamulya
18
3. 1.4 Tingkat Sosial Ekonomi
3.1.5 Kebiasaan
sebagian besar lansia mengisi waktu luangnya hanya untuk jalan –jalan disekitar
lingkungan rumah, tidak ada ketrampilan khusus yangdiselenggarakan untuk
mengisi waktu luang lansia
3.1.6 Transportasi
19
3.1.8 Suku Bangsa
3.1.9 Agama
Hasil pengolahan data yang berasal dari angket, wawancara dan observasi akan
No Usia Frekuensi
1 45 – 49 8
2 50 – 54 7
3 55 – 59 10
4 60 – 65 2
5 65 – 69 3
Jumlah 30
No Pendidikan Frekuensi
1 SD 8
2 SMP 12
3 SMA 10
Jumlah 30
20
3. Komposisi lansia berdasarkan jenis kelamin
1 Laki – Laki 13
2 Perempuan 17
Jumlah 30
No Agama Frekuensi
1 Islam 27
2 Kristen 3
Jumlah 30
No Pekerjaan Frekuensi
1 PNS 8
2 Swasta 7
3 Wiraswasta 10
4 Tidak bekerja 5
Jumlah 30
penampungan air
1 Tiap Hari 6
2 3 kali sehari 1
3 1 minggu sekali 13
4 Tidak tentu 10
Jumlah 30
22
Tabel Distribusi lansia berdasarkan system ventilasi rumah di RW II
kelurahan Manyar Sabrangan pada tanggal 4 – 6 Januari 2022.
23
Tabel Distribusi lansia berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa
Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Januari 2022
1. Perkesmas
24
3). Kunjungan petugas kesehatan pada lansia yang sakit :
25
6). Partisipasi lansia dalam mengikuti senam lansia :
2. Laboratorium
26
2 sewaktu – waktu 28 92
3 tidak pernah periksa 1 4
Jumlah 30 100
3. Kesehatan Lansia
1). Sarana kesehatan yang paling dekat dengan tempat tinggal lansia :
Tabel Distribusi lansia berdasarkan sarana kesehatan dekat dengan
tempat tinggal lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Januari
2022.
27
Tabel Distribusi lansia berdasarkan pengetahuan lansia tentang
Diabetes Mellitus di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Januari
2022.
28
1). Sumber penghasilan lansia setiap bulannya :
29
Tabel Distribusi lansia berdasarkan kemampuan lansia dalam membaca
dan menulis di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Januari 2022.
Tabel Distribusi lansia berdasarkan kebiasaan lansia diwaktu senggang di Desa Darma Sakti
pada tanggal 4 – 6 Januari 2022
30
4 Lainnya.... 2 7
Jumlah 30 100
lansia
2 jalan rusak, membahayakan bagi 7 24
lansia
Jumlah 30 100
31
3). Jenis transportasi yang biasanya digunakan oleh lansia
ANALISA DATA
32
2 Ds : Perilaku Kesehatan Perilaku tidak
- Kader posyandu cenderung beresiko mengikuti program
mengatakan lansia pengobatan
menolak menjalani
pengobatan
Do :
- Lansia tidak mengikuti
pengobatan
3. Ds : Kurangnya informasi
- Kader posyandu dalam kesehatan
mengatakan ( 40 % )
lansia tidak tahu mengenai
masalah kesehatan yang
dihadapi.
Do :
- Lansia tidak menjalani
pemeriksaan pengobatan
yang tepat
Diagnosa Keperawatan :
33
Kesehatan 2.sediakan materi dan
Kriteria hasil: media yang akan
-melakukan tindakan digunakan: materinya
untuk mengurangi f. (pengertian, faktor2,
risiko meningkat: pencegahan,
tidak konsumsi m. penanganan ) dan
manis, mau media yg digunakan
berolahrga adalah leaflet
-menerapkan 3.
program perawatan
meningkat: periksa Edukasi Program
gula darah rutin Pengobatan
minimal 2 kali 1.identifikasi
dalam sebulan pengetahuan lansia
tentang pengobatan
Tingkat pengetahuan dm
-minat lansia untuk 2.beri dukungan
belajar meningkat kepada lansia untuk
-pengetahuan lansia melakukan
tentang dm pemeriksaan rutin
meningkat
- Edukasi Latihan
fisik
1.jelaskan Latihan
fisik yang sesuai
dengan lansia: senam
kaki, jalan2 kecil,
senam
2.jelaskan frekuensi
dll
3.adakan senam
lansia
2. Pemeliharaan Setelah dilakukan SIKI : PROMOSI
kesehatan tindakan PERILAKU
tidak efektif keperawatan selama UPAYA
b.d 1 minggu, komunitas KESEHATAN
ketidakadeku diharapkan : 1. Identifikasi
atan - Lansia dapat perilaku upaya
pemahaman menghadiri kesehatan
dan rutin yang dapat
memeriksaka diterapkan
n 2. Anjurkan
kesehatannya melakukan
setiap bulan aktivitas fisik
setiap hari
SIKI :
DUKUNGANKEPA
34
TUHAN
PROGRAM
PENGOBATAN
1. Buat
komitmen
menjalani
program
pengobatan
dengan baik
2. Informasikan
program
pengobatan
yang harus
dijalani
3. Anjurkan
keluarga
untuk
mendampingi
dan merawat
pasien selama
menjalani
program
pengobatan
3. Defisit Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : EDUKASI
pengetahuan tindakan tindakan KESEHATAN
b.d kurang keperawatan selama keperawatan 1. Jelaskan
terpapar 1 minggu, komunitas selama 2 minggu, factor resiko
informasi diharapkan : komunitas yang dapat
- Lansia diharapkan, lansia mempengaruh
mengetahui mengetahui i kesehatan
masalah masalah kesehatan SIKI : DUKUNGAN
kesehatan penyakit DM KEPATUHAN
penyakit DM PROGRAM
- Lansia dapat PENGOBATAN
melakukan 2. Informasikan
pengobatan program
rutin pengobatan
penyakit DM yang harus
dijalan
SIKI : EDUKASI
DIET
3. Identifikasi
tingkat
pengetahuan
saat ini
4. Identifikasi
35
kebiasaan pola
makan saat ini
dan masa lalu
5. Jelaskan
tujuan
kepatuhan diet
Implementasi Keperawatan
P: lanjutkan intervensi:
-penkes ulang
-menjadwalkan senam
lansia
-menjadwalkan periksa
darah rutin
36
No Dx Evaluasi sumatif. Proses keperawatan
1 S:
- Mayoritas lansia dapat mneyebutkan pengertian dm,
factor dll
- Mayoritas lansia menyatakan kemauan untuk tdk
konsumsi mkn mns
- Mayoritas lansia menyatakan kemauan olahrga,periksa
O:
- 30% lansia masih suka konsumsi makn mns
- 80% lansia rutin olahraga setiap hari mingggu
- 75%lansia melakukan p. rutin
- 80% lansia memliki pengathuan yg baik tentng dm
A: masalah teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Clevo, H. d. (2012). Ilmu penyakit dalam: patologi diabetes mellitus. Yogyakarta:
yayasan essentia medica (YEM).
37
Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat (2015). Undang-Undang No. 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 190. Sekretariat Negara. Jakarta
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Volume 4 Nomor 5 , 98.
Marewa, L. W. (2015). KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) di Sulawesi
Maryam Siti (2011). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya 1st ji. Jakarta: Salemba
Medika
Nurarif Huda (2015). Aplikasi Asuhan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.
Yogyakarta
PPNI, T. P ( 2016 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP
PPNI.
PPNI, T. P ( 2018 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP
PPNI
PPNI, T. P ( 2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tarwoto, W. I. (2012). keperawatan medikal bedah gangguan sistem endokrin.
jakarta: CV. Trans Info Medika.
38