Anda di halaman 1dari 15

RESUME ATRESIA DUCTUS BILIER

(Tugas disusun untuk memenuhi matkul Keperawatan Anak II)

Dosen Pengampu :
Ns. Dwi Kustriyanti, M. Kep

Disusun oleh :
NAMA : Andini Larasati
NIM : 1903011

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KARYA HUSADA
SEMARANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan Resume yang berjudul “ATRESIA DUCTUS
BILLIER ” tepat pada waktunya. Dalam Penulisan resume ini merasa masih
banyak kekurangan - kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan resume
ini.
Semoga resume ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai
kesempurnaan makalah berikutnya.
Sekian penulis sampaikan, Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Aamiin
DAFTAR ISI

A. Review Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan


B. Resume : Atresia Ductus Billier
1. Definisi
2. Etiologi
3. Manifestasi klinik
4. Patofisiologi
5. Pemeriksaa diagnostic & Treatment
6. Masalah keperawatan
7. Nursing intervention
C. Daftar Pustaka
A. Review Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Susunan saluran pencernaan terdiri dari :


1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang
terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara
gusi, gigi, bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut
yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum
mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis,
dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan
lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat
banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah
dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis
oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor
anguli oris menekan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-
tajuk palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke
belakang terdiri dari 2 tulang palatum.
b.Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak)
terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas
jaringan fibrosa dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan oleh
ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang fauses
terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput
lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah),
dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah).
Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang
berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan
makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas. Punggung
lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau
ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput
lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika
lidah digerakkan ke atas Nampak selaput lendir. Flika
sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua,
di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan
flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis,
submaksilaris, dan glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk
suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan
makanan.
3.Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga
mulut dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe
yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut
dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas
bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut
ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut
nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian
media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai
di akar lidah, sedangkan bagian inferior disebut laringofaring
yang menghubungkan orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan
pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian
depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan
masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas
tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui
ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan
jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan
masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara
ditutup sementara.
4.Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak
dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring
sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding
dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan
submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot
memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang
punggung. Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk
ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam
tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di
bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah
diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas
berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan
permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan
fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah
yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah
pada hati, masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah
bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena
hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena
mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati :
 Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang
disimpan di suatu tempat dalam tubuh.
 Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk
disekresi dalam empedu dan urine.
 Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
 Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk
dalam sistem retikuloendotelium.
 Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang
dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster.
Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan
dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri
fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan.
Bila melihat makanan dan mencium bau makanan maka
sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang
sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang
kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon
yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung di halangi
oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu
gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
Fungsi lambung :
Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
Getah cerna lambung yang dihasilkan :
Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan pepton).
Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic
dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen
sehingga menjaddi pepsin.
Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
7.Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari
deudenum sampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput
pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas,
merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang
lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas,
bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari system
pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir
pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling
panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan
mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler),
lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa
(sebelah luar).
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya
berlangsung di dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu
pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam
permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah
epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan
limfoid seluruhnya diliputi membrane dasar dan ditutupi oleh
epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan
dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal
kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam
pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke
hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat
selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus)
dan saluran pancreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum
melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak,
dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase
yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau
albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-
kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m.
Dua perlima bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m,
dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum
melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum
dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis.
Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada
bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini yang
berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak
masuk kembali ke ileum.
11. Usus Besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m,
lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar
: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air
dari makanan, tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen
pada orang yang masih hidup.
13. Kolon Asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke
atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan
ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
14. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal
dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi
kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa
menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.
15. Kolon Transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada
dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri
terdapat fleksura lienalis.
16. Kolon Desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan
ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
17. Kolon Sigmoid
18. Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung
bawahnya berhubungan dengan rektum.
19. Rectum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan
os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
20. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat
oleh sfingter :
21. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. Defekasi
(buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rectum mengakibatkan rangsangan
untuk reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M.
Levator ani relaksasi secara volunteer dan tekanan ditimbulkan oleh otot-
otot abdomen

B. Resume Atresia Ductus Billier


1. Definisi
Atresia Bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari
10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan dari pada anak
laki-laki dan pada bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui, dan
perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum
untuk pencangkokan hati pada anak-anak di amerika serikat dan sebagian besar
dunia barat Sodikin. (2011).
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari
saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari
hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus di
mana ia membantu mencerna makanan, lemak dan kolesterol. Hilangnya saluran
empedu menyebabkan empedu untuk tetap di hati. Ketika empedu mulai merusak
hati, menyebabkan jaringan parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak
akan dapat bekerja dengan baik dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati,
pencngkokan hati menjadi perlu. Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati
dan kebutuhan untuk transplantasi hati dalam 1 samapi 2 tahun pertama
kehidupan (Santoso, Agus. 2010).

2. Etiologi
Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun, sebagian besar
penulis  berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan oleh suatu proses inflamasi
yang merusak duktus bilier dan juga akibat dari paparan lingkungan (disebabkan
oleh virus) selama  periode kehamilan dan perinatal.

3. Manifestasi klinik
(Data Subyektif dan Data Objektif) Pada bayi dengan atresia bilier biasanya
tampak sehat ketika baru lahir. Gejala penyakit ini  biasanya muncul dalam dua
minggu pertama setelah lahir. gejala-gejala tersebut yaitu :
a. Data Subjektif
- Iritabilitas (bayi menjadi rewel)
- Sulit untuk menenangkan bayi
b. Data Objektif
- Ikterus Terjadinya kekuningan pertama kali akan terlihat pada sklera dan
kulit karena tingkat  bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam
aliran darah. Mungkin terdapat sejak lahir. Biasanya tidak terlihat sampai
usia 2 hingga 3 minggu.
- Urine berwarna gelap dan menodai popok. Urine gelap yang disebabkan
oleh  penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam
darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urine.
- Feses berwarna lebih pucat daripada yang perkirakan atau berwarna putih
atau coklat muda karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses
- Hepatomegali
- Distensi abdomen
- Splenomegali Keadaan ini menunjukkan sirosis yang progresif dengan
hipertensi portal / tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah
yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
- Gangguan metabolisme lemak yang menyebabkan pertambahan berat badan
yang  buruk, dan kegagalan tumbuh kembang secara umum.
- Letargi
- Pruritus (gatal disertai ruam)
- Asites
- Jaundice, disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi
baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari
kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat
lahir, tapi ikterus  berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
- Anoreksia
- Lambat saat makan, kadang-kadang tidak ada nafsu untuk makan
- Kekeringan
- Kerusakan kulit
- Edema perifer

4. Patofisiologis
Secara embriologi, percabangan bilier berkembang dari divertikulum hepatik
dari embrio foregut. Duktus bilier intrahepatik berkembang dari hepatosit janin,
sel-sel asal bipotensial mengelilingi percabangan vena porta. Sel-sel duktus bilier
primitif ini membentuk sebuah cincin, piringan duktal, yang berubah bentuk
menjadi struktur duktus bilier matang. Proses perkembangan duktus biliaris
intrahepatik dinamis selama embriogenesis dan berlanjut sampai beberapa waktu
setelah lahir. Duktus biliaris ekstrahepatik muncul dari aspek kaudal divertikulum
hepatik. Selama stadium pemanjangan, duktus ekstrahepatik nantinya akan
menjadi, seperti duodenum, sebuah jalinan sel-sel padat. Pembentukan kembali
lumen dimulai dengan duktus komunis dan berkembang secara distal seringkali
mengakibatkan 2 atau 3 lumen untuk sementara, yang nantinya akan bersatu.
Komponen intrahepatik selanjutnya bergabung dengan sistem duktus
ekstrahepatik dalam daerah hilus.
Patogenesis atresia bilier tetap tidak jelas meskipun terdapat beberapa teori
etiologi dan investigasi. Telah diusulkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh:
(a) kegagalan rekanalisasi
(b) faktor genetik
(c) iskemia
(d) virus
(e) toksin
Saat ini, teori yang paling membangkitkan minat adalah bahwa atresia bilier
merupakan hasil akhir satu atau beberapa dari cemooh-cemooh ini yang nantinya
menyebabkan epitel bilier menjadi ‘peningkatan susunan’ untuk mengekspresikan
antigen pada permukaan sel (Dillon). Pengenalan oleh sel T yang beredar
kemudian memulai respon imun dimediasi-sel, mengakibatkan cedera
fibrosklerotik yang terlihat pada atresia bilier. Tampaknya terdapat dua kelompok
terpisaah pasien dengan atresia bilier: bentuk embrionik awal dihubungkan
dengan kemunculan berbagai anomali lainnya dan bentuk janin kelak/perinatal
yang biasanya terlihat terisolasi. Etiologi masing-masingnya mungkin berbeda.
Temuan patologis pada atresia bilier ditandai dengan sklerotik inflamasi yang
kehilangan semua atau sebagian percabangan bilier ekstrahepatik juga sistem
bilier intrahepatik. Tidak seperti atresia traktus gastrointestinal lainnya yang
memiliki batasan tempat obstruksi jelas dengan dilatasi proksimal, dalam varian
atresia bilier yang paling umum, duktus biliaris diwakili oleh jalinan fibrosa tanpa
dilatasi apapun di proksimalnya. Sedangkan varian lainnya memiliki sisa nyata –
distal, dari kandung empedu, duktus sistikus dan duktus komunis, atau proksimal,
dengan hilus kista.
Kandung empedu biasanya kecil namun kemungkinan masih memiliki lumen
berkerut yang berisi cairan jernih (“empedu putih”). Secara mikroskopis, sisa
bilier diwakili oleh jaringan fibrosa padat, distal. Proksimal, duktus biliaris
dikelilingi oleh fibrosis konsentris dan infiltrat peradangan disekitar struktur
seperti-duktus yang kecil sekali, duktus koledokus dan kelenjar bilier. Oklusi
sclerosing duktus bilier menjadi lebih luas seiring dengan pertambahan usia.
Kasai dan rekan-rekannya memperlihatkan bahwa duktus intrahepatik
berhubungan dengan hepatis porta melalui kanal yang kecil sekali, setidaknya
diawal masa bayi. Rekonstruksi bedah berdasarkan pada pedoman ini.
Dalam 2 bulan pertama setelah kelahiran, perubahan histologis hati
memperlihatkan pemeliharaan arsitektur hepatik dasar dengan proliferasi duktulus
empedu, sumbatan empedu dan fibrosis periportal ringan pada bayi dengan atresia
bilier. Nantinya, fibrosis membentang kedalam lobulus hepatikus, akhirnya
menghasilkan gambaran sirosis. Seperempat bayi yang memiliki infiltrat inflamasi
portal dan transformasi sel-raksasa yang tak dapat dibedakan dari temuan
patologis hepatitis neonatorum.

5. Pemeriksaan Diagnostik & Treatment


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan serum darah Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan
pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari
hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan  pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl
tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10
kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu
kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis
ekstrahepatik. Pemeriksaan urine
2) Pemeriksaan Urine urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus, tetapi urobilin dalam urine negatif, hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluran empedu total.
3) Pemeriksaan feces Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja/stercobilin dalam tinja  berkurang karena adanya sumbatan.
b. Treatment
Biopsi hati Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbatan
dari hati yang dilakukan dengan pengambilan jaringan hati.
6. Masalah Keperawatan
Diagnose keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan makan mengabsorpsi nutrient
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit atresia bilier
7. Nursing intervention
Rencana Tindakan keperawatan
NO Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan
SLKI SIKI
1 Tujuan : Observasi :
Setelah diberikan asuhan 1. Monitor jumlah nutrisi
keperawatan selama x 24 R/ Mengetahui
jam, diharapkan nutrisi pemenuhan nutrisi
anak terpenuh pasien
Kriterian Hasil : 2. Kaji pemenuhan nafsu
1) Adanya peningkatan makan pasien R/ Agar
berat badan sesuai dapat dilakukan
dengan tujuan intervensi dalam
2) Tidak ada tanda-tanda pemberian makanan
malnutrisi pada pasien
3) Tidak terjadi 3. Terapuetik
penurunan berat - Ajarkan pasien atau
badan yang berarti keluarga bagaimana
Intervensi membuat catatan
makanan harian R/
Membuat catatan
makanan harian dapat
memantau pemenuhan
nutrisi yang diperlukan
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
nutisi yang dibutuhkan
pasien R/ Ahli gizi
adalah spesialis dalam
ilmu gizi yang
membantu pasien
memilih makanan
sesuai dengan keadaan
sakitnya
2 Tujuan : 1) Observasi
Setelah diberikan asuhan - Kaji tingkat kenaikan
keperawatan selama x 24 suhu tubuh dan
jam, diharapkan suhu perubahan yang
tubuh dalam  batas menyertainya R/ Suhu
normal (36.5-37C) diatas normal
Kriteria Hasil : menunjukkan proses
1) Suhu tubuh dalam infeksi akut sehingga
rentang normal (36,5- dapat menentukan
37C) intervensi yang tepat
2) Nadi dalam rentang 2) Terapuetik
normal - Beri kompres hangat
(100-160x/menit) pada daerah dahi,
3) Pernapasan dalam aksila dan lipatan paha
rentang normal (20- R/ Dengan
60x/menit) memberikan kompres
4) Tidak ada perubahan hangat dapat
warna kulit, tidak menurunkan demam
tampak lemas Anjurkan keluarga untuk
memberikan minum yang
cukup kepada bayi R/
Intake cairan yang adekuat
membantu penurunan suhu
tubuh serta mengganti
jumlah cairan yang hilang
melalui evaporasi
3) Anjurkan untuk
menggunakan pakaian tipis
dan menyerap keringat R/
Mempercepat proses
evaporasi
4) Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik R/
Untuk menurunkan demam
dengan aksi sentralnya di
hipotalamus

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa


Keperawatan: Definisi &  Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Jurnal  Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem
Gastrointestinal dan  Hepatobilier . Jakarta: Salemba Medika
Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik
dengan Clinical  Pathways. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai