Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN

DENGAN POST LAPARATOMI ATAS INDIKASI REPAIR HERNIA

DI RUANGAN ICU RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

Disusun Oleh :
Rahma Tiana Putri
2114901032

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ns. Revi Neini Ikbal, M. Kep) (Ns. Hendra, M. Kep)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. Konsep Hernia

A. Definisi Hernia

Istilah hernia berasal dari bahasa Latin yaitu herniae yang berarti penonjolan

isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding

rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin.

Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari

usus (Kusala, 2019).

B. Antomi dan Fisiologi

1. Anatomi Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima

makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan

jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran)


dengan enzim dan zat cair yang terbantang mulai dari mulut (oris) sampai

anus. Sistem pencernaan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri

dari:

a. Mulut / Oris

Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan

dan air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap

yang berakhir di anus. Didalam rongga mulut terdapat :

1) Geligi, ada 2 (dua) macam yaitu;

- Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan.

Lengkap pada umur 2½ tahun jumlahnya 20 buah disebut juga

gigi susu, terdiri dari 8 buah gigi seri (dens insisivus), 4 buah

gigi taring (dens kaninus) dan 8 buah gigi geraham (premolare).

- Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun

jumlahnya 32 buah terdiri dari; 8 buah gigi seri (dens insisiws), 4

buah gigi taring (dens kaninus), 8 buah gigi geraham (molare)

dan 12 buah gigi geraham (premolare).

- Fungsi gigi terdiri dari; gigi seri untuk memotong makanan, gigi

taring gunannya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat,

dan gigi geraham gunannya untuk mengunyah makanan yang

sudah dipotong-potong.

2) Lidah, Lidah dibagi menjadi 3 (tiga) bagian:

- Pangkal lidah (Radiks lingua), pada pangkal lidah yang

belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan

napas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan

jangan masuk ke jalan napas.


- Punggung lidah (Dorsum lingua), terdapat puting-puting

pengecap atau ujung saraf pengecap.

- Ujung lidah (Apeks lingua)

Fungsi lidah yaitu; mengaduk makanan, membentuk

suara, sebagai alat pengcepa dan menelan, serta merasakan

makanan.

- Otot lidah; otot-otot ekstrinsik lidah berasal dari rahang bawah,

(M. Mandibularis, os Hioid dan prosesus stiloid) menyebar ke

dalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot

instrinsik yang terdapat pada lidah.

- M. Genioglossus merupakan otot lidah yang terkuat berasal

dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai

ke radiks lingua.

3) Kelenjar ludah

Disekitar rongga mulut terdapat tiga buah kelenjar ludah yaitu:

- Kelenjar parotis: letaknya dibawah depan dari telinga di antara

prosesus mastoid, kiri dan kanan os mandibular, duktusnya

duktus stensoni. Duktus ini keluar dari glandula parotis

menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator).

- Kelenjar submaksilaris: terletak dibawah rongga mulut bagian

belakang, duktusnya bernama duktus wartoni, bermuara di

rongga mulut dekat dengan frenulum lingua.

- Kelenjar sublingualis; letaknya dibawah selaput lendir dasar

rongga mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah

disarafi oleh saraf-saraf tersadar.


b. Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (osofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung

limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Ke atas bagian

depan berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang

bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut

dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

Bagian superior disebut nasofaring, Pada nasofaring bermuara

tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian

media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar

lidah bagian inferior.

c. Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,

panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak

dibawah lambung. Lapisan dinding dari dalam ke luar, lapisan selaput

lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler dan

lapisan oto memanjang longitudinal.

Esofagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang

punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam

abdomen menyambung dengan lambung. Esofagus dibagi mejadi tiga

bagian;

1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)


2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

3) Bagaian inferior (terutama terdiri dari otot halus)

d. Gaster / Lambung

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling

banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas

fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,

terletak dibawah diapragma didepan pankreas dan limpa, menempel

disebelah kiri fundus uteri. Bagian lambung terdiri dari:

1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri

osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.

2) Korpus venrtikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian

bawah kurvatura minor

3) Antrum pilorus, bagian lambung membentuk tabung mempunyai otot

yang tebal membentuk sfingter pilorus.

4) Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari

ostium kardiak sampai ke pilorus.

5) Kurvantura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentang dari

sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan

sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari

bagian atas kurvantura mayor sampai ke limpa.

6) Osteum kardiakum, meruapakan tempat dimana esofagus bagian

abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium

pilorik.

Fungsi lambung terdiri dari;


1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan

oleh peristaltik lambung dan getah lambung

2) Getah cerna lambung yang dihasilkan: Pepsin fungsinya; memecah

putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).

3) Asam garam (HCl) fungsinya; mengasamkan makanan, sebagai anti

septik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen

sehingga menjadi pepsin

4) Renin fungsinya; sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk

kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).

5) Lapisan lambung; jumlahnya sedikit memecah lemak yang

merangsang sekresi getah lambung.

e. Pankreas

Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan

kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari

duodenum samapai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang

pada vertebralumbalis I dan II di belakang lambung. Bagian dari pankreas

1) Kepala pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di

dalam lelukan duodenum yang melingkarnya.

2) Badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini letaknya di

belakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama.

3) Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri yang sebenamnya

menyentuh limpa.

Fungsi pankreas

1) Fungsi eksokrin, yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim

dan elektrolit.
2) Fungsi endokrin, sekelompok kecil sel epitelium yang berbentuk

pulau-pulau kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama

membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.

3) Fungsi sekresi eksternal, yaitu cairan pankreas yang dialirkan ke

duodenum yang berguna untuk proses pencernaan makanan di

intestinum.

4) Fungsi sekresi internal, yaitu sekresi yang dihasilkan oleh pulau-pulau

lanngerhans sendiri yang langsung dialirkan ke dalam peredaraan

darah. Sekresinya disebut hormon insulin dan hormon glukagon,

hormon tersebut dibawa ke jaringan untuk membantu metabolisme

karbohidrat.

Hasil sekresi

1) Hormon insulin, hormon insulin ini langsung dialirkan ke dalam darah

tanpa melewati duktus. Sel-sel kelenjar yang menghasilkan insulin ini

termasuk sel-sel kelenjar endokrin.

2) Getah pankreas, sel-sel yang memproduksi getah pankreas ini

termasuk kelenjar eksokrin, getah pankreas ini dikirim ke dalam

duodenum melalui duktus pankreatikus, duktus ini bermuara pada

papila vateri yang terletak pada dinding duodenum

3) Pankreas menerima darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan

darahnya ke vena kava inteferior melalui vena pankreatika.

4) Jaringan pankreas terdiri dari atas lobulus dari sel sekretori yang

tersusun mengitati saluran-saluran kecil dari lobulus yang terletak di

dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badan pankreas dari kiri ke

kanan.
5) Saluran kecil ini menerima saluran dari lobulus lain dan kemudian

bersatu untuk membentuk saluran utama yaitu duktus wirsungi.

f. Kantung Empedu

Sebuah kantong berbentuk terang dan merupakan membran

berotot, letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati

sampai pinggir depannya, panjangnya 812 cm berisi 60 cm³. Fungsi

kantung empedu

1) Sebagai persediaan getah empedu, membuat getah empedu menjadi

kental.

2) Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati jumlah

setiap hari dari setiap orang dikeluarkan 500- 1000 cc sekresi yang

digunakan untuk mencerna lemak. 80% dari getah empedu pigmen

(warna) insulin dan zat lainnya.

g. Hati

Merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam

rongga perut sebelah kanan, tepatnya dibawah difragma. Berdasarkan

fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat sekresi. Hal ini dikarenakan

hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa

yang bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat

dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan

senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.

h. Usus Halus / Intestinum Minor


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan

yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari

tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejenum),

usus penyerapan (illeum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara

saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Bagian-bagian usus

halus;

1) Usus dua belas jari (duodenum) adalah bagian pertama usus halus yang

panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi

kepala pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke

dalam duodenum pada satu lubang yang disebut ampulla

hepatopankreatika, ampulla vateri, 10 cm dari pilorus.

2) Usus kosong (jejenum), menempati dua perlima sebelah atas pada

usus halus yang selebihnya.

3) Usus penyerapan (illeum), menempati tiga perlima akhir.

i. Usus Besar / Intestinum Mayor

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara

usus buntu dan rektum. Fungsi usus besar;

1) Menyerap air dari makanan

2) Tempat tinggal bakteri koli

3) Tempat feses

Bagian-bagian usus besar atau kolon;

1) Kolon asendens. Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah

kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati

melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika.

2) Kolon transversum. Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon


asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen,

sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat

fleksura lienalis.

3) Kolon desendens. Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen

bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai

ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

4) Kolon sigmoid. Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak

miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf

S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

5) Rektum. Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan

os sakrum dan os koksigis.

j. Usus Buntu

Usus buntu dalam bahasa latin disebut appendiks vermiformis.

Pada awalnya organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak

memiliki fungsi, tetati saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah

sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi

immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar

limfoid.

k. Umbai Cacing

Umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai

cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,

umbai cacing berukuran 10 cm tetapi bisa bervariasi 2 sampai 20

cm.walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi umbai cacing bisa

berbeda-beda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas


tetap terletak di peritoneum.

l. Rektum

Rektum dalam bahasa latin regere (meluruskan , mengatur). Organ

ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam

rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan

dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali

dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi

dan pengerasan feses akan terjadi.

m. Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan

rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis bagian

posterior dari peritoneum. Dindingnya diperkuat oleh 3 otot sfingter yaitu:

1) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.

2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah) bekerja sesuai kehendak.

C. Klasifikasi

Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi rongga melalui defek atau

bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia ada beberapa jenis, yaitu:

1. Hernia hiatal

Hernia hiatal adalah kondisi dimana kerongkongan (pipa tenggorokan)

turun, melewati diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga

sebagian perut menonjol ke dada (toraks).

2. Hernia epigastrik
Hernia epigastrik terjadi diantara pusar dan bagian bawah tulang rusuk

digaris tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan

hernia ini sering menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali

kedalam perut ketika pertama kali ditemukan.

3. Hernia umbilikal

Hernia umbilikal berkembang didalam dan disekitar umbilikus (pusar)

yang disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum

kelahiran, tidak menutup sepenuhnya. Hernia jenis ini biasanya menutup secara

bertahap sebelum usia 2 tahun.

4. Hernia inguinalis

Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul

sebagai tonjolan diselakangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika

dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui

celah.

5. Hernia femoralis

Hernia femoralis muncul sebagai tonjolan dipangkal paha. Tipe ini lebih

sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria

6. Hernia insisional

Hernia insisional dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia

ini muncul sebagai tonjolan didekat pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar

tidak menutup sepenuhnya.

7. Hernia nukleus pulposi (HNP)

Hernia nukleus pulposi adalah hernia yang melibatkan cakram tulang


belakang. Diantara setiap tulang belakang ada diskus intervertebralis yang

menyerap goncangan cakram dan meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang

belakang.

D. Etiologi

1. Umur

Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun

wanita. Pada Pasien – pasien penyakit ini disebabkan karena kurang

sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis.

Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh

melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang

menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut (Giri Made Kusala,

2019).

2. Jenis Kelamin

Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia

Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah

selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi.

Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena

faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang

sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan

adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia

keluar dari otot yang lemah tersebut (Giri Made Kusala, 2019).
3. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada

kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau

pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi

kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada

abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah

ke dalam kanalis inguinalis.

4. Keturunan

Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena

hernia.

5. Obesitas

Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,

termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.

Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau

penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.

6. Kehamilan

Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi

tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus

terjadinya hernia.

7. Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat

menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang.

Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-

menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi

pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang
lemah.

8. Kelahiran premature

Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal dari

pada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum

sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau

usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena

hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi. (Giri Made, 2012).

E. Patofisologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau sebab yang

didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki

ketimbang pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada

pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga

dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan pula faktor yang

dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang

terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding

perut karena usia.Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada

bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut.

Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum

sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis

peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami

obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun

dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih

dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri

terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis
yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus

(karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis

kongenital (Erfandi, 2009).Pada orang tua kanalis inguinalis telah menutup.

Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang

menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka

kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Kelemahan otot dinding

perut antara lain terjadi akibat kerusakan Nervus Ilioinguinalis dan Nervus

Iliofemoralis setelah apendiktomi (Erfandi, 2019).

WOC
F. Manifestasi Klinis

1. Nyeri Kolik Menetap

2. Suhu Badan Normal Normal/meninggi


3. Denyut Nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali

4. Leukosit Normal Leukositosis

5. Rangsang peritoneum Tidak Jelas

6. Adanya benjolan (biasanya asimptomatik)

Keluhan yang timbul berupa adanya benjolan di daerah inguinal dan

atau skrotal yang hilang timbul. Timbul bila terjadi peningkatan tekanan intra

peritoneal misalnya mengedan, batuk- batuk, tertawa, atau menangis. Bila

pasien tenang, benjolan akan hilang secara spontan.

7. Nyeri

Keluhan nyeri pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun ada dirasakan di

daerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri viseral akibat regangan pada

mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia

(Jennifer, 2017). Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus

inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus

yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara klinis keluhan pasien

adalah rasa sakit yang terus menerus.

8. Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah.

9. Pada Inspeksi : saat pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis

muncul sebagai penonjolan diregio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke

medial bawah.

10. Palpasi: kantong hernia yang kosong dapat diraba pada funikulus spermatikus

sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua

permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya

tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ maka tergantung

isinya.
11. Pada palpasi mungkin teraba usus, omentum ( seperti karet ), atau ovarium.

G. Komplikasi

1. Perlekatan / hernia akreta

2. Hernia irreponibel

3. Jepitan → vaskularisasi terganggu → iskhemi → gangrene → nekrosis

4. Infeksi

5. Obstipasi → obstruksi / konstipasi

6. Hernia incarserata → Illeus

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.

2. Herniografi.

3. USG

4. CT dan MRI

5. Laparaskopi

6. Operasi Eksplorasi (Hudack& Gallo, 2017).

I. Penatalaksanaan

Pengobatan konservatif terbatas mulai tindakan melakukan reposisi dan

pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah

direposisi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar

operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan

pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia

dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit

ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan

memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis

inguinalis. (R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2012).


1.2. Konsep Laparatomi

1. Pengertian Laparatomi
Laparatomi adalah pembedahan mayor yang meliputi penyayatan abdomen guna
memperoleh organ abdomen yang bermasalah (hemoragi, perforasi, kanker, obstruksi)
(Anggraeni, 2018).
Laparatomi merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan di bagian perut
sampai membuka selaput perut. Pembedahan ini menggunakan 4 cara yaitu Midline
incision, Paramedian, Trasverse upper, lower abdomen incision (Jitowiyono, dkk.,
2021).
Tindakan pembedahan laparatomi dapat dilakukan jika seseorang mengalami
trauma abdomen terkena benda (tajam/tumpul), peritonitis, perdarahan saluran
pencernaan (internal blooding), sumbatan pada usus halus dan usus besar dan masa
pada abdomen (Padila, dkk., 2015).
Post laparatomi sendiri adalah bentuk dari pelayanan yang diberikan pada pasien
pasca pembedahan. Keadaan pasien post laparatomi menurut Smeltzer dan Bare (2016),
antara lain nyeri tekan pada daerah insisi pembedahan, peningkatan respirasi, tekanan
darah, nadi, kelemahan pada ekstremitas, mual muntah bahkan sampai dapat
menimbulkan anorexia (tidak nafsu makan), dapat mengalami kontipasi, sianosis bibir,
gusi dan lidah, akral teraba dingin.
2. Etiologi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal
(Smeltzer, 2015) yaitu:
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2) Peritonitis
3) Perdarahan saluran cernas
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5) Massa pada abdomen
3. Manifestasi Klinis
1) Nyeri tekan.
2) Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
3) Kelemahan.
4) Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5) Konstipasi.
6) Mual dan muntah, anoreksia.
4. Komplikasi
1) Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena
dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
2) Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens,
organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari
infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan
aseptik dan antiseptik.
3) Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
4) Ventilasi paru tidak adekuat.
5) Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2015).
5. Patofisiologi
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011)
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan,
benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set- belt) dapat
mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif
Muttaqin, 2013).
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah,
memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ- organ, nyeri, iritasi cairan usus.
Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau
sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan
respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas
kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi,
nyeri akut.(Arif Muttaqin, 2013).

1.3. Askep Teoritis


A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway :
1) Mengenali adanya sumbatan jalan napas
2) Peningkatan sekresi pernapasan
3) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
4) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing
5) Jalan napas bersih atau tidak
b. Breathing
1) Distress pernapasan : ada tidaknya pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Frekuensi pernapasan
3) Sesak napas atau tidak
4) Kedalaman Pernapasan
5) Adanya retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
6) Reflek batuk ada atau tidak
7) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
8) Irama pernapasan : teratur atau tidak
9) Bunyi napas Normal atau tidak
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
d. Disability
1) Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
2) Adanya trauma atau tidak pada thorax
3) Riwayat penyakit dahulu / sekarang
4) Riwayat pengobatan
5) Obat-obatan / Drugs

e. Expossure
1) Lihat adanya jejas atau tidak, adanya pembengkakan atau tidak, dan
pada saat pasien stabil dapat ditanyakan riwayat dan pemeriksaan
lainnya.
2. Data Demografi
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja,
alamat, tanggal masuk RS, status perkawinan, suku, dan data keluarga terdekat
yang dapat dihubungi.
3. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama: pada kasus peritonitis, biasanya nyeri hebat pada sebagian perut atau
seluruh perut
Faktor pencetus, lamanya keluhan, faktor yang memperberat, upaya yang dilakukan
untuk mengatasi, dan diagnosa medik.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh klien sebelumnya, adanya alergi, adanya
kebiasaan merokok, minum kopi, alkohol, obat-obatan yang sering digunakan,
pola nutrisi, pola eliminasi, pola tidur dan istirahat, pola aktivitas dan latihan, dan
pola bekerja.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik Head to Toe:
a) Kepala
Inpeksi : bentuk simetris kiri dan kanan/tidak
Karakteristik rambut : kaji warna rambut, rontok atau tidak
Kebersihan : bersih/tidak
Palpasi : ada massa, benjolan, lesi/tidak
b) Mata
Inspeksi : simetris kiri kanan/tidak, sklera ikterik/tidak, konjungtiva anemis/tidak,
kornea normal/tidak, iris normal/tidak, kaji reflek pupil.
Edema palpebra : ada/tida
Rasa sakit : ada/tidak
c) Telinga
Inspeksi : daun telinga lengkap/tidak, simetris kiri dan kanan/tidak, liang telinga
kotor/tidak, ada kelainan/tidak, membran tympani ada/tidak, ada
perdarahan/tidak, terdapat resume/tidak
Tes pendengaran : pendengaran baik/tidak
d) Hidung dan sinus
Simetris/tidak, membran mukosa lembab/tidak, tes penciuman baik/tidak, ada
alergi/tidak, terdapat polip/tidak
e) Mulut dan tenggorokan
Keadaan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi, dan tonsil, tes rasa, kesulitan menelan.
f) Leher
Apakah ada pembengkakan kelenjer tiroid dan kelenjer getah bening/tidak
g) Thoraks
I : apakah simetris atau tidak
P : apakah fremitus kiri dan kanan
P : sonor
A : bunyi nafas vesikuler, bronkovesikuler, dan abdominal thorakal
h) Kardiovaskuler
I: ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba
P : batas jantung batas atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC VII
A : bunyi jantung I dan II, kaji apakah ada suara tambahan/tidak
i) Abdomen
I : perut membuncit atau tidak, ada lesi atau tidak, biasanya terdapat bekas op
P : hepar teraba/tidak
P : biasanya
A : bising usus
j) Genitouria
Apakah terpasang kateter, genitalia bersih/tidak
k) Reproduksi
l) Ekstremitas
Kaji kekuatan otot, biasanya pada pasien ICU, kekuatan otot tidak dapat dikaji
7. Data Laboratorium
Meliputi hasil pemeriksaan hematologi, kimia klinik, elektrolit, imunologi, AGD.
B. Diagnosa yang Mungkin Muncul

1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik biologis

2. Resiko Infeksi

3. Intoleransi aktivitas

C. Intervensi

NO Diagnosa Keperawatan SLKI SDKI


1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI (I.
dengan intervensi selama 3x24 08238)
1. Agen pencedera jam. Maka tingkat Observasi
fisiologis (mis. nyeri menurun, dengan 1. lokasi, karakteristik,
Inflamasi, iskemia, kriteria hasil : durasi, frekuensi,
neoplasma) 1. Keluhan nyeri kualitas, intensitas
Agen pencedra menurun nyeri
kimiawi (mis. 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala
Terbakar, bahan 3. Sikap protektif nyeri
kimia iritan) menurun 3. Identifikasi respon
2. Agen pencidra fisik 4. Gelisah menurun nyeri non verbal
(mis. Abses, trauma, 4. Identifikasi faktor
amputasi, terbakar, yang memperberat
terpotong, dan memperingan
mengangkat nyeri
berat,prosedur 5. Identifikasi
operasi,trauma, pengetahuan dan
latihan fisik keyakinan tentang
berlebihan nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
PEMBERIAN
ANALGETIK (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat
alergi obat
2. Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
3. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
4. Monitor efektifitas
analgesik
5. Terapeutik
6. Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
8. Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
9. Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgesic dan efek
yang tidak
diinginkan
10. Edukasi
11. Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi

2 Risiko infeksi Setelah dilakukan Observasi


berhubungan dengan asuhan keperawatan - Batasi jumlah
pengunjung
selama 2 x 24 jam - Cuci tangan sebelum
diharapkan klien dan sesudah kontak
terhindar dari resiko dengan pasien dan
lingkungan pasien
infeksi dengan kriteria
- Pertahankan teknik
hasil: aseptic pada pasien
Dengan kriteria hasil: yang beresiko tinggi
Edukasi
- Kebersihan
- Jelakan tanda dan
tangan meningkat gejala infeksi
- Kebersian - Ajarkan
meningkatkan
badan meningkat
asupan nutrisi
- Nafsu makan - Anjurkan
meningkat meningkatkan
asupan cairan
- Sel darah putih
membaik
Kadar sel darah merah
membaik
3 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
asuhan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam - Identifkasi gangguan
diharapkan Toleransi fungsi tubuh yang
Aktivitas meningkat, mengakibatkan
kriteria hasil : kelelahan
1. Kemudahan dalam - Monitor kelelahan fisik
melakukan aktivitas dan emosional
sehari-hari - Monitor pola dan jam
meningkat tidur
2. Kekuatan tubuh - Monitor lokasi dan
atas dan bawah ketidaknyamanan
meningkat selama melakukan
3. Keluhan lelah aktivitas
menurun Terapeutik
4. Dispenea menurun - Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
- Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
- Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Terapi Aktivitas
Observasi
- Identifikasi deficit
tingkat aktivitas
- Identifikasi
kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
- Identifikasi sumber
daya untuk aktivitas
yang diinginkan
- Identifikasi strategi
meningkatkan
partisipasi dalam
aktivitas
- Identifikasi makna
aktivitas rutin (mis.
bekerja) dan waktu
luang
- Monitor respon
emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
- Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan
deficit yang dialami
- Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi danrentang
aktivitas
- Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social
- Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
- Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi transportasi
untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan waktu,
energy, atau gerak
- Fasilitasi akvitas
motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
- Tingkatkan aktivitas
fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
- Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas
dengan komponen
memori implicit dan
emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu)
untuk pasien dimensia,
jika sesaui
- Libatkan dalam
permaianan kelompok
yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
- Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi
dan diversifikasi untuk
menurunkan
kecemasan ( mis. vocal
group, bola voli, tenis
meja, jogging,
berenang, tugas
sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan
teka-teki dan kart)
- Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
- Fasilitasi
mengembankan
motivasi dan penguatan
diri
- Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
- Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari
- Berikan penguatan
positfi atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
- Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
- Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
- Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
- Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
- Anjurkan keluarga
untuk member
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas komunitas,
jika perlu

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan

pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti,

2017)

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis

yaitu :

1. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
2. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi
ini menggunakan SOAP.

DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem

Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Giri Made Kusala, 2009. Kumpulan Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem Pencernaan.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Liu, T., & Campbell, A. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Jakarta: Karisma Publishing Group.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian RI tahun 2018.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan

Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. 2011. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. ECG: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai