Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : PPOK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Dengan dosen Ibu Ns. Florentina Dian Maharina, M.Kep

JATNIKA AULIA RACHMAN


NIM : 40190123038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2023
A. Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertiab Typhoid
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh tipe A, B,
dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, Salmonella makanan, dan
minumanyang terkontaminasi (Wulandari dan Erawati 2016).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem
pencernaan manusia yang disebabkan oleh dengan Salmonella typhi gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Ulfa dan Handayani 2018).
b. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan adalah merupakan saluran yang menerima makanan dari luar
dan mempersiapkannya untuk dapat diserap/absorbsi oleh tubuh.

Sumber : Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkannya untuk diasimilasikan tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari
bagian-bagian berikut :
1. Mulut
Mulut adalah organ yang pertama dari saluran pencernaan yang meluas dari
bibir sampai ke istimus fausium merupakan perbatasan antara mulut dengan
faring, terdiri dari:
1) Lidah
Lidah merupakan suatu organ yang tersususn atas otot – otot lurik.
Membrane mukosa melapisis permukaannya. Permukaan lidah terasa kasar
karena mengandung bintik – bintik di dalam membrane mukosa yang di sebut
papila. Tunas kecap ditemukan pada papilla dan respon menghisap 8 mengikat
adanya rasa bahan yang manis. Lidah menempati kavum oris dan melekat
secara langsung pada epiglotis dalam faring (Drs. H. Syaifuddin, AMK,
2011).
2) Gigi
Gigi merupakan struktur keras yang menyerupai tulang. Gigi mempunyai
ukuran dan bentuk yang berbeda-beda, setiap gigi memiliki tiga bagian, yaitu
mahkota yang terlihat di atas gusi, leher yang ditutupi gusi, dan akar yang
ditahan dalam soket tulang. Enamel mengelilingi mahkota jika utuh maka
akan menahan aksi bakteri. Sementum melapisi leher dan akar serta
mengelilingi lapisan dentin, merupakan bahan padat menyerupai tulang.
Bagian dalam gigi adalah rongga vulva yang mengandung saraf dan pembuluh
darah. Bentuk gigi terbagi menjadi gigi seri yang berfungsi untuk menggigit
dan memotong, tepi rata dan tajam, serta 9 hanya memiliki satu akar. Gigi
taring berfungsi untuk mengoyak dan menikam, mahkota meruncing, serta
hanya memiliki satu akar. Geraham depan berfungsi untuk mengoyak dan
menggiling, mempunyai dua gerigi di permukaan dan satu akar yang sering
kali bercabang dua. Kemudian gigi geraham belakang berfungsi untuk
menggiling dan melumatkan makanan, memiliki permukaan yang lebar dan
tidak rata. (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2011).
3) Kelenjar Air Liur
Kelenjar air liur (saliva) merupakan kelenjar yang menyekresi larutan
mucus ke dalam mulut. Membasahi dan melumas partikel makan sebelum
ditelan. Kelenjar ini mengandung 2 enzim pencernaan, yaitu lipase lingua
untuk mencerna lemak dan enzim ptialis/amylase untuk mencerna tepung.
2. Faring
Faring (tekak) merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan panjangnya (kira-kira 12cm),terbebentang tegak lurus
antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis VI, kebawah setinggi tulang
rawan krikoidea. Faring di bentuk oleh jaringan yang kuat (jaringan otot
melingkar), organ terpenting di dalamnya adalah tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfae yang banyak mengandung limfosit. Untuk mempertahankan
tubuh terhadap infeksi, menyaring dan mematikan bakteri/mikroorganisme 11
yang masuk melalui jalan pencernaan dan pernapasan. Faring melanjutkan diri
ke esofagus untuk pencernaan makanan. Faring terdiri dari atas tiga bagian:
1) Nasofaring (pars nasalis).
2) Orafaring (pars oralis).
3) Laringofaring (pars laringis)
3. Esofagaus
Esofagus (kerongkongan) merupakan saluran pencernaan setelah mulut
dan faring. Panjangnya kira – kira 25 cm, posisi vertikel dimulai dari baian
tengah leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada di belakang
trachea. Pada bagian dalam di belakang jantung menembus diagfragma
sampai rongga dada. Fundus lambung melewati persimpangan sebelah kiri
diagfragma
Sekresi esophagus bersifat mukoid, memberikan pelumas untuk pergerakan
makanan melaalui esophagus. Pada permulaan, esofagus banyak terdapat
kelenjar mukosa komposita. Bagian badan utama dibatasi oleh banyak
kelenjar mukosa simpleks. Untuk mencegah erosi mukosa oleh makanan yang
baru masuk, kelenjar komposita pada perbatasan esophagus dengan lambung
melindungi di dinding esopagus esophagus dan pencernaan getah lambung.
Pada peralihan esophagus ke lambung terdapat stingter kardiak yang dibentuk
oleh lapisan otot sirkuler esophagus. Sfingter ini terbuka secara refleks pada
akhir peristiwa menelan. Tunika mukosa esophagus mempunyai epitel gopeng
berlapis, lapisan mengandung kelenjar – kelenjar mukus (glandula
esophagus). Tunika 12 muskularis tebal terdiri dari lapisan dalam (sirkuler)
dan lapisan luar longitudinal. Otot ini mengatur turunnya bolus secara
paristaltik.(Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2011).
4. Lambung
Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang menerima bahan
makanan dari esofagus dan menyimpannya untuk sementara waktu. Kapasitas
dari lambung antara 30-35 ml saat lahir dan meningkat sampai sekitar 75 pada
kehidupan minggu ke-2, sekitar 100 pada bulan pertama, dan rata-rata pada
orang dewasa kapasitasnya 1000 ml (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2011).
5. Usus Halus
Usus halus (intestinum minor) merupakan bagian dari system pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum. Panjangnya
kira – kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan yang paling panjang dari
tempat proses pencernaan dan absorbsi pencernaan. Bentuk dan susunannya
berupa lipatan – lipatan melingkar. Makanan dalam intestinum minor dapat
masuk karena adanya gerakan dan memberikan permukaan yang lebih halus.
Banyak jonjot – jonjot tempat absorbsi dan memperluas permukaannya. Pada
ujung pangkalnya terdapat katup.
Bagian dari usus halus di bagi menjadi 3 :
1) Duodenum : bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada lengkungan
ini terdapat pancreas. Bagian kanan dari duodenum terdapat bagian tempat
bermuaranya saluran empedu (duktus kholeduktus) dan saluran pancreas
(duktus pankreatikus) yang dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner
yang memprduksi getah intestinm.
2) Jejunum : panjangnya 2 – 3 meter berkelik – kelok terdapat sebelah kiri
atas dari intestinum minor dengan perantaraan lipatan peritoneum,
berbentuk kipas 14 (masenterium). Akar masenterium memungkinkan
keluar masuk arteri dan vena mesenterika superior. Pembuluh limfe dan
saraf ke ruangan antara lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium
penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal dan banyak
mengandung pembuluh darah
3) Ileum : Ujung batas antara jejunum dan ileum tidak jelas, panjangnya kira
– kira 4-5 meter. Ileum merupakan usus halus yang terletak sebelah kanan
bawah berhubungan dengan sekum. Tempat perantaraan sengan sekum
terdapat lubang yang disebut orifisium ileosekalis, ileum diperbuat oelh
sfingter dan dilengkapi oleh sebuah katup valvula sekalis (valvula
bauchini) yang berfungsi untuk mencegah cairan dalm kolon asendens
masuk kembali kedalam ileum (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2011).
Fungsi Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat
penting dari saluran pencernaan karena di sini terjadinya proses
pencernaan yang terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh
absorpsi. Fungsi usus halus :
1) Menyekresi cairan usus : untuk menyempurnakan pengelolahan zat
makanan di usus halus.
2) Menerima cairan empedu dan pancreas duktus kholeduktus dan duktus
pankreatikus
3) Mencerna makanan : getah usus dan pankreas mengandung enzim
pengubah protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa,
lemak menjadi asam lemak gliserol. Dengan bantuan garam empedu
nutrisi masuk ke duodenum. Oleh kontraksi kelenjar empedu pencernaan
makanan disempurnakan. Zat makanan dipecah menjadi bentuk – bentuk
yag lebih sederhana yang tepat diserap yang melalui dinding usus halus ke
dalam aliran darah dan limfe.
6. Usus besar
Usus besar (intestinum mayor) merupakan saluran pencernaan berupa usus
berpenampangan luas atau berdiameter besar dengan panjang kira – kira 1,5
– 1,7 meter dan penampang 5 – 5 cm. lanjutan dari usus halus yang tersusun
seperti huruf U terbalik mengelilingi usus halus terbentang dari valvula
iliosekalis sampai ke anus.
Fungsi usus besar :
1) Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa masa membentuk masa
yang lembek yang disebut feses.
2) Menyimpan bahan feses. Sampai saat defekasi, feses ini terdiri atas
makanan, serat – serat selulosa, sel – sel epitel bakter, bahan sisa sekresi
(lambung, kelenjar intestine, hati, pancreas) magnesium fostat dan Fe.
3) Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolong berhubungan dengan
fungsi pencernaan dan sebagian lagi berhubungan dengan penyimpanan.
Untuk kedua fungusi ini tidak diperlukan gerakan yang kuat cukup
dengan pergerakan yang lemah (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2011)
7. Recktum dan Anus
Rectum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus sepanjang 12 cm, dimulai dari pertengahan
sekrum dan berakhir pada kanalis anus. Rectum terletak dalam rongga
pelvis, di depan os sekrum dan koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian :
1) Rectum propia : Bagian yang melebar yang disebut ampula rekti. Jika
ampula rekti terisi makanan akan timbul hasrat defekasi
2) Pars analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat – serat otot polos (M.
sfingter ani internus) dan serabut otot lurik (M. sfingter ani eksternus).
Ke dua otot ini berperan pada waktu defekasi tunika mukosa rectum
banyak mengandung pembuluh darah. Jaringan mukosa dan jaringan otot
membentuk lipatan disebut kolumna rektalis. Bagian bawah kolumna
rektalis terdapat pembuluh darah V. rektalis (V. hemoroidalis superior, V.
hemoroidalis inferior). Sering terjadi pelebaran atau varises yang disebut
hemoroid (wasir).
Bagian dari saluran pencernaan dengan dunia luar terletak di dasar
pelvis dan dindingnya di perkuat oleh sfingter ani yang terdiri dari :
1) Sfingter ani internus, sebelah dalam bekerja tidak menurut kehendak.
2) Sfingter levator ani, bagian tengah bekerja tidak menurut kehendak.
3) Sfingter ani ekternus, bagian luar bekerja tidak menurut kehendak
(Syaifuddin, AMK, 2011).
c. Etiologi Typhoid

Menurut (Wulandari dan Erawati 2016) penyakit typhoid disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella thposa / Eberthela thyposa yang merupakan kuman negatif, motil
dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70 C dan antiseptik. o Salmonella
thyphosa mempunyai 3 macam antigen yaitu :

1. Antigen O : One hauch, yaitu somatik antigen (tidak menyebar)


2. Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat Hauch
termolabil
3. Antigen V : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terdapat fagositosis.
Salmonella parathyphi terdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C. Ada dua
sumber penularan yaitu pasien dengan demam thypoid Salmonella typhi
dan pasien dengan carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dengan
demam typoid dan masih terus mengekskresi dalam tinja Salmonella typhi
dan air kemih selama lebih dari satu tahun.
d. Patofisiologi
Penyebab demam tifoid adalah bakteri atau Salmonella typhi Salmonella
paratyphi Salmonella typhi . Bakteri merupakan bakteri basil gram negatif ananerob
fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk kedalam tubuh melalui oral bersama
dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri Salmonella yang
lolos akan segera menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan jejunum untuk
berkembang biak. Bila sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam
merespon, maka bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama sel
M) dan ke lamina propia. Di lamina propia bakteri akan difagositosis oleh makrofag.
Bakteri yang lolos dapat berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi
darah (bakterimia I). Bakterimia I dianggap sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi
selama 7-14 hari Bakteri Salmonella juga dapat menginvasi bagian usus yang
bernama plak payer. Setelah menginvasi plak payer, bakteri dapat melakukan
translokasi ke dalam folikel limfoid intestin dan aliran limfe mesenterika dan
beberapa bakteri melewati sistem retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada fase ini
bakteri juga melewati organ hati dan limpa. Di hati dan limpa, bakteri meninggalkan
makrofag yang selanjutnya berkembang biak di sinusoid hati. Setelah dari hati,
bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya (bakterimia II). Saat
bakteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag memfagositosis
bakteri, maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah satunya adalah sitokin.
Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia, sakit
kepala, dan gejala toksemia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu
pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama
kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu
ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi. Hal ini
merupakan salah satu komplikasi yang cukup berbahaya dari demam typhoid (Levani
dan Prastya 2020).
e. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam typhoid menurut (Wulandari dan Erawati 2016) yang terjadi
ialah pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa.
Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi
terjadi melalui makanan. Sedangkan, jika infeksi melalui minuman masa tunas
terlama berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis sebagai berikut.
1. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat febris
remitten dan suhu seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu
ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput
putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang diseratai tremor, anoreksia, mual,
dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung, hepatomegali, dan
spenomegali, kadang normal, dapat terjadi diare.
3. Ganggua kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gelisah. (Ardiansyah, 2012). Masa tunas typhoid adalah sekitar 10-14
hari dengan rincian sebagai berikut :
1) Minggu ke 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia,
dan mual batuk, epistaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut
2) Minggu ke 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut (Wulandari dan
Erawati 2016) adalah pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat
leucopenia limpositosis dan relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tetapi pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam thypoid sering kali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan terjadi demam typhoid. Hal ini karena
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor yaitu :
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi, yaitu
pada saat Bakterimia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terdapat terutama positif pada Sallmonella typhi minggu
pertama dan berkurang pada minngu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biarkan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lalu
Vaksinasi terdapat demam typhoid dimasa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakterimia sehingga
biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antiodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terdapat Salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada organ yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi yang sudah dimatikan dan diolah
dilaboratorium. Salmonella Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutini dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Terdapat 2
macam pemeriksaan Tes Widal, yaitu :
1) Widal care tabung (konvensional)
2) Salmonella slide test (cara slides)
Nilai sensitivitas, spesifisitas serta ramal reaksi widal tes sangat bervariasi dari
satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut tidak sensitif karena
adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi tidak pernah
dideteksi adanya titer antibody sering titer naik sebelum timbul gejala klinis,
sehingga sulit untuk memperlihatkan terjadinya kenaikan titer yang berarti.
Disebut tidak spesifikasi oleh karena semua grup D Salmonella mempunyai
antigen O, demikian juga grup A dan B Salmonella. Semua grup D salmonella
mempunyai fase H antigen yang sama dengan titer H tetap meningkan dalam
waktu Salmonella tyfosa, sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang
akurat, widal tes sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan
perlu satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati
nilai standar setempat. Nilai titer pada penderita typoid adalah :
 Jika hasil titer terjadi pada antigen O positif (+) lebih widal tes dari 1 / 200
maka sedang aktif.
 Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 positif (+) lebih dari
1 / 200 maka dikatan infeksi lama. (Wijaya & Putri, 2013)
g. Komplikasi
Menurut (Wulandari dan Erawati 2016) komplikasi demam typhoid dapat
dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,sepsis),
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trompositopenia, atau koagulasi
intravaskuler diseminata dan sindrom uremia himolitik.
3. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, dan sindrom .
h. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penyakit typhoid menurut (Wulandari dan Erawati 2016)
dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Istrihata dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan besar akan mempercepat masa
penyembuhan dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur,
pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta perorangan tetap perlu
diperhatikan dan dijaga. hygiene b. Diet dan terapi penunjang
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
dalam typhoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan
penyakit dalam typhoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi
bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, perubahan diet tersebut disesuaikan
dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan
untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus.
Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa
peneliti menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi demgan
lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat)
dapat diberikan dengan aman pada penderita demam typhoid.
3. Pemberian antibiotic
1) Klroramfenikol 4 X500 mg sehari/IV
2) Tiamfenikol 4 X500 mg sehari oral
3) Kotrimoksazol 2 X2 tablet sehari oral (1 tablet=sulfa metoksazol 400 mg
+ trimetropin 80 mg atau dosis yang sama IV, dilarutkan dalam 250 ml
cairan infus).
4) Ampisilin atau amoksilin 100 mg/kg BB sehari oral/IV, dibagi dalam 3
atau 4 dosis
5) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
sistematis dam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi 2012)
1. Identitas
2. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis sampai somnolen,
dan gangguan saluran pencernaan seperti perut kembung atau tegang dan
nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah atau
dengan tanpa lendir, anoreksia, dan muntah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan sumber data yang subjektif tentang status kesehatan pasien yang
memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun potensial.
Riwayat merupakan kondisi klien. Penuntun pengkajian fisik yang berkaitan
infromasi tentang keadaan fisiologis, psikologis, budaya dan psikososial untuk
membantu pasien dalam mengutarakan masalah-masalah atau keluhan secara
lengkap, maka perawat dianjurkan menggunkan analisa simptom PQRST
P: Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit hal yang
meringankan atau memperberat gejala, biasanya pada klien typhoid dengan
peningkatan suhu tubuh.
Q : Quality-quantity, bagaimana gejala dirasakan? Sejauh mana dirasakan?
Demam yang dirasakan biasanya lebih dari satu minggu yang bersifat remiten
(hilang timbul).
R : Region, dimana gejala dirasakan? Apakah menyebar atau tidak? Demam
dirasakan pada seluruh tubuh, terutama pada bagian dahi, aksila dan abdomen.
S : Scale, pada skala berapa tingkat kesakitan itu dirasakan?
T : Time (waktu). Kapan nyeri mulai timbul, seberapa sering demam
dirasakan, apakah tiba-tiba atau bertahap.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu diisi dengan riwayat penyakit yang diderita
klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin
dapat mempengaruhi. Selain itu juga diisi dengan riwayat obat yang pernah
dikonsumsi yang berhubungan dengan penyakit yang diderita.
Biasanya penderita typhoid sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi.
Sehingga menyebabkan sistem imun menurun dan tubuh menjadi lemas
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji apakah ada yang menderita penyakit serupa dengan klien dan
penyakit menular lain serta penyakit keturunan. Secara patologi typhoid tidak
diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah
dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi dirumah.
3. Pola aktivitas sehari – hari
1) Pola nutrisi
Diisi dengan kebiasaan klien dalam memenuhi nutrisi sebelum sakit sampai
saat sakit yang meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi,
frekuensi makan, porsi dan keluhan yang berhubungan dengan nutrisi. Klien
biasanya memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
tidak bersih dan terkontaminasi bakteri Salmonella typhi. Apabila telah
terserang typhoid, penderita harus melakukan diet rendah serat dan
memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung cukup kalori, cairan dan
protein.
2) Pola eliminasi
Diisi dengan kebiasaan klien dalam memenuhi nutrisi sebelum sakit sampai
saat sakit yang meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi,
frekuensi makan, porsi dan keluhan yang berhubungan dengan nutrisi. Klien
biasanya memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
tidak bersih dan terkontaminasi bakteri Salmonella typhi. Apabila telah
terserang typhoid, penderita harus melakukan diet rendah serat dan
memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung cukup kalori, cairan dan
protein.
3) Pola istirahat tidur
Diisi dengan menggambarkan pola tidur, istirahat, dan relaksasi dan setiap
bantuan untuk merubah pola tersebut, tiliskan sebelum dan selama klien masuk
rumah sakit

4) Personal hygine
Diisi dengan bagaimana kebersihan diri dari sejak sehat dan saat sakit. Klien
dengan typhoid akan mengalami kelemahan fisik akibat infeksi Salmonella
typhi, sehingga kebersihan diri tidak dapat dilakukan.
5) Aktivitas dan latihan
Bagaimana aktivitas bermain klien (di dalam rumah/di luar rumah dan dengan
siapa saja). Penderita typhoid biasanya bedrest, sehingga hanya berbaring di
tempat tidur dan aktivitasnya akan dibantu
4. Pemeriksaan fisik
Pemriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, berat
badan, dan nilai GCS (Glasgow Coma Scale). (Setiadi, 2012). Pada pemeriksaan
fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1) Keadaan umun dan tanda – tanda vital
Keadaan umum klien typhoid, penampilan menunjukan keadaan sakit ringan
sampai berat tergantung pada suhu tubuh. Tanda vital pada umumnya stabil
kecuali akan mengalami ketidakstabilan suhu pada klien yang mengalami
typhoid.
2) Sistem pernafasan
Menilai dan melaporkan inspeksi dada dalam keadaan statis (bentuk dada,
kelainan dinding dada) dan dinamis (keterlambatan gerak, retraksi). Adanya
gangguan respirasi ditandai dengan peningkatan frekuensi nafas.
3) Sistem kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stres dan
hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi
(keadaan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula
keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi jantung.
4) Sistem pencernaan
Sistem pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk dapat diserap/absorbsi oleh tubuh. Pada klien
typhoid biasanya di periksa pada abdomen.
5) Sistem urinaria
Awal klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi
karena adanya pembatasan intake Output urine akan berangsur normal seiring
dengan peningkatan intake oral.
6) Sistem persyarafan
Pengkajian fungsi cerebral meliputi tinkat kesadaran klien, perilaku dan
penampilan, bahasa dan fungsi intelektual. Gunakan skala koma glasgow
untuk menilai tingkat kesadaran. Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori,
nyeri, reflek, fungsi syaraf cranial dengan fungsi syaraf serebral. Umumnya
klien typhoid dengan peningkatan suhu tubuh tidak mengalami penyimpangan
dalam fungsi persyarafan. Pengkajian fungsi persyarafan meliputi : tingkat
kesadaran, saraf kranial dan reflek.
7) Sistem integument
Integumen terdiri dari kulit, kuku, rambut dan kulit kepala, menyediakan
perlindungan eksternal untuk tubuh, membant meregulasi suhu tubuh,
merupakan organ sensori nyeri, suhu dan perdaban.
8) Sistem moskuloskeletal
Pengkajian muskuloskaletal terdiri dari inspeksi dan pengkajian terhadap
gerak sendi, tonus otot, dan kekuatan otot.
5. Data Data Psikososial
1) Status emosional
Pengendalian emosi mood yang dominan, mood yang dirasakan saat ini,
pengarruh atas pembicaraan orang lain, dan kesetabilan emosi.
2) Konsep diri
Dikaji pola konsep diri yang meliputi gambaran diri, ideal diri, identitas diri
dan peran. Konsep diri menggambarkan bagamana seseorang memandang
dirinya sendiri, kemampuan dan perasaan klien.
3) Gaya komunikasi
Cara klien bicara, cara memberi informasi, penolakan untuk berespon,
komunikasi non verbal, kecocokan bahasa verbal dan nonverbal.
4) Pola interaksi
Kepada siapa klien menceritakan tentang dirinya, hal yang meenyebabkan
klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan prilaku, anggaran
terhadap orang lain, hubungan dengan lawan jenis
5) Pola koping
Pola koping umm dan keefektifan keterampilan dalam mentoleransi stress
dan apa yang dilakukan klien dalam mengatasi masalah, kepada siapa klien
mengadukan masalah
6) Data spiritual
Data yang harus dikaji meliputi arti kehidupan yang penting dalam
kehidupan klien, keyakinan tentang penyakit dan kesembuhan, hubungan
kepercayaan dengan Tuhan, pelaksanaan ibadah, keyakinan bantuan Tuhan
dalam proses kesembuhan yang diyakini tentang kehidupan dan kematian.
6. Data penunjang
Menurut (Setiadi, 2012) pemeriksaan laboratorium, darah yaitu HB, leukosit,
trombosit, hematokrit, AGD, data penunjang untuk klien dengan typhoid yaitu:
1) Laboratorium
Pemeriksaan darah ditemukan leukopenia antara 3000-4000/mm3 dan
trombositopenia.
2) Terafi
Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan banyak gas. Obat pilihan utama adalah
kloramfenikol atau tiamfenikol.
3) Analisa data
Analisa data adalah kemampuan mengait data dan menghubungkan data
tersebut dengan konsep, teori dan prinsip relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (PPNI 2017) sebagai berikut :
1) Hipertermia berhubungan dengan inflamasi penyakit
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
3. Intervensi
Intervensi keperawatan menurut (PPNI 2018) sebagai berikut :

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. D.0130 L.14134 L.15506


Hipertermi berhubungan dengan Setelah di lakukan tindakan keperawatan Manajemen hipertermia
inflamasi penyakit selama …x24jam termoregulasi membaik Observasi :
dengan kriteria hasi : 1. Identifikasi penyebab
1. Suhu tubuh membaik hipertermia
2. Kulit merah menurun 2. Monitor suhu tubuh
3. Kejang menurun 3. Monitor komplikasi akibat
4. Takikardia menurun hipertermia
5. Takipnea menurun Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan/lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemeberian
cairan elektrolit dan
antipireutik

2. D.0056 L.05047 L.05178


Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan kelemahan keperawatan ..x24jam intoleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi
aktivitas membaik tubuh yg mengakibatkan
Dengan kriteri hasi : kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan
2. Kemudahan dalam melakukan emosional
aktivitas sehari – hari meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
3. Kekuatan tubuh baguan atas 4. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyaman dalam
4. Kekuatan tubuh bagian bawah melakukan aktivitas
meningkat Terpeurik
5. Keluhan lelaj menurun 1. Sediakan lingkungan yang
nyaman
2. Lakukan Latihan rentan
gerak aktif/pasif
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3. D.0032 L.03030 L.03119
Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi
berhubungan kehilangan nafsu …x24jam resiko defisit nutrisi teratasi Observasi
makan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makan menigkat 2. Identifikasi alergi dan
2. Frekuensi makan membaik intoleransi makanan
3. Nafsu makan membaik 3. Identifiaksi kebutuhan kalori
4. Perasaan cepat kenyang menurun dan jenis nutrisi
4. Identifikasi perlunya
penggunaan selang ngt
5. Monitor asupan makan
6. Monitor berat badan

Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk jika
mampu
2. Anjurkan diet yag di
programkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
1. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu
klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Fokus tahap implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan implementasi dari
perencanaan intervensi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional bervariasi, tergantung dari individu
dan masalah yang spesifik, tetapi ada beberapa komponen yang terlibat dalam
implementasi asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus,
perencanaan, dan pengajaran (Wilkinson 2016)
2. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi,
dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan
mengukur pencapaian tujuan klien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan maka
perawat dapat menentukan efektivitas asuhan keperawatan (Wilkinson 2016).
Patoflow
Daftar Pustaka

Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. 2016. BUKU AJAR KEPERAWATAN. Pustaka Pelajar

Ulfa, Farissa dan Oktia Handayani. 2018. “KEJADIAN DEMAM TIFOID DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PAGIYANTEN.” HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH
RESEARCH AND DEVELOPMENT 2:227–38.

Levani, Yelvi dan Aldo Prastya. 2020. “DEMAM TIFOID : MANIFESTASI KLINIS, PILIHAN
TERAPI DAN PANDANGAN DALAM ISLAM.” JURNAL BERKALA ILMIAH
KEDOKTERAN 3:10–16

Wilkinson, J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosis NANDA-1, Intervensi NIC, Hasil


NOC. Jakarta: EGC.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. 2018. Standar luaran Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PersatuanPerawat Nasioanl Indonesia

Anda mungkin juga menyukai