Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEBUTUHAN DASAR PROFESI


ELIMINASI URINE DAN FEKAL
DI RUANG NURSE 1 RSI LUMAJANG

Disusun Oleh :
Miftahul Jannah
(14201.09.17036)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN


GENGGONG

2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEBUTUHAN DASAR PROFESI
ELIMINASI URINE DAN FEKAL
DI RUANG NURSE 1 RSI LUMAJANG

Lumajang , Oktober 2021

Mahasiswa

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

Kepala Ruangan
LEMBAR KONSULTASI AKADEMIK dan RUANGAN
Nama :Miftahul Jannah Ruangan : Nurse 1
NIM :14201.09.17036 Kasus : Gangguan Eliminasi
No Hari/ tanggal Masukan Paraf
CI lahan CI Akademik
BAB II
PEMBAHASAN

I. Anatomi
Anatomi Sistem Perkemihan

Anatomi Sistim Pencernaan


II. Fisiologi
A. FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN
Sistem perkemihan terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urin, dua
ureter yang membawa urin ke dalam sebuah kandung kemih untuk
penampungan sementara, dan uretra yang mengalirkan urin keluar tubuh
memlalui orifisium uretra eksterna. (chalik, 2016; 230)
1. Ginjal
Ginjal memiliki bentuk seperti biji kacang, jumlahnya ada dua kiri dan
kanan. Ginjal terletak di kedua sisi medulla spinalis, dibalik rongga
peritoneum. Ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan. Ginjal terdiri dari
satu juta unit fungsional nefron yang berfungsi menyaring darah dan
memebuang limbah metabolik. (Mubarak,ddk, 2015; 379).
Ginjal memiliki fungsi spesifik diantaranya sebgai berikut:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memeprtahakan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama
melalui regulasi keseimbangan H2O
c. Memepertahankan volume plasma yang tepat.
d. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh.
e. Ekskresi banyak senyawa asing misalnya obat-obatan.
f. Menghasilkan renin
g. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. (sharewood, 2018;
580)
Satu ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urin. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular (kapiler)
dan satu komponen tubular. Struktur nefron ginjal antara lain;
a. Glomerulus, adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel
berdinding ganda disebut kapsul Bowman. Glomerulus dan kapsul
Bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
b. Tubulus kontortus proksimal, tubulus yang memiliki panjangnya
mencapai 15 mm dan sangat berliku.
c. Ansa Henle
d. Tubulus kontortus distal, tubulus yang memiliki panjangnya sekitar
5mm dan membentuk dan membentuk segmen terakhir nefron.
e. Tubulus dan duktus pengumpul (duktus pengumpul). (chalik, 2016;
240)
2. Ureter
Ureter adalah tabung yang berasal dari ginjal yang bermuara di kandung
kemih. Panjannya sekitar 25 cm dan diameternya 1,25cm. bagian atas
berdilatasi dan melekat pada hilus ginjal, sedangkan bagaian bawah
memasuki kandung kemih pada sudut posterior dasar kandung kemih.
Urine didorong melewati ureter dengan gelombang peristaltis yang terjadi
sekitar 1-4 kali per menit. Pada pertemuan antara ureter dan kandung
kemih, terdapat lipatan memberan mukosa yang yang bertindak sebgai
katup guna untuk mencegah refluk urine kembali ke ureter sehingga
mencegah penyebaran infaksi dari kandung kemih ke atas.
3. Kandung kemih
Kandung kemih atau vesika urinaria adalah kantung muakular tempat
urine bermuara dari ureter. Ketika kosong atau setengah terisi, kandung
kemih terletak di belakang simfis pubis. Pada pria kandung kemih terletak
diantara kelenjar prostat dan rectum, pada wanita kandung kemih terletak
diantara uterus dan vagina. Dinding kandung kemih sangat elastis
sehingga mampu menahan renggangan yang sangat besar. Saat penuh
kandung kemih bisa melebihi simfis pubi, bahkan bisa setinggi umbilikus.
4. Uretra
Uretra membetang dari kandung kemih sampai meatus uretra. Panjang
uretra pada pria sekitar 20 cm dan membentang dari kandung kemih
sampai ujung penis. Poada wanita, panjang uretra sekitar 4-6,5 cm dan
membengkak dari kandung kemih sampai lubang antara labia minor,
2,5cm di belakang klirotis. Oleh karena uretra yang pendek, wanita lebih
rentan menegalami infeksi saluran kemih.
B. SISTEM PENCERNAAN
Anatomi sistem pencernaan terdiri dari organ-organ pencernaan yang
dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu organ dalam saluran
pencernaan dan organ pencernaan pelengkap. Saluran pencernaan atau
disebut juga dengan traktus gastro intestinal (GI), adalah saluran panjang
yang masuk melalui tubuh dari mulut ke anus. Saluran ini berfungsi untuk
mencerna, memecah, serta menyerap makanan melalui lapisannya ke
dalam darah. Organ dalam saluran pencernaan ini meliputi mulut,
esofagus (kerongkongan), lambung, usus halus, usus besar, dan berakhir
di anus. Organ pencernaan pelengkap (aksesori) termasuk lidah, gigi,
kantung empedu, kelenjar air liur, hati, dan pankreas. Gigi dan lidah
terletak di dalam mulut yang juga membantu proses pencernaan, dalam
mengubah makanan dari bentuk kasar menjadi lebih halus. (Raysha
Agustini, 2019)
1. Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan pintu masuk ke saluran cerna. Ruang masuk
tersebut dibentuk olek bibir yeng mengandung otot dan membantu
mengambil, menuntun, dan menampung makanan di mulut. Atap
lengkung yang membentuk kengkung rongga mulut, memisahkan mulut
dari saluran hidung disebut langit-langit atau palatum. (sherwood,
2018;678)
Di dalam rongga mulut terdapat dua organ sistem pencernaan, yaitu
gigi (dentin) dan lidah (lingua). Masing-masing organ sistem pencernaan
yang terdapat di dalam rongga mulut memiliki peranan dalam proses
pencernaan makanan.
a. Gigi (Dentin)
Gigi merupakan alat pencernaan mekanis. Gigi berfungsi untuk
memotong, mengoyak dan menggiling makanan menjadi partikel yang
kecil-kecil. Di dalam gigi terdapat rongga gigi atau vulva yang
mengandung pembuluh darah dan urat syaraf. Bagian gigi yang masuk
ke rahang dilapisi zat yang disebut semen. Bakteri yang hidup di sela-
sela gigi adalah Entamuba ginggivalis yang berperan untuk
menguraikan sisa-sisa makanan yang tertinggal di dalam mulut.
b. Lidah (Lingua)
Permukaan lidah dilapisi oleh lapisan mukosa yang penuh
dengan bintil-bintil (papilla) yang mengandung saraf pengecap. Lidah
berfungsi sebagai indera pengecap makanan, mengatur makanan pada
saat mengunyah dan menelan makanan, serta membantu menghasilkan
suara ketika berbicara. Lidah juga berfungsi untuk membantu
mencampur makanan dengan air liur dan mendorong makanan masuk
ke esofagus.
2. Tekak (Faring)
Tekak merupakan pertemuan saluran pernapasan antara rongga
hidung dengan tenggorokan dan saluran pencernaan antara rongga
mulut dan kerongkongan. Tekak memiliki lubang yang menuju
tenggorokan, disebut glotis dan ditutup oleh klep yang disebut
epiglotis pada waktu proses menelan. Tekak terdiri dari tiga bagian,
yaitu nasofaring, orofaring, dan tubaeustachius.
a. Nasofaring adalah ruang di atas langit-langit lunak di bagian
belakang hidung yang menghubungkan hidung ke mulut.
Nasofaring memungkinkan seseorang bernapas melalui hidung.
Langit-langit lunak memisahkan nasofaring dan orofaring.
Nasofaring tetap terbuka bahkan ketika otot fleksibel sehingga
manusia bisa terus melanjutkan fungsi pernapasan. Nasofaring
dikelilingi oleh lipatan salpingopharyngeal dan tonsil tuba, yang
dapat menjadi meradang ketika terinfeksi.
b. Orofaring merupakan saluran pernapasan yang memiliki bentuk
seperti tabung dan berada di antara faring dengan trakea,
c. Tubaeustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dengan nasofaring, yaitu daerah di belakang hidung.
Tubaeustachius selalu tertutup dan dalam keadaan steril, hanya
terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau
pada saat mengunyah, menelan, dan menguap. [ CITATION Ray19 \l
1033 ]

3. Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus adalah tabung sepanjang 25 cm (10 inci) yang
dimulai dari laringofaring dan turun di belakang trakea melalui
mediastinum (rongga di antara paru-paru) (gambar 3). Kemudian
makanan melewati diafragma ke sebuah lubang yang disebut hiatus
esofageal dan berhubungan dengan lambung. Makanan didorong ke
esofagus menuju lambung secara peristalsis. Dua otot lingkar
(sfingter), otot lingkar esofagus atas di bagian atas esofagus dan otot
lingkar kardia (otot lingkar esofagus bawah) di dasar esofagus.
[ CITATION Rai16 \l 1033 ]
Fungsi esofagus adalah sebagai jalan untuk makanan yang
telah dikunyah dari mulut menuju lambung (menelan makanan),
mencegah benda asing masuk ke perut, menghasilkan gerak peristaltik,
dan mencegah laju cairan dari perut. Kerongkongan terdiri dari empat
lapisan, yaitu lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan muskularis,
dan lapisan adventitia. Satu pertiga bagian atasnya terdiri dari otot
lurik dan dua pertiga bagian bawahnya terdiri dari otot polos.
Makanan pada saluran ini hanya membutuhkan waktu enam detik
untuk sampai ke lambung karena kontraksi otot lurik pada satu pertiga
kerongkongan bagian atas. Gerakan ini terjadi karena otot memanjang
dan melingkar dinding esofagus berkontraksi secara bergantian.

4. Lambung (Ventrikulus)
Lambung adalah bagian saluran pencernaan yang melebar.
Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter.
Di dalam lambung terdapat tiga enzim, di antaranya enzim pepsin
(mengubah amilum menjadi maltosa & glukosa), enzim lipase steapsin
(mengemulsi lemak menjadi asam lemak & gliserol) dan enzim tripsin
(mengubah pepton menjadi polipeptida (asam amino)). Lambung
terdiri dari 4 lapisan yaitu:
a. Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa
b. Lapisan berotot yang terdiri dari cardiac (terletak disebelah atas
dekat jantung), fundus (bagian yang membulat dan terletak di
tengah), dan pylorus (bagian yang berada di dekat usus). Ketiga
otot ini mengatur gerakan peristaltik.
c. Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan areoral (berisi
pembulun darah dan limfa).
d. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal dan terdiri
atas banyak kerutan atau rugae, kerutan tersebut akan hilang jika
organ ini mengembang karena berisi makanan dan banyak
mengeluarkan mukus.
Lambung berfungsi untuk menyimpan makanan sementara dan
melakukan pencernaan secara kimiawi dengan bantuan getah lambung.
Lambung terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. Daerah cardiac (memanjang), merupakan daerah pintu masuk
pertama makanan dari esofagus. Pada bagian ini banyak dihasilkan
mucus alkali.
b. Daerah fundus (melingkar), merupakan daerah bagian tengah
lambung yang membulat, menghasilkan HCl dan musin.
c. Daerah pylorus (menyerong), merupakan bagian di daerah bawah
lambung yang berhubungan dengan usus 12 jari (duodenum),
menghasilkan mukus alkali.
Makanan dalam lambung teraduk dan bercampur dengan getah
lambung sehingga berbentuk seperti bubur yang disebut chymus
(bubur kim). Pada bagian ujung pylorus, terdapat otot sfingter yang
berfungsi untuk mengatur chymus turun ke usus halus. Turunnya
chymus dari lambung melalui pilorus dibantu oleh gerak
peristaltik.Gerak peristaltik merupakan kontraksi otot-otot lambung di
sekitar chyme yang dapat menyebabkan chyme terdorong menuju usus
halus. Dengan demikian, di lambung terjadi pula pencernaan makanan
secara mekanis oleh gerak peristaltik.
Getah lambung (sukus gastrikus) dihasilkan 2-3 liter/hari
dengan pH 1,0–1,5 sehingga mampu membunuh kuman-kuman dalam
makanan. Pengeluaran getah lambung sangat dipengaruhi oleh
banyaknya makanan yang masuk ke lambung. Jika makanan yang
masuk sedikit, tetapi sekresi HCl (asam klorida) berlebihan, maka
dinding lambung akan rusak dan menimbulkan radang (ulkus).
Macammacam getah lambung adalah sebagai berikut:
a. HCl dapat mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk
memecah protein menjadi pepton.
b. Renin terdapat pada anak hewan yang juga terdapat pada tubuh
manusia, berfungsi untuk menggumpalkan susu.
c. Lipase lambung untuk menghidrolisis lemak.

5. Usus Halus (Intestinum)


Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Usus halus berupa tabung yang
panjangnya sekitar 6-8 meter dan terdiri atas tiga bagian, yaitu
duodenum (usus 12 jari, ±0,25 cm), jejunum (usus kosong, ±7 meter)
dan ileum (usus penyerapan, ±1 meter). Pada lapisan dalam atau tunica
mucosa, jejunum dan ileum terdapat tonjolan-tonjolan halus yang
disebut vili yang berfungsi untuk memperluas permukaan dinding usus
dalam penyerapan sari makanan. Getah usus (sukus enterikus)
dihasilkan oleh dua macam kelenjar, yaitu kelenjar Burner dan
kelenjar Leiberkuhn. Kelenjar Burner berada di duodenum
menghasilkan musin dan enzim proteolisis (pemecah protein),
sedangkan kelenjar Leiberkuhn berada di sepanjang usus halus,
bermuara di celah-celah vili menghasilkan getah usus. Enzimenzim
yang terapat pada usus halus adalah sebagai berikut:
a. Amilase, memecah amilum menjadi disakarida
b. Pepsin, memecah peptide menjadi asam amino
c. Erepsin, berasal dari erepsinogen. Memecah peptin menjadi asam
amino
d. Lipase, memecah gliserida (lemak) menjadi asam lemak dan
gliserol
e. Disakarase, memecah disakarida menjadi monosakarida
f. Fosfatase, memperlancar proses penyerapan asam lemak dan
glukosa
g. Enterokinase, memecah enzim tripsinogen dari pankreas menjadi
tripsin.
Pada ujung usus halus terdapat katup yang disebut katup
bauhini (katup ileosekal) yang berfungsi mencegah makanan masuk
kembali ke usus halus. Pangkal usus besar disebut sekum dengan
kepanjangannya yang disebut rumbai cacing (apendiks). Pada usus
halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi, yaitu dengan bantuan
senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia
dari kelenjar pancreas yang dilepaskan ke usus halus.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar adalah bagian usus antara usus buntu dan rectum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air selama proses
pencernaan, membentuk massa feses, mendorong sisa makanan hasil
pencernaan (feses) keluar tubuh, dan membentuk lendir untuk
melumasi permukaan mukosa. Di dalam usus besar terjadi proses
pembusukan sisa pencernaan oleh bakteri Escherichia coli yang hidup
pada makanan yang tidak dapat dicerna oleh manusia. Pembusukan ini
menghasilkan gas H2S, indole, skatole, phenol, vitamin H (biotin), dan
vitamin K (berperan dalam proses pembekuan darah). Usus besar
memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Memiliki panjang 1,5
meter, dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi
menjadi 3 daerah yaitu:
a. Asenden (usus halus), berfungsi untuk menyerap nutrisi,
menghaluskan makanan, menghasilkan zat, penyerapan zat di
dalam tubuh.
b. Transversum (usus datar) berfungsi untuk menerima sisa makanan
yang tidak diserap oleh usus halus, menyerap air, menurunkan
tingkat keasaman dan mencegah infeksi, memperkuat sistem
kekebalan tubuh.
c. Desenden (usus turun), berfungsi untuk menyerap air dan garam,
pada bagian ujung usus buntu terdapat apendik atau disebut
sebagai umbai cacing. Apendik berfungsi sebagai sistem kekebalan
tubuh. Apendik berperan aktif dalam sistem imunoglobin yang
memiliki kelenjar limfoid di dalamnya. Kelenjar limfoid berfungsi
untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing yang
masuk ke dalam tubuh. Kelenjar limfoid mampu membedakan sel-
sel tubuh dengan zat-zat asing yang masuk ke tubuh dan berpotensi
melakukan inaktivasi atau perusakan.
7. Anus (Rektum)
Bagian kolon paling akhir disebut anus (rectum) yang
panjangnya ±15 cm. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses, menahan feses agar tidak keluar secara tiba-tiba,
membantu feses keluar dengan gerak peristaltik. Pada anus terdapat
otot volunter yang dikendalikan oleh kehendak kita.
Kelenjar Pada Sistem Pencernaan
Organ-organ yang menghasilkan kelenjar pencernaan pada
sistempencernaan manusia terdiri dari kelenjar ludah (glandula salivaris), hati
(hepar), kantong empedu, dan pankreas.
1. Kelenjar Ludah (Glandula salivaris)
Kelenjar ludah menghasilkan sekitar 1-2,5 liter air ludah setiap
harinya. Ludah manusia mengandung air, mucus, enzim amilase, zat
antibakteri, dan lain-lain. Ludah berfungsi untuk melumasi rongga mulut
serta mencerna karbohidrat menjadi disakarida. Kelenjar ludah di dalam
rongga mulut manusia terdiri dari:
a. Kelenjar parotis. Terletak pada bagian akhir dari rahang atas di depan
telinga. Kelenjar parotis berjumlah sepasang, salurannya disebut
duktus stensen dan bermuara di pipi sebelah dalam. Fungsinya adalah
menghasilkan ludah yang berbentuk cair (serosa) dan enzim ptialin.
b. Kelenjar submandibularis.Terletak di bawah kedua sisi tulang rahang,
berjumlah sepasang, serta salurannya disebut duktus wharton yang
bermuara di dasar mulut. Fungsinya sebagai penghasil ludah yang
mengandung air dan lendir (seromukosa).
c. Kelenjar sublingualis. Terletak di bagian dasar bawah lidah dan
bermuara ke dalam dasar mulut. Fungsinya adalah menghasilkan ludah
yang mengandung air dan lendir (seromukosa). Kelenjar ludah pada
mamalia adalah kelenjar eksokrin, yaitu kelenjar yang mempunyai
saluran sendiri, yang memproduksi air liur. Kelenjar ini juga
menyekresi amilase, enzim yang memecah karbohidrat menjadi
maltosa.
2. Hati (Hepar)
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam
rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Hati berfungsi
sebagai pengatur keseimbangan zat makanan dalam darah, sebagai
penyekresi empedu, dan membentuk eritrosit. Berdasarkan fungsinya hati
termasuk alat ekskresi, hal ini dilihat karena hati membantu fungsi ginjal
dengan mendetoksifikasi beberapa senyawa yang memiliki sifat racun dan
menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen
dari asam amino.
3. Kantung Empedu
Kantung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat
menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kantung empedu adalah sekitar 7-10
cm dan berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Kantung empedu
terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu mengandung garam empedu, pigmen empedu, air, kolestrol dan
leistin (bahan pengemulsi makanan). Kandung empedu berfungsi untuk
menetralkan asam lambung, membantu proses pencernaan lemak,
membantu fungsi enzim lipase dan sebagai bakterisida (substansi yang
dapat membunuh bakteri).
4. Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin sekaligus kelenjar endokrin.
Pankreas disebut sebagai kelenjar eksokrin karena menghasilkan getah-
getah pankreas yang disekresikan ke usus halus. Sementara itu, sebagai
kelenjar endokrin, pankreas menghasilkan hormon insulin dan glukagon.
Pankreas terletak pada kuadran kiri atas abdomen atau perut dan bagian
kaput atau kepalanya menempel pada organ duodenum. Fungsi pankreas:
a. Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glukagon, yang
menambah kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat
pelepasan dari hati.
b. Pengurangan kadar gula dalam darah yang mengeluarkan insulin yang
mana mempercepat aliran glukosa ke dalam sel tubuh, terutama otot.
Terdapat beberapa senyawa yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas, yaitu:
a. Bikarbonat, menetralkan suasana asam dari makanan yang berasal dari
lambung
b. Enterokinase, mengaktifkan erepsinogen menjadi erepsin serta
mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin
c. Amilase, mengubah amilum menjadi disakarida.
d. Lipase, mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
e. Tripsinogen, merupakan tripsin yang belum aktif
f. Nuklease, menguraikan nukleotida menjadi nukleosida dan gugs
pospat.
g. Hormon insulin, menurunkan kadar gula dalam darah sampai menjadi
kadar normal.
h. Hormon glucagon, menaikkan kadar gula darah sampai menjadi kadar
normal.

III. Definisi
A. ELIMINASI URINE
1. Pengertian Eliminasi Urine
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urin ini
sangat tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Terjadinya peningkatan volume urin, dinding kandung kemih akan
meregang dan mengirim impuls-impuls sensorik ke pusat mikturisi di
medulla spinalis pars sakralis. Impuls saraf parasimpatis dari pusat
mikturisi menstimulus otot detrusor untuk berkontraksi secara teratur.
Sfingter uretra interna juga akan berelaksasi sehingga urin dapat masuk ke
dalam uretra. Kandung kemih akan berkontraksi, impuls saraf naik ke
medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebral. Individu akan
menyadari keinginanya untuk berkemih, urin akan keluar dari tubuh
melalui uretra(Smeltzer, 2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi volume serta kualitas urin serta
kemampuan klien untuk berkemih, yaitu diet dan asupan makanan, respon
keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stress psikologis, tingkat
aktivitas, tingkat perkembangan serta kondisi penyakit. Hal ini juga dapat
menyebabkan beberapa perubahan tersebut dapat terjadi bersifat akut dan
kembali pulih/reversible ataupun dapat pula terjadi perubahan yang
bersifat kronis serta tidak dapat sembuh kembali/ireversibel (Smeltzer,
2013).
2. Ekskresi urine normal
Ginjal menyaring produk limbah dari darahuntuk membentuk urin.
Ureter bertugas mentranspot urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung
kemih berguna untuk menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk
berkemih. Kandung kemih dalam kondisi normal dapat menampung urin
sebanyak 600 ml. Akan tetapi, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan
pada saat kandung kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150-
200 ml pada orang dewasa).
Sistem ekskresi adalah system yang berperan dalam proses
pembuangan zat yang sudah tidak diperlukan atau zat yang
membahayakan tubuh, dalam bentuk larutan. Keringat dan air seni adalah
cairan sisa yang diekskresikan tubuh. Urine adalah hasik ekskresi oleh
ginjal yang kemudian dikeluarkan dalam tubuh melalui proses urinasi.
Urin normal berwarna jernih transparan warna kuning muda. Urin berasal
dari zat warna empedu. Urine berbau khas jika diberikan agak lama,
berbau ammonia pada kisar 6.8-7.2. Kandungan hasil ekskresi berupa
air, urea, asam urat, ammonia, keratin, asam oksalat, asam fosfat,
asam sulfat, klorida. Volume urine normal, kisaran 900 -1200ml.

Volume berkemih normal berdasarkan usia


Usia Volume Berkemih (ml/hari)
1 - 2 hari 15-60
3 - 10 hari 100-300
10 - 12 bulan 250-400
12 bulan – 1 tahun 400-500
1 – 3 tahun 500-600
3 – 5 tahun 600-700
5 – 8 tahun 700-1.000
8 – 14 tahun 800-1.400
14 tahun – dewasa 1.500
Dewasa tua < 1.500

Kebutuhan cairan pada orang dewasa (Holiday & Segard)


 1 liter air untuk 10 kilogram berat badan pertama
 500 ml air untuk 10 kilogram berat badan kedua
 20 ml air per kilogram berat badan sisanya

B. ELIMINASI FEKAL
1. Definisi eliminasi fekal
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), menyatakan bahwa
eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh
baik yang melalui ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal
yang berupa fekal. Eliminasi fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses
dari anus dan rectum. Defekasi juga disebut bowel movement atau
pergerakan usus (Kozier et al.,2011). Sedangkan menurut (NANDA
2012), eliminasi fekal adalah kondisi dimana seseorang mengalami
perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan karakteristik
tidak terkontrolnya buang air besar.Perubahan eliminasi dapat terjadi
karena penyakit gastrointestinal atau penyakit di system tubuh yang
lain. Usus berespons terhadap perubahan bahkan perubahan kecil
dalam kebiasaan individu yangnbiasa atau perubahan olahraga
(Rosdahl & Kowalski, 2012).

IV. Etiologi
A. ELIMINASI URINE
1. Usia
Anak yang berusia enam bulan dengan berat badan 6-8 kg
mengekskresikan 400-500 ml urine setiap hari. Bayi yang bertanya 10%
orang dewasa. Sementara orang dewasa mengekresikan 1.500-1.600 ml
urine per hari. Seiring penuaan, lansia juga mengalami perubahan pada
fungsi ginjal dan kandung kemihnya sehingga mengakibatkan perubahan
pada pola eliminasi urine (misal nokturia, sering berkemih, residu urine).
Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa
kandung kemihnya penuh atau tidak mampu meningkat kembali prosedur
untuk buang air. Sementara ibu hamil dapat mengalami peningkatan
keinginan miksi akibat adanya penekanan kandung kemih.
2. Supan cairan dan makanan
Kebiasaan mengonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu (misal the,
kopi, coklat, alkohol) dapat menyebabkan peningkatan ekskresi urine
karena dapat menghambat hormone antidiuretic (ADH).
3. Kebiasaan /gaya hidup
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk
kebanyakan individu. Contohnya, seseorang yang terbiasa buang air kecil
di sungai atau di alam bebas akan mengalami kesulitan ketika harus
berkemih di toilet atau menggunakan pispot ketika sakit.
4. Faktor psikososiokultural
a. Faktor psikologis. Kondisi stress dan kecemasan dapat menyababkan
peningkatan stimulus berkemih sebgai kompensasi. Ansietas dan stress
dapay menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi berkemih
meningkat. seorang individu yang cemas dapat merasakan atau
keinginan berkemih, bahkan setelah buang air beberapa menit
sebelumnya.
b. Faktor sosiokultural. Contohnya ada peraturan sosial (misalnya anak-
anak saat istirahat sekolah) mempengaruhi waktu berkemih.
5. Aktivitas dan tonus otot
Jiak terjadi gangguan pada gangguan pada kemampuan tonus otot,
dorongan untuk berkemih akan berkurang. Lemahnya otot abdomen dan
otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan control sfingter
uretra eksterna. Kontrol miknutridi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot
yang dipakai dan merupakan akibat dari lemahnya imobilisasi, peregangan
otot selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause, kerusakan otot
akibat trauma.
6. Status volume
Cairan yang diminum akan meningkatkan volume filtrat glomerulus dan
ekskresi urine. Mengkonsumsi minuman atau makan seperti kopi, teh,
coklat, buah dan sayur dapat meningkatkan produksi urine.
7. Kondisi penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih
menyababkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi
penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk
mengontrol urinasi. Misalnya pada penyakit diabetes mellitus dan
skelrosis multiple menyebabkan kondisi neuropatik yang mengbah fungsi
kandung kemih.
8. Medikasi
Pengguanann obat obat tertentu misalakan diuretik yang meningkatkan
haluaran urine.
9. Prosedur pembedahan
Tindakan pembedahan dapat menyababkan stress yang memicu sindrom
adaptasi umum.
10. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostic seperti IVY (intravenus pyelogram) dan urogram,
tidak memperbolehkan klien mengkonsumsi cairan per oral sehingga
akan mempengaruhi haluaran urine. (Mubarak,ddk, 2015; 385-387)
B. ELIMINASI FEKAL
1. Umur
Pada bayi, makanan akan lebih cepat melewati sitem pencernaan bayi
karena gerakan peristaltik yang cepat. Sedangkan pada lansia adanya
perubahan pola fungsi digestif dan absorpsi nutrisi lansia lebih disebabkan
oleh sistem kardiovaskular dan neurogis lansia, daripada sistem
pencernaan itu sendiri (Potter & Perry, 2010).
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapatmempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serattinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yangdikonsumsi pun
dapat memengaruhi (Hidayat, 2008).
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadilebih
keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
4. Aktivitas fisik
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantukelancaran
proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon
dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses
kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2008).
5. Pengobatan
Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapatmengakibatkan
diare dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atauantasida yang
terlalu sering (Hidayat, 2008).
6. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanyapenyakit-
penyakit yang berhubungan langsung pada sistem pencernaan,seperti
gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya (Hidayat, 2008).
7. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk
berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis,
danepisiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
8. Faktor psikologis
Stress emosional mengganggu fungsi hampir seluruh sistem pecernaan
tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).
9. Kebiasaan diri
Kebiasaan eliminasi seseorang akan memengaruhi fungsi usus. Sebagian
besar orang dapat menggunakan fasilitas toilet sendiri dirumahnya, hal
tersebut dirasa lebih efektif dan praktis (Tarwoto & Wartonah, 2010).
10. Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan
menimbulkan tekanan pada rectum (Tarwoto & Wartonah, 2010).
11. Pembedahan dan Anestesi
Agen anestesi general yang digunakan selama pembedahan dapat
menghentikan gerakan peristaltic secara temporer (Tarwoto & Wartonah,
2010).
V. Manifestasi Klinis
A. ELIMINASI URINE
Menurut (Mubarak,dkk, 2015) tanda dan gejala gangguan eliminasi urine
adalah :
1. Poliuria
Produksi urine abnormal oleh ginjal.
2. Oliguria
Produksi urine yang rendah yakni 100-500ml/24 jam.
3. Anuria
Produksi urine kurang dari 100 ml/24 jam.
4. Enuresis
Berkemih yang tidak disadari (mengompol).
5. Urgensi
Perasaan yang sangat kuat untuk berkemih.
6. Disuria
Rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih.
7. Dribbling
Kebocoran atau rembesan urine walaupun ada control terhadap
pengeluaran urine.
8. Hematuria
Terdapat darah dalam urine.
9. Residu urine
Urine yang tersiksa setelah berkemih.
10. Distensi Kandung kemih
B.ELIMINASI FEKAL
1. Obstipasi (sembelit)
2. Impaksi
3. Feses cair
4. Flatulens
VI. Patofisiologi
A. ELIMINASI URINE
Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta
kemampuan untuk berkemih. Terutama pada proses penyakit yang
mempengaruhi ginjal yang dikategorikan sebagai prarenalis, renalis,
pascarenalis. Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan
aliran darah yang bersirkulasi ke dan melalui ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan perfusi di jaringan ginjal. Perfusi ginjal
menyebabkan oliguria atau berkurangnya kemampuan untuk membentuk
urine. Perubahan renalis disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan
cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis. Perubahan pascarenalis
terjadi akibat adanya obstruksi pada sistem pengumpul urine di setiap kalis
ginjal. (Mubarak,dkk, 2015)
Faktor medikasi juga mempengaruhi eliminasi urine terutama pada
saat mengkonsumsi obat seperti obat diuretic yang adapa meningkatkan
haluaran urine. menjalani pemeriksaan penunjang juga dapat menimbulkan
gangguan eliminasi urine seperti pemeriksaan sitoskpopi yang bertujuan untuk
melihat langsung struktur perkemihan. Pemeriksaan tersebut dapat
mengakibatkan spasme pada sfingter kandung kemih yang menyebabkan klien
sering mengalami retensi urine.
Faktor selanjutnya disebabkan karena asupan cairan dan makanan
sebelum tidur. Mengkonsumsi cairan dan makanan yang menyebabkan
peningkatan ekskresi urine pada malam hari (nokturia) karena dapat
menghambat hormone antidiuretik (ADH).
B. ELIMINASI FEKAL
Kerusakan pada medulla spinalis dapat menyebabkan gangguan
eliminasi fekal. Cedera di daerah kepala yang mengakibatkan kerusakan pada
medulla spinalis mengakibatkan penurunan stimulus sensorik dan defekasi.
Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon
terhadap keinginan defekasi ketika klien tidak dapat menemukan toilet atau
mendapat bantuan. Akibatnya klien bisa mengalami konstipasi atau seorang
klien bisa mengalami fecal inkontinensia karena berkurangnya fungsi sfingter
ani.
Faktor lain yang menyebabkabkan gangguan adalah faktor asupan
cairan yang kurang. Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses
lebih keras. Kerena jumlah absorbs cairan di kolon meningkat. Cairan yang
mengancerkan isi usus, memudahakan bergerak dalam kolon. Asupan cairan
yang menurun akan memperlambat gerak makanan yang memlalui usus.
VII.PATHAWAY
Penyumbatan pembuluh darah Pecahnya pembuluh darah otak

STROKE

TIK Meningkat

Adanya proses desak ruang

Penekanan neuron mototrik

Kehilangan control volunter terhadap gerak


motorik

Hemiparase Heipelgia

Menurunnya control otot

Ketidakmampuan bergerak bebas

Menurunnya prassase usus


Ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan eliminasi Mobilitas feses terganggu

MK : Gg Eliminasi Tidak Mampu MK : Risiko


Urin mengintrol Konstipasi
pengeluaran feses

MK : Inkontinensia
Fekal
VIII. Pemeriksaan Diagnostik

A. ELIMINASI URINE
Pemeriksaan laboratorium
1. Warna urine normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan sampai
kuning coklat (seperti warna madu). Warna bergantung pada kepekatan
urine (Potter & Perry, 2006)
2. Pendarahan pada ginjal atau ureter menyebabkan urine menjadi merah
gelap. Bila urine berwarna merah terang, menunjukkan adanya
pendarahan pada kandung kemih atau uretera.Selain itu,perubahan warna
urine juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi obat.Oleh karena ituperlu
dikaji obat yang dikonsumsi.
3. Warna urine coklat gelap dapat disebabkan karena tingginya konsentrasi
bilirubin akibat disfungsi hepar.Kejernihan Urin yang tampak normal
tampak transparan saat dikeluarkan.Pada klien yangmempunyai penyakit
ginjal, urine yang nampak keruh atau berbusa akibat tingginya konsentrasi
protein dalam urine.selain itu, urine pada orang yang menderita penyakit
ginjal juga tampak pekat dan keruh akibat adanya bakteri.
4. Bau Urine,memiliki bau yang khas. Semakin pekat warna urine, semakin
kuat baunya. Urine yang dibiarkan dalam jangka waktu lamaakan
mengeluarkan bau amonia (Potter&Perry 2006)
5. Nilai normal urine, hasil urinalisis antara lain:Ph 4,6-8,0 protein < 10
mg/100 ml;glukosa tidak ada berat jenis 1,010-1,030, tidak ada keton,
tidak ada bakteri, dan lain-lain(Potter & Perry,1999).
B. ELIMINASI FEKAL
1. Pandangan langsung, yaitu teknik pandangan secara langsung
a. Anoscopy, pandangan dari saluran anus
b. Protoscopy, pandangan pada rectum
c. Protosigmoidoscopy, pandangan pada rectum dan kolon sigmoid
2. Roentgenography dengan memasukkan barium kedalam kolon.
IX. Komplikasi
A. ELIMINASI URINE
1. Gagal Ginjal
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilanagn kemampuannya untuk
mempertahankan volume komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal. (Amin Huda,dkk, 2015)
2. Urolithiasis
Urolithiasis merupakan terbentuknya massa keras seperti batu yang
disebabkan oleh adanya proses pengendapan substansi yang terdapat
dalam air kemih dalam jumlah yang berlebihan atau dapat juga disebabkan
oleh faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi tersebut
(Purnomo, 2011). Pengendapan ini terjadi di sepanjang saluran kemih dan
dapat menyebabkan perdarahan, nyeri, infeksi atau bahkan penyumbatan
saluran kemih (Nova, 2013).
B. ELIMINASI FEKAL
1. Hemoroid
Hemoroid atau umbient adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh
darah vena di daerah anus.
2. Dehirasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, suku bangsa,
tanggal pengkajian, diagnosa keperawatan.
b. Keluhan Utama
Fokus keluahan yang dirasakan saat pengkajian atau mengancam jiwa
klien seperti berkemih yang tidak tuntas, kostipasi.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi
atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini seperti
hipertensi, insfeksi saluran kemih, diabetetes mellitus, cedera.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Ringkasan kondisi kesehatan klien mulai dari waktu lampau
hingga alasan mengapa saat ini ingin menerima tindakan medis
seperti berkemih yang tidak tuntas, kostipasi.
3) Keluhan yang pernah dirasakan sebelumnya :
Gejala yang dirasakan klien selama sakit seperti poli uri, obstipasi
(sembelit).
4) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan sengan kemungkinan
adanya penyakit keturunan, kecenderungan alergi dalam satu
keluarga, dan pengakit yang menular akibat kontak langsung
maupun tak langsung antar anggota keluarga seperti diabetes
mellitus, hipertensi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda Vital
1) Suhu
2) Nadi
3) Tekanan Darah
4) Respirasi Rate (pernafasan)
c. Berat badan
d. Tinggi badan
e. Kesadaran
f. Head to toe
1) Kepala
a) Inspeksi : bentuk kepala, kesimetrisan kepala, kulit kepala, lesi,
lingkar kepala, warna rambut, kebersihan rambut, warna
rambut, distribusi rambut.
b) Palpasi : adanya pembengkakan/benjolan, tekstur rambut.
2) Mata
a) Inspeksi : kelopak mata, alis, distribusi bulu mata, kesimetrisan
bola mata, warna sclera, warna konjungtiva, reflek pupil,
pergerakan bola mata.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan pada kelopak mata.
3) Wajah
a) Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, lesi, kesimetrisan, ekspresi.
4) Telinga
a) Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, warna, lesi,
autikus eksternus.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan pada aurikula, tragus,
dan mastoideus.
5) Hidung
a) Inspeksi : bentuk, warna, kesimetrisan, lesi, nares anterior,
septum, cuping hidung.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan.
6) Mulut
a) Inspeksi : warna bibir, bentuk bibir, lesi, kebersihan, bau,
ovula, tonsil.
b) Palpasi : bejolan, massa, nyeri tekan pada rahang.
7) Leher
a) Inspeksi : warna, kesimetrisan, lesi, pembesaran vena jugularis,
kaku kuduk, nyeri telan.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan.
8) Thorak
a) Inspeksi : warna, bentuk dada, bentuk puting, kesimetrisan,
lesi, costae, vertebrae, retraksi dinding dada, pengunaan otot
bantu nafas.
b) Palpasi : kesimetrisan, benjolan, massa, nyeri tekan, vokal
fremitus.
c) Perkusi :paru, ekskursi diafragma.
d) Auskultasi : suara nafas pada trachea, bronkus, semua lapang
paru.
9) Jantung
a) Inspeksi : istus cordis, pericordial jantung.
b) Palpasi : pulsasi
a) Parkusi : batas jantung
b) Auskultasi : suara jantung
10) Abdomen
a) Inspeksi : warna, bentuk, lesi, distensi.
b) Auskultasi : bising usus
c) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan, Mc Burney, hati, limpa,
kandung kemih.
d) Perkusi :batas hati, sembilan regio.
11) Genetalia wanita
a) Inspeksi : warna, bau, kebersihan, lesi, distribusi rambut,
cairan.
b) Palpasi : benjolan, massa pada limfe inguinal.
12) Genetalia pria
a) Inspeksi : warna, bau, kebersihan, lesi, distribusi rambut,
cairan, letak anus, kesimetrisan skrotum.
b) Palpasi : benjolan, massa pada penis, scrotum dan limfe
inguinal.
13) Anus
a) Inspeksi : lesi, umbient
14) Ektermitas Atas
a) Inspeksi : warna, kesimetrisan kekuatan otot, deformitas, tanda
radang.
b) Pelpasi : massa, benjolan, nyeri tekan, krepitasi, ROM,
kekakuan sendi.
15) Ekstermitas Bawah
a) Inspeksi : warna, kesimetrisan kekuatan otot, deformitas, tanda
radang.
b) Pelpasi : massa, benjolan, nyeri tekan, krepitasi, ROM,
kekakuan sendi.
3. Pola Fungsi Kesehatan
A. ELIMINASI URINE
a. Pola nutrisi
Kebiasaan makan yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak
porsi makanan, apa saja jenis makanan, frekuensi makanan dan
bagaimana cara pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan
membandingkan pola nutrisi ketika sebelum sakit dan ketika
mengalami sakit. Memakan makan yang memicu eksresi urine
sebelum tidur dapat mengakibatkan nokturia.
b. Pola Minum
Kebiasaan minum yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak
porsi minum, apa saja jenis minum, frekuensi minum dan bagaimana
cara pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola
minum ketika sebelum sakit dan ketika mengalami sakit. Minuman
seperti teh, kopi, dan soda dapan meingkatkan eksresi urine
c. Pola eliminasi
Perubahan pola miksiyang dialami oleh klien. Kelainan pada pola
eliminasi dapat di nilai dari warna,frekuensi, jumlah dan waktu miksi.
Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola eliminasi ketika
sebelum sakit dan ketika mengalami sakit.
d. Pola istirahat tidur
Gangguan eliminasi urine dapat menggangu pola istirahat dan tidur.
Salah satunya ketika seseorang ngalami nokturia maka waktu tidur
akan berkurang dan dapat mengakibatkan masalah tidur lainnya.
e. Pola personal higyene
Kebersihan setelah melakukan miksi perlu diperhatikan. Seperti
mencuci tangan setelah melakukan miksi. Atau mengganti pakaian
ketika mengalami gangguan menahan BAK.
f. Pola kebiasaan
Meminum minuman beralkohol dapat meningkatkan produksi urine.

B, ELIMINASI FEKAL

a. Pola nutrisi
Kebiasaan makan yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak
porsi makanan, apa saja jenis makanan, frekuensi makanan dan
bagaimana cara pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan
membandingkan pola nutrisi ketika sebelum sakit dan ketika
mengalami sakit. Memakan makan yang kurang serat dapat
mengakibatkan kerasnya feses.
b. Pola Minum
Kebiasaan minum yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak
porsi minum, apa saja jenis minum, frekuensi minum dan bagaimana
cara pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola
minum ketika sebelum sakit dan ketika mengalami sakit. Konsumsi
susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltik pada
beberapa individu yang menyebabkan konstipasi.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi yang dialami oleh klien. Kelainan pada pola
eliminasi dapat di nilai dari warna,frekuensi, jumlah dan waktu
defekasi. Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola eliminasi
ketika sebelum sakit dan ketika mengalami sakit.
d. Pola istirahat tidur
Gangguan eliminasi fekal dapat menggangu pola istirahat dan tidur.
Salah satunya ketika seseorang ngalami diare maka waktu tidur akan
berkurang dan dapat mengakibatkan masalah tidur lainnya.
e. Pola personal higyene
Kebersihan setelah melakukan defekasi perlu diperhatikan. Seperti
mencuci tangan setelah melakukan miksi. Atau mengganti pakaian
ketika mengalami gangguan menahan BAB.
f. Pola kebiasaan
Jadwal pekerjaan yang sibuk dapat menganggu kebiasaan dan
mengakibatkan gangguan atau perubahan pola defekasi.

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin mucul pada klien gangguan eliminasi urine
a. Retensi Urine
b. Inkontinensia Urgensi
c. Gangguan Eliminasi Urine
Diagnosa yang mungkin mucul pada klien gangguan eliminasi fekal
a. Inkontinensia Fekal
b. Konstipasi

5. Rencana Asuhan Keperawatan

NO. SDKI SLKI SIKI


1. Gangguan setelah manajemen eliminasi urin
Eliminasi dilakukan O:
Urin tindakan 1x24 - identifikasi tanda dan gejala
jam di resistensi atau inkontinensia urin
dapatkan - Identifikasi faktor yang
kriteria hasil menyebabkan retensi atau
1) Sensasi inkontinensia urin
berkemih - Monitor eliminasi urin(misal :
meningkat frekuensi, konsistensi, aroma,
2) Desakan volume dan warna)
berkemih T:
menurun - Catat waktu-waktu dan haluaran
3) Distensi berkemih
kandung - Batasi asupan cairan jika perlu
kemin - Ambil sampel urine tengah
menururn (midstream) atau kultur
4) Berkemih E:
tidak tuntas - Ajarkan tanda dan gejala infeksi
menurun saluran kemih
1. - Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
- Ajarkan mengenali tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk
berkemih
- Ajarkan terapi modalitas penguatan
otot-otot panggul/ perkemihan
- Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontra indikasi
- Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
K:
- Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika perlu.
2. Inkontinensia setelah latihan eliminasi fekal
fekal dilakukan O:
tindakan 1x24 - Monitor paristaltik usus secara
jam didapatkan teratur
kriteria hasil T:
1) Pengontrolan - Anjurkan waktu yang konsisten
penegluaran untuk buang air besar
feses - Berikan privasi, kenyamanan dan
meningkat posisi yang meningkatkan proses
2) Defekasi defekasi
meningkat - Gunakan enema rendah, jika perlu
3) Frekuensi E:
buang air - Anjurkan dilatasi rektal digital, jika
besar perlu
meningkat - Ubah program latihan eliminasi
4) Kondisi kulit fekal, jika peru
perianal - Anjurkan mengkonsumsi makanan
meningkat tertentu, sesuai program dan hasil
konsultasi
- Anjurkan asupan cairan yang adekuat
sesuai kebutuhan
- Anjurkan olahraga sesuai toleransi
K:
- Kolaborasi penggunaan supositoria
jika perlu
3. Resiko setelah pencegahan konstipasi
Konstipasi dilakukan O:
tindakan 1x24 - identifikasi faktor risiko konstipasi
jam di ( mis. Asupan serat tidak adekuat,
dapatkan asupan cairan tidak adekuat,
kriteiea hasil aganglionik, kelemahan otot
1) Kontrol abdomen, aktivitas fisik kurang)
pengeluaran - monitor tnada dan gejala konstipasi (
feses mis, defekasi kurang dari 2 minggu,
meningkat defekasi lama/sulit, feses keras,
2) Keluhan paristaltik menurun)
defekasi - identifikasi dtatus kognitif unutk
lama da sulit mengkomunikasikan kebutuhan
menurun - identifikasi penggunaan obat-obatan
3) Mengejan yang menyebabkan konstipasi
saat defekasi T:
menurun - jadwalkan rutinitas BAK
4) Konsistensi - Lakukan masase abdomen
feses - Berikan terapi akupuntur
membaik E:
5) Frekuensi - Jelaskan faktor dan penyebab risiko
defekasi konstpasi
membaik - Anjurkan minum air putih sesuai
6) Peristaltik kebutuhan (1500-2000 ml/hari)
usus K:
membaik - Kolaorasi dengan ahi gizi jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Artha, R. A., Indra, R. L., & Rasyid, T. A. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Eliminasi Fekal Pada Pasien Yang Dirawat Di Intensive Care Unit
(ICU). Jurnal Riset Kesehatan, 7(2), 97-105.
Dila Arnela: KTI. 2019. “Gambaran Gangguan Eliminasi Fekal Pada Pasien Anak
Denganhirschprung Disease Di Ruang Cendana 4 Irna I Rsup Dr. Sardjito
Yogyakarta”. Yogyakarta: AKADEMI KEPERAWATAN “YKY”
Hasani, M. C. (2019, November). Sistem Monitoring Amonia Pada Ekskresi Tubuh.
In Prosiding Sentra (Seminar Teknologi dan Rekayasa) (No. 5, pp. 18-20).
Mawaddah, I. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Infeksi Saluran Kemih (Isk)
Dengan Masalah Gangguan Eliminasi Urine (Doctoral dissertation, STIKES
Insan Cendekia Medika Jombang).
Mubarak,dkk. 2015. Buku 2 : Buku Ajar Ilmu Dasar Keperawatan.Jakarta : Salemba
Medika.
PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Raimundus Chalik. 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta : Kementrian
Kesehatan
Republik Indonesia.
Sherwood, Lauralee. 2018. Anatomi Fisiologi : dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai