Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASFIKSIA NEONATORUM DI RUANG DAHLIA


RSUD MOHAMAD SALEH

Disusun Oleh :

RIKA TRIYANA
NIM : 14901.08.21101

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
GENGGONG - PROBOLINGGO
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan judul :

ASFIKSIA NEONATRUM
DI RUANG DAHLIA DI RSUD MOHAMAD SALEH

…………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………

Telah disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(……………………………..) (…………………………………..)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(…………………………………..)

ii
1. Anatomi Fisiologi

Sistem respirasi terdiri dari dua saluran yaitu saluran atas (traktus
respiratorius superior) meliputi hidung, faring, laring, trakea dan saluran
bawah (traktus respiratorius inferior) meliputi bronkus, bronkiolus, bronkiolus
terminalis, bronkiolus respiratori, duktus alveolar dan sakus alveolar, alveoli,
paru-paru dan pleura (Dewi, 2020).
1. Hidung
Bagian eksternal
a. Berbentuk pyramid dimana sudut atas atau atapnya berhubungan
langsung dengan dahi.
b. Menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
c. Terdapat dua buah lubang hidung (nares) yang dipisahkan oleh sekat
yang berjalan dari depan sampai kebelakang rongga hidung (septum
antero-posterior)
d. Pinggir lubang hidung terdapat rambut (vibrissae)
e. mengembang kempiskan hidung bagian luar
2.Faring
a. Digunakan pada sistem respirasi dan pencernaan.
b. Terletak dibelakang rongga mulut.
c. Biasa disebut tenggorokan.
d. Jalan udara dan makanan
e. Berawal dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
esofagus pada ketinggiantulang rawan krikoid
f. Terdapat epiglotis yang akan terbuka jika udara  akan masuk
g. Dindingnya dikelilingi oleh mukosa dan mengandung otot rangka yang
terutama digunakan untuk menelan

1
3. Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea Laring sering disebut sebagai kotak
suara dan terdiri atas :
a. Epiglotis
b. Glotis
c. Kartilago tiroid
d. Kartilago krikoid
4. Trakea
a. Terdapat dalam rongga dada
b. Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina
c. Organ berbentuk tabung agak  kaku, fleksibel sering disebut batang
tenggorok
d. Dinding anterior dan lateral trakea ditunjang oleh 15-20 tulang rawan
berbentuk Cincin tulang rawan memperkuat dan memberikan
kekakuan pada dinding trakhea untuk menjamin trakhea tetap terbuka
setiap saat
e. Cincin tulang rawan dihubungkan oleh lapisan elastik yang disebut
ligamen anular
5. Bronkus
Bronkus merupakan percabangan teratas dari sistem pengkonduksi
udara yang berasal dari bronkus kiri dan kanan. Disebut bronkus lobaris
kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus).
6. Bronkiolus
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus yang disebut pohon
bronkiolus. Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk
melapisi bagian dalam jalan napas.
7. Alveoli
a. Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
b. Berbentuk seperti buah anggur yang dindingnya berupa selaput
membran tipis dan elastis yang diliputi banyak kapiler
c. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar
akan seluas 70 m2

2
2. Definisi Asfiksia Neonatorum
Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Ai yeyeh & Lia, 2013:249).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Anik & Eka, 2013:296).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan
secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah
lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (Asfiksia Primer) atau
mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat
setelah lahir ( Asfiksia Skunder) ( Icesmi & Sudarti, 2014:158).

3. Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
perlukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat
timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir
sehagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelainan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran
penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna
tanpa gejala sisa. Adapun faktor-faktor yang bisa menyebabkan asfiksia antara
lain :
 Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia dan eklamsia mengakibatkan
gangguan aliran darah pada tubuh seperti contohnya ibu mengalami
anemia berat sehingga aliran darah pada uterus berkurang akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran darah yang membawa oksigen
ke plasenta dan janin.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta). Hal ini
menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan zat asam
arang sehingga turunnya tekanan secara mendadak. Karena bayi
kelebihan zat asam arang maka bayi akan kesulitan dalm bernafas.
c. Partus lama atau partus macet. Partus lama dan partus karena tindakan
dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-paru karena gangguan
aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
d. Demam selama persalinan. Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi
yang terjadi selama proses persalinan. Infeksi yang yang terjadi tidak

3
hanya bersifat lokal tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk
peredaran darah ibu dan mengganggu metabolisme tubuh ibu secara
umum. Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan
terganggunya pasokan oksigen dari ibu ke janin.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV). Akibat infeksi berat,
penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari
pembuatan sel darah merah tersebut sehingga apabila ibu mengalami
perdarahan saat persalinan maka pada akan terjadi anemia pada ibu
yang menyebabkan ibu kekurangan sel darah merah yang membawa
oksigen untuk janin yang menyebabkan asfiksia.
f. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Karena pad
usia ibu yang seperti ini akan beresiko mengakibatkan gawat janin , ini
terjadi karena rahim ibu tidak siap diisi janin. Gawat janin ini seperti
asfiksia pada bayi.
g. Gravida empat atau lebih. Untuk kehamilan keempat atau lebih ini
merupakan kehamilan yang rawan. Sehingga besar kemungkinan
terjadi sesuatu yang buruk pada janin. Yang juga menyebabkan gawat
janin karena gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan
oksigen ke janin berkurang yang kemudian terjadi gawat janin
sehingga janin mengalami asfiksia.
 Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi
vakum, porsef)
c. Kelainan kongenital. Cacat bawaan dalam kandungan akan
mengakibatkan asfiksia bayi karena dengan adanya cacat bawaan ini
akan menimbulkan gangguan pertumbuhan janin seperti organ janin
sehingga organ paru janin akan berfungsi abnormal.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Bila janin
kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida bertambah timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga denyut jantung janin
menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka timbullah rangsangan
dari nervus simpatikus sehingga denyut jantung janin menjadi lebih
cepat akhirnya janin akan mengadakan pernafasan intrauterin sehingga
banyak mekonium dalm air ketuban pada paru yang mengakibatkan
denyut jantung janin menurun dan bayi tidak menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan.

4
 Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat. Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali pusat.
Yang kita ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa oksigen untuk
diedarkan ke seluruh tubuh
b. Tali pusat pendek. Tali pusat pendekakan menyebabkan terganggunya
aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin
Simpul tali pusat. Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan
pernafasan pada janin terhambat

4. Manifestasi Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus
neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode
apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain
meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)
e. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
f. Pernafasan terganggu
g. Detak jantung berkurang
h. Reflek / respon bayi melemah
i. Tonus otot menurun
j. Warna kulit biru atau pucat

5. Klasifikasi Asfiksia
Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia berdasarkan
nilai APGAR :
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

5
Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia dibagi
menjadi:
a. Vigorous baby Skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan
tindakan istimewa
b. Moderate asphyksia Skor APGAR 4-6
c. Severe asphyksia Skor APGAR 0-3
Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia dibagi
menjadi:
a. Vigorous baby Skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan
tindakan istimewa
b. Moderate asphyksia Skor APGAR 4-6
c. Severe asphyksia Skor APGAR 0-3
Menurut Vidia dan Pongki (2016:364) klasifikasi asfiksia terdiri dari :
a. Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak
memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali.
b. Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen
dan tindakan resusitasi.
c. Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan
resusitasi serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.
d. Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara
aktif dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis,
maka perlu diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg
berat badan, dan cairan glukosa 40% 1- 2 ml/kg berat badan, diberikan
lewat vena umbilikus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

6. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia
transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor
pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan
berlanjut dengan pernafasan.

6
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai
dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan
frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas
(gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan
metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada
tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik
terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler
yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber
glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya
asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk
otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara
alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain
akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang
terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak
yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya.

7
Pathway Asfiksia Neonatorum

7. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik
otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan pendarahan otak.

8
b. Anuria dan Oliguria
Disfungsi jaringan jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada
saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan
ini curah jantung akan lebih banyak mengalir keorgan seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak. (Hidayat, Aziz Alimul.(2005).

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
b. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha
nafas, tonus otot dan reflek
c.  Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
d. Pengkajian spesifik
e. Elektrolit garam
f.  USG
g. Gula darah.
h. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis,
tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
i. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
j. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks    antigen-antibodi pada membran sel darah merah (Septia Sari,
2010)

9. Penatalaksanaan Klinis
1. Tindakan Umum
 Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah
agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk
membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam.

9
 Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi
tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak
kaki menekan tanda achiles.
 Mempertahankan suhu tubuh.
2. Tindakan khusus
 Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa
endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan O2. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message
jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100
x/menit.

 Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60
detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit
yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter
dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke
atas-bawah secara teratur 20x/menit
 Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

10. Pencegahan Asfiksia Neonatorum


Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk
mendeteksi secaradini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu
mendapat rujukan ke rumah sakit secara segera.
b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum untuk penangan segera agra tidak terjadi kematian ibu dan
bayi.
c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan
deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi untuk mengontrol pernafasan bayi.
e. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.

10
f. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
g. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial untuk meminimalisir resiko saat
persalinan berlangsung yang terdiri dari :
 Persalinan yang bersih dan aman
 Stabilisasi suhu
 Inisiasi pernapasan spontan
 Inisiasi menyusu dini
 Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi

11. Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis ; Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap
terjadinya asfiksia neonatorum.
2. Pemeriksaan fisik ; Memerhatikan sama ada kelihatan terdapat tanda- tanda
berikut atau tidak:
a. Bayi tidak bernafas atau menangis.
b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
c. Tonus otot menurun.
d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi.
e. BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).

12. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah
menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien dan efektif
berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan
dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata
ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu pernafasan, denyut jantung, warna
kulit.
Karena ketiga tanda ini yang dapat diamati ketika bayi mengalami
asfiksia. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai
resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila
penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan
tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk
tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

11
Skor APGAR adalah suatu metode yang dipakai untuk memeriksa
keadaan bayi yang baru lahir. Skor APGAR ditemukan oleh Dr. Virginia
Apgar pada tahun 1952 untuk menilai status klinis bayi yang baru lahir pada
usia 1 menit dan menilai kebutuhan intervensi segera untuk merangsang
pernapasan. Dr. Apgar kemudian menerbitkan penelitian lanjutan yang
mencakup lebih banyak pasien.
Pada tahun 1961, Dr. Joseph Butterfield memperkenalkan mnemonic
dari APGAR untuk memudahkan sejawat mengingat komponen skor APGAR.
Komponen dari skor APGAR adalah:
 A = Appearance (warna kulit)
 P = Pulse (denyut jantung)
 G = Grimace (refleks)
 A = Activity (tonus otot)
 R = Respiration (pernapasan)
Skor APGAR dihitung pada menit ke-1 dan ke-5 untuk semua bayi,
kemudian dilanjutkan setiap 5 menit sampai menit ke-20 untuk bayi dengan
skor APGAR kurang dari 7. Skor APGAR menghitung kuantitas dari tanda-
tanda klinis depresi neonatal seperti sianosis atau muka pucat, bradikardia,
depresi refleks terhadap stimulus taktil, hipotonus, dan apnea atau respirasi
yang terganggu.

Tabel Skor Apgar

12
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Anamnesis
1. Pengkajian
Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sosial
ekonomi, asuransi kesehatan, riwayat penyakit saat ini.
Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi
meconium, kesulitan bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna kulit
pucat, kemungkinan prematur.
Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan
kematian neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM, hipertensi, tetani
uteri atau malnutrisi, riwayat konsumsi alkohol, obat dan rokok.
2. Pengkajian Psikososial
Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien terhadap
penyakit bayinya, cara orang tua klien mengatasi penyakit, perilaku  orang
tua klien/tindakan yang diambil ketika menghadapi penyakitnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Breathing/B1
1) Inspeksi
Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi,
selang dada atau penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia
akan mengalami usaha bernapas yang lambat sehingga gerakan
cuping hidung mudah terlihat. Terkadang pernapsannya tak teratur
bahkan henti napas
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang
adekuat. Bayi dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan
paru tidak baik atau hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri.
3) Perkusi
Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.
4) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur
bahkan lambat.

13
b. Blood/B2
1) Inspeksi
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis
normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri
selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
ada/tidaknya pergeseran jantung.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate)
dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya
denyut jantung. Selain itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill
(getaran ictus cordis). Memeriksa nadi lengan dengan meletakkan
telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam siku bayi di sisi yang
paling dekat dengan tubuh.
3) Perkusi
Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area
yang bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya
pergeseran jantung karena desakan diafragma bila terjadi kasus
hernia diafragmatika.
4) Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah
jantung, murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus
turbulensi darah. Penderita asfiksia neonatal denyut jantung kurang
dari 100/menit atau tidak terdengar sama sekali.
c. Brain/B3
Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan
skala GCS. Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak
akan menunjukkan respon GCS
d. Bladder/B4
Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya
dengan intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria
atau tidak karena dapat menjadi pertanda awal adanya syok.
e. Bowel /B5
Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi
perut menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan

14
massa/tidak. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual, muntah,
penurunan nafsu makan, penurunan berat badan.
f. Bone/ B6
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial,
pemeriksaan capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
kekuatan otot untuk dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.
4. Antropometri
Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda
kegawatan/abnormalitas utama. Berat bayi yang kurang dari normal dapat
menjadi faktor resiko pada penderita asfiksia.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler
c. Resiko Hipotermi

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan pengkajian diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan dengan merumuskan
tujuan,mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber serta
menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak atau standar, tetapi
dirancang bagi klien tertentu dengan siapa perawat sedang bekerja
( Friedman,2010)

15
No Diagnosa Keperawatan Tujuan SLKI SIKI
1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan Luaran utama Intervensi utama:
efektif (D.0001) tindakan keperawatan Bersihan jalan napas  Manajemen jalan napas (I.01012)
Penyebab: selama 3x24 jam , Kriteria hasil :
Fisiologis: diharapkan bersihan  Batuk efektif meningkat Intervensi pendukung:
 Spasme jalan nafas jalan napas meningkat  Produksi sputum menurun  Kontrol gejala
 Hipersekresi jalan nafas  Mengi / wheezing /  Respon ventilasi mekanik
 Benda asing dalam jalan meconium (pada neonatus)
nafas menurun Tindakan :
 Sekresi yang tertahan  Dyspnea menurun Observasi :
 Proses infeksi  Ortopnea menurun  Monitor pola napas (frekuensi ,kedalaman,usaha napas )
 Respon alergi  Sianosis menurun  Monitor bunyi napas tambahan
 Frekuensi napas membaik  Monitor sputum (jumlah,warna aroma)
 Pola napas membaik
Dibuktikan dengan:
Gejala dan tanda mayor Terapeutik:
Subyektif:-  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan
Obyektif: chin lift
 Batuk tidak efektif atau tidak  Posisikan semi fowler atau fowler
mampu batuk  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Sputum berlebih/obstruksi di  Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
jalan napas / meconium  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
dijalan napas (pada neonatus)  Berikan oksigen jika perlu
 Mengi,wheezing dan atau
ronkhi kering Edukasi :
Gejala dan tanda minor:  Ajarkan Teknik batuk efektif
Subyektif: Kolaborasi
 Dyspnea  Kolaborasi pembeberian bronkodilator, ekspektoran ,
 Sulit bicara mukolitik jika perlu.
 Ortopnea

16
Objektif:
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah
 Pola napas berubah

No Diagnose keperawatan Tujuan SLKI SIKI


2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Luaran utama Intervensi utama:
(D.0003) tindakan keperawatan Pertukaran gas  Pemantauan respirasi
Penyebab: selama 1x24 jam , (L.01003)  Terapi oksigen
Fisiologis: diharapkan pertukaran Luaran tambahan :
 Ketidakseimbangan ventilasi gas meningkat Keseimbangan asam basa Intervensi pendukung:
perfusi  Managemen ventilasi mekanik
 Perubahan membrane Kriteria hasil :  Managemen asam -basa
alveolus kapiler  Tingkat kesadaran
meningkat Tindakan:
Dibuktikan dengan:  Dyspnea menurun Observasi:
Gejala dan tanda mayor  Bunyi napas tambahan  Monitor frekuensi ,irama,kedalaman dan upaya napas
Subyektif: menurun  Monitor pola napas
 dispnea  Takikardia menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
Obyektif:  Diaforesis menurun  Monitor adanya sputum
 PCO2 meningkat / menurun  Napas cuping hidung  Monitor adanya sumbatan napaspalpasi kesimetrisan
 PO2 menurun menurun ekspansi paru
 Takikardi  PCO2 membaik  Auskultasi bunyi napas
 pH arteri meningkat /  P02 membaik  Monitor saturasi oksigen
menurun  Sianosis membaik Terapeutik:
 bunyi napas tambahan  Pola napas membaik  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
Gejala dan tanda minor: pasien

17
Subyektif:  Warna kulit membaik  Dokumentasikan hasil pemantauan
 Pusing  Lakukan penghisapan lender sesuai kebutuhan
 Penglihatan kabur Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Objektif :  Informasikan hasil pemantauan Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian agen pelumpuh
 Sianosis otot,sedative,analgesik sesuai kebutuhan
 Diaphoresis
 Gelisah
 Napas cuping hidung
 Pola napas abnormal
(cepat/lambat,regular/ire
guler,dalam/dangkal)
 Warna kulit abnormal
( mis. Pucat,kebiruan)
 Kesadaran menurun

No Diagnose keperawatan Tujuan SLKI SIKI


3. Resiko hipotermi (0140) Setelah dilakukan Luaran utama Intervensi utama:
tindakan keperawatan Termoregulasi  Managemen hipotermi
selama 1x24 jam , Luaran tambahan :  Regulasi temperatur
diharapkan Kontrol resiko
termoregulasi membaik Termoregulasi neonatus Intervensi pendukung:
Kriteria hasil :  Inisiasi menyusui dini
 Kulit merah menurun  Pemantauan tanda vital
 Kejang menurun
 Takikardi menurun
 Takipnea menurun Tindakan:
Observasi:
 Dasar kuku sianotik

18
menurun  Monitor suhu tubuh
 Hipoksia menurun  Identifikasi penyebab hipotermi
 Suhu tubuh membaik  Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi
 Suhu kulit membaik  Monitor tanda vital bayi dan ibu
 Monitor jalan napas bayi
Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yang hangat (mis atur suhu
ruangan ,inkubatur)
 Ganti pakaian dan atau linen yang basah
 Lakukan penghangatan pasif
 Lakukan penghangatan aktif eksternal
Edukasi :
 Anjurkan makan / minum hangat
 Anjurkan ibu membiarkan bayi di perut ibu sampai 1
jam atau menyusu sampai slesai

19
D. Implementasi Keperawatan
Tahap proses keperawatan dengan melakukan berbagai strategi tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan. Dalam masalah keperawatan asfiksia akan
dilakukan implementasi:
1. Melakukan pengkajian terhadap sirkulasi
2. Melakukan pengkajian terhadap adanya secret yang tertahan di dalam
rongga mulut
3. Menjelaskan pentingnya tindakan pada anak / bayi pada saat lahir untuk
menghindari infeksi.
4. Menciptaka lingkungan yang nyaman

E. Evaluasi Keperawatan
Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan,
bagaimana reaksi pasien dan keluarga terhadap perencanaan yang telah
diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dan perencanaan
keperawatan.
a. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan keluarga
segera pada saat dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan
keperawatan, dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan
b. Evaluasi sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang
merupakan rekapan akhir secara paripurna, catatan naratif, penderita
pulang atau pindah. Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan
tindakan keperawatan adalah sirkulasinya membaik artinya tidak sesak
dan kondisi anak baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Ria & Ismail, Nizam. 2020. Hubungan Riwayat Neonatus dengan Kematian
Asfiksia Pada Bayi di RS Ibu dan Anak (RSIA) Provinsi Aceh. Journal of
Healthcare Technology and Medicine Vol. 6 No. 2 Oktober 2020 Universitas
Ubudiyah Indonesia.
Boyle, M. 2012. Patofisiologi dalam kebidanan. Jakarta: EGC
Cuningham, F. G. 2010. Obstetri Wiliams Vol.2 edisi 21. Jakarta: EGC.
Hidayah, Al. 2020. Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum Di Rsud Kota Kota Mobagu. Jurnal IMJ: Indonesia
Midwifery Journal Vol 4 No 1 Tahun 2020
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan.
Jakarta : Kemenkes.
Khoiriah, Annisa & Pratiwi, Tiara. 2019. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal ‘Aisyiyah Medika
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019
Lestari, Siti & Astuti, Dyah. 2020. Analisis Faktor Fetus dan Tali Pusat terhadap
Risiko Asphyxia Perinatal di Surakarta. Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu
Keperawatan Anak.
Ratmawati, Ria A. & Sulistyorini, Dewie. 2020. Gambaran Faktor-Faktor
Terjadinya Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Banjarnegara 2
Kabupaten Banjarnegara. Medsains Vol. 6 No. 01, Juni 2020 : 26 – 32
Utami, Tin & Wilis, Sukmaningtyas. 2020. Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum Pada Ibu Preeklampsia Berat. Jurnal Menara Medika
JMM 2020

21

Anda mungkin juga menyukai