Anda di halaman 1dari 217

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat

limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya makalah kami yang berjudul “Asuhan

Keperawata Anak I” dapat terselsaikan. Tak lupa pula kita kirimkan shalawat serta

salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai sosok teladan bagi

seluruh umat islam.

Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi kewajiban kami sebagai

mahasiswa untuk melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh dosen dan terus

mencoba untuk menimba ilmu. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima

kasih kepada dosen yang telah senantiasa memberikan bimbingan serta arahan kepada

kami.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah kami ini

belum sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Kami dari tim penyusun

mengharpkan kritik dan saran sehingga kami dapat meminimalisir kesalahan. Kami

juga berharap semoga apa yang kami sajikan di makalah ini dapat bermanfaat dan

menambah pengetahua para pembaca. Akhir kata sekian dan terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Makassar, 4 September 2019

Penyusun

Buku Asuhan Keperawatan Anak i


DAFTAS ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I BAYI RESIKO TINGGI ............................................................................... 1

BAB II NEONATUS ................................................................................................. 38

BAB III GANGGUAN PENCERNAAN PADA ANAK ....................................... 67

BAB IV GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN PADA ANAK ....................... 112


BAB V GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN ....................................................... 155

BAB VI GANGGUAN SISTEM SARAF PADA ANAK ..................................... 178

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ 201

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 208

Buku Asuhan Keperawatan Anak ii


BAB I
BAYI RISIKO TINGGI
A. SKENARIO/KASUS
Bayi perempuan usia 2 hari di rawat di ruangan NICU karena sering mengalami
periode apneu. Hasil pengkajian didapatkan, sesak, sianosis perifer, CRT 4 detik,
gelisah, rewel, tampak kekuningan pada wajah, dada, dan paha, terdengar weezing
pada auskultasi,. Riwayat bayi lahir spontan, tidak menangis, apgar score 4/5, usia
gestasi 37-38 minggu, BB 2700 gram, PB 48 cm, bilirubin direct 0,5%.

Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan pada anak


a. Anatomi Sistem Pernapasan
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbodioksiada
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. (Ernawati, 2012).
Sistem perernapasan pada manusia dibagi atas 2 bagian yaitu :
1) Saluran pernapasan bagian atas
Saluran pernapasan bagian atas hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang
berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembapkan udara yang dihirup. (A.
Aziz, 2009)
a) Hidung
Bagian ini terdiri atas neres anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang
memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga
hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir
yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari sini. Pada saat
udara masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh bulu-bulu yang ada didalam
vestibulum (bagian rongga hidung), kemudia dihangatkan serta dilembapkan.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 1


Gambar 1.1 Hidung
Sumber: (Tortora and Derssrickson, 2009)
b) Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak
sampai dengan esofagus yaitu terletak dibelakang nasa faring (dibelakang hidung),
dibelakang mulut (orofaring), dan dibelakang laring (laringo faring).

Gambar 1.2 Faring


Sumber: https://rumus.co.id/fungs-laring/

c) Laring (tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian
tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membran. Yang terdiri atas 2 lamina
yang bersambung digaris tengah.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 2


Gambar 1.3 Laring
Sumber: https://id.m/wikipedia.org/wiki/Laring
d) Epiglottis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring ketika
orang sedang menelan.

Gambar 1.4 Epiglotis


Sumber : https://images.app.goo.gl/AoQ7IuBZ7fGyIsU437

2) Saluran pernapasan bagian bawah


Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen
bronkhus dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan. (A. Aziz, 2009)
a) Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang kurang
lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis kelima.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 3


Trakhea tersebut tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tidak lengkap yang berupa
cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia
yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing. (Yusran, 2016)

Gambar 1.5 Trakhea


Sumber: (Tortora and Derrickson, 2009)

b) Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan trakhea yang terdiri atas 2 percabangan
yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri
yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah; sedangkan bronkhus kiri lebih
panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan bawah. Kemudian
saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan yang disebut sebagai
bronkhiolus. (A. Aziz, 2009)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 4


Gambar 1.6 bronkhus dan bronkiolus
Sumber: https://tatakata.com/pengertian-dan-fungsi-bronkiolus-
pada-sitem-pernapasan-manusia/1078/
c) Bronkiolus
Merupakan percabangan yang terjadi pada bronkus. pada bronkiolus terminalis
terdapat jaringan epitel yang mempunyai sel clara. sel-sel ini tidak bersilia, memiliki
kelenjar sekretorik, dan berfungsi mengeluarkan sekret berupa glikosaminoglikan
yang melindungi lapisan bronkiolus. Bronkiolus juga memperlihatkan daerah-daerah
spesifik yang disebut badan neuroepitel yang merupakan kemoreseptor yang bereaksi
ketika terjadi perubahan komposisi gas dalam jalan napas. sebelum memasuki
alveolus, terdapat bronkiolus respiratorius adalah percabangan dari bronkiolus
terminalis yang merupakan daerah peralihan anatar bagian konduksi dan bagian
respirasi dari sistem pernapasan (Ninik, 2012).

b. Fisiologi Pernapasan
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi (pernapasan) di dalam tubuh
terdapat tiga tahapan yakni vantilasi, difusi, dan trasnportasi. (A. Aziz, 2009)
1) Ventilasi
Proses ini nmerupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer, dalam proses ventilasi ini terdapat
beberapa hal yang memengaruhi, diantaranya adalah perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi. Hal lain

Buku Asuhan Keperawatan Anak 5


yang memengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan napas yang dimulai
dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, terjadi rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf para
simpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi
atau proses penyempitan, dan adanya refleks batuk dan muntah juga dapat
memengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mukus ciliaris yang sebagai
penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat mengikat virus. Pengaruh
proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (Complience) dan recoil yaitu
kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara sehingga tidak terjadi
kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat
terjadi peregangan sel alveoli, surfaktan disekresi saat klien menarik napas;
sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi atau
menyempitnya paru. Apabila compliance baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2
tidak dapat keluar secara maksimal.
2) Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2
kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang
dapat memengaruhinya, diantaranya, pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal
membran respirasi/permiabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial
keduanya. Ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2, hal ini dapat terjadi seperti O2 dari
alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih
tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi) dalam pCO2 dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
Keempat, afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 6


3) Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dalam CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb
membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%). Kemudian pada
transportasi CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), dan larut dalam plasma (5%), kemudian sebagian menjadi HCO2 berada pada
darah (65%).
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang memengaruhi,
diantaranya: curah jantung (cardiac output) yang dapat dinilai melalui isi sekuncup
dan frekuens denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung
untuk berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan
oleh keadaan seperti overload atau beban yang dimiliki pada akhir diastole. Preload
atau jumlah cairan pada akhir diastole, nantruim yang paling berperan dalam
menentukan besarnya potensial aksi, kalsium berperan dalam kekuatan kontraksi dan
rileksasi. Faktor lain dalam menentukan proses transportasi adalah kondisi pembulu
darah, latihan/olahraga (exercis) hematokrir (perbandingan antara sel darah dengan
darah secara keseluruhan atau HCT/PCV), eritrosis, dan Hb.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 7


Anatomi dan fisiologi sistem metabolisme pada anak
a. Anatomi Metabolisme
1. Hepar (Hati)

Gambar: 1.7 Hepar


Sumber: https://dedaunan.com/9-fungsi-hati-pada-manusia-
yang-penting-dan-kompleks/amp/

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh manusia, terletak pada bagian atas
cavum abdominis, di bawah digfragma, kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar
terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gr. Hepar dikelilingi oleh cavum
toraks dan pada orang normal tidak dapat dipalpasi. Hepar merupakan pusat
metabolisme seluruh tubuh dan juga sumber energi tubuh sebanyak 20% serta
menggunakan 20%-25% oksigen darah, selain itu fungsi hepar yaitu sebagai
fagositosis dan imunitas dan sintesis protein.
Fungsi Hepar sebagai berikut yaitu :
a) Sebagai Metabolisme karbohidrat
b) Sebagai metabolisem lemak
c) sebagai metabolisme protein
d) berhubungan dengan pembekuan darah
e) fungsi hemodinamik

Buku Asuhan Keperawatan Anak 8


2. Pankreas

Gambar 1.8 Prankeas


Sumber: https://www.blogsederhana.web.id/yang-perlu-anda-ketahui-
tentang-fungsi-dari-ankreas-pada-manusia/

Pankreas suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5
cm dan tebal 2,5 cm. Terletak pada kuadran kiri atas abdomen. Pankreas merupakan
organ yang memiliki kemampuan sebagai eksokrin maupun endokrin. Bagian
endokrin kelenjar pankreas yakni bagian pulau langerhans tersusun atas sel beta dan
sel alpa yang berperan menghasilkan hormon yang mengontrol metabolisme
karbohidrat.

Fungsi Pankreas yaitu :

a) Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glikogen, yang


menambah kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan hati
b) Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarka insulin untuk
mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh,terutama otot. insulin juga
merangsang hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen dan menyimpannya
di dalam sel-selnya.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 9


3. Kandung Empedu

Gambar 1.9 Kandung empedu


Sumber: https://jejaksiganteng.blogspot.com/2012/07/fungsi-empedu-
dan-pankreas-manusia.html/

Kandung empedu berbentuk pir,panjangnya sekitar 7-10 cm,kapasitasnya


sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi anatar lobus hati kanan
dan kiri.

Fungsi kandung empedu yaitu :

a) Sebagai persediaan getah empedu,membuat getah empedu menjaidi kental


b) Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel hati yang digunakan untuk
mencerna lemak
c) Memberi warna feses dan sebagian diabsorpsi kembali oleh darah dan membuat
warna pada urin yang disebut urobi

Buku Asuhan Keperawatan Anak 10


4. Lien /Limpa

Gambar 1.2O Lien/limpa

Sumber: https://images.app.goo.glr/4UDVooKpqikuHvsra6

Lien merupakan organ RES (Reticulo Endothelial system ), Limpa


mempunyai bentuk lonjong, dengan ukuran panjang kira-kira 12 cm, lebar 7 cm dan
tinggi 4 cm serta berat sekitar 150 g. Terletak di cavum abdomen pada regio
hipokondrium sinistra. Limpa merupakan organ sebesar kepalan tinju yang lembut
dan berongga-rongga, berwarna keungguan. Limpa terdapat dibagian atas rongga
perut,tepat dibawah lengkung tulang iga di sebelah kiri. Terletak sepanjang costa
IX,X,dan XI sinistra dan ekstremitas inferiornya berjalan ke depan sampai sejauh
linea aksilaris media.

Fungsi Lien sebagai berikut yaitu :

a) Saat tubuh mengalami perdarahan berat maka limpa akan menyuplaikan darah.
b) Menghancurkan sel darah merah yang sudh tua
c) Limpa sebagai tempat penyimpanan sel monosit yaitu suatu komponen sel darah
putih yang fungsinya dalam melawan kuman dan bakteri yang masuk ke tubuh

Buku Asuhan Keperawatan Anak 11


d) Sebagai cadangan darah, limpa ini dapat membungkus darah sehingga saat tubuh
mengalami perdarahan berat maka limpa akan menyuplaikan darah.
e) Menghancurkan sel darah merah yang sudh tua
f) Limpa sebagai tempat penyimpanan sel monosit yaitu suatu komponen sel darah
putih yang fungsinya dalam melawan kuman dan bakteri yang masuk ke tubuh.

b. Fisiologi Metabolisme

Metabolisme berperan mengubah zat-zat makanan seperti: glukosa, asam amino,


dan asam lemak menjadi senyawa yang diperlukan untuk proses kehidupan seperti:
sumber energy (ATP). Energi antara lain berguna untuk aktivitas otot, sekresi
kelenjar, memelihara membran potensial sel saraf dan sel otot, sintesis substansi sel.
Zat-zat lain yang berasal dari protein berguna untuk pertumbuhan dan respirasi
jaringan tubuh. Hasil metabolisme tersebut kemudian dimanfaatkan oleh tubuh untuk
berbagai keperluan antara lain: sumber energi, mengganti jaringan yang rusak,
pertumbuhan, dsb.

Metabolisme adalah saluran reaksi biokimiawi yang terjadi di dalam sel tubuh
makhluk hidup. Metabolism dapat dibedakan menjadi 2 macam proses yaitu:

1) Anabolisme (penyusunan)

Anabolisme adalah sintesis makromolekul seperti protein, polisakarida, dan


asam nukleat dari bahan-bahan yang kecil. Proses sintesis demikian tidak dapat
berlangsung tanpa adanya masukan energi secara langsung atau tidak langsung, ATP
merupakan sumber energi bagi semua aktivitas anabolic di dalam sel. Metabolisme
memerlukan keberadaan enzim agar prosesnya berjalan cepat. Hasil proses
metabolisme berupa energi dan zat-zat lain yang diperlukan oleh tubuh. Contoh
anabolisme: Glikogenesis (proses pembentukan glikogen dari glukosa),
Glikoneogenesis (proses pembentukan glukosa dari prtein atau lemak).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 12


2) Katabolisme (penguraian)

Proses penguraian makanan menjadi energi, yang terjadi pada proses respirasi
sel. Contoh katabolisme: Glikogenolisis (proses pemecahan glikogen menjadi
glukosa, Glikolisis (proses pemecahan glukosa menjadi azam piruvat).

3. Mekanisme etiologi dan patofisiologi pada anak asfeksia, hiperbilirubin


dan bronchomalacia
a. Asfeksia
1) Definisi

Asfeksia Merupakan keadaan di mana bayi tidak dapat bernapas secara


spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea sampai asisdosis. Pengertian lain menyatakan bahwa
asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia
dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam kehamilan dapat
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah: penyakit yang diderita ibu selama
kehamilan seperti hipertensi, paru-paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu risiko
tinggi kehamilan, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum dan anemia
berat. Selain faktor ibu, dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan
solusio plasenta atau juga faktor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali
pusat yang menumbung ataumelilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir. Sedangkan selama persalinan, asfiksia dapat disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya partus lama, ruptura uteri yang membakat, tekanan terlalu
kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius terlalu banyak dan
tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus)
(A. Aziz, 2009).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 13


2) Etiologi

Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).

a) Faktor Ibu

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan dapat
menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia.

Berikut merupakan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi


baru lahir.

(1) Preeklamsia dan eklamsia


(2) Demam selama persalinan
(3) Kehamilan postmatur
(4) Hipoksia ibu
(5) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
(6) Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
(a) Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
(b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
(c) Hipertensi pada penyakit toksemia

b) Faktor Plasenta

Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen melalui
tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia.

(1) Abruptio plasenta


(2) Solutio plasenta
(3) Plasenta previa

Buku Asuhan Keperawatan Anak 14


c) Faktor Fetus

Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa


didahului tanda gawat janin.

(1) Air ketuban bercampur dengan mekonium


(2) Lilitan tali pusat
(3) Tali pusat pendek atau layu
(4) Prolapsus tali pusat
d) Faktor Persalinan

Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu:

(1) Persalinan kala II lama


(2) Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan
sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
e) Faktor Neonatus

Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia

(1) Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm
(2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, forsep)
(3) Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernapasan, hipoplasi paru, dll.
(4) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

3) Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini

Buku Asuhan Keperawatan Anak 15


dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi
“Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama


kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan
dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode
appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan
usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat
usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua,
dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping terjadinya
perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila
gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen
yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru
terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi
pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

TANDA NILAI 0 NILAI 1 NILAI 2 JUMLAH


Frekwensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari
jantung 100 X/menit 100 X/menit
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis
bernapas teratur kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
fleksi sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan Menangis

Buku Asuhan Keperawatan Anak 16


sedikit
Warna Biru / Tubuh Tubuh dan
pucat kemerahan, ekstremitas
ekstremitas kemerahan
biru

APGAR SCORE
Nilai 0-3 : asfiksia berat

Nilai 4-6 : asfiksia sedang

Nilai 7-10 : normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
apgar)

b. Hiperbilirubin
1) Definisi

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan yang terjadi pada bayi baru lahir di
mana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang
ditandai dengan ikterus. Keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut
sebagai ikterus neonatorum yang bersifat patologis atau lebih dikenal dengan
hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstra vaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan
berwarna kuning.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 17


Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi karena ikterus yang merupakan
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Secara umum bayi
mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus terjadi
pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih
setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses
hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang
dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindroma
gangguan pernapasan dan lain-lain. (Hassan, R. 2008)

Derajat ikterus pada neonates menurut Kramer.

Perkiraan
Derajat
Daerah Ikterus kadar
Ikterus
bilirubin
Kepala dan leher 5,0 mg%
I
Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
II
Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) 11,4 mg%
III
hingga tungkai atas (di atas lutut)
Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg%
IV
Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg%
V

2) Etiologi

Hal yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada umunya adalah


hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi
enzim Glucose 6 Phosphate Dehydrogenase (G6PD). Hemolisis ini dapat pula
timbulkarena adanya perdarahan tertutup atau inkompatabilitas golongan darah
Rhesus (Rh). Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya

Buku Asuhan Keperawatan Anak 18


hiperbilirubinemia seperti penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain
yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia atau anoksia,
dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia dan polisitemia (Campbell, 2013).

Peningkatan kadar bilirubin dalam tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Misalnya, pada penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
jika terdapat gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferase) atau
bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra maupun ekstra hepatik (Anggraeni, 2014).

Pada derajat tertentu, bilirubin akan bersifat toksik dan dapat merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya efek
patologik pada sel otak apabila bilirubin dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya kelainan
tersebut dapat terjadi pada sususnan saraf pusat jika kadar bilirubin indirek lebih dari
20 mg/dL. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau
infeksi (Gunasegaran, 2013).

3) Patofisiologi

Menurut Sacher (2004), bilirubin merupakan produk penguraian dari


hemoglobin. Sebagaian besar dari penguraian hemoglobin yaitu sebanyak 85 – 90%
dan sebagaian kecil berasal dari penguraian senyawa lain seperti mioglobin sebanyak
10 – 15%. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang dibebaskan sel darah merah kemudian besi dari heme sebagai cadangan untuk
sintesis selanjuttnya (Gunasegaran, 2013).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 19


Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati pada batas normal untuk mengekskresikan bilirubin yang
telah dihasilkan dalam jumlah yang normal. Obstruksi saluran ekskresi hati juga
dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Bilirubin akan tertimbun di dalam darah dan
jika konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka senyawa ini akan berdifusi
kedalam jaringan yang kemudian akan menjadi kuning atau ikterus (Khusna, 2013).

c. Bronchomalacia
1) Definisi

Malacia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi
saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak
diketahui. Malacia nafas berat atau malacia berhubungan dengan sindrom tertentu
biasanya diakui dan didiagnosis awal masa bayi, tetapi informasi tentang fitur klinis
anak dengan malacia primer, sering didiagnosis hanya kemudian di masa kecil,

Bronchomalacia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang


rawan berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau
tenggorokan).tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama
ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan sekresi menjadi
terperangkap. Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari 6
tahun.(Children’s National Health System, 2016)

2) Etiologi.

Bronkomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir bronkus di saluran


pernapasan. Malasia congenital saluran udara besar adalah salah satu beberapa
penyebab obstruksi saluran pasan ireversibel pada anak-anak, dengan gejala
bervariasi dari mengi berulang dan infeksi saluran udara bawah berulang untuk
dispnea berat dan insufisiensi pernapasan. Ini juga dapat diperoleh di kemudian hari
karena peradangan kronis atau berulang akibat infeksi atau penyakit saluran napas
lainnya.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 20


Bronkomalacia paling sering terjadi pada saat lahir (congenital) dan mungkin
berhubungan dengan kondisi lain. Saat ini, tidak diketahui mengapa tulang rawan
tidak terbentuk dengan baik. (Firdiansyah, 2017)

4) Patofisiologi

Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut,
melalui kontak suara (laring) ke dalam tenggorokan (trakea), yang terbagi menjadi
dua cabang (bronkus kanan dan kiri) yang masing-masing paru-paru. Trakea dan
bronkus terbuat dari cincin tidak lengkap dari tulang rawan dan jika tulang rawan ini
lemah tidak dapat mendukung jalan napas. (Firdiansyah, 2017)

Pada bayi cincin tulang rawan trakea terbuka sehingga udara bisa didapatkan
dari tenggorokan ke paru-paru. Ketika cincin ini kecil, berbentuk aneh, tidak kaku
cukup, atau tidak membentuk sama sekali maka trakea dapat menutup ke dalam
dirinya sendiri. Hal ini dapat menyebabkan mengi, batuk, sesak napas, dan atau sesak
napas cepat. Biasanya tulang rawan berkembang dengan sendirinya dari waktu ke
waktu sehingga tracheomalasia tidak lagi masalah. Sementara umum pada bayi,
tracheomalasia tidak terjadi pada orang dewasa. Ketika masalah yang sama terjadi di
saluran napas kecil disebut bronchomalacia. (Firdiansyah, 2017)

4. Mekanisme Tanda Dan Gejala Yang Biasa Timbul Pada Anak Asfiksia,
Hiperbilirubin Dan Bronchomalacia
a. Asfeksia

Tanda dan gejala asfeksia

1) Tanda asfeksia
a) Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap,
b) warna kulit kebiruan.
c) Kejang dan
d) penurunan kesadaran.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 21


2) Gejala asfiksia
Gejala asfiksia diklasifikasikan berdasarkan nilai apprance (colour = warna
kulit), pulse (hear rate=denyut nadi), dreimace (refleks terhadap rangsangan), activity
(tonus otot), dan respiration (usaha bernapas) atau sering disebut APGAR.

Asfiksia diklasifisan menjadi tiga jenis yaitu asfiksia berat (nilai APGAR 0-
3), asfiksia ringan-sedang (nilai APGAR 4-6), dan bayi normal (nilai APGAR 7-10).
Skor APGAR dinilai pada menit pertama, menit kelima, dan menit kesepuluh setelah
bayi lahir, untuk mengetahui perkembangan kaadaan bayi tersebut. Namun dalam
situasi tertentu, skor APGAR juga dinilai pada menit kesepuluh, kelima belas dan
keduapuluh, hingga total skor sepuluh. (siti dan ety, 2017)

b. Hiperbilirubin

Tanda dan gejala Hiperbilirubin

1) Tanda hiperbilirubin
a) Pasien tampak lemah
b) Nafsu makan berkurang
c) Reflek hisap kurang
d) Urine pekat
e) Perut buncit
f) Pembesaran lien dan hati
g) Gangguan neurologic
h) Feses seperti dempul
i) Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
j) Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
k) Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
l) Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3
-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 22


2) Gejala hiperbilirubin

Gejala hiperbilirubin adanya ikterus yang timbul, dan ikterus itu mempunyai
dua macam yaitu (1) ikterus fisiologis dan (2) ikterus patologis. Ikterus fisiologis
apabila timbul pada hari ke dua dan hari ke tiga dan menghilang pada minggu
pertama selambat-lambatnya adalah 10 hari pertama setelah lahir, kadar bilirubin
indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% untuk
neonatus yang kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak
melebihi 5 mg% setiap hari, kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. Kemudian
jenis ikterus yang ke dua adalah ikterus patologis di mana ikterus ini terjadi pada 24
jam pertama, kadar biliruin serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
melebihi 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, terjadi peningkatan bilitubin
lebih dari 5 mg% per hari, ikterusnya menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar
bilitubin direk melebihi 1 mg%. (Khosim, M. Sholeh, dkk. 2012)

c. Bronchomalacia

Tanda dan gejala Bronchomalacia

1) Tanda Bronchomalacia
a) Nafas cuping hidung
b) Penggunaan otot bantu napas (dada mengembang disertai retraksi interkostal dan
subkostal).
c) Sesak napas, takipne, apneu.
d) Hiperinflasi dada.
e) Retraksi, expiratory effort.
f) Ronki pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
g) Ekspirasi memanjang, mengi.
h) Hepar atau limpa dapat teraba.
2) Gejala Bronchomalacia
a) Satu sampai empat hari sebelumnya didapat pilek encer, hidung tersumbat.
b) Demam sub-febril (kecuali infeksi sekunder oleh bakteri).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 23


c) Puncak gejala pada hari ke-5 sakit : batuk, sesak napas, takipne, mengi, minum
menurun, apne, sianosis.
d) Bila terjadi obstruksi hebat, pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal, suara
nafas melemah, dan “wheezing” yang semula jelas dapat menghilang.

5. Perbedaan penyakit asfiksia, hiperbilirubin dan bronchomalacia.


a. Asfiksia

Merupakan keadaan di mana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea sampai asisdosis. Pengertian lain menyatakan bahwa asfiksia
neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan
tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan. (Depkes RI,2009)

b. Hiperbilirubin

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah,


baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan
ikterus. Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir
dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan
ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi
menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi
ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma
total. Pengobatan pada kasus hiperbilirubinemia dapat berupa foto terapi, intravena
immunoglobulin (IVIG), transfusi pengganti, penghentian ASI sementara, dan terapi
medikamentosa.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 24


c. Bronchomalacia

Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan
berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau tenggorokan).
tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan
memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan sekresi mnejadi terperangkap.
Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun.(Childrens National
Health System,2016)

6. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus asfiksia,


hiperbilirubin dan bronchomalacia
a. Pemeriksaan penunjang Asfiksia

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Syaifuddin, 2013):

1) Analisa gas darah


2) Elektrolit darah
3) Gula darah
4) Baby gram (RO dada)
5) USG (kepala)

b. Pemeriksaan penunjang Hiperbilirubin


1) Pemeriksaan laboratorium.
a) Test Coomb pada tali pusat BBL
(1) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu.
(2) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (
Rhpositif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
b) Bilirubin total.
(1) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 25


(2) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
c) Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi praterm.
d) Hitung darah lengkap
(1) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
(2) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
e) Glukosa

Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

f) Daya ikat karbon dioksida

Daya ikat karbon dioksida

g) Meter ikterik transkutan

Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.

h) Pemeriksaan bilirubin serum


(1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis,
(2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-
7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
i) Smear darah perifer

Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH


atau sperositis pada incompabilitas ABO

Buku Asuhan Keperawatan Anak 26


j) Test Betke-Kleihauer

Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.

2) Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma


kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.

3) Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra


hepatic.

4) Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

c. Pemeriksaan penunjang Bronchomalacia


1) Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksaan/inspeksi langsung terhadap laring, trakea


dan bronkus, melalui suatu bronkoskop logam standar atau bronkoskop serat optik
fleksibel yang disebut dengan bronkofibroskop.Melalui bronkoskop sebuah sikat
kateter atau forsep biopsi dapat dimasukan untuk mengambil sekresi dan jaringan
untuk pemeriksaan sitologi.

Tujuan utama bronkoskopi adalah untuk melihat, mengambil dan mengumpulkan


spesimen.Indikasi bronkoskopi adalah sebagai berikut:

a) Untuk mendeteksi lesi trakeobronkial karena tumor.


b) Untuk mengetahui lokasi perdarahan.
c) Untuk mengambil benda asing (sekresi dan jaringan).
d) Untuk pemeriksaan sitologi dan bakteriologik.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 27


e) Untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.
Adapun prosedur tindakan bronkoskopi adalah sebagai berikut:
a) Persetujuan tindakan.
b) Puasa selama 6 jam, lebih dianjurkan 8-12 jam.
c) Lepaskan gigi palsu, kontak lensa dan perhiasan.
d) Kaji riwayat alergi terhadap obat-obatan.
e) Periksa dan catat tanda-tanda vital.
f) Premedikasi.
g) Pasien dibaringkan diatas meja dengan posisi terlentang atau semi fowlers
dengan kepala ditengadahkan atau didudukan dikursi. Tenggorok disemprot
dengan anestesi lokal. Bronkoskop dimasukan melalui mulut atau hidung.
h) Wadah spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.
i) Lama pemeriksaan kurang lebih 1 jam.
2) CT-Scan
CT scan paru-paru merupakan salah satu metode pencitraan yang
digunakan untuk mendiagnosis dan memantau tatalaksana dari berbagai kelainan
pada paru-paru. CT scan atau pemindaian tomografi terkomputerisasi melibatkan
berbagai gambar yang diambil dari sudut-sudut yang berbeda, yang kemudian
akan dikombinasikan untuk menghasilkan gambaran melintang dan gambaran 3
dimensi dari struktur internal paru-paru.
Tujuan utama dari pencitraan ini adalah untuk mendeteksi struktur
abnormal di dalam paru-paru atau ketidakteraturan yang bisa jadi merupakan
gejala yang dialami oleh pasien.Di samping untuk mendiagnosis penyakit atau
jejas pada paru-paru, CT scan juga dapat digunakan untuk memandu pengobatan
tertentu untuk memastikan ketepatan dan ketelitian.Banyak tenaga medis
profesional menggunakan CT scan paru-paru untuk menentukan rencana
pengobatan yang tepat bagi pasien, yang meliputi peresepan, pembedahan, atau
terapi radiasi.
CT scan paru-paru biasanya tergolong kedalam kategori CT scan dada
atau toraks.Prosedur untuk melakukan CT scan paru-paru meliputi penghasilan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 28


berbagai gambaran X-ray, yang disebut dengan irisan yang dilakukan di dada
atau abdomen bagian atas pasien.Irisan-irisan tersebut kemudian dimasukkan
kedalam komputer untuk melihat gambaran akhir yang dapat dilihat dari berbagai
sudut, sisi, dan bidang.Tidak seperti prosedur X-ray tradisional, CT scan
menyediakan gambaran yang lebih rinci dan akurat yang menunjukkan hingga
abnormalitas atau ketidakteraturan yang bersifat minor.
Selain itu, CT scan paru-paru lebih berguna untuk mendiagnosis tumor
paru apabila dibandingkan dengan X-ray standar pada dada.Itulah mengapa CT
scan paru-paru digunakan untuk menentukan lokasi, ukuran, dan bentuk dari
pertumbuhan kanker.Prosedur pencitraan ini juga dapat membantu
mengidentifikasi adanya pembesaran nodus limfa, yang merupakan gejala dari
penyebaran sel kanker dari paru-paru.
3) MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio
untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. MRI dapat memberikan
gambaran struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan pada tes lain, seperti Rontgen,
USG, atau CT scan.
7. Mekanisme pencegahan dan pengobatan pada kasus asfiksia,
hiperbilirubin dan bronchomalacia
a. Asfiksia
Kejadian asfiksia neonatorum dapat dihindari dengan cara melakukan tindakan
pencegahan yang komprehensif setelah persalinan dengan cara:
1) Meningkatkan upaya kardiovaskuer efektif
2) Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh
3) Mencegah cidera atau komplikasi
4) Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi
5) Beri asupan ASI sesering mungkin setelah keadaan memungkinkan.

Pengobatan/penanganan pada asfiksia digolongkan dalam 3 bagian yaitu:

Buku Asuhan Keperawatan Anak 29


1) Sebelum persalinan
Tambahan oksigen untuk ibu sebelum melahirkan yang tujuannya juga adalah
untuk membuat oksigenasi pada bayi sebelum dilahirkan dapat meningkat. Dengan
begitu, saat proses persalinan dan juga pasca kelahiran, bayi dalam kondisi yang baik
tak kekurangan oksigen.
2) Selama Persalinan
Operasi caesar juga menjadi pilihan untuk pengobatan yang paling potensial
ketika proses kelahiran sangatlah sulit dan memakan waktu sangat lama. Apabila
terdeteksi bahwa pasokan oksigen kurang memadai dari plasenta, maka tentunya bayi
jelas akan menderita asfiksia. Selain operasi caesar, penggunaan forsep juga akan
turut mendukung persalinan darurat yang bertujuan menyelamatkan sang bayi
maupun sang ibu.

3) Sesudah Persalinan

Dibutuhkan adanya ventilasi untuk si kecil sebagai cara mengatasi kekurangan


oksigen dan membuat pernapasan dapat tertunjang dengan baik. Hal ini juga biasanya
disertai dengan menjaga bayi untuk tetap hangat. Dokter pun akan melanjutkan
dengan pengecekan tekanan darah si kecil berikut juga memberikan asupan cairan
yang cukup. Dengan begitu, bayi baru lahir akan memperoleh oksigen yang cukup.
Obat anti-inflamasi, vitamin dan magnesium merupakan pemberian terapi obat yang
dokter biasanya akan berikan ketika bayi mengalami kejang saat telah diketahui
menderita asfiksia neonatorum. Dalam masa pengobatan ini, dokter perlu
melakukannya secara ekstra hati-hati demi mencegah terjadinya cedera dampak
kejang-kejang tersebut.

b. Hiperbilirubin
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1) Pengawasan antenatal yang baik
2) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 30


3) Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4) Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5) Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
6) Pemberian makanan yang dini.
7) Pencegahan infeksi

Pengobatan/penanganan pada penyakit hiperbilirubin

Penanganan bayi kuning secara khusus akan ditentukan oleh dokter yang
menanganinya. Moms akan mendapatkan rekomendasi pengobatan untuk si kecil
berdasarkan:

1) Usia kehamilan Moms, kesehatan secara menyeluruh, riwayat medis


2) Tingkat atau stadium hiperbilirubin yang diderita si kecil
3) Toleransi si kecil terhadap jenis obat, terapi, atau prosedur pengobatan
tertentu
4) Perkembangan hiperbilirubin pada bayi Pengobatan juga dilakukan
berdasarkan penyebab hiperbilirubin. Tujuannya untuk menjaga kadar
bilirubin agar tidak meningkat menuju level berbahaya.

Secara medis, ada beberapa pilihan untuk menangani hiperbilirubin:

1) Fiberoptic blanket,
2) Transfusi untuk menggantikan darah bayi yang sudah rusak dengan darah
segar,
3) Hidrasi yang cukup dengan memberikan ASI (baik langsung maupun ASI
pompa),
4) Mengobati akar penyebab hiperbilirubin, seperti infeksi.

Penanganan hiperbilirubin pada bayi juga bisa Moms lakukan dengan menjemur
bayi atau yang dikenal dengan istilah fototerapi. Namun, usahakan untuk
menghindarkan mata bayi dari pancaran langsung sinar matahari.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 31


Selain itu, untuk menangani hiperbilirubin, si kecil juga harus berjemur selama
30 hingga 60 menit setiap hari antara pukul 8-9 pagi. Saat mengajak si kecil
berjemur, lepaskan semua pakaiannya.

c. Bronchomalacia

Pengobatan pada penyakit Bronchomalacia

1) Pemberian obat antibiotic penisilin 50.000 U/kg BB/hari ditambah dengan


kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotic yang
mempunyai spectrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi yang
memungkinkan lebih dari satu jenis juga untuk menghindari resistensi
antibiotik.
2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intervena, biasanya diperlukan campuran glikosa 5% dari Nacl 0,9% dalam
perbandingan 3:1 ditambah larutan kcl 10 mEq/500ml/botol infuse.
3) Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan
hasil an analisi gas arteri.
4) Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak napas.
5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agnosis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian
terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan
mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen
bronkus.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 32


8. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus asfiksia,
hiperbilirubin dan bronchomalacia pada anak
a) Diagnosa Asfiksia
1) Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2) Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan
3) Resiko infeksi b/d prosedur invasif
b) Diagnosa Hiperbilirubin
1) Resiko Ikterik neonatus b/d usia kurang dari 7 hari
2) Resiko gangguan integritas kulit b/d terapi radiasi (foto terapi) dan
eksresibillirubin
c) Diagnosa Bronchomalacia
1) Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbanganventilasi-perfusi
2) Pola napas tidak efektif b/d imaturitas neurologis
3) Intoleransi aktivitas b/d insufisiensi ventilasi dan oksigenasi
9. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan asfiksia,
hiperbilirubin dan bronchomalacia

a. Intervensi Asfiksia
Menurut SIKI DPP PPN (2016), intervensi keperawatan pada Asfiksia sebagai
berikut:
1) Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

Intervensi

a) Memonitor kecepatan aliran oksigen


b) Pertahankan kepatenan jalan napas
c) Ajarkan pasien atau keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
d) Kolaborasi penentuan oksigen

Buku Asuhan Keperawatan Anak 33


2) Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan
Intervensi

a) Monitor pola napas (frekuensi,kadalaman,usaha napas)


b) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling,mengi,wheezing,ronkhi kering)
c) Pertahanan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
d) Anjurkan asupan cairan 2000 m/hari,jika tidak kontraindikasi
e) Kolaborasi pemberian,ekspektoran,mukolitik,jika perlu

3) Resiko infeksi b/d prosedur invasif

intervensi

a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistenik


b) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
c) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
d) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
e) Kolaborasi pemberian imunisasi,jika perlu

b. Intervensi Hiperbilirubin
Menurut SIKI DPP PPN (2016), intervensi keperawatan pada Hiperbilirubin
sebagai berikut:
1) Resiko Ikterik neonatus b/d usia kurang dari 7 hari

Intervensi

a) Identifikasi kondisi awal bayi setelah lahir (kecukupan bulan,air ketuban jernih
atau bercampur mekonium,menangis spontan,tonus otot)
b) Lakukan inisiasi menyusui dini (IMD) segera setelah bayi lahir
c) Ajarkan ibu menyusui bayi setiap 2 jam
d) Anjurkan ibu mencuci tangan sebelum menyentuh bayi

Buku Asuhan Keperawatan Anak 34


2) Resiko gangguan integritas kulit b/d terapi radiasi (foto terapi) dan
eksresibillirubin

Intervensi

a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan


sirkulasi,perubahan status nutrisi,penurunankelembaban,suhu lingkungan
ekstrem,penurunan mobilitas)
b) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,jika perlu
c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

c. Intervensi Brochomalacia
Menurut SIKI DPP PPN (2016), intervensi keperawatan pada Bronchoalacia
sebagai berikut:
1) Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbanganventilasi-perfusi
Intervensi
a) Memonitor kecepatan aliran oksigen
b) Pertahankan kepatenan jalan napas
c) Ajarkan pasien atau keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
d) Kolaborasi penentuan oksigen
2) Pola napas tidak efektif b/d imaturitas neurologis
Intervensi
a) Monitor pola napas (frekuensi,kadalaman,usaha napas)
b) Pertahanan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
c) Anjurkan asupan cairan 2000 m/hari,jika tidak kontraindikasi
d) Kolaborasi pemberian,ekspektoran,mukolitik,jika perlu
3) Intoleransi aktivitas b/d insufisiensi ventilasi dan oksigenasi
Intervensi
a) dentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor lokasi ketidak nyaman selama melakukan aktivitas
c) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus(mis.
cahaya,suara,kunjungan)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 35


d) Lakukan latihan rentan gerak pasif dan / atau pasif

F. HASIL ANALISIS BAYI RISIKO TINGGI


Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan pada kasus skenario diatas, bayi
neonatus tersebut dapat dikatakan mengalami asfiksia. Hal ini dapat dilihat dari hasil
pengkajian APGAR Score 4/5 yang artinya pada menit pertama bernilai 4 kemudian
pada menit kelima bernilai 5 (nilai APGAR asfiksia sedang yaitu 4-6),sedangkan
nilai normal APGAR pada bayi yaitu 7-10.
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan pula bayi neonatus mengalami sesak,
sianosis perifer karna gangguan pertukaran gas yang disebabkan ketidakseimbangnya
vertilasidan perfusi sehingga kurangnya asupan oksigen pada tubuh, CRT 4 detik
yang menandakan penurunan perfusi perifer, dehidrasi dan hipotermia.
Jadi berdasarkan hasil pengkajian diatas diagnosa dan intervensi yang diterapkan
yaitu
1. Gangguanpertukaran gas b/d ketidakseimbanganventilasi-perfusi

Intervensi

a) Memonitor kecepatan aliran oksigen


b) Pertahankan kepatenan jalan napas
c) Ajarkan pasien atau keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
d) Kolaborasi penentuan oksigen

2. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan

Intervensi

a) Monitor pola napas (frekuensi,kadalaman,usaha napas)


b) Pertahanan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
c) Anjurkan asupan cairan 2000 m/hari,jika tidak kontraindikasi
d) Kolaborasi pemberian,ekspektoran,mukolitik,jika perlu

Buku Asuhan Keperawatan Anak 36


3. Resiko hipotermia b/d kekurangan lemak subkutan

Intervensi

a) Monitor suhu tubuh


b) Sediakan lingkungan yang hangat(mis. Atur suhu ruangan,inkubator)
c) Lakukan penghangatan pasif
d) Lakukan penghangatan aktif internal
e) Lakukan penghangatan aktif eksternal

G. Integritas keislaman yang berhubungan dengan kasus


Dalam buku 'Alquran vs Sains Modern menurut Dr Zakir Naik' karya Ramadhani
dkk, udara tersebut juga akan menerima karbondioksida hasil buangan dari sel-sel
tubuh yang akan dikeluarkan saat manusia membuang napas.

Pertukaran oksigen dan karbondioksida merupakan proses yang sangat penting


bagi tubuh manusia. Semua proses itu terjadi secara otomatis, baik dalam keadaan
sadar maupun dalam keadaan tidak sadar.

Apabila proses itu dikendalikan oleh kesadaran manusia, maka di saat manusia
tidur, maka manusia akan berhenti bernapas. Namun, kenyataannya tidak demikian.

‫َوآتَا ُكم ِمن‬

Terjemah Arti: Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala
apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim
dan sangat mengingkari (nikmat Allah).(Q.S Ibrahim ayat 34)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 37


BAB II

NEONATUS

A. Skenario/Kasus pemicu

Skenario 2

“Patofisiologi Asuhan Keperawatan pada neonatus”

Neonatus perempuan usia gestasi 29 minggu lahir spontan, menangis lemah


disertai dengan pergerakan lemah. Hasil pengkajian didapatkan lapisan lemak
subkuteneus sedikit, kulit transparan mengkilat dengan pembuluh darah kecil yang
terlihat dibawah epidermis,lanugo hampir menutupi seluruh badan, refleks lemah,
nodul papilla belum berkembang, labia minora dan klitoris menonjol, pernapasan
periodik, hipoventilasi dan adanya periode apnea, hipoglikemia dan hiperbilirubin,
berat lahir 1600 gr, panjang badan 39 cm, lingkar dada 24 cm, lingkar kepala 30 cm,
kulit tipis dan transparan, lanugo banyak, lapisan lemak subkutan tipis, genitalia
belum terbentuk secara sempurna, otot hipotonik pernapasan belum teratur, refleks
isap, menelan dan batuk belum sempurna.

Surat Al-Hajj Ayat 5

‫ن ال َّناسُ أَيُّهَا يَا‬


ُ ِ‫ث ِمنَُ رَيبُ فِي كنتمُ إ‬ ُِ ‫خلَقنَاكمُ َف ِإنَّا البَع‬ َ ُ‫م ترَابُ ِمن‬ َُّ ‫م نط َفةُ ِمنُ ث‬
َُّ ‫ِمنُ ث‬
ُ‫م َعلَ َقة‬َُّ ‫خل َّ َقةُ مض َغةُ ِمنُ ث‬
َ ‫خلَّ َقةُ َو َغي ُِر م‬ ُِ ‫شاءُ مَا اْلَرحَا‬
َ ‫م فِي وَن ِق ُُّر ۚ لَكمُ لِنب َِينَُ م‬ َ َ‫أَجَلُ إِلَىُ ن‬
‫مى‬ ًّ ‫س‬
َ ‫مم‬ َُّ ‫ل نخ ِرجكمُ ث‬ ًُ ‫طف‬ ِ ‫م‬ َُّ ‫إِلَىُ ير َُُّد مَنُ َو ِمنكمُ ي َتو ََّفىُ مَنُ َو ِمنكمُ ۚ أَش َّدكمُ لِتَبلغوا ث‬
ُِ ‫ل العم ُِر أَر َذ‬
‫ل‬ َُ َ‫د ِمنُ يَعل‬
َ ِ‫م ل‬
َُ ‫كي‬ ُِ ‫علمُ بَع‬ ِ ‫شي ًئا‬ َ ‫المَا َُء َعلَيهَا أَنزَلنَا َف ِإ َذا‬
َ ۚ ‫ها ِم َد ًُة اْلَرضَُ َوتَرَى‬
ُ‫ل ِمنُ وَأَنبَتَتُ َو َربَتُ اه َت َّزت‬ ُِ ‫ب َِهيجُ زَوجُ ك‬

Terjemah Arti:

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari

Buku Asuhan Keperawatan Anak 38


setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan
kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang indah.

Penjelasan ayat :

Wahai manusia! Hidup sesudah mati itu suatu keniscayaan. Jika kamu
meragukan hari kebangkitan dari alam kubur, maka perhatikanlah perkembangan
hidup kamu. Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, yakni saripati
makanan yang berasal dari tanah. Kemudian dari setetes mani, yang sudah bercampur
antara sperma dan sel telur. Kemudian dari segumpal darah, setelah beberapa minggu.
Kemudian dari segumpal daging setelah segumpal darah itu tumbuh-kembang
menjadi segumpal daging dengan dua kemungkinan, ada yang sempurna kejadiannya
tanpa cacat apa pun, dan yang tidak sempurna, karena ada cacat fisik maupun mental
sejak dari kandungan, agar Kami jelaskan kepada kamu bahwa kamu berada dalam
kekuasaan Kami. Dan Kami tetapkan kamu sewaktu embrio dalam rahim ibumu
menurut kehendak Kami hingga tiap orang berbeda rentang waktu berada dalam
kandungan ibunya sampai waktu yang sudah ditentukan, biasanya setelah 36 minggu.
Kemudian Kami keluarkan kamu dari rahim ibu kamu sebagai bayi, kemudian
dengan berangsur-angsur kamu sampai kepada usia dewasa. Dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dalam usia muda, bahkan masih bayi; dan ada pula yang diberi umur
panjang, serta dikembalikan kepada usia pikun karena sangat tua, sehingga dia tidak
mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya karena penyakit ketuaannya. Dan
ada contoh lain betapa mudah bagi Allah membangkitkan manusia dari alam kubur,

Buku Asuhan Keperawatan Anak 39


kamu lihat bumi ini kering, karena kekurangan air di musim kemarau, kemudian
apabila telah Kami turunkan air hujan di atasnya, maka hidup-lah bumi yang kering
kerontang itu dan menjadi subur dan bumi yang subur itu menumbuhkan berbagai
jenis pasangan tetumbuhan yang indah. Demikianlah paparan empiris tentang
argumentasi betapa mudah bagi Allah membangkitkan manusia dari alam kubur
menuju mahsyar. 6. Adapun yang demikian itu, membangkitkan manusia dari alam
kubur, sangat mudah bagi Allah, karena sungguh Allah, Dialah yang hak, satu-
satunya Tuhan yang berhak disembah, dan sungguh, Dialah Tuhan yang kekuasaan-
Nya terasa dalam kehidupan ini, yaitu menghidupkan segala yang telah mati, dan
sungguh, Dia, Tuhan, Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, sehingga tak ada satu pun
makhluk yang sanggup melawan kekuasaan-Nya.

Referensi: https://tafsirweb.com/5741-surat-al-hajj-ayat-5.html

B. Hasil analisis sintesis


1. Defenisi Bayi Prematur dan BBLR
a. Bayi Prematur

Sumber gambar: https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fasset-


a.grid.id

Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi prematur

Buku Asuhan Keperawatan Anak 40


ataupun bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa
memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat badan
kurang 2500 gram (Surasmi, Handayani & Kusuma, 2003, hlm. 31 dalam Kaban,
2016).

Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu dan dengan berat badan yang rendah (Whaley & Wong, 2004). Pada bayi
prematur kematangan semua organ belum tercapai dengan baik (Wibowo, 2017).

Priyono, 2010 mengatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan
usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.
Sebagian besar organ tubuhnya juga belum berfungsi dengan baik, karena
kelahirannya yang masih dini. Maka dari itu, perlu diberikan perawatan khusus
untuknya.

Menurut Darma, 2017 bahwa bayi prematur adalah yang dilahirkan dalam usia
gestasi kurang dari 36 minggu. Bayi prematur yang dilahirkan dalam usia gestasi <37
minggu mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit – penyakit yang berhubungan
dengan prematuritas, antara lain sindroma gangguan pernafasan idiopatik ( penyakit
membran hialin ), aspirasi pneumonia karena refleksi menelan dan bantuk belum
sempurna, pendarahan spontan dala fentrikel otak lateral, akibat anoksia otak, (erat
kaitannya dengan gangguan pernapasan, hiperbilirubinemia, kerena fungsi hati belum
matang), hipotermia.

Sedangkan menurut Godfrey and Barker,2000; Bismarck-Nasr et al.,2008 dalam


Sauer, Costa, Barreto, & Teixeira, 2019 bahwa Bayi BBLR adalah “A child
weighting less than 2,500 g at birth is considered as having “low birth weight”
(LBW), a condition that predisposes him or her to greater morbidity and mortality in
childhood and adulthood (McCormick,1985; Kramer,1987; Godfrey and
Barker,2000). It is known that LBW is a marker of poor fetal nutrition. In order to
survive, the fetus suffering from intrauterine malnutrition undergoes endocrine and
metabolic adaptations. These may result in harmful late effects such as obesity,

Buku Asuhan Keperawatan Anak 41


diabetes, metabolic syndrome, hypertension and coronary diseases (Godfrey and
Barker,2000; Bismarck-Nasr et al.,2008)”.

Anak yang beratnya kurang dari 2.500 g saat lahir dianggap sebagi “Berat Lahir
Rendah” (BBLR), suatu kondisi yang menjadi predisposisi bagi bayi laki-laki
maupun perempuan untuk morbiditas dan mortalitas yang lebih besar dimasa kecil
dan dimasa dewasa. Diketahui bahwa BBLR merupakan penanda nutrisi janin yang
buruk. Selama dalam kandungan, janin menderita malnutrisi intrauterin, mengalami
adaptasi endokrin dan metabolisme. Ini mungkin terjadi dalam efek akhir yang
berbahaya seperti obesitas, diabetes, metabolisme sindrom, hipertensi, dan penyakit
jantung.

b. Bayi BBLR

Sumber gambar: https://images.app.goo.gl/9Ne5ku9qTadqEjcDA

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang di timbang
dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Sembiring, 2017)

World Health Organization (WHO) menyatakan Preterm atau Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) merupakan neonatus yang terlahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram (Padila, Amin, & Rizki, 2018).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 42


Menurut World Health Organization (WHO), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
adalah berat bayi saat lahir kurang dari 2500 gram. Pengertian BBLR menurut
Kementerian Kesehatan RI adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gr yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir.
BBLR merupakan indikator yang penting untuk mengukur kesehatan bayi karena
adanya hubungan antara berat lahir dengan kematian maupun kesakitan pada bayi (E.,
A., & Khasanah, 2016).

Dalam penelitiaan Matsushima, Shimizutani, & Yamada, 2018 dijelaskan bahwa


“The JSTAR survey conducted in 2015 provides us information on
prematurity/LBW; a premature baby is one born before he/she is fully developed
(born before full-term) while a LBW baby is one simply born at a weight under
2,500g. Although “premature” and “low birth weight” are not the same in medical
terminology, they were previously used interchangeably in Japan (Sato 2012)”.

Survei JSTAR dilakukan pada tahun 2015 memberikan kami informasi tentang
prematuritas / BBLR; bayi prematur yang lahir sebelum ia / dia sepenuhnya
dikembangkan (lahir sebelum jangka penuh) sementara bayi BBLR adalah salah satu
hanya lahir pada berat di bawah 2,500g. Meskipun “prematur” dan “berat lahir
rendah” tidak sama dalam istilah medis, mereka sebelumnya digunakan secara
bergantian di Jepang (Sato 2012).

2. Penyebab Kelahiran Bayi Prematur dan BBLR


a. Bayi Prematur

Faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur diantaranya:

1) Faktor ibu, riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum,


malnutrisi, kelainan uterus, hidromion, penyakit jantung / penyakit kronik
lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma, kebiasaan, yaitu
pekerjaan yang melelahkan, merokok;

Buku Asuhan Keperawatan Anak 43


2) Faktor janin, cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramion, ketuban pecah dini;
3) Keadaan sosial ekonomi yang rendah (Prawirohardjo, 2006, hlm. 775). Risiko
persalinan prematur pada ibu dengan riwayat KPD (Ketuban Pecah Dini) saat
kehamilan , 37 minggu (PPROM, preterm premature rupture of membrane)
adalah 34-44%, sedangkan resiko untuk mengalami PPROM kembali sekitar
16-32% (Krisnadi, 2009, hlm. 53 dalam Kaban, 2016).

Sedangkan menurut Priyono, 2010 bahwa penyebab kelahiran prematur adalah


Kelahiran prematur bisa disebabkan adanya masalah pada ibu hamil, juga pada janin
itu sendiri.ibu hamil yang mengalami masalah seperti letak plasenta yang menutupi
jalan lahir, lepasnya plasenta sebelum waktunya melahirkan, perdarahan sebelum
melahirkan serta ketuban pecah dini, mempunyai resiko mengalami kelahiran
prematur. Adanya gangguan organ reproduksi, seperti adanya kelainan dalam rahim
atau leher rahim karena adanya miom (umor jaringan otot), juga bisa menyebabkan
janin lahir prematur.

Bila selama kehamilan ibu mengalami gangguan penyakit, seperti penyakit


jantung, tekanan darah tinggi (hipertensi), asma, kencing manis (diabetes melitus),
kelainan kelenjar tiroid, infeksi ginjal atau infeksi lainnya, serta kondisi kekurangan
gizi (malnutrisi), bisa pula memicu kelahiran prematur. Hal ini yang dianggap punya
andil dalam kelahiran prematur adalah kebiasaan merokok, minum-minuman
beralkohol, serta kondisi stres.

Dari segi janin, bila janin memiliki catat bawaan, maka ada kemungkinan ia lahir
sebelum waktunya. Kehamilan kembar, juga banyak menyebabkan jalan lahir
prematur.

Beberapa faktor mempunyai andil dalam terjadinya persalinan prematur/prematur


seperti faktor pada ibu, faktor janin dan plasenta, ataupun faktor lain seperti
sosioekonomik (Winkjosastro, 2014). Beberapa faktor penyebab akan menambah
keadaan prematuritas antara lain : infeksi saluran kemih, penyakit ibu seperti
hipertensi dalam kehamilan, asma, penyakit jantung, kecanduan obat, kolestatis,

Buku Asuhan Keperawatan Anak 44


anemia, keadaan yang menyebabkan distensi uterus berlebihan yaitu kehamilan
multiple, hidramnion, diabetes, isoimunisasi Rh, peradarahan antepartum, infeksi
umum pada ibu, tindakan bedah selama kehamilan, kehamilan dengan AKDR
(Rukiyah & Yulianti, 2010 dalam Eliza, Nuryani, & Rosmiyati, 2017)

Secara umum, menurut Eliza, Nuryani, & Rosmiyati, 2017 bahwa ada beberapa
faktor yang dapat mengakibatkan prematur, yaitu:

1) Faktor Usia

Ibu hamil dengan usia <16 tahun/ >35 tahun berisiko 2,198 kali lebih tinggi
untuk mengalami persalinan prematur dibandingkan dengan ibu hamil dengan usia
16-35 tahun. Secara fisik alat reproduki pada usia <20 tahun belum terbentuk
sempurna, pada umumnya rahim masih relatif kecil karena pembentukan belum
sempurna dan pertumbuhan tulang panggul belum belum cukup lebar. Pada usia <20
tahun kondisi ibu juga masih dalam tahap pertumbuhan sehingga masukan makanan
banyak dipakai untuk ibu sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin.
Sedangkan pada usia >35 tahun risiko terjadinya komplikasi kehamilan juga
meningkat yang berdampak pada morbiditas dan mortalitas bayi yang akan
dilahirkan.

2) Faktor Paritas

Ibu hamil dengan paritas 1 atau ≥4 berisiko 4,419 kali lebih tinggi untuk
mengalami persalinan prematur dibandingkan dengan ibu hamil dengan paritas 2-3.
Pada paritas 1 atau primigravida resiko ibu mengalami komplikasi preeklampsia dan
eklampsia lebih tinggi, sedangkan preeklampsia-eklampsia merupakan salah satu
komplikasi kehamilan yang berdampak pada morbiditas dan mortalitas dari ibu
maupun bayi yang yang akan dilahirkan. Komplikasi yang dialami oleh ibu seperti
preeklampsia-eklampsia cenderung menyebabkan kehamilan harus diterminasi
sehingga meningkatkan risiko untuk terjadinya persalinan preterm.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 45


3) Faktor Komplikasi

Ibu hamil dengan komplikasi kehamilan berisiko 12,711 kali lebih tinggi untuk
mengalami persalinan prematur dibandingkan dengan ibu hamil tanpa komplikasi
kehamilan. Komplikasi kehamilan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
kejadian persalinan prematuritas. Selain itu komplikasi yang dialami oleh ibu selama
kehamilan akan berdampak pada morbiditas dan mortalitas dari bayi yang yang akan
dilahirkan. Komplikasi yang dialami oleh ibu seperti preeklampsia-eklampsia
cenderung menyebabkan kehamilan harus diterminasi sehingga meningkatkan risiko
untuk terjadinya persalinan prematur.

4) Faktor Ketuban Pecah Dini

Ibu hamil dengan ketuban pecah dini berisiko 6,277 kali lebih tinggi untuk
mengalami persalinan prematur dibandingkan dengan ibu hamil tanpa riwayat
ketuban pecah dini. Komplikasi KPD dapat mengarah pada persalinan prematur. Hal
ini akan meningkatkan risiko pretermitas dan komplikasi perinatal serta neonatal,
sehingga perlu ibu hamil untuk mengenal penanganan KPD karena diagnosisi yang
cepat dan penanganan yang adekuat dapat menyelamatkan janin.

5) Faktor Tingkat Pendidikan Ibu

Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah berisiko 2,748 kali lebih tinggi
untuk mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu hamil dengan dengan
tingkat pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan mempengaruhi
pola pikir ibu dan keputusan yang ibu ambil terhadap kesehatannya. Karena dengan
tingkat pendiidikan ibu tinggi, ibu akan memahami langkah-langkah yang dapat
dilakukan untuk menjaga kehamilannya antara lain pentingnya pemeriksaan
kehamilan yang sesuai dengan standar untuk memproteksi dini terjadinya kelainan
dalam kehamilannya sehingga mendapatkan intervensi yang tepat lebih awal.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 46


b. Bayi BBLR

Etiologi atau penyebab persalinan prematur dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu penyebab yang dikarenakan faktor fisiologis dan non fisiologis. Adapun
predisposisi dari persalinan preterm yaitu: adanya riwayat persalinan preterm masa
lalu, kelainan pada amnion, infeksi saluran kemih, hamil kembar, gangguan uterus,
faktor biological, adanya riwayat perdarahan, ibu yang mengalami hipereklapmsia
dan riwayat diabetes gestasional, AKDR masih didalam rahim, penyakit resus,
kematian fetus, sosial ekonomi, tekanan psikologis dan kebudayaan yang dianut
(Manuaba, Ida, B.G, dkk. 2007 dalam Padila, Amin, & Rizki, 2018).

Sedangkan menurut Sembiring, 2017 bahwa penyebab terbanyak terjadinya


BBLR adalah klahiran prematur. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.

1) Faktor ibu
a) Penyakit

Seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lan-lain

b) Komplikasi pada kehamilan

Komplikasi yang terjadi pada kehamilan ibu seperti pendarahan antepartum, pre-
eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm

c) Usia ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi di temukan pada bayi yang di lahirkan oleh ibu-ibu
dengan usia <16 tahun/<35 tahun

2) Faktor kebiasaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol
dan ibu pengguna narkotika

Buku Asuhan Keperawatan Anak 47


3) Faktor janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ ganda (genetik), kelainan kromosom

4) Faktor lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,
sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun

Lopezosa dkk., 2019 menambahkan bahwa “Low birth weight was associated to
young mothers and mothers aged 35 or older, with level of education
secondary studies, and single mothers “.

Kelahiran rendah berat dikaitkan dengan ibu muda dan ibu berusia 35 atau lebih
tua, dengan tingkat pendidikan studi menengah, dan orang tua tunggal.

Hoy, Mott, & Nicol, 2017 juga menambahkan beberapa penyebab preamtur dan
BBLR dimana “Additional reports cite, as reasons for poor fetal growth, extremes of
maternal age (<20 years and >45 years), closely spaced pregnancy, macro- and
micronutrient deficiency, alcohol use, second-hand smoke, inflammation, maternal
infec- tions, vaginosis, chorioamnionitis, intrauterine hypoxia, eclampsia and
preeclampsia, as well as stress, exhaustion, abuse, violence, and poverty”.

Laporan tambahan menyebutkan, sebagai alasan untuk pertumbuhan janin yang


buruk, ekstrem usia ibu (<20 tahun dan> 45 tahun), erat jarak kehamilan, defisiensi
makro dan mikronutrien, penggunaan alkohol, perokok pasif, peradangan, infeksi ibu
tions, vaginosis, korioamnionitis, hipoksia intrauterin, Peklampsia dan preeklamsia,
serta stres, kelelahan, penyalahgunaan, kekerasan, dan kemiskinan.

3. Klasifikasi Bayi Prematur dan BBLR


a. Bayi Prematur

Klasifikasi bayi prematur menurut Surasmi, 2003 dalam Kusumawati, 2018,


yaitu:

Buku Asuhan Keperawatan Anak 48


1) Bayi yang sangat prematur dengan gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar
untuk hidup;
2) Bayi prematur sedang berat badan 1500-2500 gram, kesanggupan untuk
hidup jauh lebih baik dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari
lebih ringan, sedangkan;
3) Borderline premature dengan berat 2500-3250 gram mempunyai sifat-sifat
seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur.
b. Bayi BBLR

Menurut E., A., & Khasanah, 2016 bahwa klasifikasi BBLR berdasarkan berat
badan saat lahir adalah:

1) Bayi berat lahir amat sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 1000 gram;
2) Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan
antara 1000 sampai dengan 1500 gram, dan;
3) Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan antara
1500 sampai dengan 2500 gram

Sedangkan menurut Nasution, 2018 bahwa beberapa klasifikasi pengelompokan


BBLR, adalah sebagai berikut:

1) Menurut harapan hidup:


a) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan
1500 – 2499 g.
b) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir dengan berat
badan (<1500 g)
c) Bayi Berat Lahir Eksterm Rendah (BBLER), yaitu bayi yang lahir dengan berat
badan (<1000 g).
2) Menurut masa gestasi:
a) Bayi kurang bulan (Pre-term) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi kurang dari
37 minggu (kurang dari 259 hari).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 49


b) Bayi cukup bulan (Term) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi mulai dari 37
minggu sampai kurang dari 42 minggu (259 sampai 293 hari).
c) Bayi lebih bulan (Post-term) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi 42 minggu
atau lebih (294 hari atau lebih). (Kosim, 2014; Hasan, 2000)

Lopezosa dkk., 2019 menambahkan bahwa “The WHO also defines low birth
weight (LBW) as a newborn with a weight below 2500 g. This institution defines
very LBW as being less than 1500 g, and extreme LBW when it is below 1000 g”

WHO juga mendefinisikan berat lahir rendah (BBLR) sebagai bayi baru lahir
dengan berat di bawah 2500 g. Lembaga ini sangat mendefinisikan BBLR sebagai
kurang dari 1500 g, dan BBLR ekstrem ketika di bawah 1000 g.

4. Karakteristik Bayi Prematur dan BBLR


a. Bayi Prematur

Karakteristik bayi prematur menurut Wong et al, 2009 dalam Zen, 2017 yaitu
bayi prematur sangat kecil dan tampak kurus (dismatur, kecil untuk masa kehamilan,
asymetris, malnutrisi fetal) dikarenakan memiliki sedikit deposit lemak subkutan atau
bahkan dalam beberapa kasus prematuritas sangat kurang. Kepala bayi prematur
secara proporsional tampak lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya. Warna kulit
bayi merah muda terang dan terkadang transparan, hal ini tergantung pada derajat
imaturitasnya. Kulit halus dan mengkilat dengan pembuluh darah kecil yang tampak
di bawah epidermis yang tipis. Lanugo sangat banyak di seluruh tubuh dengan
penyebaran yang tidak merata. Kartilago telinga lunak dan dapat dilipat. Garis
minimal pada telapak tangan dan telapak kaki sehingga tampak halus. Tulang
tengkorak dan rusuk terasa lunak, dan mata masih tertutup palpebra edema. Pada bayi
laki-laki memiliki sedikit rugae pada skrotum dan testisnya belum turun (desenden
testicular negatif). Sedangkan pada bayi perempuan tampak labia dan klitoris masih
menonjol.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 50


b. Bayi BBLR

Gambaran umum atau karakteristik pada bayi BBLR adalah bayinya terlihat
lebih kecil, berat badan bayi kurang dari normal, rerata anaknya lahir dengan berat
badan kurang dari 2 kg, kelahiran kurang dari 9 bulan, kelahiran 7 bulan dan kurang
bulan (Padila, Amin, & Rizki, 2018)

5. Perubahan Fisiologis yang terjadi pada Bayi Prematur dan BBLR


a. Bayi Prematur

Matsushima, Shimizutani, & Yamada, 2018 menyatakan bahwa ada beberapa


perubahan fisiologis pada bayi prematur, antara lain:

1) Respiratory (Pernafasan)

“Fetal lungs achieve drastic maturation at the end of gestation. In preterm


neonates this last surge of lung maturity is absent, resulting in significantly impaired
alveolarization and dysmorphic vasculogenesis. As a result, functional residual
capacity is reduced and has an adverse impact on respiratory function. Surfactant
deficiency is common and leads to respiratory distress syndrome if untreated. Chest
wall structure and limited diaphragmatic apposition introduces mechanical
inefficiencies in ventilation. The neonatal lung and chest wall possess variable
compliances—the lungs are less compliant, whereas the chest wall is extremely
compliant. This uncoupling predisposes the chest wall to deformational forces, and
much of the respiratory energy is expended in counteracting these forces.
Compensation is with a higher resting respiratory rate than that seen in older children
and adults”

Paru-paru janin mencapai pematangan drastis pada akhir kehamilan. Pada bayi
prematur, lonjokan kematangan paru terakhir tidak ada, mengakibatkan alveolarisasi
dan dismorphic terganggu vasculogenesis. Akibatnya, kapasitas residu fungsional
berkurang dan memiliki dampak buruk pada fungsi pernafasan. Surfaktan defisiensi
sering terjadi dan menyebabkan sindrom gangguan pernafasan jika tidak diobati.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 51


Struktur dinding dada dan aposisi diafragma terbatas mengakibatkan
ketidakefisiensinan mekanis dalam ventilasi. Neonatal dinding paru-paru dan dada
memiliki kepatuhan yang bervariasi, paru-paru kurang patuh sedangkan dinding dada
sangat patuh. Pemusutan ini merupakan predisposisi dinding dada untuk gaya
deformasi, dan banyak energi pernapasan dikeluarkan dalam menangkal kekuatan-
kekuatan ini. Kompensasi adalah dengan pernapasan yang lebih tinggi daripada yang
terlihat pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa.

2. Renal and Gastrointestinal (Ginjal dan Saluran Pencernaan

“Nephrogenesis is completed at 35 weeks of gestation; however, structural and


functional growth of the kidney continues for several months after birth. The biggest
limitation in renal function inthe neonate is the rate of glomerular filtration, which, in
the first few days of life, is one-third that seen in adults. Tubular and medullary renal
function limit the maximal urine-concentrating ability of the newborn infant to half
that of an adult. These functional limitations make the neonate more vulnerable to
fluid overload or depletion.Premature infants are at increased risk for necrotizing
entero-colitis. The main risk factors are poor systemic perfusion (particularly if the
cardiac anomaly causes substantial aortic runoff to the lungs) and higher dosage of
prostaglandins. Jaundice is more severe, particularly in LBW or very LBW infants
because of reduced blood cell survival and liver immaturity”.

Nefrogenesis selesai pada usia kehamilan 35 minggu, namun pertumbuhan


struktural dan fungsional ginjal berlanjut untuk beberapa bulan setelah kelahiran.
Keterbatasan fungsi ginjal pada neonatus adalah laju filtrasi glomerulus, yang pada
awalnya beberapa hari kemudian, adalah sepertiga yang terlihat pada orang dewasa.
Tubular dan fungsi ginjal medular membatasi konsentrasi urin maksimal kemampuan
bayi yang baru lahir hingga setengah dari orang dewasa. Keterbatasan fungsional ini
membuat neonatus lebih rentan terhadap cairan kelebihan atau penipisan. Bayi
prematur berada pada risiko yang meningkat untuk necrotizing entero-radang usus
besar. Faktor risiko utama adalah perfusi sistemik yang buruk (khususnya jika

Buku Asuhan Keperawatan Anak 52


anomali jantung menyebabkan limpasan aorta ke paru-paru) dan dosis prostaglandin
yang lebih tinggi. Penyakit kuning lebih parah, khusunya pada BBLR atau bayi
BBLR karena berkurangnya darah kelangsungan hidup sel dan ketidakdewasaan hati.

3. Temperature Regulation (Pengaturan Suhu)

“Newborn infants, particularly those born prematurely, are susceptible to


hypothermia. Their large surface area in relation to body weight permits greater heat
loss than in older children. Neonates have only a modest ability to conserve heat in
the presence of cold stressors. Shivering thermogenesis is limited in the first few
weeks to months of life. Nonshivering mechanisms such as brown fat metabolism are
recruited for heat production in neonates, but this increases oxygen consumption.
Therefore neonates benefit from care in a thermoneutral environment—the
temperature at which normal core temperature is maintained with minimal energy
expenditure”.

Bayi yang baru lahir, terutama yang lahir prematur rentang terkena hypotermia.
Luas permukaannya yang besar terkait dengan berat badan memungkinkan
kehilangan panas lebih besar daripada anak-anak yang lebih tua. Neonatus hanya
mempunyai kemampuan sederhana untuk menghemat panas terhadap dingin.
Termogenesis menggigil terbatas pada beberapa yang pertama minggu ke bulan
kehidupan. Mekanisme nonshivering seperti coklat metabolisme lemakbdirekrut
untuk produksi panas pada neonatus, tetapi hal ini meningkatkan konsumsi oksigen.
Oleh karena itu, manfaat neonatus dari perawatan di lingkungan termoneutral-suhu
dimana suhu inti normal dipertahankan dengan energi minimal pengeluaran.

4. Immune System (Sistem Imun)

“Neonatal skin and mucosa are ineffective barriers, and thus they are susceptible
to infections. Immature cellular and humoral systems limit their ability to mount an
effective immune response. Particularly at risk are premature infants with long-
standing indwelling venous catheters”.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 53


Kulit dan mukosa neonatal adalah hambatan yang tidak efektif, dan karenanya
mereka rentan terhadap infeksi. Sistem seluler dan humoral yang belum matang
membatasi kemampuan mereka untuk melakukan respon imun yang efektif. Terutama
yang beresiko adalah bayi prematur dengan lama berdiam di dalam kateter vena.

b. Bayi BBLR

Matsushima, Shimizutani, & Yamada, 2018 menyatakan bahwa ada beberapa


perubahan fisiologis pada bayi BBLR, antara lain:

1) Respiratory (Pernafasan)

“Respiratory Premature lungs are immature in structure and function. A


deficiency in surfactant may require exogenous surfactant replace-ment, oxygen
supplementation, and, in severe cases, mechanical ventilation. A variety of lung
insults result in bronchopulmonary dysplasia, dependency on mechanical ventilation
can cause sig-nificant barotrauma and interstitial emphysema, and long-standing
intubation can cause airway stenosis. Any parenchymal lung disease, fluid, or air
accumulation in the pleural space quickly exposes the diminished respiratory reserves
of the neonate”.

Paru-paru prematur adalah struktur dan fungsi yang belum matang. Defisiensi
surfaktan mungkin memerlukan penggantian surfaktan eksogen ment, suplementasi
oksigen, dan, dalam kasus yang parah, mekanis ventilasi. Berbagai hinaan paru-paru
menyebabkan bronkopulmoner displasia, ketergantungan pada ventilasi mekanis
dapat menyebabkan sinyal barotrauma dan emfisema interstitial, dan lama intubasi
dapat menyebabkan stenosis jalan napas. Setiap penyakit paru parenkim, cairan, atau
akumulasi udara di ruang pleura dengan cepat memperlihatkan berkurangnya
cadangan pernapasan neonates.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 54


2) Gastrointestinal (Saluran pencernaan)

“Gastrointestinal Premature neonates have high insensible water losses and are
prone to dehydration and electrolyte abnormalities. Gut immaturity often prevents
establishment of enteral feedings, and parenteral nutrition is required for prolonged
periods. Postnatal closure of the ductus arteriosus is unusual in extremely LBW
infants. Wide patency not only causes congestive cardiac failure but also can lead to
renal failure and necrotizing enterocolitis”

Saluran pencernaan Neonatus prematur memiliki kehilangan air yang tinggi dan
rentan untuk dehidrasi dan kelainan elektrolit. Ketidakmatangan usus sering
mencegah pembentukan pemberian makanan enteral, dan nutrisi parenteral
diperlukan untuk waktu yang lama. Penutupan duktus pascanatal arteriosus jarang
terjadi pada bayi BBLR. Patensi luas tidak hanya menyebabkan gagal jantung
kongestif tetapi juga dapat menyebabkan ginjal kegagalan dan necrotizing
enterocolitis.

3) Neurologic

“Neurologic Premature babies have abnormally developed areas of the brain,


such as the immature germinal matrix, which are susceptible to injury. These
abnormalities are also found in full-term gestation neonates with CHD, probably
caused by abnormal cerebral circula-tion in utero. Extremely premature babies are
especially prone to intraventricular hemorrhage because of fragile cerebral vessels.
Brain maturation is also considerably delayed in neonates with congenital heart
defects and more so if associated with prematurity.Preterm infants face multiple
challenges that are compounded in the presence of CHD and require special attention
in perioperative management”.

Neurologis Bayi prematur memiliki area otak yang abnormal,seperti matriks


germinal imatur, yang rentan terhadap cedera. Kelainan ini juga ditemukan pada
kehamilan penuh neonatus dengan PJK, mungkin disebabkan oleh sirkulasi serebral

Buku Asuhan Keperawatan Anak 55


yang abnormal in utero. Bayi yang sangat prematur sangat rentan untuk perdarahan
intraventrikular karena pembuluh darah otak rapuh Pematangan otak juga sangat
tertunda pada neonatus cacat jantung bawaan dan lebih dari itu jika dikaitkan dengan
prematuritas. Bayi prematur menghadapi banyak tantangan yang dipersulit di
hadapan PJK dan membutuhkan perhatian khusus pada perioperatif pengelolaan.

5. Komplikasi yang dapat terjadi pada Bayi Prematur dan BBLR


a. Bayi Prematur

Komplikasi yang terjadi pada bayi yaitu dismaturitas, mikrosomia, kematian


perinatal (Sendra & Rahmaningtyas, 2019).

Masalah yang sering terjadi pada bayi prematur adalah ketidakstabilan suhu
(hipotermi), ketidakstabilan berat badan, sindrom aspirasi, hipoglikemi, hiperbilirubin
dan lain-lain (Bobak dkk, 2005 dalam Kusumawati, 2018).

Sedangkan menurut Dharma, 2017 bahwa ada beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada bayi prematur, seringkali komplikasi yang terjadi pada bayi prematur
adalah yang berhubungan dengan fungsi imatur dari sistem organ. Komplikasi-
komplikasi yang bisa terjadi meliputi :

1) Paru-paru

Produksi surfaktan seringkali tidak memadai guna mencegah alveola colapse dan
atelaktasis, yang dapat terjadi Respitarory Distress Sindrome.

2) Neurologi

Bayi pretermatur berisoko memiliki masalah neurologik akut seperti, pendarahan


inrakarnial dan depresi prenatal. Penyebab utama kelainan neurologis pada bayi-bayi
baru lahir adalah enselopati iskemik hipoksi (EIH), di samping perdarahan
periventrikuler dan intraventikular yang menyebabkan kelainan neurologis terutama
pada bayi preterm. Jejas pada otak yang terjadi pada masa perinatal ini dikenal
sebagai penyebab utama gangguan neurologis berat dan terjadi dampaknya dalam

Buku Asuhan Keperawatan Anak 56


jangka panjang yang dikenal dengan Cerebral Palsy pada bayi dan anak. Manifestasi
predominan yang di kaitan dengan parsiserebral adalah gangguan gerak yang dapat
berupa karakter spastik, ataksi atau atetoid. Disfungsi motorik ini biasanya di sertai
gangguan neurologik lainnya seperti retardasi mental, gangguan visual kortikal dan
kejang.

3) SSP (Susunan Syaraf Pusat)

Disebabkan tidak memadainya kordinasil refleks menghisap dan menelan, bayi


yang lahir sebelum usia gestasi 34 minggu harus diberi makanan secara intravena
atau melalui sonde lambung. Immaturitas pusat pernapasan di batang otak
mengakibatkan apeneic spells ( apnea sentral)

4) Kardiovaskuler

Gangguan yang sering di alamiadalah hipotensi akibat hipovolomia, misalnya


kehilangan volume karena memang volumenya yang relatif kecil atau gangguan
fungsi jantung dan vasodilatasi akibat sepsis. Kajadian PDA (Patent Ductus
Arteriosus) sering terjadi dan dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung
kongestif.

5) Infeksi

Akibat defesiensi respon imun seluler dan humoral, bayi preterm mempunyai
resiko terjadinya infeksi yang lebih besar dibandingkan bayi atem.

6) Pengaturan suhu

Bayi prematur mempunyai luas permukaan tubuh yang besar di banding rasio
masa tubuh, oleh karena itu ketika terpapar dengan suhu lingkungan di bawah netral,
dengan cepat akan kehilangan panas dan sulit untuk mempertahankan suhu tubuhnya
karena efek shivering pada prematur tidak ada.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 57


7) Saluran pencernaan (gastrointestinal tract)

Belum sempurna sehingga tidak mampu menyerap ASI dengan baik.


Pengosongan lambung terlambat sehingga menimbulkan desistensi lambung dan
usus.

8) Volume perut yang kecil dan refleks menghisap dan menelan yang masi
imamatur pada bayi prematur, pemberian makanan melalui nasogastrik
tube dapat terjadi resiko aspirasi.
9) Ginjal

Fungsi ginjal pada bayi prematur masih immatur, sehingga batas konsentrasi dan
dilusi cairan urine kurang memadai seperti pada bayi normal.

10) Hiperbilirubinemia

Pada bayi premature bisa berkembang hiperbilirubinemia lebih sering di


bandingkan dengan bayi aterm, dan kemicterus bisa pada level bilirubin serum paling
sakit mg/dl (170umol/L), pada bayi kecil, bayi prematur yang sakit.

11) Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan penyebab utama kerusakan otak pada periode perinatal.


Kadar glukosa darah kurang dari 20 mg/100cc pada bayi kurang bulan atau bayi
prematur dianggap menderita hipoglikemia.

12) Mata

Retrolental fibroplasia, kelainan ini timbul sebagai akibat pemberian oksigen


yang berlebihan pada bayiprematur yang umur kehamilannya kurang dari34 minggu.
Tekanan oksigen yang tinggi dalam arteri akan merusak pembuluh darah retinal Yang
masih belum matang (immatur)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 58


13) Tendensi

Pembuluh darah masih rapuh, sehingga pemebialitasnya tinggi, yang


memudahkan terjadinya ekstravasasi cairan dan mudah terjadi oedema, terjadi
gangguan keseimbangan faktor pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan. Dalam
keadaan yang gawat.

b. Bayi BBLR

Menurut Sembaring, 2017 Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi
berat lahir rendah antara lain:

1) Hipotermia
2) Hipoglikemia
3) Gangguan cairan dan elektrolit
4) Hiperbilirubinemia
5) Sindroma gawat nafas
6) Paten duktus arteriosus
7) Infeksi
8) Pendarahan intraventrikuler
9) Apnea of Prematurity
10) Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) antara lain:

1) Gangguan perkembangan
2) Gangguan pertumbuhan
3) Gangguan penglihatan (Retinopati)
4) Gangguan pendengaran
5) Penyakit paru kronis
6) Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7) Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 59


Menurut Perlman, 2001 dikutip Syahreni, 2010 dalam Nurcahayati, Girsang,
& Wahyuni, 2016 bahwa ketidakstabilan respon fisiologis bayi berat lahir rendah dan
sulitnya beradaptasi terhadap lingkungan yang berlebihan menyebabkan bayi
memiliki faktor resiko tinggi terkena penyakit komplikasi seperti; asfiksia,
bradikardi, penyakit paru kronis, hiperbilirubinemia, kejang, distress pernapasan,
hipoglikemia, transient hypothyroxinemia.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang yang dilakukan pada Bayi


Prematur dan BBLR

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat


dilakukan pada bayi prematur dan BBLR adalah sebagai berikut:

a. Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3. Neutrofil meningkat hingga 23.000-


24.000/mm3 hari pertama setelah lahir dan menurun bila ada sepsis.
b. Hematokrit (Ht): 43%-61%. Peningkatan hingga 65% atau lebih menandakan
polisitemia, sedangkan penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic
prenatal/perinatal.
c. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl. Kadar hemoglobin yang rendah berhubungan
dengan anemia atau hemolisis yang berlebihan.
d. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl pada 1-2 hari, dan
12 gr/dl pada 3-5 hari.
e. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-
rata 40-50 mg/dl dan meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
f. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl): dalam batas normal pada awal kehidupan.
g. Pemeriksaan analisa gas darah.

7. Penatalaksanaan pada Bayi Prematur dan BBLR

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), beberapa penatalaksanaan atau penanganan


yang dapat diberikan pada bayi prematur adalah sebagai berikut:

Buku Asuhan Keperawatan Anak 60


a. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi prematur mudah mengalami
hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat. Bayi prematur sangat rentan dengan infeksi,
perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum
memegang bayi.
c. Pengawasan nutrisi. Reflek menelan bayi prematur belum sempurna, oleh sebab
itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
d. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi
bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan ketat.
e. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih serta
pertahankan suhu tetap hangat.
f. Kepala bayi ditutup topi dan beri oksigen bila perlu.
g. Tali pusat dalam keadaan bersih.
h. Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.

Sedangkan menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), ada beberapa


penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan pada bayi prematur dan berat badan
lahir rendah, yaitu sebagai berikut:

a. Mempertahankan suhu tubuh bayi

Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badannya belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya juga masih rendah, dan permukaan badan yang relatif luas. Oleh
karena itu, bayi prematur harus dirawat dalam inkubator sehingga panas tubuhnya
dapat sama atau mendekati dengan panas dalam rahim. Jika tidak ada inkubator, bayi
dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas
atau menggunakan metode kangguru.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 61


b. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi

Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan
pilihan susu, cara pemberian, dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan
bayi.

c. Pencegahan infeksi

Bayi prematur sangat mudah terserang infeksi, terutama disebabkan oleh infeksi
nosokomial. Hal ini karena kadar immunoglobulin serum bayi prematur masih
rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil dan efek sitotoksik limfosit juga masih rendah
serta fungsi imun yang belum berpengalaman. Oleh karena itu bayi prematur tidak
boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.

d. Penimbangan berat badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus
dilakukan dengan ketat.

e. Pemberian oksigen

Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi prematur dan
BBLR akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan
sekitar 30%-35% dengan menggunakan head box, karena konsentrasi O2 yang tinggi
dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi dan dapat
menimbulkan kebutaan.

f. Pengawasan jalan nafas

Terhambatnya jalan nafas dapat mengakibatkan asfiksia dan hipoksia yang akan
berakhir dengan kematian. Bayi prematur dapat berisiko mengalami serangan apneu
dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Oleh karena itu, perlu pembersihan jalan nafas
segera setelah bayi lahir.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 62


1. Diagnosa Keperawatan pada Bayi Prematur dan BBLR
a. Risiko Hipotermia b.d. kurangnya lapisan lemak subkutan
b. Risiko Ikterik Neonatus b.d. Prematuritas (<37 minggu)
c. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d. Hipoglikemia
d. Pola nafas tidak efektif b.d. hipoventilasi
e. Menyusui tidak efektif b.d. ketidakadekuatan refleks menghisap bayi
f. Risiko infeksi b.d. pertahanan imunologis tidak adekuat
2. Rencana Keperawatan pada Bayi Prematur dan BBLR
a. Risiko Hipotermia b.d. kurangnya lapisan lemak subkutan

Intervensi:

1) Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5 derajat C-37,5 derajat C)


2) Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor tanda dan gejala hipotermia
5) Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
6) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
7) Bedong bayi segera setelah lahir untuk menccegah kehilangan panas
8) Masukkan bayi BBLR ke dalam plastik segera setelah lahir
9) Tempatkan bayi baru lahir di bawah radient warmer
10) Pertahankan kelembapan inkubator 50% atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena proses evaporasi
11) Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi
(mis.selimut, bedongan, stetoskop)
12) Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangat ruangan untuk
menaikkan suhu tubuh, jika perlu
13) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
14) kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

Buku Asuhan Keperawatan Anak 63


b. Risiko Ikterik Neonatus b.d. Prematuritas (<37 minggu)

Intervensi:

1) Monitor tanda vital bayi (terutama suhu)


2) Berikan vitamin K 1 mg intramuskuler untuk mencegah pendarahan
3) Mandikan selama 5-10 menit, minimal sekali sehari
4) Mandikan dengan air hangat (36-37 derajat C)
5) Gunakan sabun yang mengandung provitamin B5
6) Oleskan baby oil untuk mempertahankan kelembapan kulit
7) Kenakan pakaian dari bahan katun
8) Selimuti untuk mempertahankan kehangatan dan mencegah hipotermia
9) Ganti popok segera jika basah
10) Anjurkan ibu menyusui bayi setiap 2 jam

c. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d. Hipoglikemia

Intervensi:

1) Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia


2) Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
3) Pertahankan kepatenan jalan nafas
4) Pertahankan akses IV, jika perlu
5) kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu

d. Pola nafas tidak efektif b.d. hipoventilasi

Intervensi:

1) Monitor frekuensi, irama, kedalamam dan upaya nafas


2) Monitor pola nafas (seperti Cheyne-Stokes)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 64


3) Monitor adanya produksi sputum
4) Monitor adanya sumbatan jalan nafas
5) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6) Auskultasi bunyi nafas
7) Monitor saturasi oksigen
8) Monitor nilai AGD
9) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

e. Menyusui tidak efektif b.d. ketidakadekuatan refleks menghisap bayi

Intervensi:

1) Fasilitasi ibu melakukan IMD (Ibu Menyusui Dini)


2) Gunakan sendok atau cangkir jika bayi belum bisa menyusu
3) Dukung ibu menyusui dengan mendampingi ibu selama kegiatan menyusui
berlangsung
4) Diskusikan dengan keluarga tentang ASI eksklusif
5) Siapkan kelas menyusui pada masa prenatal minimal 2 kali dalam periode
pascapartum minimal 4 kali
6) Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
7) Jelaskan tanda-tanda bayi cukup ASI
8) Anjurkan ibu menyusui sesegera mungkin setelah melahirkan
9) Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin setelah lahir sesuai kebutuhan
bayi
10) Anjurkan ibu menjaga produksi ASI dengan memerah, walaupun kondisi ibu
atau bayi terpisah

Buku Asuhan Keperawatan Anak 65


f. Risiko infeksi b.d. pertahanan imunologis tidak adekuat

Intervensi:

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
2) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
3) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

g. Web of Causation
Prematuritas

Faktor ibu Faktor Plasenta Faktor janin Faktor lain

Faktor Usia
Stres
Faktor Paritas
Faktor Komplikasi Dinding otot rahim bagian bawah lemah Konsumsi alkohol

Faktor ketuban Merokok


pecah dini Bayi lahir prematur (BBLR/Berat Badan <2500 gram) Hipertensi
Faktor tingkat dll
pendidikan rendah

Permukaan tubuh relatif Lapisan lemak Penurunan daya Fungsi organ-organ


lebih luas subkutan tipis tahan tubuh belum baik

Pemaparan
Risiko infeksi b.d.
dengan suhu luar imunologis tidak
adekuat
Kehilangan panas

Kekurangan cadangan
glikogen sebagai sumber Risiko ketidakstabilan
Risiko Hipotermia
kalori kadar glukosa dalam
b.d. kurangnya
darah b.d.
lapisan lemak
Malnutrisi hipoglikemia
subkutan

Sisa pemecahan Fungsi hati belum


hiperbilirubin eritrosit/bilirubin Hati
matang u/ mem-
meningkat proses eritrosit
Buku Asuhan Keperawatan Anak 66
Risiko ikterik Fungsi paru belum matang Paru-
Insuf Pernafasan paru
Neonatus b.d. untuk pertukaran O2 dan
prematus CO2
BAB III
GANGGUAN PENCERNAAN

A. SKENARIO/KASUS
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun diantar ke puskesmas dengan keluhan buang
air besar 5 kali sehari. Hasil pengkajian didapatkan KU lemah, mata cekung, turgor
kulit lambat kembali, BB 14 kg, suhu 38oC, suhu tubuh meningkat pada malam hari,
sakit perut, sakit kepala, baggy pants pada bokong, old face, perut membuncit, tulang
rusuk menonjol. Keluarga mengatakan anaknya demam 3 hari di rumah dan sudah
berulang kali masuk rumah sakit dengan masalah yang sama.

B. SASARAN PEMBELAJARAN/LEARNING OBJEKTIF


1. Struktur Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan pada Anak
Menurut Syaifuddin (2003) dalam Faryastawan dkk (2017), susunan pencernaan
terdiri dari:
a. Mulut
Mulut menerima makanan dan mulai mencerna secara mekanik partikel-partikel
makanan dan mencampurnya dengan saliva. Makanan dalam mulut mengalami
penghancuran secara mekanik yang disebut mastikasi (mengunyah) dan sedikit secara
kimiawi.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 67


Mulut terdiri dari 2 bagian:
1) Bagian luar yang sempit/vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan
pipi.
a) Bibir
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris
mengakat dan depresoranguli oris menekan ujung mulut.
b) Pipi
Dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang terdapat
pada pipi adalah otot buksinator.
c) Gigi
Gigi terbagi menjadi tiga yaitu, gigi seri untuk menggigit, gigi taring untuk
merobek dan gigi geraham untuk mengunyah.
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis di sebelah belakang
bersambung dengan faring.
a) Palatum
Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas
tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris dan lebih ke belakang yang terdiri
dari 2 palatum. Palatum mole (palatum lunak) terletak di belakang yang merupakan
lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput
lendir.
b) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini
dapat digerakkan ke segala arah. Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu: Radiks Lingua=
pangkal lidah, Dorsum Lingua= punggung lidah dan Apek Lingua= ujung lidah. Pada
pangkal lidah yang ke belakang terdapat epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua)
terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua
merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah-tengah,

Buku Asuhan Keperawatan Anak 68


jika tidak digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Lidah berfungsi mengaduk
makanan, mengecap makanan, membantu waktu menelan dan membentuk suara.
c) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama ductus wartoni dan
duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar
submaksilaris) yang terdapat di bawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar
ludah bawah lidah(kelenjar sublingualis) yang terdapat di sebelah depan di bawah
lidah. Di bawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah disebut
koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar ludah (saliva). Di sekitar
rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang letaknya di
bawah depan dari telinga di antara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular,
duktusnya duktus stensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga
mulut melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar submaksilaris terletak di bawah
rongga mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di rongga mulut
bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah didasari oleh saraf-saraf tak sadar.
Saliva berfungsi merubah KH menjadi maltosa oleh enzim amilase (ptialin),
melicinkan/melumasi bolus, mudah ditelan, menetralkan dan mengencerkan bolus.
d) Otot Lidah
Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (M. mandibularis, os hitoid dan
prosesuss teloid) menyebar ke dalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan
otot instrinsik yang terdapat pada lidah. M. genioglosus merupakan otot lidah yang
terkuat berasal dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks
lingua.

b. Esofagus
Panjang esophagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan
kolumna vertebralis, di belakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung ke depan,
menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk esophagus ke
dalam lambung adalah kardia.
Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke

Buku Asuhan Keperawatan Anak 69


lambung.

c. Gaster (Lambung)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama
di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan
dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan
pancreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Getah lambung mengandung asam klorida, enzim-enzim dan mucus (lendir). Ada
3 macam enzim, yaitu:
1) Enzim Pepsin untuk mencerna protein dalam suasana asam.
2) Enzim Renin berfungsi untuk menggumpalkan susu.
3) Lipase berfungsi untuk mencerna lemak.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 70


d. Intestinum minor (usus halus)
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus
dan berakhir pada seikum, panjang 6 meter. Lapisan usus halus terdiri dari:
1) Lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M. sirkuler)
2) Otot memanjang (M. Longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar)
Usus halus berfungsi sebagai :
1) Pergerakan => yaitu mencampur dan mendorong kimus
a) Gerakan segmental usus halus => mengaduk
b) Gerakan peristaltik => mendorong isi usus halus ke arah bawah
2) Digesti => penyempurnaan digesti di usus halus didukung oleh enzim usus
halus, enzim pankreas dan empedu
3) Absorbsi => sebagai tempat absorbsi maksimal zat-zat gizi.
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu:
1) Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu desakan kimus
2) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Aktifitas
peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam
duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan oleh
peregangan lambung terutama dihancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung
turun sepanjang dinding usus halus. Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup
ileosekalis yang berfungsi mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat
kontraksi sfingter iliosekal terutama diatur oleh reflex yang berasal dari sekum.
Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini diperantarai oleh pleksus mienterikus.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus) dan air
(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 71


Intesinum minor terdiri dari:
a) Duodenum (usus 12 jari)
Panjang ±25cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri. Pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang
disebut papillavateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu (duktus
koledukus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus ). Enzim yang ada pada
pancreas adalah :
(1) Amilase mengubah zat pati menjadi disakarida
(2) Lipase merubah lemak menjadi gliserida, asam lemak dan gliserol
(3) Tripsinogen merubah pepton menjadi polipeptida
b) Jejenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar ±6meter. Dua per lima bagian atas adalah jejenum
dengan panjang ±2-3 meter dan ileum dengan panjang ±4–5 meter. Lekukan jejenum
dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika
superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium.Sambungan antara jejenum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan seikum
dengan perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat
dengan sfingter ileoseikalisdan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui
lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini
dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar permukaan usus.
Pada penampangan melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan
bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam
pencernaan.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 72


e. Intestinum Mayor (Usus besar)
Panjang ±1,5 meter, lebarnya 5–6 cm. Lapisan–lapisan usus besar darid alam
keluar: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan jaringan
ikat. Lapisan usus besar terdiri dari:
1) Seikum
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari
ileum ke bawah hati. Di bawah hati membengkak ke kiri, lengkungan ini disebut
Fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
3) Appendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum.
4) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens
berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri
terdapat fleksura linealis.
5) Kolon desendens
Panjang ±25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membunjur dari atas ke
bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon

Buku Asuhan Keperawatan Anak 73


sigmoid.
6) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum.
Fungsi kolon ialah mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan menyimpan feses
sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2 macam:
a) Pergerakan pencampur (haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot polos dan
longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak terangsang menonjol
keluar menjadi seperti kantong.
b) Pergerakan pendorong “Mass Movement”, yaitu kontraksi usus besar yang
mendorong feses ke arah anus.
Kolon berfungsi sebagai:
a) Absorbsi air dan mineral sebagian besar dilakukan pada kolon kanan kolon
mengabsobsi sekitar 600 ml/hr (kapasitas absorbsi 2000 ml/hr).
b) Sekresi musin bersifat alkali, tidak mengandung enzim, bekerja sebagai pelumas
dan melindungi mukosa.
c) Sebagai resevoir (kolon sigmoid), menampung feces sampai defekasi
berlangsung.
d) Tempat pembentukan vit. K, dibantu oleh bakteri yang ada di colon.
7) Rektum dan Anus
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis. Anus
adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia
luar (udara luar). Anus berfungsi sebagai:
a) Feses – dinding rektum – otot tak sadar (relaksasi/mengendur) – keinginan
buang air besar.
b) Pada saat bersamaan, otot sadar (atas keinginan sendiri) berkontraksi (mengerut)
sehingga kita bisa menahan untuk buang air besar.
c) Jika kita menahan reflex pengeluaran, maka reflex itu akan hilang dalam
beberapa menit dan baru timbul lagi beberapa jam kemudian.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 74


2. Mekanisme Tanda dan Gejala yang Biasa Muncul pada Anak dengan
Gangguan Sistem Pencernaan
a. Diare
Menurut Juffrie (2010), infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta
gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.
“Most deaths from diarrhea occur among children less than 2 years of age living
in South Asia and sub-Saharan Africa”.
“Sebagian besar kematian akibat diare terjadi pada anak-anak lebih sedikitlebih
dari 2 tahun tinggal di Asia Selatan dan Afrika bagian Sahara”.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 75


Menurut Suriadi dan Yuliani (2010), tanda dan gejala anak yang menderita diare,
yaitu:
1) Sering buang air besar dengan konsitensi tinja cair atau encer
2) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi: turgor kulit jelek (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
3) Kram abdominal
4) Demam
5) Mual dan muntah
6) Anoreksia
7) Lemah
8) Pucat
9) Perubahan tanda-tanda vital : nadi dan pernafasan cepat
10) Menurun atau tidak ada pengeluaran urin
Menurut Faryastawan dkk (2017), tanda dan gejala anak yang menderita diare,
yaitu:
1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah
2) Suhu tubuh meninggi/demam
3) Feces encer, berlendir atau berdarah
4) Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
5) Anus lecet
6) Muntah sebelum dan sesudah diare
7) Anoreksia
8) Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
9) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering
10) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11) Kram abdominal
12) Mual dan muntah
13) Lemah
14) Pucat

Buku Asuhan Keperawatan Anak 76


15) Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat
16) Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

b. Demam Thypoid
Menurut Ngastiyah (2012), gambaran klinik demam tifoid pada anak biasanya
lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10-20 hari, tersingkat
4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu
makan berkurang. Gambaran klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah (2012)
adalah:
1) Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan
suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan
malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada
minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga
2) Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecahpecah
(ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare atau normal.
3) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah kecuali penyakitnya berat
dan terlambat mendapatkan pengobatan. Di samping gejala tersebut, mungkin
terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat

Buku Asuhan Keperawatan Anak 77


ditemukan pada minggu pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan pula
bradikardi dan epitaksis pada anak dewasa.
4) Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi
basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.

c. Kekuraangan Kalori Protein (KKP)


Untuk KKP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak
kurus. Gejala klinis KKP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai
marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB
bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KKP berat/Gizi buruk
tipe kwashiorkor (Anonim 2018).
1) Kwashiorkor
a) Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu
d) Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok
e) Perubahan status mental, apatis, dan rewel
f) Pembesaran hati
g) Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
h) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
i) Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, diare

Buku Asuhan Keperawatan Anak 78


2) Marasmus
a) Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
b) Wajah seperti orang tua
c) Cengeng, rewel
d) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pants/pakai celana longgar)
e) Perut cekung
f) Iga gambang
g) Sering disertai:penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), diare kronik atau
konstipasi/susah buang air
3) Marasmik-Kwashiorkor
Jika penderita memiliki dua gejala tersebut yaitu gejala pada Kwashiorkor dan
Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.

3) Perbedaan Diare, Demam Thypoid dan Kekurangan Kalori Protein


(KKP)
a. Diare
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer
atau cair (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24
jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila
diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat

Buku Asuhan Keperawatan Anak 79


dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual,
muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda dehidrasi
(Simadibrata, 2010).
Diare adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekuensi defekasi
(lebih dari 3 kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200 g per hari) dan
perubahan konsistensi (cair) (Brunner & Suddarth, 2013).
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
padat (setegah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada biasanya lebih dari
200 gram atau 200 ml/24 jam. Defenisi lain memakai frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali sehari. Buang air besar tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan
darah. Penularan diare karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari
penderita diare atau melalui makan/minuman yang terkontaminasi bakteri pathogen
yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita dan juga dapat
melalui udara atau melalui aktifitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal (Amin
Huda, 2015).
Menurut Alimul H (2006) dalam Faryastawan dkk (2017), diare merupakan suatu
keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai
dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan
pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.
Menurut Faryastawan dkk (2017), diare diklasifikasikan menjadi:
1) Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi
sedang, diare dengan dehidrasi ringan
2) Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare
persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
3) Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah
Menurut Haikin (2012) dalam Sukut (2017), beberapa faktor yang
menyebabkan kejadian diare pada balita yaitu infeksi yang disebabkan bakteri, virus
arau parasit, adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi, alergi,
keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan, imunodefisiensi
yaitu kekebalan tubuh yang menurun serta penyebab lain. Penyebab lain dari diare

Buku Asuhan Keperawatan Anak 80


bisa karena kondisi lingkungan buruk yang menjadi habitat dari patogen, sanitasi dan
kebersihan rumah tangga yang buruk, kurang minum air yang aman, pajanan pada
sampah yang padat serta musim kemarau karena patogen di saluran air yang
bertambah (Adisasmito, 2017).
Menurut Faryastawan dkk (2017), mekanisme dasar yang menyebabkan
timbulnya diare ialah:
1) Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akanmenyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
“In 2004, WHO and UNICEF issued a joint statement on clinical treatment of
acute diarrhea, recommending the use of low-osmolarity oral rehydration salts
(ORS), zinc supplementation, increased amounts of appropriate fluids, and continued
feeding. Treatment of diarrhea with ORS is a simple, proven, high-impact
intervention that can be provided in home settings by caretakers or by health care
providers at community and facility levels to prevent dehydration due to diarrhea and
decrease related deaths. There is evidence that ORS may reduce diarrhea specific

Buku Asuhan Keperawatan Anak 81


mortality by up to 93 % However, data analysis from recent population-based
household surveys show that population coverage for this basic but effective
intervention is still very low, particularly in countries that are hardest hit by
diarrheal diseases. In sub-Saharan Africa, only about one in three children
experiencing diarrheal episodes receives ORS, and the proportion receiving zinc is
below 5 %”.
“Pada 2004, WHO dan UNICEF digugat pernyataan bersama tentang perawatan
klinis akut diare, merekomendasikan penggunaan osmolaritas rendah garam rehidrasi
oral (ORS), suplementasi seng, peningkatan jumlah cairan yang sesuai, dan
pemberian makan terus menerus. Pengobatan diare dengan ORS adalah intervensi
sederhana, terbukti, berdampak tinggi yang dapat disediakan di pengaturan rumah
oleh pengasuh atau oleh penyedia layanan kesehatan di tingkat masyarakat dan
fasilitas untuk mencegah dehidrasi karena diare dan mengurangi kematian terkait.
Ada bukti bahwa ORS dapat mengurangi diare spesifik kematian hingga 93%.
Namun, analisis data dari survei rumah tangga berbasis populasi terbaru
menunjukkan hal itu cakupan populasi untuk intervensi dasar tetapi efektif ini masih
sangat rendah, terutama di negara-negara yang paling parah dilanda penyakit diare.Di
sub-Sahara Afrika, hanya sekitar satu dari tiga anak yang mengalami diare episode
menerima ORS, dan proporsi menerima seng di bawah 5%”.
b. Demam Thypoid
Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutama
disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang
disebabkan oleh S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S.
Hirschfeldii (semula S. Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih
berat dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo, 2011).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Salmonella
typhi, yang ditandai dengan gejala klinis demam berkepanjangan, nyeri perut, diare,
mengigau (delirium), bercak kemerahan dan pembesaran limpa (splenomegali) serta
dapat menimbulkan penyulit pendarahan dan pelubangan (perforasi) usus. Penularan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 82


demam tifoid melalui makanan dan minuman yang tercemar air kemih (urin) atau
tinja, pembawa penyakit (carrier) atau penderita demam tifoid. Di negara sedang
berkembang penularan terjadi terutama karena sanitasi yang buruk, sedangkan di
negara maju penularan berasal dari pendatang asal daerah endemis.
Demam thypoid dan demam para thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus
yang disebabkan kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.Penyakit ini
termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih
merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara sedang
berkembang (Maharani, 2012).
Demam Thypoid merupakan infeksi sistemik akut pada sistem retikuloendotelial
yang di sebabkan oleh salmonella enterica serotype Thyphi yang menyebabkan lebih
dari 200.000 kematian (Buckly, 2012).
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
salmonella typhi. Demam tifoid di jumpai secara luas di berbagi negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World Health
Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus
demam tifoid di seluruh dunia dengan insiden 600.000 kasus kematian tiap tahun
(Riyanto, 2011).
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi
C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang
berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi
kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat
sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Widodo Djoko, 2011).
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik akut pada sistem retikuloendotelial
yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype Typhi yang menyebabkan
morbiditas signifikan dengan estimasi global annual burden lebih dari 27 juta kasus,
yang menyebabkan lebih dari 200.000 kematian (Buckle, 2012). Penyakit ini terjadi
di beberapa negara yang sedang berkembang diantaranya negara dengan sistem

Buku Asuhan Keperawatan Anak 83


kesehatan yang rendah (Lozano et al., 2012) dan area endemik yang meningkat resiko
penyebaran strain multiantibiotic-resistant-nya karena adanya urbanisasi, migrasi,
travelling dan perdagangan (Jensenius et al., 2013; Leder et al., 2013; Rahman, et al.,
2013).
Demam typoid merupakan salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan
banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. Penyakit ini termasuk penyakit menular
seperti yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia No. 6 tahun 1962
tentang wabah. Penyakit ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah. Empat “F” (Finger, Files, Fomites, dan Fluids)
dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan
tanpa dicuci/dimaksak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama dinegara-
negara berkembang dengan kesulitan pengadaan tempat pembuangan kotoran
(sanitasi) yang handal (Kunoli, J.Firdaus. 2012).
“Typhoid fever is endemic in Indonesia. Medical publications mentioned the
existence of this disease in Indonesial since the last century. Surveillance and data
submitted to the Center for Disease Control in Indonesia document that it exists in
every province and there is no sign of reduction in its incidence. Results from blood
culture-confirmed and carefully conducted epidemiologic studies show that the
incidence of this disease at least similar or higher than the average figures for its
incidence in other developing countries. In addition some hospital observations
indicate increasingly severe manifestations of this disease in Indonesia and several
other developing countries. It is commonly considered in the differential diagnosis for
patients with fever longer than 4 days; in some areas it accounts for 25 of
hospitalized febrile patients. Difficulties in establishing a rapid and accurate
diagnosis also add to the magnitude ofproblem caused by this disease in Indonesia”.
“Demam tifoid adalah endemik di Indonesia. Publikasi medis menyebutkan
keberadaan penyakit ini di Indonesia sejak abad terakhir.Pengawasan dan data yang
diserahkan ke dokumen Pusat Pengendalian Penyakit di Indonesia bahwa dokumen
itu ada di setiap provinsi dan tidak ada tanda-tanda penurunan insidennya. Hasil dari
studi epidemiologi yang dikonfirmasi dengan kultur darah dan dilakukan dengan hati-

Buku Asuhan Keperawatan Anak 84


hati menunjukkan bahwa insidensi penyakit ini setidaknya sama atau lebih tinggi dari
angka rata-rata untuk insidensinya di negara berkembang lainnya. Selain itu beberapa
pengamatan di rumah sakit menunjukkan manifestasi yang semakin parah dari
penyakit ini di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya.Ini biasanya
dipertimbangkan dalam diagnosis banding untuk pasien dengan demam lebih dari 4
hari; di beberapa daerah menyumbang 25 pasien demam yang dirawat di rumah sakit.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis yang cepat dan akurat juga menambah
besarnya masalah yang disebabkan oleh penyakit ini di Indonesia”.
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit demam tifoid atau
tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia
khususnya pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar
dan ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan, dan lebih diperburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.
Menurut Widagdo (2011), etiologi dari demam Thypoid adalah Salmonella
typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam famili Enterobacteriaceae.
Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-).Tahan
terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan
limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu
54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O
(somatik) adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas
dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi,
juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.
Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung. Sebagian kuman lagi masuk ke usus halus, ke jaringan
limfoid dan berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian kuman masuk ke
peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati,
limpa dan organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat
sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke

Buku Asuhan Keperawatan Anak 85


beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa, usus, dan kandung empedu (Suriadi
&Yuliani, 2013). Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player.Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada
minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi
penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.Ulkus dapat menyebabkan
perdarahan, bahkan sampai perforasi usus.Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar
mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil,
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus
(Suriadi &Yuliani, 2013).
c. Kekurangan Kalori Protein (KKP)
Kekurangan Kalori Protein (KKP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan harian sehingga tidak
mencukupi Angka Kecukupan Gizi. Kurangnya energi protein dalam waktu cukup
lama akan berakibat buruk bagi pertumbuhan dan perkembangn bayi-balita. Keadaan
ini akan lebih dipercepat lagi apabila bayi menderita diare atau infeksi lainnya
(Soegiyanto, 2012).
Kekurangan kalori protein adalah suatu sindroma penyakit gizi yang disebabkan
oleh defisiensi zat-zat makanan atau nutrient terutama protein dan kalori. Kurang
energi protein (KEP) terbagi menjadi tiga jenis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan
marasmus-kwashiorkor. Kwashiorkor merupakan KKP tingkat berat yang disebabkan
oleh asupan protein yang inadekuat dengan asupan energi yang cukup (Almatsier S,
2010).
Menurut Adriani (2016), faktor penyebab yang dapat menimbulkan kekurangan
kalori protein pada balita ialah:
1) Penyebab KKP dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Penyebab langsung yaitu masukan makanan yang kurang baik dari gizi makro
berupa karbohidrat, protein, lemak dan gizi mikro berupa vitamin A, B dan Fe
maupun penyakit atau kelainan yang diderita anak misalnya penyakit infeksi,
malabsorbsi, dll.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 86


b) Penyebab tidak langsung yakni faktor ekonomi, faktor fasilitas, perumahan dan
sanitasi, faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor fasilitas pelayanan kesehatan
dan faktor pertanian, dll.
2) Penyebab KKP bervariasi, sehingga derajat KKP bervariasi dari yang paling
ringan sampai yang berat :
a) KKP ringan dan sedang, merupakan keadaan patologik akibat kekurangan energi
dalam waktu yang cukup lama, meskipun masukan protein dan zat gizi lainnya
mungkin mencukupi. Bila hasil penimbangan BB pada KMS terletak pada pita
warna kuning diatas garis merah atau BB/U 70%-80% (Baku median WHO-
NCHS).
b) Marasmus, dimulai dengan mengurangnya energi hingga hilangnya subkutan
yang berlanjut dengan menyusutnya jaringan otot serta organ lainnya, baik
morfologi maupun fungsinya (dikatakan anak marasmik hidup dari tubuhnya
sendiri).
c) Kwashiorkor terjadi akibat tubuh selalu kekurangan protein dalam diet dan lebih
banyak mendapat diet kaya karbohidrat (energi relatif cukup).
d) Marasmickwashiorkor merupakan peralihan yang terjadi dari kwashiokormenjadi
marasmus atau sebaliknya, bergantung pada diet yangdiperolehnya.
3) Secara garis besar ditandai dengan tiga tingkatan
a) KKP Ringan : Bila hasil penimbangan BB pada KMS terletak pada pita warna
kuning di atas garis merah atau BB/U 70%-80% (Baku medianWHO-NCHS).
b) KKP Sedang : Bila hasil penimbangan BB pada KMS berada di bawah garis
merah (BGM) atau BB/U 60%-70% (Baku median WHO-NCHS).
c) KKP Berat : bila hasill penimbangan BB/U <60% (Baku median WHO- NCHS)
pada KMS tidak ada garis pemisah antara KKP berat dan KKP ringan.
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan sel
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang
menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringanyang
sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang
cukup dalam dietnya (Abdoeerahman, 2010).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 87


Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat
cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino
dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya
pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema (Sodikin, 2011).
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein-beta sehingga
transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnyaterjadi
akumulasi lemak dalam hepar (Abdoerahman, 2010).
Pada keadaan marasmus yang mencolok adalah pertumbuhan yang kurang
atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada
mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup
jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yangdiberikan,
sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut (Abdoerrahman, 2010).
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi
kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan
metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh
karena itu marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang
normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin (Sodikin, 2011).

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Diare
Menurut Faryastawan dkk (2017), pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan pada diare:
1) Lekosit Feses (Stool Leukocytes)
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik.Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti

Buku Asuhan Keperawatan Anak 88


Kriptokokus, Isospora dan M. Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah
mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2) Volume Feses
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi
sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian
perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3) Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h
menunjukkan proses malabsorbstif.
4) Lemak Feses
Sekresi lemak feses harian <6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak
feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien
diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya
dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5) Osmolalitas Feses
Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare
sekretori.Elekrolit feses Na, K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses
normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm.Anion
organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat, propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.Selanjutnya bakteri fecal
mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam
sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau
osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebaliknya osmotic
gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 89


6) Pemeriksaan parasit atau telur pada feses
Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin.
Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
7) Pemeriksaan darah
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC, protrombin time,
kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe, VitB12, asam folat
dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi
penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil
dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time, karotin dan kolesterol mungkin
turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah
mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi
limfatik.
8) Tes Laboratorium lainnya
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP
(VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
9) Diare Factitia
Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH
yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab
lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya MgSO4 dan PO4
dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4, Na2SO4 dan Na2PO4.
b. Demam Thypoid
Menurut Suriadi & Yuliani (2010, hal: 256) pemeriksaan penunjangdemam tifoid
adalah:
1) Pemeriksaan darah tepi
Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia
2) Pemeriksaan sumsum tulang
Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang

Buku Asuhan Keperawatan Anak 90


3) Biakan empedu
Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan
selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typhosa pada urin
dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh
4) Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan
diagnosis karema titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila
penderita telah lama sembuh

c. Kekurangan Kalori Protein (KKP)


Menurut Almatsier S (2010), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
KKP adalah sebagai berikut:
1) Antropometri
BB menurut umur, TB menurut umur, LLA (lingkar lengan atas) menurut umur,
BB menurut TB, LLA menurut TB
2) Biopsi hati
Ditemukan perlemakan yang kadang-kadang demikian hebatnya sehingga sel hati
valkual lemak besar.
3) Pemeriksaan serum
a) Pemeriksaan albumin serum menurun
b) Glukosa darah rendah
c) Asam amino essensial plasma menurun
d) Kolesterol serum rendah
e) Kadar kalium dan magnesium menurun sehingga menimbulkan
gangguanmetabolik pada otot, ginjal dan pancreas
f) Penurunan nilai komponen serum dari nilai normal menunjukkan
gangguannutrisi

Buku Asuhan Keperawatan Anak 91


4) Pemeriksaan Hb
Untuk mengetahui kekurangan zat besi, sering terjadi pada anak balita.
5) Pemeriksaan urine
Meliputi pemeriksaan nitrogen dan urine kreatinin. Jika kadar nitrogen dan urea
rendah menujukkan adanya penurunan pengambilan intake protein sedang bila terjadi
peningkatan urine creatinin menunjukkan peningkatan urine creatinin menunjukkan
peningkatan intake protein otot.

5. Mekanisme Pencegahan dan Pengobatan


a. Diare
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010), penatalaksanaan diare terbagi menjadi 2, yakni:
1) Penatalaksanaan medis
a) Penanganan fokus pada penyebab
b) Pemberian cairan dan elektrolit: oral (seperti pedialyte atau oralit) atau terapi
parenteral
2) Penatalaksanaan non medis
Pada bayi pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI.
Menurut Amin (2018), penatalaksaan diare pada klien yang mengalaminya dapat
dilakukan dengan cara:
1) Penggantian Cairan dan Elektrolit
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan
elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus
dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat
membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5
gram kalium klorida, dan 20 gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia
secara komersial dalam paket yang mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika
sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat
dengan menambahkan ⅟2 sendok teh garam, ⅟2 sendok teh baking soda, dan 2-4
sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk

Buku Asuhan Keperawatan Anak 92


mengganti kalium.Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan
normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan
sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus dipantau dengan baik dengan
memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, serta penyesuaian infus jika
diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar.
Goldberger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan:
Cara I: Jika ada rasa haus dan tidak ada tandatanda klinis dehidrasi lain, kehilangan
cairan kira-kira 2% dari berat badan saat itu. Jika disertai mulut kering, oliguria,
defisit cairan sekitar 6% dari berat badan saat itu. Jika ada tanda-tanda di atas disertai
kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental seperti bingung atau delirium, maka
defisit cairan sekitar 7-14% atau sekitar 3,5-7 liter pada orang dewasa dengan berat
badan 50 kg.
Cara II: Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 kg
pada fase akut sama dengan defi sit air sebanyak 4 liter.
Cara III: Dengan menggunakan rumus: Na2 x BW2 = Na1 x BW1
Na1= Kadar natrium plasma normal; BW1=Volume air badan normal, biasanya 60%
berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita;
Na2= Kadar natrium plasma sekarang; BW2 = volume air badan sekarang
2) Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik dapat secara
empiris, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi
kuman.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 93


3) Obat Anti-Diare
a) Kelompok Anti-sekresi Selektif
Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sebagai penghambat enzim enkephalinase, sehingga enkephalin
dapat bekerja normal kembali. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan. Hidrasec sebagai generasi
pertama jenis obat baru anti-diare dapat pula digunakan dan lebih aman pada anak.
b) Kelompok Opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl, serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari,
loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare.Bila diberikan dengan benar cukup
aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak
dianjurkan pada diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri.
c) Kelompok Absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau
toksin.Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-
zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
d) Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis, dan Catechu dapat membentuk koloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses, tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10
mL/2 kali sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
e) Probiotik
Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan Bifi dobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila meningkat jumlahnya disaluran cerna akan memiliki

Buku Asuhan Keperawatan Anak 94


efek positifkarena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Untuk
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah adekuat
Menurut Faryastawan dkk (2017), penatalaksanaan pada klien yang mengalami
diare adalah sebagai berikut:
1) Pemberian cairan
a) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk diare akut di atas
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat
dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan di rumah sebelum dibawa
ke rumah sakit untukmencegah dehidrasi lebih lanjut.
b) Cairan parenteral
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan
umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan
(1) Belum ada dehidrasi
Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
(2) Dehidrasi ringan
1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
(3) Dehidrasi sedang
1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
(4) Dehidrasi berat
Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak

Buku Asuhan Keperawatan Anak 95


Diatetik: pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan:
(a) Memberikan ASI.
(b) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
(c) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak
mau minum susu.
(d) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
rendah laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
2) Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan lain-lain).
a) Obat anti sekresi.
b) Obat anti spasmolitik.
c) Obat pengeras tinja.
d) Obat antibiotik.
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci
tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran
manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga
dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau
air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
“Although appropriate treatment of diarrhea is simple and can be done at home,
seeking care from appropriate providers outside the home is recommended because
harmful practices based on beliefs and misconceptions are prevalent, especially in
low income countries where the diarrhea mortality is high. A systematic review of
harmful practices in childhood diarrhea management found high and variable levels

Buku Asuhan Keperawatan Anak 96


of harmful practices such restriction of food and fluids, including breastfeeding. A
recent analysis in six African countries found a high prevalence of fluid curtailment
during episodes of diarrhea, and an association between seeking care outside of the
home and higher rates of fluid curtailment, particularly for careseeking from non-
government health providers. Using an expanded set of countries, the current
analysis investigates these findings further by assessing the prevalence of diarrhea
management practices as defined in the 2004 WHO/UNICEF recommendations and
their association with the source of care”.
“Meskipun pengobatan diare yang tepat adalah sederhana dan dapat dilakukan di
rumah, dianjurkan mencari perawatan dari penyedia yang tepat di luar rumah karena
praktik berbahaya berdasarkan kepercayaan dan kesalahpahaman banyak terjadi,
terutama di negara-negara berpenghasilan rendah di mana angka kematian diare
tinggi. Tinjauan sistematis terhadap praktik berbahaya dalam pengelolaan diare anak-
anak menemukan tingginya tingkat dan variabel praktik berbahaya, seperti
pembatasan makanan dan cairan, termasuk menyusui. Sebuah analisis baru-baru ini di
enam negara Afrika menemukan prevalensi tinggi pengurangan cairan selama episode
diare, dan hubungan antara mencari perawatan di luar rumah dan tingkat yang lebih
tinggi dari pengurangan cairan, terutama untuk mencari perawatan dari penyedia
kesehatan non-pemerintah. Dengan menggunakan serangkaian negara yang diperluas,
analisis saat ini menyelidiki temuan ini lebih lanjut dengan menilai prevalensi praktik
manajemen diare sebagaimana didefinisikan dalam rekomendasi WHO/UNICEF
2004 dan hubungannya dengan sumber perawatan”.
b. Demam Thypoid
Menurut Ngastiyah (2012) & Ranuh (2013) pasien yang dirawat dengan
diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung
sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1) Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2) Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 97


3) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
4) Pemberian antibiotik Dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering digunakan adalah:
a) Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oral atau dengan dosis 75
mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Chloramphenicol dapat
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat
tersebut dapat memberikan efek samping yang serius.
b) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 6 dosis.
Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan
chloramphenicol.
c) Amoxicillin dengan dosis 100 mg/kg/24 jam per os dalam 3 dosis.
d) Trimethroprim-sulfamethoxazole masing-masing dengan dosis 50 mg
SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis, merupakan pengobatan klinik yang efisien.
e) Kotrimoksazol dengan dosis 2x2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfamethoxazole dan 800 mg trimethroprim. Efektivitas obat ini hampir sama
dengan chloramphenicol.
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2010), ada 3 strategi pokok untuk
memutuskan transmisi thypoid yaitu:
1) Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam thypoid
maupun pada kasus carrier thypoid.
2) Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella thypii akut
maupun carrier.
3) Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari
minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air
sampai mendidih dan hindari makanan pedas karena akan memperberat kerja usus
dan pemberian vaksin.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 98


c. Kekurangan Kalori Protein (KKP)
Menurut Depkes RI (2016) Petunjuk dari WHO tentang pengelolaan KKP berat
di rumah sakit dengan menetapkan 10 langkah tindakan pelayanan melalui 3 fase
(stabilisasi, transisi danrehabilitasi) dan dilanjutkan dengan fase follow up sebagai
berikut :
1) Fase Stabilisasi
a) Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
b) Energi: 100 kkal/kgBB/hari
c) Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
d) Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila sembab berat: 100ml/kgBB/hari)
e) Teruskan ASI pada anak menetek
f) Bila selera makan baik dan tidak sembab pemberian makan biar dipercepat
g) Pantau dan catat: jumlah cairan yang diberikan, yang tersisa; jumlah cairan yang
keluar seperti muntah, frekuensi buang air, timbang BB/hari.
2) Fase Transisi
a) Pemberian energi masih sekitar 100 kkal/kgBB/hari
b) Pantau frekuensi nafas dan denyut nadi
c) Bila nafas meningkat >5 kali/menit dan nadi >25 kali/menit dalam pemantauan
tiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula
d) Setelah normal bisa naik kembali
3) Fase Rehabilitasi
a) Beri makan/formula WHO, jumlah tidak terbatas dan sering TKTP
b) Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
c) Protein: 4-6g/kgBB/hari
d) ASI diteruskan, tambahkan makanan formula; secara perlahan kepada keluarga
e) Pemantauan: kecepatan pertambahan BB setiap minggu (timbang BB setiap hari
sebelum makan)
4) Tindakan Khusus
a) Hipoglikemia: berikan bolus 50 ml glukosa 10% atau sukrosa secaraoral/sonde
nasogastric

Buku Asuhan Keperawatan Anak 99


b) Hiponatremia: pakaikan anak selimut/letakkan anak dekat lampu
c) Dehidrasi : cairan resomal/pengganti 5 ml/kgBB
Bagi seseorang yang telah dewasa, penyakit kekurangan protein bisa
ditanggulangi dengan mengkonsumsi protein secara cukup dan rutin. Hal itu bisa
dilakukan dengan mengubah menu makanan setiap hari, konsumsi makanan yang
mengandung protein yang banyak misalnya daging, telur, buah-buahan dan sayuran.
Minuman bergizi juga tidak boleh dilupakan misalnya susu sapi, madu, minyak
zaitun dan lainnya. Sedangkan bagi balita, penyakit ini bisa dicegah dengan menunda
masa penyapihan yang prematur, dengan tetap memberikan air susu ibu yang
eksklusif, memberikan makanan pendamping bagi bayi yang mencukupi kebutuhan
proteinnya, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Itulah
pembahasan kita mengenai berbagai penyakit akibat kekurangan protein. Diharapkan
bagi anda dan para ibu agar memperhatikan asupan makanan. Perbanyak makanan
yang mengandung protein bila mengalami salah satu penyakit kekurangan protein.
Cara lainnya untuk menanggulangi kekurangan/kelebihan protein, maka dapat
dilakukan upaya penanggulangan sebagai berikut:
1) Pemantauan Status Gizi (PSG) masyarakat.
2) Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
3) Pemantauan garam beryodium.
4) Pemberian kapsul vitamin A.
5) Pemberian tablet Fe.
6) Pengumpulan data KADARZI.

6. Diagnosa Keperawatan
a. Diare

Menurut SDKI DPP PPN (2016), diagnosa pada diare sebagai berikut:

1) Risiko integritas kulit berhubungan dengan kelembaban

Buku Asuhan Keperawatan Anak 100


2) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan trauma 3)
Defisitnutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis.keengganan untuk
makan)
b. Demam Thypoid

Menurut SDKI DPP PPN (2016), diagnosa pada demam thypoid sebagai berikut:

1) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis. Keengganan


untuk makan)
2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
3) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c. Kekurangan Kalori Protein

Menurut SDKI DPP PPN (2016), diagnosa pada KKP sebagai berikut:

1) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis. Keengganan


untuk makan)
2) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
3) Risiko gangguan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan
nutrisi
4) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah

7. Intervensi Keperawatan
a. Diare

Menurut SIKI DPP PPN (2016), intervensi keperawatan pada diare sebagai
berikut:

1) Perawatan integritas kulit


a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
b) Bersihkan perianal dengan air hangat, terutama selama periode diare
c) Anjurkan menggunakan pelembab anjurkan minum air yang cukup

Buku Asuhan Keperawatan Anak 101


2) Pemantauan cairan
a) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b) Monitor elastisitas atau turgor kulit
c) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
d) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
3) Manajemen nutrisi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
c) Anjurkan posisi duduk jika mampu
d) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

b. Demam Thypoid

Menurut SIKI DPP PPN (2016), intervensi keperawatan pada demam thypoid
sebagai berikut:

1) Manajemen nutrisi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
c) Anjurkan posisi duduk jika mampu
d) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2) Manajemen nyeri
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
d) Kolaborasi pemberian analgetik
3) Manajemen hipertermia
a) Identifikasi penyebab hipertermia
b) Monitor suhu tubuh
c) Sediakan lingkungan tubuh
d) Anjurkan tirah baring

Buku Asuhan Keperawatan Anak 102


e) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit

c. Kekurangan Kalori Protein (KKP)

Menurut SIKI DPP PPN (2016), intervensi keperawatan pada KKP sebagai
berikut:

1) Manajemen nutrisi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
c) Anjurkan posisi duduk jika mampu
d) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2) Pencegahan infeksi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
c) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d) Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
3) Promosi perkembangan anak
a) Identifikasi kebutuhan khusus anak dan kemampuan adaptasi anak
b) Dukung anak berinteraksi dengan anak yang lain
c) Jelaskan nama-nama benda obyek yang ada di lingkungan
d) Rujuk untuk konseling, jika perlu
4) Pemantauan Elektrolit
a) Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
b) Monitor kadar elektolit serum
c) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
d) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 103


C. HASIL ANALISIS SINTESIS
Pada kasus skenario di atas, berdasarkan mekanisme tanda dan gejala yang biasa
muncul pada anak dengan gangguan sistem pencernaan, maka dapat dikatakan anak
tersebut menderita Kekurangan Kalori Protein (KKP).
Pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan
terjadi secara besar-besaran sehingga kebutuhan tubuh akan protein akan lebih besar
daripada dengan orang dewasa.
Pada anak yang kekurangan kalori protein, terjadi kekurangan masukan protein
ke dalam tubuh sehingga kemampuan tubuh untuk membentuk protein baru
berkurang. Hal ini kemudian menyebabkan pembentukan kekebalan tubuh seluler
terganggu, sehingga tubuh menderita rawan serangan infeksi. Beberapa penyakit
infeksi yang sangat erat kaitannnya dengan kekurangan kalori protein pada anak salah
satunya yaitu diare. Diare yang berat dan terjadi berulang-ulang akan menyebabkan
seorang anak akan menderita KKP dan hal ini bisa berakibat terhadap defisit nutrisi
dan defisit cairan yang selanjutnya mengakibatkan keadaan umum lemah.
Pada keadaan ini, terjadi malnutrisi menyebabkan kehilangan berat badan sampai
berakibat kurus dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan
terjadilah old face karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka anak
menjadi menyusut dan berkeriput, kemudian baggy pants pada bokong atau pakaian
menjadi longgar.. Sedangkan dehidrasi mengakibatkan mata cekung dan turgor kulit
lambat kembali.
Selain merasa lemah, lesu dan lelah, kurangnya kalori protein dalam tubuh dapat
mengakibatkan sakit kepala dan sakit perut, bahkan pingsan atau kehilangan
kesadaran. Hal ini terjadi karena protein membantu mengangkut dan melepaskan
nutrisi ke seluruh tubuh. Bila jumlah kalori protein tidak tercukupi, maka akan
mengganggu homeostasis, yaitu konsentrasi zat dalam tubuh. Selain itu, hal ini juga
bisa mengganggu keseimbangan suhu tubuh sehingga terjadilah demam.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang

Buku Asuhan Keperawatan Anak 104


sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah
dapat terjadi kekurangan. Akibatnya, katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal.
Kekurangan kalori protein dalam makanan yang dikonsumsi akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Berkurangnya asam amino merupakan penyebab kurangnya pembentukan alkomin
oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema perlemahan hati terjadi karena
gangguan pembentukan lipo protein beta sehingga transport lemak terganggu dan
akibatnya terjadi akumulasi (penimbunan) lemak dalam hepar.105 Fungsi hati adalah
mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme keluar dari tubuh. Jika zat itu menumpuk di
dalam tubuh, maka hal tersebutlah yang menyebabkan perut menjadi membuncit.
Akibat tulang rusuk menonjol karena jaringan lemak sudah sangat sedikit atau
bahkan tidak ada lipid pada subkutunnya.
Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan yang ditetapkan adalah:
1. Defisit cairan berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB
Intervensi :
a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Rasional : Frekuensi dan kekuatan nadi merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien
b. Monitor elastisitas atau turgor kulit
Rasional : Pemeriksaan elastisitas atau turgor kulit merupakan salah satu
indikator untuk menentukan tingkat hidrasi
c. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Rasional : Untuk menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi
d. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Rasional : Untuk memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarganya

Buku Asuhan Keperawatan Anak 105


2. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis. keengganan
untuk makan)
Intervensi :
a. Identifikasi status nutrisi
Rasional : Membantu mengkaji keadaan pasien
b. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Rasional : Untuk meningkatkan asupan nutrisi yang sesuai
c. Anjurkan posisi duduk jika mampu
Rasional : Mempermudah proses menelan dan mengurangi risiko terjadinya
aspirasi
d. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
Rasional : Mengurangi insiden muntah dalam mengurangi kehilngan cairan,
menurunkan jumlah dan keenceran feses, mengurangi kejang usus dan peristaltic
usus.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Intervensi :
a. Identifikasi penyebab hipertermia
Rasional : Membantu menetapkan intervensi selanjutnya
b. Monitor suhu tubuh
Rasional : Pantauan suhu tubuh untuk mengetahui kenaikan suhu yang terjadi
c. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Rasional : Dengan melonggarkan pakaian dapat membuat kenyamanan dan
produksi panas tidak terakumulasi pada tubuh
d. Anjurkan tirah baring
Rasional : Istirahat menurunkan mobilitas usus juga menurunkan laju
metabolisme dan infeksi
e. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi

Buku Asuhan Keperawatan Anak 106


4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Intervensi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Rasional : Untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional : Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang di rasakan klien
c. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
Rasional : pemberian “health promotion” dapat mengurangi tingkat kecemasan
dan membantu klien dalam membentuk mekanisme koping terhadap rasanyeri
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Memberikan penurunan nyeri / tidak nyaman dapat mengurangi
demam. Obat yang dikontrol pasien atau berdasarkan waktu 24 jam
mempertahankan kadar analgesia tetap stabil, mencegah kekurangan ataupun
kelebihan obat-obatan.
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Intervensi :
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional : Agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif
b. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : Mempermudah dalam memberikan penjelasan kepada klien
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : Untuk dapat meningkatkan pengetahuan klien
d. Ajarkan perilaku hidup sehat
Rasional : Agar klien mengetahui cara hidup sehat dan pentingnya menjaga
kesehatan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 107


Surah Abasa ayat 24-32 menjelaskan tentang makanan yang dicerna oleh lambung :

{٢٤} ‫ام ِه‬ َ ‫سانُ ِإلَ ٰى‬


ِ ‫ط َع‬ َ ‫اْلن‬ ُ ‫فَليَن‬
ِ ‫ظ ِر‬

Terjemahan : Maka cobalah memandang manusia kepada makanannya (24)

{٢٥} ‫صبًّا‬ َ ‫أَنَّا‬


َ ‫صبَبنَا ال َما َء‬

Terjemahan : Sesungguhnya telah kami curahkan air securah-curahnya (25)

{٢٦} ‫شقًّا‬ َ ‫شقَقنَا اْلَر‬


َ ‫ض‬ َ ‫ث ُ َّم‬

Terjemahan : Kemudian kami lunakkan bumi selunak-lunaknya (26)

{٢٧} ‫فَأَنبَتنَا فِي َها َحبًّا‬

Terjemahan : Maka kami tumbuhkan padanya benih-benih makanan (27)

{٢٨} ‫َو ِعنَبًا َوقَضبًا‬

Terjemahan : Dan anggur dan sayur-sayuran (28)

{٢٩} ‫َوزَ يتُونًا َونَخ ًل‬

Terjemahan : Dan buah zaitun dan kurma (29)

ُ َ‫َو َحدَائِق‬
{٣٠} ‫غلبًا‬

Terjemahan : Dan kebun-kebun yang subur (30)

{٣١} ‫َوفَا ِك َهةً َوأَبًّا‬

Terjemahan : Buah-buahan dan rumput-rumputan (31)

ِ َ‫َمت َاعًا لَ ُكم َو ِْلَنع‬


{٣٢} ‫ام ُكم‬

Terjemahan : Akan bekal bagikamu dan ternakmu (32)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 108


D. WEB OF CAUSATION (WOC)
1. Diare

Buku Asuhan Keperawatan Anak 109


2. Demam Thypoid

Buku Asuhan Keperawatan Anak 110


3. Kekurangan kalori protein ( KKP )

Buku Asuhan Keperawatan Anak 111


BAB IV
SISTEM PERNAPASAN ANAK
Skenario

Bayi perempuan usia 29 hari dirawat di ruang NICU dengan sesak. Hasil
pengkajian didapatkan: pernapasan grunting pada saat bayi tidak menangis,retraksi
dinding dada,suprasternal, substernal, dan intercostal yang memburuk sampai
kelihatan ,pernapasan paradoxical, pernapasan cuping hidung,takipnea,
hypotermi,sianosis dan bunyi nafas menurun pad asaat auskultasi. anak nampak
bersin-bersin dan congestinasal. Pengeluaran mucus dan rabas dari hidung,sakit
kepala,demam,malaise,batuk,terdengar ronki pad asaat auskultasi,retraksi dinding
dada bagian bawah,anokresia, dan hipoksemia

A. Anatomi Sistem Respirasi (Pernapasan)


1. Hidung

Gambar 1.1
Sumber: (Tortora and Derssrickson, 2009)
Hidung merupakan tempat masuknya udara, memiliki 2 (dua) lubang (kavum
nasi) dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Rongga hidung mempunyai
permukaan yang dilapisi jaringan epithelium. Epithelium mengandung banyak kapiler
darah dan sel yang mensekresikan lender. Udara yang masuk melalui hidung
mengalami beberapa perlakuan, seperti diatur kelembapan dan suhunya dan akan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 112


mengalami penyaringan oleh rambut atau bulu-bulu getar . Hidung merupakan bagian
dari wajah yang terdiri dari kartilago, tulang, otot, dan kulit yang melindungi bagian
depan dari cavum nasi. Cavum nasi merupakan bangunan menyerupai silinder dengan
rongga kosong yang dibatasi tulang dan dilapisi mukosa hidung. Fungsi dari cavum
nasi adalah untuk menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang
memasuki hidung sebelum mencapai paru. Rongga hidung kiri dan kanan masing-
masing memiliki dua komponen yaitu rongga depan eksterna(vestibulum)dan rongga
hidung interna (fossa). Syaifudin, (1997: 87)

Rongga hidung ini dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah dan bersambung dengan faring dan dengan semua selaput lendir
semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Rongga hidung
mempunyai fungsi sebagai panyaring udara pernapasan oleh bulu hidung dan
menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa.Hidung berfungsi sebagai jalan napas,
pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung
dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai
pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim.
Vibrisa adalah rambut pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu
dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil)
yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya
dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bekteri (partikel
sangat kecil), maka enzim lisozom yang menghancurkannya (Irman Somantri, 2008:
4)

Fungsi hidung dalam proses pernafasan:

a. Udara yang dihangatkan, oleh permukaan konka dan septum nasalis setelah
melewati faring, suhu lebih kurang 36˚
b. Udara yang dilembabkan. Sejumlah besar udara yang dilewati hidung bila
mencapai faring kelebapanya lebih kurang 75%

Buku Asuhan Keperawatan Anak 113


c. Kotoran disaring ole bulu-bulu hidung. Partikel dirongga disaring oleh rambut
vestibular, lapisan mkosiliar, dan lisozim ( protein dala mata) fungsi ini
dinamakan oleh air condotioning jalan pernafasan atas. Kenaikan suhu tidak
melewati 2-3% dari shu tubuh. Uap air mencapai trakeabagian bawah bilaseorang
bernafas melalui tabung langsung masuk trakea. Pendingin dan pengeringan
berpengaruh pda bagian masuk trakea. Pendingin dan pengeringn bepengruh pda
bagian bawah paru sehingga mudah terjai infeksi paru
d. Penciuman. Pada pernafasan, biasa 5-10% udra pernafasan melalui celah
olfaktori. Dalam menghrup udar dengan keras. 20% udara pernafasan melalui
celah olfaktori
2. Faring (Tekak)

Gambar 1.2
Sumber: https://rumus.co.id/fungs-laring/
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan. Faring atau tekak terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher. Faring disebut juga sebagai
tenggorokan yaitu suatu silinder berongga dengan dinding yang terdiri dari otot.
Faring merupakan bagian yang menghubungkan bagian ujung belakang cavum nasi
dengan bagian atas esofagus dan laring. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian teratas dari

Buku Asuhan Keperawatan Anak 114


faring dan berada di belakang dari cavum nasi. Udara dari cavum nasi akan melewati
nasofaring dan turun melalui orofaring yang terletak di belakang cavum oris dimana
udara yang diinhalasi melalui mulut akan memasuki orofaring. Berikutnya udara akan
memasuki laringofaring dimana terdapat epiglottis yang berfungsi mengatur aliran
udara dari faring ke laring (Syaifudin, 1997:102).

Nasofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung di atas


palatum yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan jaringan limfoid yang
disebut tonsil faringeal, yang biasanya disebut sebagai adenoid. Jaringan ini kadang-
kadang membesar dan menutup faring. Tubulus auditorium terbuka dari dinding
lateral nasofaring dan melalui tabung tersebut udara dibawa kebagian tengah
telinga.Nasofaring dilapisi membran mukosa bersiliayang merupakan lanjutan
membran yang dilapisi bagian hidung. Orofaring terletak di belakang mulut di bawah
palatum lunak, dimana dinding lateralnya saling berhubungan. Diantara lipatan
dinding ini, ada yang disebut arkus palato-glosum yang merupakan kumpulan
jaringan limfoid yang disebut tonsil palatum(Watson, 2002: 299).

Dalam faring terdapat tuba eustachii yang bermuara pada nasofarings.Tuba ini
berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani, dengan
cara menelan pada daerah laringofarings bertemu sistem pernapasan dan pencernaan.
Udara melalui bagian anterior ke dalam larings, dan makanan lewat posterior ke
dalam esofagus melalui epiglotisyang fleksibel(Tambayong, 2001: 79)

3. Laring (Pangkal Tenggorokan)

Gambar 1.3 Sumber: https://id.m/wikipedia.org/wiki/Laring

Buku Asuhan Keperawatan Anak 115


Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
yang terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
kedalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan manutupi laring (Syaifudin, 1997).
Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang tersambung di garis tengah.
Di tepi atas terdapat lekuk berupa V. Tulang rawan krikoid terletak di bawah tiroid,
bentuknya seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya di sebelah belakang (ini
adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan
lainnya ialah kedua rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan
dan membantu menutup laring sewaktu orang menelan, laring dilapisi oleh selaput
lendir yang sama dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang
dilapisi selepiteliumberlapis (Pearce, 1995: 213).
Dalam laring terdapat pita suara yang berfungsi dalam pembentukan suara.
Suara dibentuk dari getaran pita suara. Tinggi rendah suara dipengaruhi panjang dan
tebalnya pita suara. Dan hasil akhir suara ditentukan oleh perubahan posisi bibir,
lidah dan platum mole(Tamaba yong, 2001: 80)
4. Trachea (Batang Tenggorokan)

Gambar 1.4
Sumber: (Tortora and Derrickson, 2009)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 116


Trakea disebut juga pita udara, merupakan organ silindris sepanjang sekitar 10-
12cm (pada dewasa) dan berdiameter 1,5-2,5 cm. Terletak digaris tengah leher dan
pada garis tengah sternum. Trakea memanjang dari kartilago krikoid pada laring
hingga bronkus di toraks. Trakea terdiri atas oto polos dengan sekitar 20 cincin
kartilago inkomplet dan ditutupi oleh membrane fibroelastik. Dinding posterior trakea
tidak di sokong oleh kartilago dan hanya terdapat membrane fibroelastik yang
menyekat trakea dan esophagus (Yusran Haskas, 2016)
Dindingnya terdiri atas epitel, cincin tulang rawan yang berotot polos dan
jaringan pengikat. Pada tenggorokan ini terdapat bulu getar halus yang berfungsi
sebagai penolak benda asing selain gas (Pearce, 1995).Trakea berjalan dari laring
sampai kira kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempati ini bercabang dua
bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tangan
lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaring fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa
jaringan otot. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia
dan sel cangkir. Jurusan silia ini bergerak keatas ke arah laring, maka dengan gerakan
debu dan butir -butir halus lainnya yang terus masuk bersama dengan
pernapasan,dapat dikeluarkan. Tulang rawan yang gunanya mempertahankan agar
trakea tetap terbuka, di sebelah belakangnya tidak tersambung, yaitu di tempat trakea
menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari tulang belakang (Pearce,1995:
214)
Fungsi trakea diantaranya mukosa terdiri dari epitel keras seperti lamina yang
berisi jaringan serabut-serabut elastis. Jaringan mukosa ini brasal daari glandula
mukosa sampai kepermukaan epitel menyambung kepembuluh darah bagian luar.
Submukosa trakea menjadikan dinding trakea kaku dan melindungi sert mencegah
trakea mengempis. Kartilago antara trakea dan esofagus lapisanya berubah menjadi
elastis pada saat proses menelan sehingga membuka jalan makanan dan makanan
masuk kelambung. Rangsangan saraf simpatis memperlebar daimeter trake dan
mengubah besar volume sat terjadinya proses pernafasan.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 117


5. Bronkhus (Pembuluh Napas)

Gambar 1.5
Sumber: https://tatakata.com/pengertian-dan-fungsi-bronkiolus-pada-
sitem-pernapasan-manusia/1078/
Bronchus merupakan cabang batang tenggorokan. Cabang pembuluh napas
sudah tidak terdapat cicin tulang rawan. Gelembung paru-paru, berdinding sangat
elastis, banyak kapiler darah serta merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen
dan karbondioksida (Pearce, 1995). Kedua bronkhus yang terbentuk dari belahan dua
trakhea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur
serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkhus itu berjalan ke
bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkhuskanan lebih pendek dan
lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkhus lobus atas, cabang kedua timbul
setelah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkhus lobus bawah. Bronkhus
lobus tengah keluar dari bronkhus lobus bawah.Bronkhus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah (Pearce, 1995: 214).

6. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan percabangan yang terjadi pada bronkus. pad
bronkiolus terminalis terdapat jaringan epitel yang mempunyai sel clara. sel-sel ini

Buku Asuhan Keperawatan Anak 118


tidak bersilia, memiliki kelenjar sekretorik, dan berfungsi mengeluarkan sekret
berupa glikosaminoglikan yang melindungi lapisan bronkiolus. bronkiolus juga
memperlihatkan daerah-daerah spesifik yang disebut badan neuroepitel yang
merupakan kemoreseptor yang bereaksi ketika terjadi perubahan komposisi gas dalam
jalan napas. sebelum memasuki alveolus, terdapat bronkiolus respiratorius adalah
percabangan dari bronkiolus terminalis yang merupakan daerah peralihan anatar
bagian konduksi dan bagian respirasi dari sistem pernapasan (Ninik, 2012).
7. Alveolus

Gambar 1.7
Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Alveolus
Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang berupa
gelembung- gelembung udara. Dindingnya tipis,lembap, dan berlekatan erat dengan
kapiler-kapiler darah. Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium pipih dan di
sinilahdarah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Adanya alveolus
memungkinkan terjadinya perluasan daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah dan CO2 dari sel-sel darah ke
udara (Purnomo. Dkk, 2009).
Membran alveolaris adalah permukaan tempat terjadinya pertukaran gas.
Darah yang kaya karbon dioksida dipompa dari seluruh tubuh ke dalam pembuluh
darah alveolaris, dimana, melalui difusi, ia melepaskan karbon dioksida dan
menyerap oksigen (Hogan, 2011)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 119


8. Pulmo (Paru-Paru)

Gambar 1. 8
Sumber: (Donald C Rizzo, 2010)
Paru-paru di bungkus oleh pleura. pleura adalah membran serosa yang
membungkus paru-paru. pleura mempunyai dua lapisan,yaitu lapisan parietal dan
lapisan viseral. di antara kedua lapisan tersebut terdapat cairan limfa. pada keadaan
normal, rongga pleura mengandung sedikit cairan limfa. keberadaan cairan limfa
pada rongga pleura sangat penting untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika
mengembang dan mengempis. dengan demikian,dapat dipahami apabila dikatakan
bahwa cairan ini bekerja sebagi pelumas
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang
bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan
bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia
8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang,
walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester
kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang
kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh
keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan
tidak mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi
berfungsi untuk:

Buku Asuhan Keperawatan Anak 120


1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu
kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa
surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini
menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu. Pada bayi cukup
bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir
selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru –paru. Pada
bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi
rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama.
Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh
pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru akan berkembang terisi udara
sesuai dengan perjalanan waktu.
Pertumbuhan paru-paru pada anak
5 fase perkembangan paru (Rudolf, 2003) Perkembangan paru-paru dibagi menjadi
lima tahap, empat di antaranya terjadi saat di kandungan.
a. Fase embrio paru melibatkan pertumbuhan saluran udara utama dan selesai pada
6 minggu kehamilan.
b. Fase pseudoglandular (6-16 minggu): percabangan jalan napas dan acinus (yang
akan menjadi tempat pertukaran udara) mulai berkembang.
c. Fase canalicular (16-28 minggu): meliputi vaskularisasi dari mesenkim distal dan
pengembangan acinus. Pada fase ini kapiler mendekati epitel saluran napas,
sehingga berpotensi untuk pertukaran gas.
d. Fase saccular (26-36 minggu): Saccules membentuk alveoli.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 121


e. Fase alveolar dimulai pada 36 minggu kehamilan dan berlanjut sampai periode
postnatal.

Bayi (0-12 bulan) Balita (3-5 tahun) dan Remaja (12-18 tahun)
dan Batita (12 bulan- anak usia sekolah (6-
2 tahun) 11 tahun)
1. Saluran pernapasan 1. Pola napas dan 1. Peningkatan volume
lebih pendek denyut jantung darah dengan anak
sehingga struktur menurun dengan laki-laki lebih tinggi
trakea, bronki, dan naiknya tekanan dibandingkan anak
pernapasan bawah darah. Denyut perempuan (mungkin
memiliki jarak yang jantung berbanding karena peningkatan
berdekatan dan terbalik dengan otot pada anak laki-
penularan agen ukuran tubuh. laki saat pubertas)
infeksius jauh lebih 2. Jantung mencapai 2. Diameter dan panjang
mudah. posisi dewasa dalam paruparu meningkat
2. Upaya pernapasan rongga dada dengan 7 bersamaan dengan
pada bayi sebagian tahun peningkatan volume
besar dengan perut 3. Di bawah 7 tahun, pernapasan, kapasitas
3. Produksi IgA di gerakan pernafasan vital dan efisiensi
mukosa paru terutama fungsional
ditambah dengan menggunakan perut pernapasan.
lumen trakea dan atau diafragma. Perubahan lebih
struktur pernapasan Sedangkan anak yang terlihat jelas pada
bagian bawah yang lebih tua, khususnya anak laki-laki karena
sempit menyebabkan anak perempuan, pertumbuhan
bayi menjadi lebih menggunakan toraks paruparu yang lebih
rentan terhadap 4. Episode infeksi besar
kesulitan pernapasan pernapasan sering 3. Pola pernapasan
akibat edema, lendir terjadi selama periode menurun menjadi
atau aspirasi benda ini. seperti dewasa.
asing
4. Sedikitnya alveolar
permukaan untuk
pertukaran gas.
5. Bunyi napas atas
yang jauh lebih
mudah bertransmisi
ke dada pada anak-
anak, membuat
auskultasi saluran
pernapasan bawah
menantang

Buku Asuhan Keperawatan Anak 122


Tabel 1.0 Perbedaan Anatomi dan Fisiologi Paru pada Tahap Perkembangan
Anak
Sumber: (MacGregor, 2001).
B. Fisiologi Pernapasan

Fisiologi Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida


yang terjadi pada paru. Fungsi paru adalah tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida pada pernapasan melalui paru/pernapasan eksterna. Oksigen dipungut
melalui hidung dan mulut. Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakeadan pipa
bronchial ke alveoli, dan dapat erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonalis(Syaifudin, 1997:92).

1. Mekanisme Pernapasan

Paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis,dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru dan dinding dada. paru dengan mudah
bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru dan dinding dada di
bawah tekanan atmosfer.paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir.

Pada waktu menarik napas dalam,otot berkontraksi tetapi pengeluaran


pernapasan dalam yang pasif. diafragma menutup ketika penarikan napas,rongga dada
kembali memperbesar paru,dinding badan bergerak, diagfragma dan tulang dada
menutup ke posisi semula. aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak
tulang rusuk ketika bernapas dalam dan volume udara bertambah.

Pada waktu inspirasi udara melewati hidung dan faring. udara dihangatkan dan
diambil uap airnya. udara berjalan melalui trakea,bronkus,bronkiolus,dan duktus
alveolaris ke alveoli. alveoli dikelilingi oleh kapiler-kapiler. Terdapat kira-kira 300
juta alveoli. Luas total dinding yang bersentuhan dengan kapiler-kapiler pada kedua
paru kira-kira 70 m2.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 123


Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu
bernapas dalam. pada waktu istirahat pernapasan menjadi dangkal akibat tekanan
abdomen yang membatasi gerakan diafragma.

2. Proses Pernapasan
a. Pernapasan dada / pernapasan rusuk
Pergerakan ke atas dan ke luar dari tulang-tulang rusuk karena kontraksi dari otot
antar tulang rusuk ( inter kostalis ) → rongga dada membesar, tekanan udara
didalam rongga dada lebih kecil dari tekanan di luar →udara luar masuk.
b. Pernapasan perut / pernapasan diafragma Pemasukan udara pernapasan
(inspirasi) disebabkan oleh mengembangnya rongga dada yang diakibatkan
berkontraksinya dan menurunnya diafragma → rongga dada membesar, tekanan
udara di dalam rongga dada lebih kecil → udara luar masuk
3. Inspirasi
Inspirasi adalah proses aktif berkontraksi otot-otot inspirasi yang menaikan
volume intratoraks. Selama bernapas tenang tekanan intrapleura kira-kira 25 mmHg
(relatif terhadap atmosfer) . pada permulaan inspirasi menurun sampai -6mmHg dan
paru ditarik ke arah posisi yang lebih mengembang di jalan Pada ermulaan inspirasi
menurun sampai 6 mmHg dan paru ditarik kearaah posisi yang lebih mengembang,
dijalan udara menjadi sedikit negatif dan udaara mengalr kedalam paru. Akhir
inspirasi rekoil menarik dada kembali keposisi ekspirasi kaarenaa tekanan rekoil paru
dan dinding dada seimbang. tekanan dalam jalan pernafasan eimang menjadi sedikit
positif, udara mengalir keluar dari paru.
Pada saat inspirasi, pengaliran udara kerongga pleura dan paru berhenti sebentar
ketik tekanan dalam paru bersamaan bergerak mengelilingi atsmofer. Pada waktu
penguapan pernadfasan, volume sebuah paru berkurang karena naiknya tekanan udara
untuk memperoleh dorongan keluar pda sistem pernafaasan. Tekanan intrapleura
adalah tekanan ukuran dalam antara pleura dan lapisan pleura dalam. Pleura parietaal
dan pleura viseral dipisahkan oleh selaput tipis yaang berisi zat daan gas

Buku Asuhan Keperawatan Anak 124


4. Ekspirasi
Pernafasan tenang bersifat pasif tidak ada otot-otot yang menurunkan volume
untuk toraks berkontraksi prmulaan ekspirasi kontraksi ini menimbulkan kerja yang
menahaan ]kekuatan rekoil dan melebatkan ekspirasi. Inspirasi yang kuat berusaha
mengurangi tekanan intrapleurasampai serendah 30 mmHg , ini menimbulkan
pengembangan paru dengan derajat ayaang lebih besar. Bila ventilasi meningkat,
luasnya deflasi paru meningkat dengaan kontrkasi otot-otot pernafasan, yang
menurunkan volume intratoraks.

Gambar 1.9
Sumber: (Nugraha, 2017)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 125


C. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Metabolisme
1. Hepar (Hati)

Gambar: 1.10
Sumber: https://dedaunan.com/9-fungsi-hati-pada-manusia-yang-penting-
dan-kompleks/amp/

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh manusia, terletak pada bagian atas
cavum abdominis, di bawah digfragma, kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar
terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gr. Hepar dikelilingi oleh cavum
toraks dan pada orang normal tidak dapat dipalpasi. Hepar merupakan pusat
metabolisme seluruh tubuh dan juga sumber energi tubuh sebanyak 20% serta
menggunakan 20%-25% oksigen darah, selain itu fungsi hepar yaitu sebagai
fagositosis dan imunitas dan sintesis protein.

Fungsi Hepar sebagai berikut yaitu :

a. Sebagai Metabolisme karbohidrat


b. Sebagai metabolisem lemak
c. sebagai metabolisme protein
d. berhubungan dengan pembekuan darah
e. fungsi hemodinamik

Buku Asuhan Keperawatan Anak 126


2. Pankreas

Gambar 1.11
Sumber: https://www.blogsederhana.web.id/yang-perlu-anda-ketahui-
tentang-fungsi-dari-ankreas-pada-manusia/

Pankreas suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5
cm dan tebal 2,5 cm. Terletak pada kuadran kiri atas abdomen. Pankreas merupakan
organ yang memiliki kemampuan sebagai eksokrin maupun endokrin. Bagian
endokrin kelenjar pankreas yakni bagian pulau langerhans tersusun atas sel beta dan
sel alpa yang berperan menghasilkan hormon yang mengontrol metabolisme
karbohidrat.

Fungsi Pankreas yaitu :

a. Mengatur kadar gula dalam darah melalui penegluaran glikogen,yang menambah


kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan hati .
b. Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarka insulin untuk
mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh,terutama otot. insulin juga
merangsang hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen dan menyimpannya
di dalam sel-selnya.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 127


3. Kandung Empedu

Gambar 1.12
Sumber: https://jejaksiganteng.blogspot.com/2012/07/fungsi-empedu-dan-
pankreas-manusia.html/

Kandung empedu berbentuk pir,panjangnya sekitar 7-10 cm,kapasitasnya


sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi anatar lobus hati kanan
dan kiri.

Fungsi kandung empedu yaitu :

a. Sebagai persediaan getah empedu,membuat getah empedu menjaidi kental


b. Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel hati yang digunakan untuk
mencerna lemak
c. Memberi warna feses dan sebagian diabsorpsi kembali oleh darah dan membuat
warna pada urin yang disebut urobin

Buku Asuhan Keperawatan Anak 128


4. Lien /Limpa

Gambar 1.13
Sumber: https://images.app.goo.glr/4UDVooKpqikuHvsra6

Lien merupakan organ RES (Reticulo Endothelial system ), Limpa


mempunyai bentuk lonjong, dengan ukuran panjang kira-kira 12 cm, lebar 7 cm dan
tinggi 4 cm serta berat sekitar 150 g. Terletak di cavum abdomen pada regio
hipokondrium sinistra. Limpa merupakan organ sebesar kepalan tinju yang lembut
dan berongga-rongga, berwarna keungguan. Limpa terdapat dibagian atas rongga
perut,tepat dibawah lengkung tulang iga di sebelah kiri. Terletak sepanjang costa
IX,X,dan XI sinistra dan ekstremitas inferiornya berjalan ke depan sampai sejauh
linea aksilaris media.

Fungsi Lien sebagai berikut yaitu :


a. Saat tubuh mengalami perdarahan berat maka limpa akan menyuplaikan darah.
b. menghancurkan sel darah merah yang sudh tua
c. Limpa sebagai tempat penyimpanan sel monosit yaitu suatu komponen sel darah
putih yang fungsinya dalam melawan kuman dan bakteri yang masuk ke tubuh
d. Sebagai cadangan darah, limpa ini dapat membungkus darah sehingga.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 129


D. Konsep Dasar Rds (Respirasi Distress Syndrome)

Gambar 1.14
Sumber : http://beranisehat.com/archives/4440

1. Pengertian RDS
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2000). \
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan
histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan
yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas
(Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai.
2. Etiologi RDS
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 130


b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang
dan bayi akan mengalami sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
d. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
f. Bayi prematur atau kurang bulan
g. Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.
3. Patofisiologi RDS
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga
daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan
yang tinggi untuk mengembang.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 131


Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli
menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72
jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
(Bobak, 2005).
4. Manifestasi klinis RDS
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping
hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-
96 jam pertama setelah lahir.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea

Buku Asuhan Keperawatan Anak 132


e. Murmur
f. Sianosis pusat
g. Retraksi interkostal
5. Komplikasi RDS
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi
pada RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi,
apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

b. Komplikasi jangka panjang


Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju
ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 133


2) Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

6. Penatalaksanaan Medis RDS


Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah
kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

7. Pengobatan
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
e. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
f. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 134


8. Pemeriksaan diagnostic
pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisa gas darah 1. Menilai derajat hipoksemia
2. Menilai keseimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia,
karenahipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat
takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis 1. Leukositosis menunjukkan
adanya infeksi
2. Neutropenia menunjukkan
infeksi bakteri
3. Trombositopenia menunjukkan
adanya sepsis
Pulse axymetri Menilai hipoksia dan kebutuhan
tambahan oksigen

a. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik
yang di temukan pada foto rontgen paru ialah adanya bereak difus berupa infiltrate
retikulogranulet ini, makin buruk prognosis bayi.
b. Gambaran laboratorium
Kelainan yang di temukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah:
1) Pemeriksaan darah

Buku Asuhan Keperawatan Anak 135


Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%,
prognosis lebih buruk, kadar bili rubin lebih tinggi bila dibandingkan denngan bayi
normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun di sebabkan kurangnya
oksigenasi didalam paruh dank arena adanya pirauh arteri vena. Kadar PaO2
meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran co2 sebagai akibat aktelektasis
paru, pH darah menurun dan deficit bisa meningkat akibat adanya hasidosis
respratorik dan metabolic dalam tubuh.
2) Pemeriksaan fungsi paruh
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuansi pernafasan
yang meninggi pada penakit ini akan memperhatikan pola perubahan pada fungsi
paruh lainnya seperti “tidal volume” menurun, “lung compliance” berkurang,
functional residual capacity merendah di serati “ vital capacity” yang terbatas.
Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskular
Penyelidikan dengan katerisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dan
fungsi kardiovaskular berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri kekanan atau
pirau kanan ke kiri ( bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri
paru dan sistemik.

9. Diagnosa RDS
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada
atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi atau
pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan
napas.
c. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang
tanpa disadari (IWL).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 136


e. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.

10. Intervensi RDS


a. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
b. Monitor adanya produksi sputum
c. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
d. Auskultasi bunyi nafas
e. Monitor jalan napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
f. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
g. Monitor status hidrasi
h. catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
i. berikan cairan intravena,jika perlu
j. identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
k. berikan suplemen makanan, jika perlu

E. Konsep Dasar ISPA

Gambar : 1.16
Sumber : http://cerita-pintar.blongspot.com/2012/09/bahaya-infeksi-saluran-
pernafasan-atas.html

Buku Asuhan Keperawatan Anak 137


1. Pengertian ISPA
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ tubuh
yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa (Romelan, 2006). Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering
pada anak di negara berkembang. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus
di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA
sebanyak lima dari 1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap anak balita diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan
ISPA mencakup 20-30% . ISPA adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ
saluran pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring trakea, bronchi dan alveoli
Kemungkinan yang terjadi adalah dikarenakan infeksi saluran pernafasan, yang dapat
berakibat buruk bagi kesehatan pernafasan mereka, tidak hanya pada masa tumbuh
kembang namun juga dapat berpengaruh hingga dewasa, karena penyakit-penyakit
saluran pernapasan pada bayi dan anak-anak mempunyai kemungkinan menyebabkan
kecacatan pada masa dewasa dikarenakan virus masuk ke paru dan merusak organ
disana dan susah untuk di sembuhkan (Suhandayani, 2007).
2. Etiologi ISPA
Sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas disebabkan oleh virus dan pada
umumnya tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Penyebab ISPA paling berat disebabkan
infeksi Streptococus pneumonia atau Haemophillus influenzae. Banyak kematian
yang diakibatkan oleh pneumonia terjadi di rumah, diantaranya setelah mengalami
sakit selama beberapa hari. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai
sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA. Infeksi
saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang
cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu
terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus,
daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca. Agen infeksi
adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran

Buku Asuhan Keperawatan Anak 138


pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni
golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,
clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.Usia bayi atau neonatus, pada
anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan
rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.Ukuran dari lebar penampang
dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit.
Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka
akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas. Kondisi klinis secara umum turut
berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan.
Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi,
asthma serta kongesti paru. Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat
terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin.

3. Manifestasi klinis Ispa


Tanda dan gejala yang muncul ialah:
a. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam
muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai
39,5OC-40,5OC.
b. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
c. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
d. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
e. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 139


f. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
g. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
h. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
i. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan.
Tanda – tanda ISPA dapat di lihat dari tanda klinis dan tanda laboratoris.
Tanda klinis ISPA :
a. Pada sistem respiratorik : takipneu, napas tidak teratur (apnea), retraksi dinding
torax, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, dan wheezing.
b. Pada sistem cardial : takikardi, bradikardi, hipertensi, dan hipotensi.
c. Pada sistem cerebral : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, dan
kejang.
d. Pada hal umum : letih dan berkeringat banyak.
Tanda laboratoris ISPA:
a. Hypoxemia
b. Hypercapnia
Tanda pada anak umur 2 bulan – 5 tahun :
a. Tidak bisa minum
b. Kejang
c. Kesadaran menurun
d. Stridor
e. Gizi buruk
Tanda bayi umur kurang dari 2 bulan :
a. Kejang
b. Kesadaran menurun
c. Stridor

Buku Asuhan Keperawatan Anak 140


d. Wheezing
e. Demam dan dingin

4. Patofisiologi Ispa
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut
gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering(Jeliffe,1974).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding
saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal.Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya
infeksi sekunder bakteri.Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan
terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat
pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick,
1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak
dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Virus yang menyerang saluran nafas
atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah
(Tyrell, 1980).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 141


Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan
kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis
kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans;
1997; 224).

6. Penatalaksanaan
a. Suportif : Meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dll.
b. Antibiotik : Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab.

7. Pencegahan ispa pada anak :


a. Rajin mencuci tangan
b. Konsumsi vitamin C
c. Hindari anak dariasap rokok
d. Lakukan vaksinasi,salah satu prevensi yang paling efektif
e. Cegah polusi di lingkungan rumah tangga.

8. Diagnosa Ispa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
b. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.
c. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam memasukan dan mencerna makanan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 142


9. Intervensi Ispa
a. Monitor jalan napas
b. Monitor bunyi napas
c. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
d. Identifikasi penyebab hipertemia (mis.dehidrasi,terpapar lingkungan
panas,penggunaan inkubator)
e. Monitor suhu tubuh
f. Berikan cairan oral
g. identifikasi status nutrisi
h. monitor hasil laboratorium
i. Berikan suplemen makanan, jika perlu

F. Konsep Dasar Pneumonia

1. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan akut pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit (Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK
Unsri Palembang, 2000).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.Pertukaran gass tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar
alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan
paru-paru yang sakit ( Doenges & Moorhouse, 2000 : 67)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 143


Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling
sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita (Said 2007).
2. Etiologi Pneumonia
a. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, streptokokus grup A, Haemophilus
Influenza dan staphilococcus aureus.
b. Jamur : Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Aspergillus,
Blastomcyes dermatitis, Cryptococcus, dan Candida sp.
c. Virus : Respiratorik Sensitisial Virus (RSV), Virus Parainfluenza, Adenovirus,
Rhinovirus, Virus Influenza, Virus Varisela dan rubella, Chlamydia trachomatis,
Mycoplasma Pneumoniae, Pneumocystis carinii.
d. Kimiawi : Aspirasi hidrokarbon alifatik. (Rudolph.2007)
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah : virus sinsial
pernafasan, adenovirus, virus parainfluenza dan virus influenza.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia :
a. Umur di bawah 2 bulan
b. Tingkat sosioekonomi rendah
c. Gizi kurang
d. Berat badan lahir rendah
e. Tingkat pendidikan ibu rendah
f. Tingkat pelayanan (jangkauan) kesehatan rendah
g. Kepadatan tempat tinggal
h. Imunisasi yang tidak memadai
i. Menderita penyakit kronis.
Menurut buku pneumonia komuniti, pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan
tiga klasifikasi pneumonia.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1) Pneumonia komuniti
2) Pneumonia nasokomial

Buku Asuhan Keperawatan Anak 144


3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised
b. Berdasarkan penyebab
1) Pneumonia bakteri/tipikal
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia sering diistilahkan dengan pneumonia
akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga
mereka yang telah lanjut usia, para peminum alkohol, pasien yang terbelakang
mental, pasien pasca operasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau
infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi
sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya
karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat
berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan
dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus
adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran nafas ringan
satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu), infeksi virus pada
saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus
(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terhisap masuk ke dalam paru-
paru. Beberapa bakteri mempunyai tedensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
klebsiella pada penderita alkoholik, staphylococcus pada penderita pasca infeksi
influenza, pneumonia atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
2) Pneumonia akibat virus
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza. Gejala awal dari
pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyero otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi
sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit, terdapat panas tinggi disertai
membirunya bibir.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 145


Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri.
Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bacterial. Salah satu tanda terjadi
superinfeksi bacterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau
merah tua.
3) Pneumonia Jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan
daya tahan lemah.
Berdasarkan predileksi infeksi:
a) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar
dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b) Pneumonia bronkopneumia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau
bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia,
kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan
demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita
kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih
mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada
kondisi demikian sudah beraneka ragam dan bisa terjadi infeksi di seluruh tubuh.

3. Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan penyebabkan utama pneumonia. Pneumococcus masuk ke
dalam paru melalui jalan pernapasan secara percikan (droplet). Proses radang
pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : (1) stadium kongesti : kapiler melebar
dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah
banyak, beberapa neutrofil dan makrofag, (2) Stadium hepatisa merah, lobus dan
lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung

Buku Asuhan Keperawatan Anak 146


sangat pendek, (3) Stadium hepatisa kelabu, lobus masih tetap padat dan warna merah
menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin, Alveolus
terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi
kongestif, (4) Stadium resolusi eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di
reabsorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari
pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak – bercak dengan distribusi
yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotik urutan stadium khas ini tidak
terlihat (Prof.DR.Iskandar Wahidiyat.1985)

4. Manifestasi Klinis Pneumonia


Tanda dan gejala berupa :
a. Batuk nonproduktif
b. Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d. Retraksi intercosta
e. Penggunaan otot bantu napas
f. Demam
g. Ronchii
h. Cyanosis
i. Thorak photo menunjukkan infiltrasi melebar
j. Batuk
k. Sakit kepala
l. Sesak nafas
m. Menggigil
n. Berkeringat
o. Lelah.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 147


5. Penatalaksanaan Pneumonia
a. Oksigen 1-2 l/menit
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan sesuai
berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastirk dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agois untuk memperbaiki transport mukosiler.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa elektrolit.
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
1. Untuk kasus pneumonia communiti base :
a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Untuk kasus pneumonia hospital base :
a) Sefotaksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
b) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

6. Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia


a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi struktural dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrate, empiema, infiltrasi menyebar atau terlokalisasi, atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Pada pneumonia mikoplasma, sinar X dada
mungkin bersih.
b. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlihat dan
penyakit paru yang ada.
c. JDL
Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 148


d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi trakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari 1 tipe
organisme ada, bakteri yang umum Diplococcus pneumonia, stapilococcus aureus, A-
hemolitik streptococcus, Haemophilus, CMV.
e. Pemeriksaan serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus LED Meningkat
f. Pemeriksaan fungsi paru
Volume mungkin menurun, tekanan jalan napas mungkin meningkat dan
komplain menurun, mungkin terjadi perembesan.
g. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah
h. Bilirubin
Mungkin meningkat
i. Aspirasi perkuatan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intraniklear tipikal dan keterlibatan sitoplastik, karakteristik
sel raksasa.

7. Komplikasi Pneumonia
a. Abses paru
b. Efusi pleural
c. Empisema
d. Gagal napas
e. Perikarditis
f. Meningitis
g. Atelektasis
h. Hipotensi
i. Delirium
j. Asidosis metabolik
k. Dehidrasi

Buku Asuhan Keperawatan Anak 149


l. Penyakit multi lobulari

8. Pencegahan Pneumonia
a. Menjalani vaksinasi
b. mempertahankan sistem kekebalan tubuh
c. menjaga kebersihan
d. hindari anak dari papasaran asap rokok

9. Pengobatan Pneumonia
a. Berikan oksigen pada anak
b. Minum obat pereda rasa sakit seperti ibuprofen
c. Berikan antibiotik pada anak
d. Berikan cairan pada anak dengan pemasangan infus

10. Diagnosa
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d terbentuknya eksudat dalam alveoli.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-
kapiler.
c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru.
d. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia yang berhubungan
dengan bau dan rasa sputum.
e. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/ hiperventilasi, muntah)

11. Intervensi Pneumonia


a. Identifikasi lokasi],karakteristik,durasi,frekuensi,kua]]litas,intensitas nyeri
b. Fasilitasi istirahat dn tidur
c. Monitor frekuensi,irama,kedalaman,dan upaya napas
d. Monitor adanya sumbatan jalan napas
e. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

Buku Asuhan Keperawatan Anak 150


G. Perbadaan antara RDS, ISPA, dan PNEUMONIA
1. RDS

Respirasi distress syndrome (rds) adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. yang disebabkan oleh
ukuran alveoli kecil, membrane hialin berisi debris BB bayi lahir <2500, terjadi
kelainan pada paru, dan bayi lahir belum cukup bulan (prematur) dengan tanda yang
dialami yaitu pernafacan cepat, pernafasan parodaks, pernafasan cuping hidung,
apnea, murmur dan sianosis pusat

2. ISPA

Ispa adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernafasan yaitu organ tubuh
yang di mulai dari hidung hingga ke alveoli. Contoh penderita ispa seperti pilek, dan
batuk-batuk yang disebabkan oleh virus, bakteri dan linkungan yang tidak sehat. Ispa
biasa ditandai dengan bunyi nafas wheezing, demam, hidung tersumbat dan dingin

3. PNEUMONIA

Pneumonia adalah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada kantong udara


di salah satu atau kedua paru. sekumpulan kantong udara kecil diujung saluran
pernafasan paru-paru (alveoli) akan meradang dan dipenuhi cairan atau nanah.
Pneumonia disebabkan oleh baktei, virus, jamur dan zat kimia. Akibatnya penderita
mengalami sesak napas, batuk berdahak, demam atau menggigil, suara nafas lemah,
deman, bunyi napas ronchi sianosis, batuk, sakit kepala

Buku Asuhan Keperawatan Anak 151


H. Web Of Causation (WOC)

Bakteri/virus

Peradangan alveolus
Nyeri Suhu tubuh meningkat
(parenkim paru)

Ekstrapasasi cairan sirosa MK : Risiko tinggi


ke dalam alveoli kekurangan cairan

Terbentuknya eksudat Produksi sputum


dalam alveoli meningkat
Buku Asuhan Keperawatan Anak 152
O2 ke vena alveolar
kapiler terhambat
Sputum bau dan kental

Anoreksia
Kerusakan
Hipoksemia
jaringan paru
MK : Gangguan
pemenuhan
MK : Gangguan
nutrisi
pola nafas

MK : Bersihan
jalan nafas tidak
efektif

Gambar 2.2 Pathway Pneumonia

Buku Asuhan Keperawatan Anak 153


Gambar 2.3 Pathway Ispa

Buku Asuhan Keperawatan Anak 154


BAB V

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

DIABETES MELITUS

Scenario/Kasus Pemicu

Seorang anak perempuan usia 10 tahun datang ke poli anak dengan keluhan
sering merasa lemas dan mengantuk. Hasil pengkajian didapatkan anak mengeluh
poliuri, polidipsi dan polifagia. Berat bada ndidapatkan 40 kg. Hasil lab Gdp 190
mg/dl, post prandial 220mg/dl, Hb A 1C 11%, trigliserida 300 mg/dl, LDL 111
mg/dl.

A. Hasil Analisis Sintesis


Anatomi dan Fisiologis Sistem Endokrin pada Anak

Sistem endokrin adalah suatu system yang bekerja dengan perantaraan zat-zat
kimia (hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin.Kelenjar endokrin merupakan
kelenjar buntu (sekresi interna) yang mengirim hasil sekresinya langsung masuk ke
dalam darah dan cairan limfe, beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus
(saluran). Hasil sekresinya disebut hormon, dan excresi hormonnya ke cairan intrasel
(tidak langsung ke pembuluh darah). Hormone ini masuk ke dalam darah dan dibawa
oleh system peredaran darah ke seluruh bagian tubuh. Sistem endokrin terdiri dari
kelenjar-kelenjar endokrin dan bekerja sama dengan system saraf, mempunyai
peranan penting dalam pengendalian kegiatan organ-organ tubuh. Meskipun darah
menyebarkan hormone ke seluruh tubuh namun hanya sel sasaran tertentu yang dapat
berespon terhadap masing-masing hormone, karena hanya sel sasaran yang memiliki
reseptor untuk mengikat hormone tertentu.Jadi setelah dikeluarkan, hormone
mengalir dalam darah ke sel sasaran di tempat yang jauh, tempat bahan ini mengatur
atau mengarahkan fungsi tertentu.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 155


Kelenjar endokrin yang terdapat didalam tubuh adalah sebagai berikut:

1. Hypophysis (Glandula pituitaria)

Kelejar hipofisis atau pituitaryadalah suatu kelenjar endokrin yang terletak di


dasar tengkorak (sela tursika) fossa os sfenoid. Besarnya kira-kira 10x13x6 mm dan
beratnya sekitar 0,5 gram. Kelenjar ini memegang peranan penting dalam menyekresi
hormone dari semua organ endokrin (sebagai pengatur), kegiatan hormone yang lain,
dan mempengaruhi pekerjaan kelenjar yang lain. Hipofisis dihubungkan dengan
hipotalamus oleh sebuah tangkai penghubung tipis.Fungsi hipofise dapat diatur oleh
sususnan saraf pusat melalui hypothalamus yang dilakukan oleh sejumlah hormone
yang dihasilkan hipotalamus.Hormone-hormon yang mengatur fungsi hipofise
disebut hipophysiotropic hormone dihasilkan ole sel-sel neorosekretori yang terdapat
dalam hipotalamus.Kelenjar hipofise mempunyai dua lobus, yaitu lobus anterior, dan
lobus posterior.

a. Lobus anterior (adenohipofise), berasal dari kantong rathke ( dua tulang rawan )
yang menempel pada jaringan otak lobus posterior , menghasilkan sejumlah
hormone yang bekerja sebagai pengendali produksi dari semua organ endokrin
yang lain.
1) Hormon somatotropik ( growth hormone). Hormon pertumbuhan yang
berfungsi merangsang pertumbuhan tulang, jaringan lemak, dan visera
penting pada individu yang masih muda untuk pertumbuhan.
2) Hormon tirotropik, thyroid stimulating hormone (TSH) mengendalikan
kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormone tiroksin. Fungsinya
menstimulasi pembesaran tiroid, menambah uptake yodium, dan menambah
sintesis tiroglobulin.
3) Hormon adrenokortikotropik ( ACTH) mengendalikan kelenjar suprarental
dalam menghasilkan kortisol yang berasal dari korteks kelenjar suprarenal.
4) Hormon gonadotropin , menghasilkan :

Buku Asuhan Keperawatan Anak 156


a) Follicle stimulating hormone (FSH) yang memiliki fungsi berbeda pada wanita
dan pria. Pada wanita, hormone ini merangsang pertumbuhan dan perkembangan
folikel ovarium, tempat berkembangnya ovum atau sel telur. Pada pria FSH
diperlukan untuk produksi sperma.
b) Luteinzing hormone (LH) juga berfungsi berbeda pada wanita dan pria. Pada
wanita LH berperan dalam ovulasi dan luteinisasi (yaitu, pembentukan korpus
luteum penghasil hormone di ovarium setelah ovulasi). Pada pria hormone ini
merangsang sel interstisium leydig di testis untuk mengeluarkan hormone seks
pria, testosterone, sehingga hormone ini memiliki nama alternative interstitial
cell-stimulating hormone (ICSH)
c) Prolactin (PRL) meningkatkan perkembangan payudara dan produksi susu pada
wanita. Fungsinya pada pria belum jelas, meskipun bukti menunjukan bahwa
hormone ini mungkin merangsang produksi reseptor LH di testis.

b. Lobus Posterior (neurohipofisis)

Lobus posterior hipofise terdiri dari jaringan saraf dan karenanya juga dinamai
neurohipofisis, berasal dari evaginasi atau penonjolan dasar ventrikel otak ketiga,
menghasilkan dua macam hormone :

1) Vasopresin atau arginen vasopressin (APV), hormone anti-diuretik (ADH)


yang bekerja melalui reseptor-reseptor tubulus distal ginjal, menghemat air,
mengonsentrasi urine dengan menambah aliran osmotic dari lumina-lumina
ke intestinum medular yang membuat kontraksi otot polos.
2) Oksitosin merangsang kontraksi otot polos uterus untuk membantu
mengeluarkan janin selama persalinan, dan hormone ini juga merangsang
penyemprotan (ejeksi) susu dari kelenjar mamaria (payudara) selama
menyusui.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 157


2. KalenjerTthyreoidea

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di dalam leher bagian bawah
melekat pada tulang laring, sebelah kanan depan trakea, dan melekat pada dinding
laring. Kelenjar ini terdiri dari dua lobus (lobus dekstra dan lobus sinsitra ), saling
berhubungan, masing-masing lobus tebalnya 2 cm, panjang 4 cm, dan lebar 2,5 cm.
kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroksin. Pembentukan hormone tiroid
bergantung pada jumlah yodium eksogen yang masuk ke dalam tubuh sumber utama
untuk memelihara keseimbangan yodium dalam makanan dan air minum.

Struktur mikroskopis kelenjar ini terdiri dari folikel seperti kelenjar asiner,
berdinding selapis sel, bila sedang aktif berbentuk kuboid yang tinggi

Sekresi hormone tiroid memerlukan bantuan TSH untuk endositosiskoloid oleh


mikrovili, enzim proteolitik untuk memecahkan ikatan hormone T3
(triiodothyronine) dan T4 (tetraidothyronine) dari trigobulin dan melepaskan T3 dan
T4 ke peredaran darah.

a. Fungsi hormon tiroid


1) Mempengaruhi pertumbuhan dan maturasi (pematangan) jaringan tubuh,
penggunaan energy total.
2) Mengatur kecepatan metabolism tubuh dan memengaruhi beberapa reaksi
metabolic dalam tubuh.
3) Menambah sintesis asam ribonukleus (RNA) dan protein, suatu aksi yang
mendahului meningginya basal metbolisme.
4) Dalam konsentrasi tinggi, balans nitrogen negative dan sintesis protein
berkurang.
5) Menambah produksi panas dan menyimoan energy pada konsentrasi
hormone tiroid yang tinggi.
6) Absropsi intestinal glukosa bertambah lancer oleh hormone tiroid,
memungkinkan factor toleransi glukosa yang abnormal sering, ditemukan
pada hipertiroidsme.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 158


b. Fungsi hormone tiroksin
1) Tiroksin mempengaruhi proses okdidasi dalam tubuh sehingga memengaruhi
metabolism didalam tubuh.
2) Tiroksin berperan penting dalam pertumbuhan pada masa kanak-kanak dan
perkembangan mental
3) Koloid yang terdapat dalam gelembung tiroid menjadi tempat penyimpanan
yodium untuk pertumbuhan.
4) Tiroksin mempengaruhi stimulais system saraf.
5) Tiroksin memelihara kesehatan kulit dan rambut

3. Kalenjer Parathyreoidea

Kelenjar paratiroid terletak diatas selaput yang membungkus kelenjar


tiroid.Terdapat dua pasang (4 buah) terletak di belkaang tiap lobus dari kelenjar
tiroid, dua sebelah kiri dan dua sebelah kanan.Besarnya setiap kelenjar kira-kira
5x5x3 mm dengan berat antara 25-30 mg berat keseluruhan lebih kurang 120 mg.

Kelenjar paratiroid menghasilkan hormone paratiroksin yaitu suatu peptida,


terdiri dari 84 asam amino.Produksi hormone paratiroid akan meningkat apabila
kadar kalsium di dalam plasma menurun dalam keadaan fisiologis normal. Kadar
kalsium dalam plasma berada dalam pengawasan homeostatis dalam batas yang
sangat sempit.Pengawasan ini dipengaruhi oleh perubahan diet setiap hari dan
pertukaran mineral antara tulang dengan darah.

a. Fungsi kalenjer paratiroid


1) Memelihara konsentrasi ion kalsium plasma dalam batas yang sempit
meskipun terdapat variasi-variasi yang luas
2) Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfor oleh ginjal, mempunyai efek
terhadap reabsorbsi tubuler dari kalsium dan sekresi fosfor
3) Mempercepat absorpsi kalsium di intestinum.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 159


4) Jika pemasukan kalsium berkurang, hormone paratiroid menstimulasi
resorpsi tulang sehingga menambah kalsium dalam darah.
5) Dapat menstimulasi transpor kalsium dan fosfat melalui membrane dari
mitokondria
b. Fungsi ion kalsium
1) Penting dalam cairan intrasel dan ekstrasel\
2) Komponen utama dalam tulang
3) Penting dalam pembekuan darah dan kegiatan berbagai system enzim
4) Penglepasan kalsiu (Ca) intrasel untuk mengaktifkan sel ( proses sekresi dan
kontraksi otot)
5) Kalsium ekstrasel mengadakan perubahan kecil pada konsentrasi untuk
perubahan kepekaan sel (hipokalsemia) yang menimbulkan epilepsy dan
tetani

4. Thymus

Kelenjar timus terletak dalam rongga mediastinum di belakang os sternum, di


dalam rongga toraks, kira-kira setinggi bifukasi trachea.Kelenjar timus menginduksi
diferensiasi sel induk limfosit yang mampu berpartisipasi dalam reaksi kekebalan. Di
antara bukti tentang adanya aktivasi endokrin pada timus ialah kenyataan bahwa
timus peka terhadap hormone tiroid.Mengecilnya ukuran timus sementara
kedewasaan kelamin tercapai disebabkan oleh hambatan yang diberikan oleh steroid
gonald.Steroid adrenal juga menghambat timus, pengaruh ini dipakai sebagai
parameter untuk kortikosteroid.

Kelenjar timus adalah suatu sumber dari sel yang mempunyai kemampuan
imunologis. Sumber hormone timus mempersiapkan proliferasi dan maturasi sel-sel
yang mempunyai kemampuan potensial imunologis dalam jaringan lain. Setelah
dewsa pertumbuhan akan berkurang sehingga mengurangi aktivitas kelamin.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 160


a. Funsi kalenjer timus
1) Suatu sumber sel yang mempunyai kemampuan imunologis.
2) Sumber hormone timik yang mempersiapkan proloferasi dan maturasi sel-sel
yang mempunyai kemampuan potensial imunologis dalam banyak jaringan
lain.
3) Mengurangi aktivitas kelamin

5. Kalenjer Pinealis

Kelenjar pienalis (epifise) ini terdapat dalam ventrikel otak, berbentuk kecil
dengan warna merah seperti sebuah cemara.Kelenjarna menonjol dari mensefalon ke
atas dan ke belakang kolikus superior.Fungsinya belum diketahui dengan jelas.
Kelenjar in menghasilkan sekresi interna dalam membantu pancreas dn kelenjar
kelamin berperan penting dalam mengatur aktivitas seksual dan reproduksi manusia.

Kalenjer pienalis diatur oleh isyarat syaraf yang ditimbulkan oleh cahaya yang
terlihat oleh mata, menyekresi melatonin, dan zat lain yang serupa melewati aliran
darah atau cairan ventrikel III ke glandula hipofise anterior menghambat sekresi
hormone gonadotropin, dan gonad menjadi terhambat lalu berinvolusi.

6. Kalenjer Suprarenalis

Kelenjar suprarenalis atau adrenal berbentuk ceper terdapat pada bagian atas dari
ginjal.Kelenjar ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar (Korteks) yang berasal
dari sel-sel mesodermal, bagian dalam disebut medula yang berasal dari sel-sel
ectodermal.Berdasarkan perbedaan dari zat yang dihasilkan, fungsi dan peranan
dalam mengatur kehidupan sel di dalam tubuh juga berbeda.Bagian korteks
menghasilkan hormone-hormon yang dikatagorikan sebagai hormone steroid,
sedangkan bagian medula menghasilkan katekolamin.

a. Korteks adrenal :terdiri dari sel-sel epitel yang besar berisi lipoid yang disebut
foam cells, terdiri ari zona glomerulosa ( lapisan luar), zona fasikulata ( lapisn

Buku Asuhan Keperawatan Anak 161


tengah yang paling besar) , zona retikularis (lapisan dalam langsung yang
mengelilingi medulla). Pemeliharaan struktur tubuh dan aktivitas sekresi dari
korteks suprarenal dipengaruhi oleh hormone adrenokortikotropin (ACTH) dari
lobus anterior hipofise. Korteks adrenal menghasilkan hormone :
1) Kortikosteroid, mengandung struktur dasar nukleus
2) Mineralokortikoid, terdiri atas aldosterone dan deoksikortikosteron ( DOC ).
Kedua hormone ini berperan penting dalam keseimbangan elektrolit dan air
di dalam tubuh.
3) Hormon kelamin, terdiri dariandrogen, estrogen dan progesterone. Kadar
hormone yang dihasilkan sedikit sehingga tidak memberikan dampak yang
buruk. Namun jika kadar hormone tersebut bertambah, sifat kelamin
sekunder akan berubah.
b. Korteks medulla: terdiri dari sel-sel yang menghasilkan hormone epinefrin dan
hormone norepinefrin yang mengandung sel-sel ganglion simpatis dan kelenjar
medula adrenal. Kelenjar medula adrenal dapat membentuk dan melepaskan
adrenalin di samping noradrenalin. Dalam medula adrenal norepinefrin dibuha
oleh enzim yang dirangsang oleh kortisol. Pada dasarnya katekolamin
(adrenallin) dan noradrenalin terbentuk melalui suatu hidroksilasi dan
dekarboksilasi asam amino fenilanin dan tirosin. Tirokisn ditanspor ke dalam sel
untuk menyekresi katekolamin ditosin.

7. Kalenjer Pankreas

Pancreas adalah suatu alat tubuh yang agak panjang terletak retroperitoneal
dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I dan II. Kepala pancreas
terletak dekat kepala duodenum, sedangkan ekornya sampai ke lien.Pancreas
mendapat darah dari arteri linealis dan arteri mesenterika superior.Pancreas
menghasilkan dua kelenjar aitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin. -Diantara
sel-sel eksokrin di seluruh pancreas tersebar kelompok-kelompok atau “pulau”, sel
endokrin yang dikenal sebagai pulau (islets) Langerhans. Pulau-pulu Langerhans

Buku Asuhan Keperawatan Anak 162


berbentuk oval tersebar di seluruh pancreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta
pulau-pulau Langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan, setengan dari
sel ini menyekresi hormone insulin

Dalam tubuh manusia normal pulau Langerhans menghasilkan empat jenis sel :

a. Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40 % memproduksi glucagon menjadi factor


hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif
b. Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya membuat insulin
c. Sel-sel D 5-15 % membuat somatostatin
d. Sel-sel F 1% mengandung dan menyekresi pankreatik polipeptida.

Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama
lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sebelum dapat berfungsi ia harus
berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam membrane sel. Sekresi insulin
dikendalikan oleh kadar glukosa darah.

Mekanisme kerja insulin :

a. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel/jaringan tubuh kecuali otak,


tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah. Masuknya glukosa
adalah suatu proses difusi, karena perbedaan konsentrasi glukosa bebs antara luar
sel dan dalam sel
b. Meningkatkan transport asam amino ke dalam sel.
c. Meningkatkan sintesis protein di otak dan hati.
d. Menghambat kerja hormone yang sensitive terhadap lipase, meningkatkan
sintesis lipida.
e. Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi.
Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang dikenal dengan diabetes
mellitus, yang mengakibatkan glukosa tertahan di luar sel (cairan ekstraseluler),
mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan glukosa/ energy dan akan
merangsang glikogenolisis di sel hati dan sel jaringan.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 163


Mekanisme Tanda dan Gejala yang Biasa Muncul pada Anak dengan
Gangguian System Endokrin

Gejala-gejala dari gangguan endokrin dapat berkisar dari ringan atau tidak ada
gejala hingga serius dan mempengaruhi seluruh tubuh Anda. Tergantung pada bagian
spesifik dari sistem endokrin yang terpengaruh, beberapa gejala dapat digolongkan
menjadi:

1. Diabetes

Gangguan endokrin yang paling umum adalah diabetes mellitus, yang terjadi
apabila pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang tersedia dengan optimal. Gejala diabetes dapat meliputi

a. Haus atau lapar yang berlebih


b. Kelelahan
c. Sering buang air kecil
d. Mual dan muntah
e. Kenaikan atau penurunan berat badan yang tidak disertai alas an
f. Perubahan pada penglihatan.
2. Akromegali

Akromegali adalah gangguan di mana kelenjar pituitari menghasilkan hormon


pertumbuhan yang berlebih. Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang berlebih,
terutama pada tangan dan kaki. Gejala akromegali biasanya adalah:

a. Ukuran bibir, hidung, atau lidah yang terlalu besar


b. Tangan atau kaki yang terlalu besar atau bengkak
c. Perubahan struktur tulang muka
d. Nyeri pada tubuh dan sendi
e. Suara yang dalam
f. Kelelahan dan kelemahan
g. Sakit kepala

Buku Asuhan Keperawatan Anak 164


h. Pertumbuhan tulang dan kartilago yang berlebih serta penebalan kulit
i. Disfungsi seksual, termasuk penurunan libido
j. Sleep apnea
k. Gangguan pada penglihatan.
3. Penyakit Addison

Penyakit Addison ditandai dengan penurunan produksi kortisol dan aldosteron


akibat kerusakan kelenjar adrenal. Gejala Addison biasanya adalah:

a. Depresi
b. Diare
c. Kelelahan
d. Sakit kepala
e. Hiperpigmentasi pada kulit
f. Hipoglikemia
g. Napsu makan rendah
h. Tekanan darah rendah
i. Periode menstruasi yang terlewat
j. Mual, dengan atau tanpa muntah
k. Ingin mengonsumsi garam
l. Penurunan berat badan
m. Kelemahan.
4. Sindrom Cushing

Sindrom Cushing disebabkan oleh kelebihan kortisol, dihasilkan oleh kelenjar


adrenal. Gejala dari sindrom Cushing biasanya adalah:

a. Buffalo hump (lemak di antara bahu seperti punuk)


b. Diskolorasi kulit seperti memar
c. Kelelahan
d. Merasa sangat haus
e. Penipisan dan melemahnya tulang (osteoporosis)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 165


f. Sering buang air kecil
g. Gula darah tinggi (hiperglikemia)
h. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
i. Mudah marah dan perubahan mood
j. Obesitas pada bagian atas tubuh
k. Wajah bundar
l. Kelemahan.
5. Penyakit Graves

Penyakit Graves merupakan salah satu jenishipertiroidisme yang mengakibatkan


produksi hormon tiroid. Gejala penyakit Graves biasanya adalah:

a. Mata menonjol
b. Diare
c. Kesulitan tidur
d. Kelelahan dan kelemahan
e. Goiter (pembesaran kelenjar tiroid)
f. Intoleransi terhadap panas
g. Detak jantung yang tidak teratur
h. Mudah marah dan perubahan mood
i. Detak jantung berdebar cepat (tachycardia)
j. Kulit yang tebal atau merah pada betis
k. Tremor
l. Penurunan berat badan.
6. Hashimoto’s thyroiditis

Hashimoto’s thyroiditis adalah suatu kondisi di mana tiroid diserang oleh sistem
imun, menyebabkan hipotiroidisme dan produksi hormon tiroid yang rendah, seperti:

a. Intoleransi terhadap dingin


b. Konstipasi
c. Rambut kering dan rontok

Buku Asuhan Keperawatan Anak 166


d. Kelelahan
e. Goiter (pembesaran kelenjar tiroid)
f. Nyeri sendi dan otot
g. Periode menstruasi yang terlewat
h. Detak jantung yang melambat
i. Pertambahan berat badan.
7. Hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah kondisi yang ditandai dengan kelenjar tiroid yang


overaktif. Gejala umum dari hipertiroidisme meliputi:

a. Diare
b. Kesulitan tidur
c. Kelelahan
d. Goiter
e. Intoleransi terhadap panas
f. Mudah marah dan perubahan mood
g. Detak jantung yang cepat (takikardia)
h. Tremor
i. Penurunan berat badan tanpa penyebab
j. Kelemahan.
8. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme merupakan kondisi di mana tiroid underaktif dan menghasilkan


terlalu sedikit hormon tiroid. Gejala umum dari hipotiroidisme meliputi:

a. Intoleransi terhadap dingin


b. Sembelit
c. Menurunnya produksi keringat
d. Rambut kering
e. Kelelahan
f. Goiter

Buku Asuhan Keperawatan Anak 167


g. Nyeri pada sendi dan otot
h. Periode menstruasi yang terlewat
i. Detak jantung yang melambat
j. Muka membengkak
k. Kenaikan berat badan.
9. Prolaktinoma

Prolaktinoma muncul apabila kelenjar pituitari yang disfungsional menghasilkan


hormon prolactin berlebih, yang berguna dalam produksi ASI. Prolaktin berlebih
dapat menyebabkan berbagai gejala, seperti:

a. Disfungsi ereksi
b. Kemandulan
c. Kehilangan libido
d. Periode menstruasi yang terlewat
e. Produksi ASI tanpa penyebab.

Selain itu, terdapat beberapa komplikasi gangguan endokrin tertentu, seperti,


kegelisahan atau insomnia (pada banyak kondisi tiroid), koma (pada hipotiroidisme,
depresi (pada banyak kondisi tiroid), penyakit jantung, kerusakan saraf, kerusakan
atau gagal pada organ, kualitas hidup yang buruk.

Mekanisme Pengaturan Lapar dan Kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena


berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya nafsu makan merupakan
sensasi yang menyenangkan berupa keinginan untuk makan. Sedangkan rasa kenyang
merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keniginan untuk makan (Erma,
2011).

Rasa lapar didefinisikan sebagai suatu keinginan intrinsik seseorang untuk


mendapatkan jumlah makanan tertentu untuk dikonsumsi. Sedangkan nafsu makan
didefinisikan sebagai preferensi seseorang terhadap jenis makanan tertentu yang ingin

Buku Asuhan Keperawatan Anak 168


dikonsumsi. Mekanisme rasa lapar dan nafsu makan adalah suatu sistem regulator
otomatis yang penting dalam usaha tubuh untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
intrinsiknya (Guyton dan Hall, 2006)

Nafsu makan terbentuk bukan sekedar kita berharap pasokan energi baru, tetap
terjadi karena keinginan otak dan perut. Keselarasan hormon otak dan perut dalam
mengendalikan nafsu makan dikendalikan oleh komponen berikut ;

1. Hormon metabolik yang diproduksi oleh sel-sel lemak

Leptin merupakan hormon yang terutama disekresi oleh jaringan adiposa putih,
diketahui sebagai ‘satiety hormone’. Fungsi leptin adalah sebagai molekul sinyal
yang menyampaikan pesan kepada otak mengenai ketersediaan energi yang tersimpan
di dalam lemak tubuh. Otak, terutama hipotalamus mengintegrasikan sinyal
metabolik yang berasal dari leptin tersebut untuk meregulasi homeostasis energi
dengan cara menurunkan nafsu makan, meningkatkan pengeluaran energi dan
thermogenesis.

Leptin mengatur rasa lapar dan kenyang. Bila produksi leptin menurun, kita akan
merasa lapar. Sebaliknya, ketika leptin meningkat, kita akan mersa kenyang. Saat kita
kurang makan, kalori yang keluar dari sel lemak akan ebih sedikit dari yang masuk.
Akibatnya, produksi leptin menurun dan kita merasa lapar. Itulah mengapa ketika kita
berdiet dengan mengurangi makan, kita justru sering merasa kelaparan (Pangkalan,
2009)

2. Sistem saraf otonom yang menghubungkan sel otak, usus dan lemak

Timbulnya rasa lapar dan kenyang diatur dalam hipotalamus.Beberapa pusat


saraf di hipotalamus ikut serta dalam pengaturan asupan makanan.

a. Nukelus lateral hipotalamus atau biasa disebut feeding system berfungsi sebagai
pusat lapar. Pusat makan disini beroperasi dengan membangkitkan dorongan
motorik untuk mencari makan.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 169


b. Nukelus ventromedial hipotalamus atau biasa disebut satiety system berperan
sebagai pusat kenyang. Stimulasi di daerah ini akan menyebabkan perasaan
kenyang segingga tidak mau makan (afagia).

Hipotalamus menerima sinyal saraf dari saluran pencernaan yang memberikan


informasi sensorik mengenai isi lambung, sinyal kimia dari zat nutrisi dalam darah
yang menandakan rasa kenyang, sinyal dari hormon gastrointestinal, sinyal dari
hormon yang dilepaskan dari jaringan lemak, dan sinyal dari korteks serebri yang
mempengaruhi perilaku makan.

3. Neurotransmiter (Lanny, 2012)

Pusat rasa lapar dan kenyang pada hipotalamus dipadati oleh reseptor untuk
neurotransmitter dan hormon yang mempengaruhi perilaku makan.Hormon dan
neurotransmitter tersebut terbagi atas substansi orexigenik yang menstimulasi nafsu
makan dan anorexigenik yang menghambat nafsu makan.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 170


Decrease feeding (Anorexigenic) Increase feeding (Orexigenic)
ɑ-Melanocyte-stimulating hormone (ɑ- Neuropeptide Y (NPY)
MSH) Agouti-related protein (AGRP)
Leptin Melanine-concentrating hormone
Serotinin (MCH)
Norephinephrine Orexin A dan B
Corticotropin-releasing hormone Endorphins
Insulin Galanin (GAL)
Cholecystokinin (CCK) Amino acids
Glucagon-like peptide (GLP) Cortisol
Cocaine-and amphetamine-regulated Ghrelin
transcript (CART)
Peptide YY (PYY)

Perbedaan Obesitas dan Diabetes Melitus (DM) pada Anak

Diabetes melitus adalah suatu keadaan didapatkan peningkatan kadar gula darah
yang kronik sebagai akibat dari gangguan pada metabolism karbohidrat, lemak, dan
protein karena kekurangan hormone insulin. Masalah utama pada penderita DM ialah
terjadinya komplikasi, khususnya komplikasi DM kronik yang merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian penderita DM (Surkesda, 2008).

Obesitas merupakan peningkatan massa jaringan tubuh sebagai akibat akumulasi


lemak berlebih yang apabila tidak dikendalikan dapat menimbulkan masalah
kesehatan lainnya seperti resistensi insulin dan diabetes melitus. Obesitas timbul
karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dan energi yang
keluar. Kalori yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak dibandingkan dengan kalori
yang dibakar (Nabila, 2018).

Obesitas merupakan faktor resiko penting untuk terjadinya DM tipe 2. Prevalensi


obesitas pada DM tipe 2 sangat tinggi. Lebih dari 80% pasien obesitas dengan DM

Buku Asuhan Keperawatan Anak 171


tipe 2 adalah obesitas, tetapi hanya 10% dari subjek yang mengalami obesitas
menjadi DM.

Pemeriksaan Penunjang pada Obesitas dan Diabetes Mellitus

Pemeriksaan penunjang diabetes melitus terkait kegemukan dan obesitas pada anak :

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) ≥ 126 mg/dl atau
2. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban
glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak
dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk
dianjurkan memakai kriteria diagnosis kadar glukosa darah puasa.
3. Pemeriksaan kadar lemak darah (kolestrol total. HDL, LDL dan trigliserida)
4. Pemeriksaan gula dalam urine (Genis, 2009)

Mekanisme Pencegahan dan Pengobatan pada Obesitas dan Diabetes Mellitus

1. Pencegahan dan Pengobatan Diabetes Melitus

Menurut Muliyani (2019) Tujuan utama penatalaksanaan DM adalah untuk


mencegah komplikasi dan menormalkan aktivitas insulin di dalam tubuh.

a. Edukasi, tujuan dari edukasi adalah mendukung usaha pasien yang menderita
DM untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya, mengetahui cara
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan atau komplikasi yang mungkin
timbul secara dini, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit
secara mandiri, disertai perubahan perilaku kesehatan yang diperlukan.
b. Diet, standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik,
yaitu karbohidrat : 45-65 % total asupan energi, protein : 10-20 % total asupan
energi, lemak : 20-25% kebutuhan kalori. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 172


c. Latihan Jasmani, dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi
darah dan tonus otot juga dapat diperbaiki dengan berolahraga. Penderita DM
harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan pada saat yang sama dan
intensitas yang sama setiap harinya
d. Farmakologi, pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4
minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
e. Nonfarmakologi, dapat menggunakan obat obatan herbal, misalnya dari tanaman
atau buah buahan. Dalam penelitan ini menggunakan pare sebagai pengobatan
alternatif untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien dengan DM.
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan
dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB
untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Pada dasarnya kebutuhan
kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat
memenuhi kebutuhan untuk aktifitas fisik maupun psikis dan untuk
mempertahankan berat badan agar mendekati ideal
2. Pencegahan dan Pengobatan Obesitas

Salah satu cara pengobatan Obesitas adalah diet. prinsip pengaturan diet pada
anak obesitas adalah diet seimbang karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas
dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit
penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori
sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai
penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie

Buku Asuhan Keperawatan Anak 173


diet).Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang menurunkan berat badan
dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan
komposisi karbohidrat 5060%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein
15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari. Diet tinggi serat, dianjurkan
pada anak usia> 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur
dalam tahun + 5) gram per hari (Mariam, 2016).

Diagnose Keperawatan Obesitas dan Diabetes Mellitus

1. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen
2. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
3. Resiko infeksi b/d penyakit kronis (mis. Diabetes Melitus)
4. Ansietas atau kecemasan anak b/d ancaman terhadap konsep diri

Intervensi Keperawatan Obesitas dan Diabetes Mellitus

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


No
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Intoleransi aktivitas 1. Melaporkan / 1. Identifikasi kesiapan
b/d ketidak- menunjukkan dan kemampuan
seimbangan antara peningkatan intoleransi untuk menerima
suplai dan kebutuhan terhadap aktivitas yang informasi
oksigen dapat diukurdengan tak 2. Sediakan materi dan
adanya dispnoe, media pengaturan
kelemahan berlebihan aktivitas dan istirahat
dan tanda vital dalam 3. Berikan kesempatan
rentang normal kepada pasien dan
keluarga untuk
bertanya
4. Jelaskan pentingnya

Buku Asuhan Keperawatan Anak 174


melakukan aktivitas
fisik / olahraga secara
rutin
5. Ajarkan cara
mengidentifikasi
kebutuhan istirahat
(mis. Kelelahan,sesak
napas saat aktivitas)

2 Pola nafas tidak Meningkatkanbersihal 1. Monitor frekuensi,


irama dan kedalaman
efektif b/d sindrom jalan napas dan
nafas sebelum dan
hipoventilasi meningkatkan relaksasi sesudah latihan
2. Sediakan tempat yang
atau rasa nyaman
tenang
3. Posisikan pasien
nyaman dan rileks
4. Tempatkan satu
tangan di dada dan
satu tangan di perut
5. Ambil nafas dalam
secara perlahan
melalui hidung dan
tahan selama tujuh
hitungan
6. Hitungan kedelapan
hembuskan napas
melalui mulut dengan
perlahan
7. Jelaskan tujuan dan
prosedur latihan
pernafasan

8. Anjurkan mengulangi
latihan 4-5 kali

3 Resiko infeksi b/d Mengelola asupan nutrisi 1. Identifikasi status


nutrisi
penyakit kronis (mis. yang seimbang
2. Monitor asupan
Diabetes Melitus) makanan
3. Fasilitsi menentukan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 175


pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5. Ajarkan diet yang di
programkan
6. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan,jika perlu
4 Ansietas atau Meningkatkan penilaian 1. Monitor tingkat harga
diri setiap waktu
kecemasan anak b/d perasaan / persepsi
2. Diskusikan
ancaman terhadap terhadap diri sendiri atau pengalaman yang
meningkatkan harga
konsep diri kempuan diri
diri
3. Diskusikan persepsi
negative diri
4. Diskusikan penetapan
tujuan realistis untuk
mencapai harga diri
yang lebih tinggi
5. Ajarkan membuka
diri terhadap kritik
6. Latih cara berfikir
dan berprilaku positif

Buku Asuhan Keperawatan Anak 176


B. Web of Causation

Buku Asuhan Keperawatan Anak 177


BAB VI

GANGGUAN SISTEM SARAF ANAK

Skenario/Kasus pemicu

“Patofisiologi Asuhan Keperawatan pada sistem persyarafan ”

Anak perempuan usia 2 tahun dirawat di ruang perawatan anak dengan demam.
Hasil pengkajian didapatkan, malaise, muntah, mudah terstimulasi, menangis dengan
merintih, kaku kuduk dan tanda kernig dan Brudzinsky positif. Selain itu, demam
tinggi, pingsan berlangsung 30 detik-5 menit, postur tonik, gerakan klonik, lidah dan
pipi tergigit, gigi dan rahang terkatup rapat, inkontinensia, gangguan pernafasan,
apnea, sianosis, linkar kepala 40 cm, ubun-ubun tampak menggelembung dan
menegang, urat-urat kepala terlihat jelas, mata terlihat memandang ke bawah, otot-
otot kaki terlihat kaku, mual, rewel, susah makan, nyeri kepala utamanya pada pagi
hari dan setelah bangun tidur.
Hasil Anilisis Sintesis yang merupakan pembahasan berdasarkan Sasaran
Pembelajaran.

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Sarafan Pada Anak

Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak
dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara fisiologi
yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin,2013).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 178


Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai
fungsi berbeda dan saling mempengaruhi (Tarwoto et al, 2009).

1. Sistem Saraf Pusat

Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional
pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi
elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara
mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).

Otak dan medula spinalis pada susunan saraf pusat merupakan pusat-pusat
utama dimana terjadi hubungan integrasi dari informasi saraf; karenanya
dibutuhkan pelindung yang baik. (Snell, 2015). Pelindung pada sistem saraf pusat
meliputi:

a. Tulang tengkorak

b. Selaput otak (meningen)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 179


c. Cairan serebrospinal

d. Penghalang darah-otak (Blood Brain Barrier)

Jaringan pada SSP memiliki suplai darah yang luas, namun terisolasi dari
sirkulasi umum oleh BBB. Penghalang ini menyediakan sarana untuk memelihara
lingkungan yang konstan, untuk mengontrol fungsi neuron SSP agar stabil
(Bachrudin, 2014).
a. Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur dari
segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tengkorak. Bagian utama otak
adalah otak besar (cerebrum), otak kecil (cereblum) dan otak tengah (Khanifuddin,
2012).

Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan serebrospinalis.
Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid disekitar otak dan medula
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah
dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel
epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral
medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak
otak dan medula spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat
buangan antara darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).

Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar
ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut
terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal. Sedangkan
disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus, hipotalamus, dan
epitalamus (Khafinuddin, 2012). Otak belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi
yaitu metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak
(pons) dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan menjadi medulla oblongata
(Nugroho, 2013). Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus,
dan amigdala (Khafinuddin, 2012).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 180


Otak manusia berbentuk gyrencephalic (yaitu berlipat) (Rockland, 2017). Otak
banyak membutuhkan nutrien terutama glukosa dan oksigen., dengan demikian otak
membutuhkan aliran darah yang cukup. Otak terdiri dari 20 milyar neuron, setiap
neuron dapat menerima informasi melalui ribuan sinaps dalam satu waktu. Otak
orang dewasa hampir 95% terdiri dari jaringan neural dalam tubuh. Berat otak orang
dewasa: 1,4 kg dan volume 1350 cc. Otak laki-laki 10% lebih besar dari wanita, oleh
karena perbedaan rata-rata ukuran badan (Bachrudin, 2014).

(Sumber : biologipedia.blogspot.com)

b. Medula Spinalis / Sumsum Tulang Belakang

Sumsum tulang belakang (medula spinalis) berbentuk silinder dan panjang


yang terdapat disaluran vertebra panjangnya sekitar 45 cm dan tebalnya sebesar
jari kelingking (Wilson et al, 2010).

Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang


belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar
berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area)
(Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam
mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf
sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai

Buku Asuhan Keperawatan Anak 181


penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks
(Khafinuddin, 2012).

(Biologi-hayati.blogspot.co.id)

2. Sistem Saraf Tepi


Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang
merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST tersusun dari semua
saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP (Bahrudin, 2013). Berdasarkan
fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu:

a. Sistem Saraf Somatik (SSS)

Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.

1) Saraf kranial

12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa
dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar
tersusun dari serabut sensorik dan motorik. Kedua belas saraf tersebut dijelaskan
pada .

Buku Asuhan Keperawatan Anak 182


(Sumber : Sekolah.co.id)

2) Saraf spinal

Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik dan
sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan
melalui eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna
vertebra tempat munculnya saraf tersebut.

(Sumber: Sridianti.com)

Buku Asuhan Keperawatan Anak 183


b. Sistem Saraf Otonom (SSO)

Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari.
Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh
darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini adalah saling berbalikan.

(Sumber:anfis-mariapoppy.blogspot.com)

SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari receptor
pada kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus, radiks, dan seterusnya
kesusunan saraf pusat. Jadi besifat ascendens.
2. Divisi motorik (efferent) yang menghubungkan impuls dari SSP ke
effector (Muscle and Glands) yang bersifat desendens untuk menjawab
impuls yang diterima dari reseptor di kulit dan otot dari lingkungan
sekitar (Bahrudin, 2013).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 184


3. Sel-sel pada Sistem Saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan sel
glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari panca
indera menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Sedangkan
sel glial berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron (Feriyawati, 2009).

4. Sel Saraf (Neuron)

(Sumber:DosenPendidikan.com)

Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer informasi pada
sistem saraf Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls. Setiap satu neuron
terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel (soma), dendrit dan akson
(Bahrudin, 2013).

Badan sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan. Soma berfungsi
untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari neuron (Nugroho, 2013).
Badan sel (soma) mengandung organel yang bertanggung jawab untuk
memproduksi energi dan biosintesis molekul organik, seperti enzim-enzim.

Pada badan sel terdapat nukleus, daerah disekeliling nukleus disebut


perikarion. Badan sel biasanya memiliki beberapa cabang dendrit (Bahrudin,
2013).

Buku Asuhan Keperawatan Anak 185


Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
menghantarkan rangsangan ke badan sel (Khafinudin, 2012). Khas dendrit adalah
sangat bercabang dan masing-masing cabang membawa proses yang disebut
dendritic spines (Bahrudin, 2013).

Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan


informasi keluar dari badan sel (Feryawati, 2006). Di dalam akson terdapat
benang-benang halus disebut neurofibril dan dibungkus oleh beberpa lapis selaput
mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat
jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel Schwann
yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan makanan dan
membantu pembentukan neurit. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh
lapisan mielin yang disebut nodus ranvier (Khafinudin, 2012).

Pada SSP, neuron menerima informasi dari neuron dan primer di dendritic
spines, yang mana ditunjukkan dalam 80-90% dari total neuron area permukaan.
Badan sel dihubungkan dengan sel yang lain melalui akson yang ujung satu
dengan yang lain membentuk sinaps. Pada masing-masing sinap terjadi
komunikasi neuron dengan sel yang lain (Bahrudin, 2013).

B. Mekanisme Tanda dan Gejala meningitis,kejang dan hidrofesefalus.


1. Mekanisme tanda dan gejala menginitis

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak


dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer, 2009). Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan
piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 186


Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.

Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya
ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di
bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai
dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi
akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi
terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan
dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-
Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh
darah yang disebabkan oleh meningokokus.( Price, Sylvia Anderson, 2009)

Tanda dan gejala meningitis (Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G, 2009)


yaitu sebagai berikut :

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering


2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:
a. Rigiditas nukal ( kaku leher ), Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran
karena adanya spasme otot-otot leher.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 187


b. Tanda kernik positip, ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki, bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata.

2. Mekanisme tanda dan gejala kejang

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) (1993, dalam


Pellock, 2014) kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling
umum terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem
saraf pusat. Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang
sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <6 bulan atau >3 tahun. Kejang
demam dapat terjadi bila suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat
menimbulkan serangan kejang. Menurut Maria (2011), setiap anak dengan kejang
demam memiliki ambang kejang yang berbeda dimana anak dengan ambang
kejang yang rendah terjadi apabila suhu tubuh 38 derajat Celsius tetapi pada anak
yang memiliki ambang kejang yang tinggi terjadi pada suhu 40 derajat Celsius
bahkan bisa lebih dari itu.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 188


Tanda dan gejala kejang

a. Ngastiyah (2014), menyebutkan bahwa kejang pada anak dapat terjadi


bangkitan kejang dengan suhu tubuh mengalami peningkatan yang cepat dan
disebabkan karena infeksi di luar susunan saraf pusat seperti otitis media
akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang demam biasanya juga
terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam dan berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, tonik
dan fokal atau akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat berhenti sendiri
dan pada saat berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk
sejenak tetapi setelah beberapa detik atau bahkan menit kemudian anak akan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
b. Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami
kejang adalah sebagai berikut :
1) Suhu badan mencapai 39 derajat Celcius
2) Saat kejang anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas dapat
terhenti beberapa saat
3) Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang
disusul munculnya gejala kejut yang kuat
4) Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
5) Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah
6) Napas dapat berhenti selama beberapa saat
7) Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil.

3. Mekanisme tanda dan gejala hidrosefalus

Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang


progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan –
jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan

Buku Asuhan Keperawatan Anak 189


meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang –
ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)

Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan


subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan
mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat
pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami
pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat
merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada
kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi
dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi
peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan
mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit
keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada
ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas
yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow).
Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar
pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP
sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi
dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas
normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan
menyebabkankematian.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 190


Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal
yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral
cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.( Price,Sylvia Anderson, 2009)

Tanda dan gejala hidrosefalus (Mualim, Muslim, 2010)

a. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun


1) Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
2) Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
3) Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan
pelebaran vena-vena kulit kepala.
4) Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot sign
yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
5) Perubahan pada mata.
a) Bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan penipisan tulang supra
orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang
akan terbenam
b) Strabismus divergens
c) Nystagmus
d) Refleks pupil lambat
e) Atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada chiasma optikum
f) Papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih terbuka.
b. Hydrochepalus pada anak diatas usia 2 tahun.
Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra kranial
oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup

Buku Asuhan Keperawatan Anak 191


C. Perbedaan meningitis.kejang dan hidrosefalus.

Meningitis Meningitis adalah radang pada


meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medulla
spinalis) dan disebabkan oleh
virus, bakteri atau organ-organ
jamur (Smeltzer, 2009). Meningitis
adalah radang dari selaput otak
(arachnoid dan
piamater). Bakteri dan virus
merupakan penyebab
utama dari meningitis.
(sumber:aladokter.com)

Kejang Menurut International League


Against Epilepsy (ILAE) (1993,
dalam Pellock, 2014) kejang
demam merupakan gangguan
neurologis akut yang paling umum
terjadi pada bayi dan anak-anak
disebabkan tanpa adanya infeksi
sistem saraf pusat. Kejang demam
terjadi pada umur 3 bulan sampai 5
tahun dan jarang sekali terjadi
untuk pertama kalinya pada usia
<6 bulan atau >3 tahun. Kejang (sumber:bayi7.com)
demam dapat terjadi bila suhu
tubuh diatas 38oC da suhu yang
tinggi dapat menimbulkan
serangan kejang. Menurut Maria
(2011), setiap anak dengan kejang
demam memiliki ambang kejang

Buku Asuhan Keperawatan Anak 192


yang berbeda dimana anak dengan
ambang kejang yang rendah terjadi
apabila suhu tubuh 38 derajat
Celsius tetapi pada anak yang
memiliki ambang kejang yang
tinggi terjadi pada suhu 40 derajat
Celsius bahkan bisa lebih dari itu.

Hidrosefalus Hidrosefalus merupakan sindroma


klinis yang dicirikan dengan
dilatasi yang progresif pada system
ventrikuler cerebral dan kompresi
gabungan dari jaringan – jaringan
serebral selama produksi CSF
berlangsung yang meningkatkan
kecepatan absorbsi oleh vili
arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan
serebrospinalis dan meningkatnya
tekanan ntrakranial menyebabkan
terjadinya peleburan ruang– ruang
tempat mengalirnya liquor (sumber: faomasi.com)
(Mualim, 2010)

D. Pemeriksaan Penunjang ,mekanisme pencegahan dan pengobatan pada


kasus meningitis,kejang dan hidrosefalus.
1. Pemeriksaan penunjang, pencegahan, dan pengobatan menginitis

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan cairan serebrospinalis


penunjang 2. Pemeriksan darah
3. Pemeriksaan radiologis

Pencegahan 1. Pencegahan primer (melakuakn pola hidup

Buku Asuhan Keperawatan Anak 193


sehat, pemeberian vaksin pada bayi)
2. Penecegahan sekunder ( diagnosis dini dan
pengobatan segera)
3. Pencegahan tersier (menurunkan
kelemahan dan kecacatan dengan fisioterapi
dan rehabilitas

Pengobatan 1. Meningitis pneumokok,meningokok :


ampisilin
2. Menginitis haemophilus influenza :
kombinasi ampisilin dan kloramfenikol
3. Menginitis anterobacteriaceae :
sefatoksinmenginitis
4. stphilococcus aureus : vankomisin

(Kemenkes RI 2009)

2. Pemeriksaan penunjang, pencegahan, dan pengobatan kejang

Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menjelaskan bahwa pemeriksaan


penunjang merupakan penelitian perubahan yang timbul pada penyakit dan
perubahan ini bisa sebab atau akibat serta merupakan ilmu terapan yang berguna
membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien.

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium. (Arief,


penunjang 2015).
2. Pungsi lumbal. (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2016).
Pencegahan 1. Imunisasi ((Widjaja, 2009)
2. Orang tua harus tenang dalam

Buku Asuhan Keperawatan Anak 194


menagamati anak ((Lissauer, 2013).
Pengobatan 1. Memberantas kejang secepat mungkin
(Newton, 2013).
2. melepas pakaian ketat yang digunakan
pasien, kepala pasien sebaiknya
dimiringkan untuk mencegah aspirasi
isi lambung, usahakan agar jalan napas
bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen. (Ngastiyah, 2014).
3. Pengobatan rumat. (Natsume, 2016).

3. Pemeriksaan penunjang, pencegahan, dan pengobatan hidrosefalus

Pemeriksaan P 1. pemeriksaan fisik:


penunjang a. - Pengukuran lingkaran kepala secara
berkala
b. – transiluminasi
c. 2. Pemeriksaan darah
3. 3. Pemeriksaan radiologi:
o - X-foto kepala: tampak kranium yang
membesar atau sutura yang melebar.
o - USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun
besar belum menutup.
a. - CT Scan kepala
Pencegahan Proses persalinan/kelahirandiusahakan dalam
batas-batas fisiologik untuk menghindari trauma
kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar
suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung
resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 195


Pengobatan 1. Terapi Medikamentosa
2. Pembedahan
Saharso. 2008. Hydrocephalus.
E. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada kasus meningitis,kejang
dan hidrosefalun.
1. Diagnosa Keperawatan Meningitis
a Nyeri akut
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis
b hipertermia
hipertermia b.d proses penyakit d.d kejang
2. Diagnosa Keperawatan Kejang
a. Resiko Cedera
Resiko Cedera b.d terpapar pathogen d.d kejang
b. Hipertermia
Hipertermia b.d proses penyakit d.d kejang
3. Diagnosa Keperawatan Hidrosefalus
a. Resiko Cedera
Resiko Cedera b.d terpapar pathogen
b. Resiko Defisit Nutrisi
Resiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
c. Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuscular d.d tidak mampu
mandi,mengenakan pakaian,makan,ketoilet,berhias secara mandiri.

F. Intervensi Keperawatan yang dapat di berikan pada anak pada kasus


meningitis,kejang,hidrosefalus.
1. Intervensi Keperawatan Meningitis
a Nyeri akut
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis

Buku Asuhan Keperawatan Anak 196


2) Intervensi:
3) Adukasi menejemen nyeri
4) Pemantauan nyeri
5) Pemberian obat intravena
6) Perawatan kenyamanan
7) Teknik distraksi
b Hipertermia
Hipertermia b.d proses penyakit d.d kejang
Intervensi:
1) Identifikasi penyebab hipertermia
2) Monitor suhu tubuh
3) Sediakan lingkungan yang dingin
4) Longgarkan atau lepaskan pakaian
5) Anjurkan tirah baring

2. Intervensi Keperawatan Kejang


a. Resiko Cedera
Resiko Cedera b.d terpapar pathogen d.d kejang
Intervensi :
1) Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
2) Sediakan pencahaya yang memadai
3) Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
4) Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien
b. Hipertermia
1) hipertermia b.d proses penyakit d.d kejang
2) intervensi :
3) Identifikasi penyebab hipertermia
4) Monitor suhu tubuh
5) Sediakan lingkungan yang dingin
6) Longgarkan atau lepaskan pakaian

Buku Asuhan Keperawatan Anak 197


7) Anjurkan tirah baring

3. Intervensi Keperawatan Hidrosefalus


a. Resiko Cedera
Resiko Cedera b.d terpapar pathogen
Intervensi:

1) Edukasi keamanan anak


2) Edukasi pengurangan resiko
3) manejemen kejang
4) Pemberian obat
b. Resiko Defisit Nutrisi

Resiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan

Intervensi:

1) Edukasi nutrisi anak


2) Edukasi berat badan anak
3) Konseling nutrisi
4) Pemantauan nutrisi
c. Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuscular d.d tidak mampu


mandi,mengenakan pakaian,makan,ketoilet,berhias secara mandiri.,.
Intervensi:
1) Dukungan perawatan diri
2) Manejemen Lingkungan
3) Promosi citra tubuh
4) Promosi latihan fisik

Buku Asuhan Keperawatan Anak 198


5. Web of Causation
WOC Menginitis
Factor penyebab Fraktor Predisposisi
Fraktur tulang tengkorak, operasi otak/sum-sum Bakteri & virus
TB

Invasi kuman ke selaput otak

Reaksi peradangan jaringan serebral

Odema cerebral Aliran darah otak ↓ G3an metabolisme cerebral Eksudat Meningen

G3 perfusi
↑ TIK Kolaps sirkulasi, kerusakan Asam laktat ↑ Reaksi septicemia
jar. otak
endotel, nekrosis PD otak jaringan otak/infeksi

G3an keseimbangan & neuron


Nyeri Perub. Menstimulasi Metabolisme tubuh
kepala tingkt reflek vasogal ↑
kesadaran WOC Kejang demam
Difusi ion K(+) + Na (-)
↑ kompensasi ventilasi
G3an rs Koma Mual, muntah
nyaman : Lepas muatan
Infeksi ekstrakranial listrik
: suhu tubuh
Hiperventilasi
nyeri
Kematian
Kejang
Gangguan keseimbangan membran sel neuron
Resiko perub. Pola
G3an pemenuhan nutrisi
nafas
kurang dr kebutuhan Berkurangnya koordinasi otot
Difusi Na dan Ca berlebih Kerusakan pada
Hipothalamus
G3an cairan & elektrolit Resiko
Depolarisasi membran dantrauma fisik
lepas muatan listrik berlebih
G3an
thermoregulasi
kejang
Kerusakan fungsi cerebral
umum

parsial
Frontal Ocxipital Temporal Parietal

sederhana
Terganggunya control emosi Fotophobia Terggunya sensasi G3an motorik

Gelisah G3 penglihatan Kelemahan


Pengecap Pencium pendengara fisik
n
Resiko injury Buku Asuhan Keperawatan Anak 199
G3 ADL
kompleks absens mioklonik Tonik atonik
klonik

Kesadaran Gg peredaran Aktivitas otot


darah

hipoksi Metabolisme
Resiko Reflek
cedera
menelan

Penumpukan Permeabilitas Keb. O2 Suhu


sekret kapiler tubuh
makin
Sel neuron asfiksia
aspirasi meningk
otak rusak
at

WOC hidrosefalus

Buku Asuhan Keperawatan Anak 200


DAFTAR ISTILAH

Akson : tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari
badan sel.

Akson hillock : Bagian akson yang melebar.

Apgar score 4/5 : Suatu metode yang dipakai untuk memeriksa keadaan bayi yang
beru lahir.

Apneu : merupakan sekumpulan gangguan tidur yang serius, dimana penderita yang
sedang tidur berulang-ulang mengalami henti nafas (apneu) dalam waktu yang cukup
lama sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen di dalam darah dan otak
dan menyebabkan bertambahnya jumlah karbondioksida.

Astrocytes : Memiliki ukuran paling besar, bentuk sferis, tidak teratur, fungsi utama
nya yaitu untuk memberi sokongan struktur sel, memberi nutrisi, membentuk barrier
darah-otak.
Astrosit/ Astroglia : Sebagai “sel pemberi makan” bagi sel saraf

Axoaxonic : Pertemuan antara akson dengan akson.

Axodentric : Pertemuan akson dengan dendrit.


Axosomatic : Pertemuan antara akson dengan badan sel saraf.
Badan sel (Soma ) : berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari
neuron

Baggy pants : memakai pakaian yang longgar.

Bunyi ronki : suara tambahan y]ang dihasilkan udara melalui saluran nafas yang
berisi sekret

Bunyi weezing : suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir
ekspirasi. Hal ini disebabkan penyempitan saluran respiratorik distal.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 201


Bilirubin direct 0,5% : pigmen kuning yang ada di dalam darah, urine, dan tinja
manusia.

Celah sinaptik : Celah berisi cairan. Letaknya diantara membran presinaps dan
membrane postsinaps. Merupakan media yang menghantarkan neurotransmitter ke
membrane postsinaps.
Congestinasal : penyumbatan saluran hidung yang dikarenakan selaput hidung yang
melapisi hidung bengkak di karenakan pembuluh darah yang bengkak.

CRT 4 detik : tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar kuku untuk memonitor
dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (ferfusi).

Dendrit : serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta merupakan perluasan
dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan menghantarkan rangsangan ke
badan sel

Divisi motorik (efferent) : yang menghubungkan impuls dari SSP ke effector


(Muscle and Glands) yang bersifat desendens untuk menjawab impuls yang
diterima dari reseptor di kulit dan otot dari lingkungan sekitar
Divisi sensori (afferent) : susunan saraf tepi dimulai dari receptor pada kulit atau
otot (effector) ke dalam pleksus, radiks, dan seterusnya kesusunan saraf pusat.
Jadi besifat ascendens.
Hiperbilirubin : Berlebihnya kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg% pada
minggu pertama yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada
kulit, mukosa, sklera, dan uria serta organ lain.

Hipoglikemia : Kondisi ketidaknormalan kadar gula Glokosa serum yang rendah

Hipoksemia : rendahnya kadar oksigen dalam darah,khususnya di arteri.

Hipoventilasi : Suatu penurunan frekuensi ventilasi

Hypotermi : penurunan suhu inti tubuh menjadi <35 C

Buku Asuhan Keperawatan Anak 202


Intercostal : otot antar tulang rusuk yang berfungsi untuk membantu membentuk dan
mempertahankan rongga yang dihasilkan oleh tulang rusuk

Lanugo : Sejumlah rambut berwarna terang, yang menutupi permukaan

Lemak subkuteneus : Lemak yang digunakan untuk mengukur prosentase lemak


tubuh secara keseluruhan

Malaise : Kondisi di mana tubuh lemas,pusing,dan tidak enak badan

Mata cekung : Tanda yang menunjukkan keadaan kehilangan cairan dan elektrolit
berlebih

Membran postsinaps : Merupakan penebalan membrane plasma pada sel target.


Membran presinaps : Letaknya berdektan dengan sel asal impuls,mengandung
penebalan padat elektron, saat stimulasi akan mengeluarkan neurotransmitter.
Mikroglia : sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam menghilangkan sel-sel
otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan
dianggap penting dalam proses melawan infeksi.
Nervus axillaris : Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum humeri.
Nervus cutaneus antebrachii medialis : Mempersarafi kulit sisi medial lengan
bawah.
Nervus cutaneus brachii medialis : Nervus ini mempersarafi kulit sisi medial
lengan atas.
Nervus Cutaneus Femoris Inferior : Nervus yang mempersyarafi bagian (s2 dan s3)
pada bagian lengan bawah.
Nervus Cutaneus Femoris Lateralis : Mempersyarafi tungkai atas, bagian lateral
tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.
Nervusdorsalis scapulae : Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus C5,
mempersarafi otot rhomboideus
Nervus Femoralis : Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot paha.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 203


Nervus Genitofemularis : Nervus genitofemoralis berpusat pada medulla spinalis
L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major setinggi vertebra lumbalis ¾.
Nervus Gluteus Superior : Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha, walaupun
sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi.
Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya.
Nervus intercostobrachialis : Mempersyarafi kelenjar getah bening
Nervus Ischiadicus : Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
Nervus Iliochypogastricus : Nervus iliohypogastricusberpusat pada medulla
spinalis.
Nervus Iliongnalis : Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau kelamin
manusia.
Nervus medianus : Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus medianus.
Nervus musculocutaneus : Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot
coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya cabang ini akan
menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas.
Nervus nuricularis : Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan menuju
foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis,
Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak belakang dalam
trungkusnya.
Nervus Pudendus : Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung spina
ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot levator ani, dan otot
perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.
Nervus radialis : Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah bagian
posterior,mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot brachioradialis dan
otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan
lengan bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.
Nervus subciavius : Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6, mempersarafi
otot subclavius.
Nervus Subcostalis : Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 204


Nervus supcapulari : Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi otot
rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,
Nervus supracaplaris : Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot
supraspinatus dan infraspinatus.
Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.
Nervus thoracicus longus : Nervus yang mempersarafi otot subclavius, Nervus
thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7, mempersarafi otot serratus
anterior
Nervus thoracodorsalis : Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan otot
trapezius, otot latissimus dorsi..
Nervusphrenicus : Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
Nervus ulnaris : Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-otot
kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial.
Neurilema : Jaringan penyambung yang berada tepat diatas lapisan myelin.
Neurilema adalah lapisan terluar sel saraf.
Nodus ranvier : Bagian sel saraf yang tidak mengandung lapisan mielin akibat
tertekannya lapisan lemak tersebut Berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran
nutrien dan bahan-bahan sisa serta mempercepat impuls yang ada.
Obesitas abdominal atau obesitas sentral : adalah kumpulan lemak abdominal
berlebih yang terdapat di daerah abdomen.

Old face : wajah tampak seperti orang tua atau kempot.

Oligodendrosit/ Oligodendrolia : sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan


mielin dalam susunan saraf pusat.

Paradoxical : bernapas, otot diafragma akan mengalami tekanan ke bawah, sehingga


paru-paru bisa mengembang dan udara pun masuk ke dalam rongga hidung.

Pernapasan cuping hidung : Bernapas dari jaringan lunak yang membatasi kembang
kempis

Buku Asuhan Keperawatan Anak 205


Pernapasan grunting : merintih

Pernafasan periodik : Pernapasan Cheyne Stokes-hingga apnea selama 15 detik,


tanpa disertai dengan bradikardia

Plasmalemma dari akson disebut axolemma : pembungkus sitoplasma superfisial


yang dihasilkan oleh sel Schwann disebut neurilemma

Polidipsi : Banyak minum

Polifagia : banyak makan

Poliuri : Banyak kencing

Post prandial : jenis kadar glukosa darah yang biasanya meningkat dengan
puncaknya 1 jam setelah makan

Rabas dari hidung : air yang dari hidung

Retraksi dinding dada : dinding dada tertarik pasa saat bernafas

Retraksi Substernal : Penarikan sternum bagian bawah

Retraksi Suprasternal : penarikan sternum bagian atas

Sakit perut : Rasa sakit yang muncul di antara bagian dada dan panggul.

Saraf maksilaris : Saraf sensorik. Berfungsi: input dari dagu, bibir atas, gigi atas,
mukosa rongga hidung, palatum, faring.

Saraf mandibularis : Saraf motorik dan sensorik. Berfungsi:sensorik untuk input


dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah, kulit di bawah dagu; motorik untuk
mengunyah.

saraf optalmik : Saraf sensorik. Berfungsi input dari kornea, rongga hidung bagian
atas, kulit kepala bagian frontal, dahi, bagian atas alis, konjungtiva kelenjar air mata.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 206


Saraf parasimpatik adalah saraf yang pangkalnya terletak di sumsum lanjutan
(medula oblongata).

Saraf simpatik adalah Sistem saraf tak sadar yang menyebabkan gerakan tidak
disadari atau gerak refleks.

Saraf spinal : saraf gabungan motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda
melalui neuron aferen dan meninggalkan melalui eferen

Sel ependima : Merupakan neuro epitel. Terdapat dalam ventrikel otak. Berfungsi
sebagai penghasil cairan serebrospinal dan perlindungan nutrisi sel.
Sel ependimal : sel glia yang berperan dalam produksi cairan cerebrospinal.

Sel glial : sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat

Sel satelit : Sebagai sel penyokong pada sel saraf tepi.berfungsi untuk regulasi nutrisi
dan produk buangan antara neuron body dan cairan ektraseluler

Sel schwann : Terdapat disepanjang akson. Berfungsi sebagai penghasil myelin pada
sel saraf tepi, maka membantu meningkatkan konduksi impuls saraf.Sianosis :
kondisi yang menyebabkan kulit dan selaput lendir berubah warna menjadi kebiruan
karena terlalu sedikit oksigen dalam aliran darah

Sistem saraf otonom : Sistem yang mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari.

Takipnea : pernapasan yang abnormal cepat dan dangkal

Trigliserida : ester yang diturunkn dari gliserol dan tiga asam lemak yang terdapat
dalam darah yang memungkinkan untuk pemindahan dua arah dari lemak pada
adiposa dan gula darah dari hati dan merupakan komponen utama dari minyak pada
kulit manusia

Turgor kulit Derajat elastisitas kulit.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 207


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman. (2010). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.

Adriani,Wijatmadi. (2016). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : KDT.

Alimul, Azis, H. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan I. Salemba Medika. Jakarta.

Almatsier. S. (2010). Prinsip Dasar llmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Al-Qura’nul Karim

Amin, Huda. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC.

Amin, Lukman Zulkifli. (2018). Tatalaksana Diare.Departemen Ilmu Penyakit


Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Continuing Medical Education
Journals

Anderson KE, Joseph SW, Nasution R, Sunoto, Butler T, Van Peenen PFD, Irving
GS, Saroso JS, Watten RH. Febrile illness resulting hospital admission: A
Bacteriological and Serological study in Jakarta, Indonesia. Am J Trop Med Hyg
(2009);25(1): 116-20.

Armini, Ni dkk. 2017. ASUHAN KEBIDANAN Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah. Yogyakarta: ANDI.

Baharuddin.2013.Pendidikan dan Psikologi Perkembangan.Yogyakarta:ar Ruzz


Media
Children’s National Health System.Situation analysis. New York: 2016.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta :
EGC.
Brunner & Suddarth.(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Cahyaningrum, Aladhiana. (2015). Leptin Sebagai Indikator Obesitas.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 208


Daldiyono. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Darma, Sagita. 2017. Kehamilan, Persalinan, Bayi PRETERM & POSTTERM


disertai Evidence Based. Jakarta: NoerFikri

Depkes.Ri.(2016). Pedoman Talalaksana Kurang Energi Protein Pada Anak Di


Puskesmas Dan Di Rumah Tangga.Jakarta: Depkes RI.

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.


Doenges, Marilynn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.
E., N., A., R., & Khasanah, U. (2016). Hubungan antara Ibu Hamil Perokok Pasif
dengan Kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah di Kota Cirebon tahun 2014-2016. 2016.

Edelman R, Levine MM. Summary of International workshop on typhoid fever. Rev


Infect Dis (2016);8: 329-49.

Eliza, Nuryani, D., & Rosmiyati. (2017). Determinan Persalinan Prematur di RSUD
Dr. Abdul Moeloek. 2017, Volume VIII No.2.

Ernawati. 2012. Konsep Dan Aplikasi Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan


Dasar Manusia. Jakarta: TIM

Faryastawan, I Putu Agus dkk.(2017). Sistem Pencernaan pada An.C.K dengan Diare
Akut di RSUD Sam Ratulangi Tondano. Program Studi Profesi Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado: Jurnal.

Firdaus, Muhammad. (2017). Diabetes dan Rumput Laut Cokelat. Malang:UB Press

Fischer Walker, et. al. (2017). ‘Global burden of childhood pneumonia and
diarrhea’.Lancet;381(9875):1405–16.

Fitriani, Dita. (2018). Peran Estrogen Dan Leptin Dalam Homeostasis Energi. Vol 5,
2.

Guyton, Arthur C., & Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 209


Haskas Yusran. 2016. Buku Ajar Sistem Respirasi. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Hassan, R.,.2008. Inkompatibilitas ABO dan Ikterus pada Bayi Baru Lahir.Jakarta :
Pencetakan Ifomedika.

Hanifah, Erma. (2011). Cara Hidup Sehat. Jakarta Timur:PT. Sarana Bangun
Pustaka.

Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.


2007;76:987-94.
Hoy, W., Mott, S., & Nicol, J. (2017). Prematury, Low Birth Weight, and CKD.
2017.

https://www.academia.edu/8908038/Lapar_dan_Haus

https://www.slideshare.net/mobile/Indriatidewi/bagaimana-kita-merasa-lapar-dan-
kenyang

Ide, Pangkalan. (2009). Seri Diet Korektif Diet South Beach. Jakarta;Kelompok
Gramedia.

Juffrie.(2010). Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi.Jakarta: Ikatan Dokter Anak


Indonesia.

Kaban, N. (2016). HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU


TERHADAP PERAWATAN LANJUTAN BAYI PREMATUR DARI RSUD
MEDAN. 2016, Volume IX No.1.

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta

Kusumawati, N. (2018). EFEKTIFITAS TERAPI MUSIK KLASIK MOZART


TERHADAP SUHU TUBUH BAYI PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD BANGKINANG TAHUN 2017. 2018, Volume 2 No.1.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 210


Liava’a, M., Krishnamurthy, G., & Chai, P. (2019). Low Birth Weight and Other
High-Risk Condition. 2019.

Lingga, Lanny. (2012). Program Anti-X Tanpa Obat. Jakarta:Kelompok Gramedia.

Lopezosa, P., Ruz, A., Torres, J., Maestre, M., Borrego, M., & Soto, P. (2019).
Sosiodemographic Faktors Associated with Preterm Birth and Low Birth Weight: A
Cross-Sectional Study. 2019.

Maharani, Sabrina, (2012), 485 Warga Jepara Terkena Demam Tifoid, Diakses pada
Tanggal 23 Februari (2015), http://rlisafmjepara.com/2015/02.html.

Mahendra, dkk. (2008). Care Yourself Diabetes Melitus. Malang;Penebar Plus

Matsushima, M., Shimizutani, S., & Yamada, H. (2018). Life Course Consequences
of Low Birth Weight: Evidence from Japan. 2018.

Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2012


Munos Melinda K, Fischer W, Christa L, Black Robert E. ‘The effect of oral
rehydration solution and recommended home fluids on diarrhea mortality’. Int J
Epidemiol. (2016);39:i-75–87.

Muttaqin, Arif. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba

Nasution, S. (2018). PENGARUH USIA KEHAMILAN, JARAK KEHAMILAN,


KOMPLIKASI KEHAMILAN, ANTENATAL CARE TERHADAP KEJADIAN
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA
MEDAN TAHUN 2017. 2018.

Ngastiyah, 2014. Perawatan Anak Sakit (2 ed). Jakarta : Buku Kedokteran

Ngastiyah.(2012). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Nugroho.(2013).Buku Ajar Obstetri.Yogyakarta: Nuha Medika

Buku Asuhan Keperawatan Anak 211


Nurcahayati, Girsang, B., & Wahyuni, D. (2016). PERUBAHAN RESPON
FISIOLOGIS BBLR SETELAH PERAWATAN METODE KANGURU DI KOTA
PALEMBANG. 2016, Volume 11 No.1.

Nur indah,siti , Ety Apriliana. Hubungan antar Preeklamsia dalam Kehamilan


dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.Universitas Lampung : vol 5
2016

Padila, Amin, M., & Rizki. (2018). PENGALAMAN IBU DALAM MERAWAT
BAYI PRETERM YANG PERNAH DIRAWAT DI RUANG NEONATUS
INTENSIVE CARE UNIT (NICU) KOTA BENGKULU. 2018, Volume 1 No.2.

Pearce,Evelyn C.2009.Anatomi dan fisiologi paramedis.Jakarta : Gramedia

Price,Sylvia Anderson. 2009. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses


penyakit,Jakarta;EGC.
Priyono, Yunisa. 2010. Merawat bayi tanpa Baby Sitter. Yogyakarta: MedPress

Punjabi NH. Laboratory diagnosis of typhoid fever: A challenge for the (1990)s.
Presented at XIII Int. Congress forTropical Medicine and Malaria, Jomtien Thailand,
Nov. 29- Dec. (2016)

Rahmani, Nabila Yasminuljannah, Ari Udiyno & M.SAkundarno Adi. (2018).


Prevalensi dan Gambaran Karakteristik Obesitas Sentral pada Anak Sekolah
Dasar di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang 2018

Real, J J. PhD. LPC. CC-AASSP. 2013. EATING DISORDERS AN ENCYCLOPEDIA


OF CAUSES TREATMENT AND PREVENTION. California:GREENWOOD

Rodriguez RJ,Martin RJ;Fanaroff. 2002. Sindrom Gangguan Pernapasan dan


Penatalaksanaannya. hlm.1001-1011.ISBN 978-0-323-00929-4.
Roudelph, ( 2007). Buku Peditria Rubolph Edisi , 20. Volume Jakarta : EGC.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 212


Sari, D., & Hasmita, Y. (2019). HUBUNGAN UMUR, PARITAS, ANEMIA DAN
KEHAMILAN GANDA DENGAN KEJADIAN BBLR DI RSUD PURI HUSADA
TEMBILAHAN TAHUN 2015-2017. 2019, Volume 1 No.1.

Satyanegara.2010.Ilmu bedah saraf.Jakarta : Gramedia

Sauer, R., Costa, M., Barreto, F., & Teixeira, M. (2019). Congenital Zika Syndrome:
Prevalence of Low Birth Weight and associated Faktors. Bahia, 2015-2017. 2019.

Sembiring, Julina. 2017. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra
Sekolah.Yogyakarta: Deepublish Publisher

Simanjuntak CH, et. al. (2017). Oral immunization against typhoid fever in Indonesia
with Ty21a vaccine. Lancet; 338: 1055-9.

Sendra, E., & Rahmaningtyas, I. (2019). RISIKO PERSALINAN PREMATUR


PADA IBU DENGAN ANEMIA DI RSUD GAMBIRAN. 2019, Volume 3 No.1.

Sinclair, Constance. 2010. Buku saku Kebidanan. Jakarta: EGC

Sinha, Sunil. 2012. Obat Neonatal esensial. ISBN 9780470670408.

Siti Nur Indah, Ety Apriliana, 2017, jurnal Hubungan antara preeklamsia dalam
kehamilan dengan kejadian Asfeksia pada bayi baru lahir. Universitas lampung
Simadibrata M, Smaltzer.2009.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Snell,Richard.2015.Anatomi Klinis.Jakarta:EGC

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.

Suriadi & Yuliani.(2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: EGC.

Susilowati, E., Wilar, R., & Salendu, P. (2016). Faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian berat badan lahir rendah pada neonatus yang dirawat di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou periode Januari 2015-Juli 2016. 2016, Volume 4 No.2.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 213


Suspriyati Ninik. 2012. Biologi untuk SMA/MA Kelas XI. Sidoarjo: Masmedia
Buana Pustaka

Syaifuddin.2013. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.


Jakarta: Salemba Medika.
Syaifuddin.2013.Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.
Syaifuddin.2011. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan dan
Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Syaifuddin.2011. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Tarwoto.2009.Fisiologi Tubuh Manusia.Jakarta: Trans Info Media
Tim Pokja SIKI DPP PPNI .2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan .Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI .2018.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan .Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

UNICEF.‘Global databases based on Multiple Indicators Cluster Surveys,


Demographic and Health Surveys and other nationally representative sourcess’
(2015). Accessed May (2015). (New York).
Wagiyo & Putrono. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal dan Bayi
Baru Lahir Fisiologis dan Patologis. Yogyakarta:CV. Andi Offset

Wahyu, Genis Ginanjar. (2009). Obesitas pada Anak. Yogyakarta:B First (PT.
Bentang Pustaka)

Wibowo, D. (2017). PENGARUH TERAPI MASSAGE TERHADAP


PENINGKATANBERAT BADAN BAYI PREMATUR DI RUANG
PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TASIKMALAYA. 2017,
Volume 17 No.1.

Widagdo, (2011), Masalah & TataLaksana Penyakit Infeksi Pada Anak, Jakarta: CV
Sagung Seto

Buku Asuhan Keperawatan Anak 214


Widodo Joko. (2011). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Wilson.2010.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGC

WHO/UNICEF. Joint stament: clinical managent of acute diarrhea. Geneva: WHO;


(2015)

Zen, D. (2017). PENGARUH NESTING TERHADAP PERUBAHAN FISIOLOGIS


DAN PERILAKU BAYI PREMATUR DI PERINATOLOGI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH TASIKMALAYA. 2017, Volume 17 No.2.

Buku Asuhan Keperawatan Anak 215

Anda mungkin juga menyukai