Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN BRONKITIS

DI SUSUN OLEH:

MEGAWATI
NIM : 221269009

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns.Elmi Susanti,S.Kep Ns.Rini Kurniawati,S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
BHAKTI HUSADA BENGKULU
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKITIS PADA ANAK

1. Anatomi dan fiologis

Menurut Kris Buana (2017) dalam buku Anatomi Fisiologi

Dan Biokimia Keperawatan

Gambar 2.1 Anatomi system respirasi


(Kris Buana, 2017)

Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan

udara yang banyak mengandung C02 (karbondioksida) sebagai

sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut

inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

System respirasi dibentuk oleh saluran napas dan paru-paru

beserta permbungkusnya (pleura) dan rongga dada yang

melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung.


Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.

1) Hidung

Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai

dua lubang (cavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum

nasi). Didalam terdapat bulu-bulu yang berguna untuk

menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke

dalam lubang hidung.

a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit

b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan

c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat

yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis), yang

berjumlah 3 buah, yakni inferior (karang hidup bagian

bawah), media (karang hidung bagian tengah) dan superior

(karang hidup bagian atas).

Fungsi hidung antara lain:

a) Bekerja sebagai saluran udara pernapasan

b) Sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh

bulu-bulu hidung

c) Dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa

d) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama

udaea pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput

lender (mukosa) hidung

2) Tekak (faring)

Merupakan tempat persimpangan antara jalan


pernapasan dan jalan makan. Terdapat dibawah dasar

tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah deoan

ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain

keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara

lubang yang bernama koana. Kedepan berhubungan dengan

rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium.

Kebawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring,

kebelakang lubang esofagus.

Rongga tekak terbagi dalam 3 bagian

a) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana

disebut nasofaring.

b) Bagian tengah yang sama tingginya dnegan istmus fausium

disebut orofaring

c) Bagian bawah disebut laringofaring

3) Pangkal tenggorokan (Laringa)

Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan

suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra

servikalis dan masuk ke dalam trakea bawahnya. Pangkal tenggorokan

itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut

epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada

waktu kita menelan makanan menutupi laring.

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:

a) Kartilago tirod (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat

pada pria

b) Kartilago arteanoid (2 buah) yang berbentuk beker


c) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin

d) Kartilago epiglottis (1 buah)

Laring dilapisi oleh selaput lender, kecuali pita suara

dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.

Proses pembentukan suara merupakan hasil kerjasama antara

rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Perbedaan

suara seseorang tergantung pada tebal dan panjangnya

pitasuara. Pita suara pria jauh lebih tebal dari pita suara wanita

4) Batang Tenggorokan (Trakea)

Merupakan lanjutan dari laring yang berbentuk oleh 16-

20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti

kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang

berbulu getar yang disebut sek bersilia, hanya bergerak kearah

luar.

Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari

jaringan ikat yang dilapisi oleh oto polos. Sel-sel bersilia

gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk

bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan

trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina

5) Cabang Tenggorokan (Bronkus)

Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri,

bronkus lobarius kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2

bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus

segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus

segmental. Bronkus segmental ini kemudian terbagi lagi


menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan

ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.

a) Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.

Bronkiolus mengandung kelenjar mukosan yang

memproduksi jelenjar mukosa yang memproduksi lendor

yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi

bagian dalam jalan napas

b) Bronkiolus terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus

terminalis (yang mempunyai kelenjar lender dan silia)

c) Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus

respiratori.bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran

transisional antaralain jalan napas konduksi dan jalan udara

pertukaran gas

d) Duktus alveolar dan sakus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah kedalam duktus

alveolar dan sakus alc=veolar dan kemudian menjadi

alveoli

6) Alveoli

Merupakan tempaat pertukaran oksigen dan

karbondioksisda. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu

membentuk lembar akan seluas 70 m². terdiri atas 3 tipe:


a) Sel-sel alveolar tipe I: sel epitel yang membentuk dinding

alveoli

b) Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolic dan

mensekresikan surfuktan (suatu fosfolid yang melapisi

permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)

c) Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel

fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

7) Paru-paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut.

Terletak dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan

oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa

pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis

paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus dan fisura

interlobaris. Pari kira lebih kecil dan terbaagi menjdai 2 lobus.

Lobu-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa segmen sesuai

dengan segmen bronkusnya

8) Pleura

Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dari

jaringan elastis. Terbagi menjadi pleura perietalis yaitu yang

melapisi rongga dada dan pleura viseralis yaitu yang

menyelubungi setiap paru-paru

Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi

cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua

permukaan itu bergerak selama pernafasan. Juga untuk


mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan

dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, hal

ini untuk mencegah kolaps paru-paru.

2. Definisi Bronkitis

Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang

menyebabkan inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama

yang menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya

akan membaik tana terapi dalam 2 minggu. Bronchitis umumnya

di sebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, RSV, Virus influenza,

virus parainfluenza, adonevirus virus rubeola, dan

paramyxovirus dan bronchitis karena bakteri biasanya dikaitkan

dengan mycoplasma pneumonia, bordetella pertisis, atau

Corynebacteruim diphtheria (Amin & Hardhi, 2015).

Bronkitis (bronchitis) adalah peradangan (inflamasi) pada

selaput lendir (mukosa) bronkus (saluran pernafasan dari trachea

hingga sauran nafas di dalam paru-paru). Perdangan ini

mengakibatkan permukaan bronchus membengkak (menebal)

sehingga saluran pernafasan relat menyempit. Kejadian infeksi

saluran pernafasanyang paling sering adalah bronkitis. Bronkitis

bisa bersifat akut atau kronis, dan dapat terjadi pada segala usia

(Zullies, 2016).

Bronkitis adalah persekresi mucus dan batuk produktif

kronis berulang-ulang minimal selama 2 tahun berturut-turut

pada
pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Wahid &

Suprapto, 2013).

3. Etiologi

Bronkitis oleh virus seperti Rhinovirus, RSV, virus

influenza, virus para influenza, adenovirus, virus rubeola dan

paramyxovirus. Menurut laporan penyebab lainnya dapat terjadi

melalui zat iritan asam lambung seperti asam lambung, atau polusi

lingkungan dan dapat di temukan setelah pejanan yang berat,

seperti saat aspirasi setelah muntah, atau pajanan dalam jumlah

besar yang di sebabkan zat kimia dan menjadi bronkitis kronik.

Bronkitis karena bakteri biasanya di kaitkan dengan

mycoplasma pneumonia yang dapat menyebabkan bronkitis akut

dan biasanya terjadi pada anak berusia diatas 5 tahun atau remaja,

bordetellapertusiss dan corynebacterium diptheriae biasa terjadi

pada anak yang tidak diimunisasi dan berhubungan dengan

kejadian trakeobronkitis, yang selam stadium kataral pertussis,

gejala-gejala infeksi respiratori lebih diminan. Gejala khas berupa

batuk kuat berturut-turut dalam satu ekspirasi yang diikuti dengan

usaha keras dan mendadak untuk ekspirasi, sehingga menimbulkan

whoop. Batuk biasanya menghasilkan mucus yang kental dan

lengket (Amin & Hardhi 2015).

Menurut Wahid & Suprapto (2013) Ada 3 faktor utama

yang mempengaruhi timbulnya bronkitis yaitu rokok, infeksi, dan


polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor hubungan

dengan faktor keturunan dari status sosial.

1) Rokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Comite On Smoking

Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis

terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan

VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok

berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan

metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat

menyebabkan bronkostriksi akut.

2) Infeksi

Eksaserbasi bronkitis disangka paling seringdiawali dengan

infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder

bacteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah

haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.

3) Keturunan

Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan

atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa-1-Belum

diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau

tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa-1- antitrpsin yang

merupakan suatau problem, dimana kelainan ini dirurunkan

secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim

proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan

merusak jaringan, termasuk jarinagan paru.


4) Faktor sosial ekonomi

Kematian pada bronkitis ternyata lebih banyak pada golongan

sosial ekonomiyang lebih jelek.

4. Tanda dan gejala,klasifikasi

Tanda dan gejala pada bronkitis akut: Menurut Amin & Hardhi

(2015)

1) Batuk

2) Terdengar ronki

3) Suara berat dan kasar

4) Wheezing

5) Menghilang dalam 10-14 hari

6) Demam

7) Produksi sputum

Tanda-tanda dan gejala bronkitis kronis

1) Batuk yang parah pada pagi hari dan pada kondisi lembab

2) Sering mengalami infeksi saluran nafas (seperti misalnya pilek

atau flu) yang diberengi dengan batuk

3) Gejala bronkitis akut lebih dari 2-3 minggu

4) Demam tinggi

5) Sesak nafas jika saluran tersumbat

6) Produksi dahak bertambah banyak berwarna kuning atau hijau

Bronkitis terbagi menjadi dua yaitu:

1. Bronkitis akut

Bronkitis akut merupakan infeksi saluran pernafasan akut

bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang mendadak dan

berlangsung lebih singkat. Pada bronkitis jenis ini, inflamasi

(perdangan bronkus biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau

bakteri, dan kondisinya diperparah oleh pemaparan terhadap


iritan, seperti asap rokok, udara kotor, debu asap kimiawi, dll

(Amin & Hardhi, 2015).

Infeksi virus merupakan etiologi pada 95% kasus bronkitis

akut. Virus utama yang paling sering dihubungkan dengan

gangguan brinkitis akut adalah rhinovir, coronavirus, virus

influenza, adenovirus dan respiratory syncytial virus (RSV)

(Masriadi, 2016)

2. Bronkitis kronik

Bronkitis kronis adalah salah satu komponen dari penyakit

paru obstruksi kronis (PPOK). Deskripsi standar tentang bronkitis

kronik adalah batuk berdahak yang terjadi selam sedikitnya 3

bulan dalam setahun untuk 2 tahun berturut- turut. Eksaserbasi

akut bronkitis kronik di defenisikan sebagai memburuknya gejala

respirasi seperti: batuk,sekresi dahak yang berlebihan, dan

kesulitan bernafas. Bronkitis kronik terutama terjadi pada orang

dewasa dan lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita

(Zullies, 2016).

Bronkitis kronis ditandai dengan gejala yang berlangsung

lama (3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut). Pada

bronkitis kronik peradangan bronkus tetap berlanjut selama

beberapa waktudan terjadi obstuksi/hambatan pada aliran udara

yang normal didalam bronkus (Amin & Hardhi, 2015).

Bronkitis kronis merupakan suatau inflamasi (peredangan)

bronkus yang terus-menerus dengan ditandai batuk kronik yang

disertai pembentukan mokus yang berlebihan dalam bronkus.

Manifestasi batuk kronis disertai pembentukan mukusselama

sedikitnya 3 bulan berturut-turut dalam 2 tahun terakir, serta tidak


di sebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan gejala

tersebut (Barara & Jauhar, 2013).

5. Patofisiologi

Penemuan patologis dari bronkitis adalah hipertropi dari

kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai

dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu

batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi

bronkus tampaknya mempengaruhi bronkhiolus yang kecil- kecil

sedemikian rupa sampai bronkhiolus tersebut rusak dan dindingnya

melebar. Faktor etiologi utama adalah rokok dan polusi udara lain

yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat

memperlambat aktivitassilia dan pagositosis, sehingga timbunan

mucus meningkat sedangkan mekanisme pertahannya sendiri

melemah.

Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel-sel

penghasil mukus di bronchus. Selain itu, silia yang melapisi bronchus

mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel- silia

ini mengganggu system eskalatormukosiliaris dan menyebabkan

penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari

saluran nafas (Wahid & suprapto, 2013).


Fathway Bronkitis

Alergen

Aktivasi IG.E

Peningkatan pelepasan
histamin

Edema mukosasel goblet


memproduksi mukus

Infeksi sekunder oleh Virus/ bakteri memasuki tubuh


beberapa penyakit (bakterimia/ viremia)

Batuk kering, setelah 2-3


batuk mulai berdahak dan
timbul lendir. Demam
Hipertermia
Ketidak efektifan
bersihan jalan Mungkin dahak berwarna
nafas kuning (infeksi sekunder)
Malaise

Peningkatan frekwensi Nutrisi


pernafasan kurang dari
kebutuhan

Perubahan pola Penggunaan otot-otot bantu Gangguan


nafas pernafasan. keseimbangan
cairan

Nyeri pada retrosternal

(PurnawanJunadi; 1982; 207).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan pada klien bronkitis kronik adalah


meliputi : (Isselbacher et all, 2000)
- Rontgen thoraks
- Analisa sputum
- Tes fungsi paru
- Pemeriksaan kadar gas darah arteri

Ada beberapa komplikasi bronkitis yang dapat di jumpai pada

pasien, antara lain

1) Bronkitis kronik

2) Pneumonia dengan atau tanpa atelektajsis, bronkitis sering

mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi

pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering trjadi pada mereka

drainase sputumnya kurang baik

3) Pleuritis

4) Efusi pleura atau empisema

5) Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab

infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab

kematian

6) Haemaptoe terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena

(arteri pulmonaris). Cabang arteri (arteri bronkhialis) atau

anastomosis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan

tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.

7) Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi brincitis pada saluran

nafas

8) Kor pulmonal kronik pada lasus ini bila terjadi anastomosis

cabang-cabang arteri vena dan vena pulmunalis pada dinding

bronkus akan terjadi arterio- venous shunt, terjadi gangguan

oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya akan terjadi

gagal jantung kanan.

9) Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada

bronkitis yang berat dan luas

10) Amyloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif,

sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi pada pasien yang


mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan

limpa serta proreinurea.

Penatalaksanaan

1. Tindakan suportif

Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :

a. Menghindari rokok.

b. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.

c. Mengontrol suhu dan kelembapan lingkungan.

d. Nutrisi yang baik.

e. Hidrasi yang adekuat.

2. Terapi khusus (pengobatan)

a. Bronchodilator : salbutamol, aminophilin.

b.Antimicroba : amoxilin

c. Kortikosteroid : dexametason, prednisone

d.Terapi pernafasan

e. Terapi aerosol : bricasma inhaler

f. Terapi oksigen

g.Latihan relaksasi

h.Meditasi

i. Rehabilitasi

Konsep Keperawatan Anak

1. Paradigma Keperawatan Anak

Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir

dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir tersebut

terdiri dari empat komponen, di antaranya yaitu (Yuliastati Nining 2016) :

a. Manusia (Anak)

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah

anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18


(delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang, dengan

kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan

spiritual.

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja.

Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep

diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak

mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada

perkembangan kognitif adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan

konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna

dan akan mengalami perkembangan seiring bertambahnya usia anak.

Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan

menangis saat lapar.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu

diutamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih

dalam proses kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa

karena struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya

ukuran hingga aspek kematangan fisik.

b. Sehat-sakit

Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan

bantuan pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi anak

berada dalam status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal,

sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur

dalam menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap

waktu. Selama dalam batas rentang tersebut anak membutuhkan

bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti

apabila anak dalam rentang sehat maka upaya perawat untuk

meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf kesejahteraan


baik fisik, sosial maupun spiritual. Demikian sebaliknya apabila anak

dalam kondisi kritis atau meninggal maka perawat selalu memberikan

bantuan dan dukungan pada keluarga. Jadi batasan sehat secara umum

dapat diartikan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan

sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.

c. Lingkungan

Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud

adalah lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam

perubahan status kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak

lahir dengan kelainan bawaan maka di kemudian hari akan terjadi

perubahan status kesehatan yang cenderung sakit, sedang lingkungan

eksternal seperti gizi buruk, peran orang tua, saudara, teman sebaya

dan masyarakat akan mempengaruhi status kesehatan anak.

d. Keperawatan

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan

perkembangan secara optimal dengan melibatkan keluarga. Upaya

tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga

mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat

dirawat secara efektif dan keluarga sangat berperan dalam menentukan

keberhasilan asuhan keperawatan, di samping keluarga mempunyai

peran sangat penting dalam perlindungan anak Peran lainnya adalah

mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga

keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa

depan anak yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam terwujud

kesejahteraan anak.

2. Prinsip Keperawatan Anak

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda


dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan yang

diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan usia anak serta

pertumbuhan dan perkembangan karena perawatan yang tidak optimal

akan berdampak tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu

sendiri (Yuliastati Nining 2016). Perawat harus memahami dan mengingat

beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan keperawatan anak,

dimana prinsip tersebut terdiri dari (Yuliastati Nining 2016) :

a. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,

artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja

melainkan sebagai individu yang unik yang mempunyai pola

pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan.

b. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan

sesuai tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak

memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain

sesuai tumbuh kembang. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan

cairan, aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan kebutuhan

psikologis, sosial dan spiritual yang akan terlihat sesuai tumbuh

kembangnya.

c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak adalah

penerus generasi bangsa.

d. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus

pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara

komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam

mensejahterakan anak maka keperawatan selalu mengutamakan

kepentingan anak dan upayanya tidak terlepas dari peran keluarga

sehingga selalu melibatkan keluarga.


e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan

keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan

meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses

keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum

(legal).

f. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan

maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai

makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan

masyarakat. Upaya kematangan anak adalah dengan selalu

memperhatikan lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal

dimana kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.

g. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak

berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan

mempelajari aspek kehidupan anak.

3. Batasan Usia Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak

adalah sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Berdasarkan

Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-bangsa yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia di

bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi

anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Kementrian

Kesehatan RI 2018).
4. Peran Perawat Anak

Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan

anak dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek

dalam memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota

tim lain, dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan

masalah yang berkaitan dengan perawatan anak. Perawat merupakan salah

satu anggota tim kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua.

Beberapa peran penting seorang perawat, meliputi (Yuliastati Nining

2016) :

a. Sebagai pendidik. Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara

langsung dengan memberi penyuluhan dan pendidikan kesehatan pada

orang tua maupun secara tidak langsung dengan menolong orang tua

atau anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang

tua terhadap pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian dasar penyakit

anaknya, perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan

lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat dirubah

oleh perawat melalui pendidikan kesehatan adalah pengetahuan,

keterampilan serta sikap keluarga dalam hal kesehatan khususnya perawatan

anak sakit.

b. Sebagai konselor. Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai

kebutuhan psikologis berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai

konselor, perawat dapat memberikan konseling keperawatan ketika

anak dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan

layanan konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan cara

mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara

fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan

orang tua tentang masalah anak dan keluarganya dan membantu

mencarikan alternatif pemecahannya.

c. Melakukan koordinasi atau kolaborasi. Dengan pendekatan


interdisiplin, perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan

anggota tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya asuhan yang

holistik dan komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk

menjadi koordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di

samping pasien. Keluarga adalah mitra perawat, oleh karena itu

kerjasama dengan keluarga juga harus terbina dengan baik tidak hanya

saat perawat membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan seluruh

rangkaian proses perawatan anak harus melibatkan keluarga secara aktif.

d. Sebagai pembuat keputusan etik. Perawat dituntut untuk dapat

berperan sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada

nilai normal yang diyakini dengan penekanan pada hak pasien untuk

mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan

keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan

pasien. Perawat juga harus terlibat dalam perumusan rencana

pelayanan kesehatan di tingkat kebijakan. Perawat harus mempunyai

suara untuk didengar oleh para pemegang kebijakan dan harus aktif

dalam gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

anak. Perawat yang paling mengerti tentang pelayanan keperawatan

anak. Oleh karena itu perawat harus dapat meyakinkan pemegang

kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan pelayanan keperawatan

yang diajukan dapat memberi dampak terhadap peningkatan kualitas

pelayanan kesehatan anak.

e. Sebagai peneliti. Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan

keterlibatan penuh dalam upaya menemukan masalah-masalah

keperawatan anak yang harus diteliti, melaksanakan penelitian

langsung dan menggunakan hasil penelitian kesehatan/keperawatan

anak dengan tujuan meningkatkan kualitas praktik/asuhan keperawatan

pada anak. Pada peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam

melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan keperawatan anak sehari-
hari dan menelusuri penelitian yang telah dilakukan serta menggunakan

literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang ditemukan. Pada tingkat

kualifikasi tertentu, perawat harus dapat melaksanakan penelitian yang

bertujuan untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan anak.

5. Konsep Hospitalisasi Pada Anak

a. Pengertian hospitalisasi

Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani

terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama

proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami

kebiasaan yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang

kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas.

Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak meningkat.

Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak

terapi juga pada orang tuanya terjadi (Mendiri & Prayogi 2016).

b. Faktor yang menyebabkan stress akibat hospitalisasi yaitu (Mendiri &

Prayogi 2016) :

1) Lingkungan

Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan

yang baru bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada

anak.

2) Berpisah dengan Keluarga

Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan

kesepian, jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan

harmonis.

3) Kurang Informasi

Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan

dilakukan oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang


penyakitnya dan kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena

penyakitnya.

4) Masalah Pengobatan

Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena

anak merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan

menyakitkan.

c. Faktor risiko yang meningkatkan anak lekas tersinggung pada stress

hospitalisasi (Mendiri & Prayogi 2016).

1) Temperamen yang sulit

2) Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua

3) Usia antara 6 bulan – 5 tahun

4) Anak dengan jenis kelamin laki-laki

5) Intelegensi dibawah rata-rata

6) Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.

d. Reaksi-reaksi saat hospitalisasi (di RS) sesuai dengan perkembangan

anak (Mendiri & Prayogi 2016).

1) Bayi (0-1 tahun)

Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan

rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu. Pada bayi

usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana

reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat mengungkapkan

apa yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia yang

lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan. Pada

bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang

yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi

“Stranger Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal),

sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal.

Kecemasan ini dimanifestasikan dengan menangis, marah dan


pergerakan yang berlebihan. Disamping itu bayi juga telah merasa

memiliki ibunya ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya

akan menimbulkan Separation Anxiety (cemas akan berpisah). Hal

ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan

menangis sejadi- jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan

kuat.

2) Toddler (1-3 tahun)

Toddler belum mampu berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa yang memadai dan pengertian terhadap

realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga

perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan orang

yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta

akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.

Disebutkan bahwa sumber stress utama pada anak yaitu akibat

perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga

Analitic Depression respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi

dalam 3 tahap, yaitu :

a) Tahap Protes

Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat,

menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah

laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin

ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang lain.

b) Tahap Putus Asa (Despair)

Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis

berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu

makan, menarik diri, sedih dan apatis.

c) Tahap menolak (Denial/Detachment)

Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima


perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain

serta kelihatan mulai menyukai lingkungan. Toddler telah

mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol dirinya

dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur,

mandi, toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di

Rumah Sakit, anak akan kehilangan kebebasan dan pandangan

egosentrisnya dalam mengembangkan otonominya. Hal ini

akan menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan

karakteristik dari peran sakit. Anak akan bereaksi terhadap

ketergantungan dengan negatifistik dan agresif. Jika terjadi

ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit

kronik) maka anak akan berespon dengan menarik diri dari

hubungan interpersonal.

3) Pra Sekolah (3-6 tahun)

Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan

dengan orang tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa

percaya dengan orang lain. Walaupun demikian anak tetap

membutuhkan perlindungan dari keluarganya. Akibat perpisahan

akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis

pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya

berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.

Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas

sehari-hari dan karena kehilangan kekuatan diri. Anak pra sekolah

membayangkan bahwa dirawat di rumah sakit merupakan suatu

hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya

dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan malu, bersalah dan

takut. Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan

dan fungsi tubuh. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat
seseorang dengan gangguan penglihatan atau keadaan tidak

normal. Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan,
anak menganggap bahwa tindakan dan prosedur mengancam

integritas tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif, ekspresif

verbal dan depandensi. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa

infeksi, mengukur tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan

prosedur tindakan lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan.

4) Sekolah (6-12 tahun)

Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa

khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya,

takut kehilangan ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak

membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun

tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya. Pada usia ini

anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di rumah

sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal

ini terjadi karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik,

takut mati dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat

kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest, penggunaan pispot,

kurangnya privasi, pemakaian kursi roda, dll. Anak telah dapat

mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi terhadap

rasa nyeri. Anak akan berusaha mengontrol tingkah laku pada

waktu merasa nyeri atau sakit dengan cara menggigit bibir atau

menggengam sesuatu dengan erat. Anak ingin tahu alasan tindakan

yang dilakukan pada dirinya, sehingga ia selalu mengamati apa

yang dikatakan perawat.


5) Remaja (12-18 tahun)

Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di

rumah sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya

dan kelompok. Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua

akan tetapi takut kehilangan status dan hubungan dengan teman

sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang

ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya

privasi. Sakit dan dirawat merupakan ancaman terhadap identitas

diri, perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila

anak remaja dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam

sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.

Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama

perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat

penyakit atau pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan

tidak aman. Remaja akan berespon dengan banyak bertanya,

menarik diri dan menolak orang lain.

e. Reaksi keluarga pada hospitalisasi anak (Mendiri & Prayogi 2016).

Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap

anggota dalam keluarga :

1) Reaksi orang tua

Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan

dirawat dirumah sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka


kurang informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta

dampaknya terhadap masa depan anak. Orang tua bereaksi

dengan tidak percaya terutama jika penyakit anaknya secara

tiba-tiba dan serius. Setelah menyadari tentang keadaan anak,

maka mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah,

sering menyalahkan diri karena tidak mampu merawat anak

sehingga anak menjadi sakit.

2) Reaksi Sibling

Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat

dirumah sakit adalah marah, cemburu, benci dan bersalah.

Orang tua seringkali mencurahkan perhatiannya lebih besar

terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak yang sehat.

Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang

sehat dan anak merasa ditolak

7. Masalah Keperawatan dan data pendukung

Masalah Keperawatan yang bisa muncul adalah :

1. Hipertermi

2. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

3. Gangguan pola nafas tidak efektif


8. SDKI,SLKI,SIKI

Diagnosa Keperawatan PerencanaanKeperawatan


1 Tujuan&KriteriaHasil Intervensi
Hipertermia Termoregulasi ManajemenHipertermia
D.0130 Tujuan: Setelahdilakukantindakankeperawatan 1x8 jam diharapkansuhu Observasi:
tubuh tetap berada pada rentang normal  Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi,
Pengertian : KriteriaHasil: terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
Suhu tubuh meningkat di Meningkat CukupMeni Sedang CukupMen Menurun  Monitor suhu tubuh
atas rentang normal tubuh ngkat urun
1 Menggigil
  1 2 3 4 5
  Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
3 Suhu tubuh
  1 2 3 4 5
4 Suhu kulit
  1 2 3 4 5

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan 2 Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Napas Pertukaran Gas Manajemen Jalan Napas
Tidak Efektif Observasi:
D.0001 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam oksigenasi  Monitor pola napas
dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler  Monitor bunyi napas tambahan
Normal.  Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
Pengertian : Kriteria Hasil: Terapeutik
Ketidakmampuan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Pertahankan kepatenan jalan napas
membersihkan sekret Menurun Meningkat  Posisikan semi fowler atau fowler
atau obstruksi jalan 1 Batuk Efektif  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
napas untuk   1 2 3 4 5  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
mempertahankan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Berikan oksigen, jika perlu
jalan napas tetap Meningkat Menurun Edukasi
paten 2 Produksi Sputum  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
  1 2 3 4 5 kontraindikasi
3 Mengi Kolaborasi
  1 2 3 4 5
4 Sianosis
  1 2 3 4 5
5 Gelisah
1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
5 Pola Nafas
  1 2 3 4 5
DiagnosaKeperawatan PerencanaanKeperawatan
Tujuan&KriteriaHasil Intervensi
Polanafastidakefektif PolaNapas PemantauanRespirasi
D.0005 Tujuan: Setelahdilakukantindakankeperawatan 3x24 jam Observasi:
inspirasidanatauekspirasi yang  Monitor polanafas, monitor saturasioksigen
tidakmemberikanventilasiadekuatmembaik .  Monitor frekuensi, irama,
Pengertian : KriteriaHasil: kedalamandanupayanapas
Inspirasidan/atauekspir Menurun CukupMen Sedang CukupMe Meningkat  Monitor adanyasumbatanjalannafas
isasi yang urun ningkat
tidakmemberikanventil 1 Dipsnea
asiadekuat   1 2 3 4 5
2 Penggunaanotot bantu napas
  1 2 3 4 5
Memburuk CukupMe Sedang CukupMe Membaik
mburuk mbaik
3 Frekuensinapas
  1 2 3 4 5
4 Kedalamannapas
  1 2 3 4 5
Daftar Pustaka

Amin & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: MediaAction.

Barara & Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi

Perawat Professional Jillid 1. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Bulechek dkk, (2017) dan Moorhead Sue dkk. (2017). Nursing Outcomes

Classification (NOC) dan Nursing Interventions Classification (NIC).

Kidlington: mocomedia.

Ikawati Zullies. (2010). Penyakit System Pernapasan Dan Tata Laksana

Terapinya. Yogyakarta: Bursa Ilmu Karangkajen

Kris buana. (2017). Anatomi Fisiologi Dan Biokimia Keperawatan. Yogyakarta:

Pustaka Baru

Masriadi. (2016). Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV TRANS INFO MEDIA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan

Pengurus Pusat PPNI.

Trihono.(2013). Riset Kesehatan Dasar.

http://www.depkes.go.id/resaurce/dowload/general/hasil%20Riskesdas%2

02013.pdf (diakses pada, 25 januari 2019)

Wahid & suprapto. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem

Respirasi. Jakarta: CV Trans Info Media.


WHO. (2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease. www.who.int/news-

room/fact-sheets/detail/chronik-obstructive-pulmonary-disease-(copd)

(diakses pada, 26 januari 2019)

Zullies. (2016). Penata Laksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.

Yogyakarta: Bursa Ilmu

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2016),Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),Edisi1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2018),Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),Edisi1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018),Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),Edisi1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia.
65
Daftar Pustaka

Amin & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: MediaAction.

Barara & Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi

Perawat Professional Jillid 1. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Bulechek dkk, (2017) dan Moorhead Sue dkk. (2017). Nursing Outcomes

Classification (NOC) dan Nursing Interventions Classification (NIC).

Kidlington: mocomedia.

Ikawati Zullies. (2010). Penyakit System Pernapasan Dan Tata Laksana

Terapinya. Yogyakarta: Bursa Ilmu Karangkajen

Kris buana. (2017). Anatomi Fisiologi Dan Biokimia Keperawatan. Yogyakarta:

Pustaka Baru

Masriadi. (2016). Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV TRANS INFO MEDIA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan

Pengurus Pusat PPNI.

Trihono.(2013). Riset Kesehatan Dasar.

http://www.depkes.go.id/resaurce/dowload/general/hasil%20Riskesdas%2

02013.pdf (diakses pada, 25 januari 2019)

Wahid & suprapto. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem

Respirasi. Jakarta: CV Trans Info Media.


WHO. (2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease. www.who.int/news-

room/fact-sheets/detail/chronik-obstructive-pulmonary-disease-(copd)

(diakses pada, 26 januari 2019)

Zullies. (2016). Penata Laksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.

Yogyakarta: Bursa Ilmu

Anda mungkin juga menyukai