Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BRONKITIS DI


RUANG RAWAT INAP CATELYA RUMAH SAKIT DAERAH Dr.
SOEBANDI JEMBER KABUPATEN JEMBER

oleh

Ayu Wulandari, S.Kep


NIM 192311101127

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
B. Definisi
C. Epidemiologi
D. Etiologi
E. Klasifikasi
F. Patofisiologi
G. Manifestasi
H. Pemeriksaan penunjang
I. Penatalaksanaan medis
J. Clinical Pathway
PROSES KEPERAWATAN SECARA TEORI
I. Pengkajian
II. Diagnosa keperawatan
III. Intervensi keperawatan
DISCHARGE PLANNING
DAFTAR PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk
melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida. Sistem respirasi terbagi menjadi
sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas
terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri
dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).

a. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior
dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
1. Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk
2. Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau)
3. Modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan
bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang
besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada
rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa
(Tortorra and Derrickson, 2014)
b. Faring
Faring atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13
cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)
c. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan
vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid
keduanya berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran
udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate
and Nair, 2011).
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).
e. Paru
Paru-paru memiliki ukuran yang berbeda, bagian tersebut disebut dengan
lobus. Paru-paru kanan yang lebih besar memiliki 3 lobus, sedangkan paru-
paru sebelah kiri hanya memiliki 2 lobus.
1. Pleura
Pleura adalah membran serosa yang merupakan lapisan terluar paru-paru.
Pleura terdiri dari dua lapis yaitu pleura parietal atau bagian luar dan
pleura viseral atau bagian dalam. Kedua pleura ini dipisahkan oleh rongga
tipis yang disebut dengan rongga pleura.
Pleura memiliki fungsi untuk menghasilkan cairan pleura yang ada dalam
rongga pleura. Cairan ini berfungsi untuk membantu kerja pleura agar
dapat bergerak dengan semestinya. Cairan ini juga berfungsi untuk
melindungi paru-paru agar tidak terluka meskipun harus berkontraksi atau
mengambang saat proses pernapasan berlangsung.
2. Bronkus
Bronkus adalah bagian paru-paru yang akan ditemui pertama kali setelah
trakea atau tenggorokan. Bronkus memiliki bentuk bercabang dan
terhubung ke masing-masing paru-paru kanan dan kiri. Tidak terjadi
pertukaran udara pada bronkus, tetapi bronkus merupakan jalan kelur dan
masuknya udara menuju ke paru-paru.
Bronkus memiliki beberapa fungsi seperti mengatur banyaknya udara
yang masuk dan keluar paru-paru, melindungi paru-paru dari partikel
asing dan mencegah infeksi, serta memproduksi dahak yang dapat
melindungi bronkus dari peradangan.
3. Bronkiolus
Bronkiolus atau bronkioli adalah cabang dari bronkus. Tugas dari
bronkiolus adalah untuk menyalurkan udara ke alveoli atau alveolus.
Bronkiolus memiliki dinding yang lebih tipis dari bronkus dan juga tidak
memiliki tulang rawan dan tidak ada kelenjar pada mukosanya. Cabang
bronkiolus pada paru-paru kanan berbeda, jumlahnya sama seperti lobus
pada paru-paru, yaitu 3 cabang di sebelah kanan dan hanya 2 cabang di
bagian kiri.
4. Alveolus
Alveolus atau alveoli (bentuk jamak) adalah bagian terkecil dari paru-
paru. Bagian paru-paru yang satu ini merupakan tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru. Letak alveolus
berada di ujung bronkiolus.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018)
B. Definisi Bronkitis
Bronkitis adalah radang selaput bronkial atau peradangan yang terjadi pada
bronkus. Penyebab bronkitis akut umumnya adalah infeksi virus pada sistem
pernapasan. Gejalanya ditandai dengan bentuk berdahak dan sesak napas. Kondisi
yang satu ini tidak terlalu berbahaya dan dapat membaik dalam hitungan hari.
Bronchitis umumnya disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus , RSV, virus
influenza , virus parainfluenza, adenovirus, virus rubeola, dan paramyxovirus dan
bronchitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan mycoplasma pneumonia,
bordetella pertussis, atau corynebacterium diphtheria (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2019)
Bronkitis kronik adalah suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan
pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam 2 tahun, berturut turut
(Pacific Heart, Lung and Blood Institute 2016)
Bronkitis Akut adalah peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran
nafas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) . ditandai
dengan awitan gejala yang mendadak dan berlangsung lebih singkat , yang
berlangsung hingga 3 minggu. Sebagian besar bronkitis akut disebabkan oleh infeksi
virus dan dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak memerlukan antibiotic.
Peradangan bronkus biasanya disebabkan virus atau bakteri dan kondisinya
diperparah oleh pemaparan terhadap iritan , seperti asap rokok , udara kotor , debu ,
asap kimiawi (Pacific Heart, Lung and Blood Institute, 2016)
C. Epidemiologi
Bronkitis akut merupakan penyakit yang cukup sering terjadi dan
merupakan salah satu dari 5 penyakit tersering penyebab pasien datang ke
pelayanan kesehatan. Bronkitis akut sering kali terjadi pada musim hujan atau
musim dingin dan musim gugur. Terdapat sekitar 5% populasi dewasa di
dunia dilaporkan mengalami bronkitis akut setiap tahunnya (Fayyaz, 2019).
Angka kejadian bronkitis di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Namun, bronkitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru
obstruktif kronik yang terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema/gabungan
dari keduanya. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien PPOK
dengan prevalensi 5,6%. Angka tersebut bisa terus naik seiring banyaknya
jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok/mantan perokok.
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).

D. Etiologi
Menurut National Health Service (2019), penyebab bronchitis antara lain :
1. Infeksi bronkitis dapat disebabkan oleh virus atau bakteri
Dalam kebanyakan kasus, bronkitis disebabkan oleh virus yang sama yang
menyebabkan pilek atau flu. Virus ini terkandung dalam jutaan tetesan kecil
yang keluar dari hidung dan mulut ketika batuk atau bersin. Bronchitis oleh
virus seperti virus seperti Rhinovirus , RSV, virus influenza , virus
parainfluenza, adenovirus, virus rubeola, dan paramyxovirus. Bronchitis
karena bakteri biasanya dikaitkan dengan mycoplasma pneumonia, bordetella
pertussis dan corynebacterium diphtheria
2. Menghirup zat iritan
Bronkitis juga dapat dipicu oleh menghirup zat iritan, seperti kabut asap,
bahan kimia dalam produk rumah tangga atau asap tembakau. Merokok
adalah penyebab utama bronkitis jangka panjang (kronis), dan dapat
memengaruhi orang perokok aktif maupun perokok pasif
3. Paparan kerja
Sering terpapar terhadap bahan yang dapat merusak paru-paru, seperti:
- butiran debu
- tekstil (serat kain)
- ammonia
- asam kuat
- klorin

Ini kadang-kadang disebut sebagai "bronkitis akibat kerja", dan biasanya


mereda setelah tidak lagi terpapar zat iritan.

E. Klasifikasi
Klasifikasi bronchitis menurut Pacific Heart, Lung and Blood Institute (2016)
ada 2 yaitu :
1. Bronkitis akut
Bronkitis akut biasanya berlangsung satu hingga tiga minggu, dan
berkembang setelah infeksi seperti flu. Infeksi berpindah ke pohon
bronkial - jaringan struktur pernapasan yang terletak di antara paru-paru
dan trakea - yang mengakibatkan batuk peretasan, terkadang dengan
dahak hijau. Sekitar 90 persen kasus disebabkan oleh virus, dengan
sisanya 10 persen dipicu oleh infeksi bakteri.
2. Bronchitis Kronik
Bronkitis kronis berlangsung tiga bulan atau lebih per tahun selama dua
tahun berturut-turut jika tidak ada penyebab batuk sekunder. Penyakit ini
cenderung terjadi selama musim dingin, dan dapat meningkat atau
memburuk selama waktu yang berbeda dalam setahun. Batuk lebih parah
di pagi hari dan di cuaca lembab. Hampir 90 persen kasus bronkitis kronis
dan penyakit paru obstruktif kronis disebabkan oleh merokok. Merokok
memiliki beberapa efek buruk pada paru-paru. Misalnya, merokok dapat
menyebabkan sel-sel di kelenjar lendir yang mensekresi dari mukosa
saluran udara besar yang terbuat dari tulang rawan membesar (hipertrofi)
dan secara tidak normal bertambah jumlahnya (hiperplasia). Bronkitis
kronis juga dapat disebabkan oleh paparan polusi udara, asap kimia, debu,
dan gas beracun untuk waktu yang lama.

F. Patofisiologi
Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari gangguan fungsi pada
organisme yang sakit meliputi asal penyakit, permulaan perjalanan dan
akibat. Bronkitis yang menyerang dikalangan petani disebabkan oleh paparan
udara ataupun debu pada lahan pertanian terutama oleh paparan pestisida
karena petani tidak memakai alat pelindung diri seperti masker pada saat
melakukan aktivitas penyemprotan di lahan pertanian. Selain faktor paparan
gas oleh pestisida, kebiasaan petani laki-laki yang merokok resiko akan lebih
tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat
pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
Polusi udara yang disebabkan karena pestisida menyebabkan saluran
pernafasan teriritasi. Adanya iritasi menyebabkan hipertropi dari kelenjar
mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet, fungsi silia menurun
disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu
batuk produktif. Akibatnya terjadi penyempitan dan penyumbatan pada
bronkiolus. Alveoli yang letaknya berdekatan dengan bronkiolus dapat
menjadi rusak dan membentuk fibrosis, sehingga akan terjadi perubahan
fungsi makrofag alveolar. Makrofag alveolar mempunyai peran penting
dalam pertahanan untuk mengahancurkan partikel-partikel asing termasuk
bakteri.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang disebabkan
oleh pestisida yang disemprotkan oleh petani. Polusi tersebut dapat
memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus
meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Mukus
yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di
bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan
atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel
penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang
sulit dikeluarkan dari saluran nafas

G. Manifestasi Klinis
Menurut Pacific Heart, Lung and Blood Institute 2016, tanda gejala
bronchitis antara lain :
1. Gejala bronkitis akut
- Peradangan pada bronkus
- Batuk
- Sakit tenggorokan
- Demam
- Batuk dengan produksi dahak bening, putih, kuning, abu-abu, atau
hijau
- Kongesti dada, sakit atau tidak nyaman
- Napas pendek, terutama saat aktivitas.
- Whezzing
- Panas dingin
- Pegal-pegal
- Hidung tersumbat (tersumbat atau pilek)
- Kelelahan
2. Gejala bronkitis kronis
- Batuk dan produksi dahak setiap hari selama minimal 3 bulan
- Sesak napas
- Whezzing
- Kelelahan
- Sakit tenggorokan
- Nyeri otot
- Hidung tersumbat (tersumbat atau pilek)
- Sakit kepala
- Nyeri dada karena batuk parah
- Sianosis (warna kulit kebiruan / keabu-abuan) (pada pasien dengan
COPD lanjut)
- Demam (karena infeksi paru-paru virus atau bakteri sekunder)

H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Fayyaz (2019), pemeriksaan penunjang pada pasien bronchitis adalah :
1. Hitung darah lengkap (CBC) dengan diferensial
2. Tingkat prokalsitonin (untuk membedakan bakteri dari infeksi nonbakteri)
3. Sitologi dahak (jika batuknya menetap)
4. Kultur darah (jika dicurigai superinfeksi bakteri)
5. Radiografi toraks (jika pasien berusia lanjut atau temuan fisik
menunjukkan pneumonia)
6. Bronkoskopi (untuk mengecualikan aspirasi benda asing, TBC, tumor,
dan penyakit kronis lainnya)
7. Tes influenza
8. Spirometri (digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi)
9. Laringoskopi (untuk mengecualikan epiglottitis)

I. Penatalaksanaan medis
1. Penatalaksanaan Farmakologis (Fayyaz, 2019)
a. Penekan batuk sentral (misalnya, kodein dan dekstrometorfan) -
Penghilang gejala batuk jangka pendek pada bronkitis akut dan
kronis
b. Bronkodilator (mis., Ipratropium bromide dan theophilin) - Kontrol
bronkospasme, dispnea, dan batuk kronis pada pasien stabil dengan
bronkitis kronis; beta-agonis long-acting ditambah kortikosteroid
inhalasi juga dapat digunakan untuk mengendalikan batuk kronis
c. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) - Pengobatan gejala
konstitusional bronkitis akut, termasuk nyeri ringan hingga sedang
d. Antitusif / ekspektoran (misalnya, guaifenesin) - Pengobatan batuk,
dispnea, dan mengi
e. Mucolytics - Manajemen COPD sedang hingga berat, terutama di
musim dingin
2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis (Nationah Health Service, 2019)
a. Berhenti merokok
b. Istirahat yang cukup
c. Minum banyak cairan - ini membantu mencegah dehidrasi dan
menipiskan lendir di paru-paru, sehingga lebih mudah batuk
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchitis akan mengeluh sesak nafas,
disertai batuk mengandung sekret yang tidak bisa keluar.
b. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat
bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih / kuning) dan banyak
sekali. Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernafasan, dada
terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas
crackles, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
c. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchitis sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang
dapat memicu terjadinya bronchitis yaitu riwayat merokok, terpaan
polusi kimia dalam jangka panjang misalnya debu / asap.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchitis dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola yang tidak sehat seperti kebiasaan
merokok.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan
obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Pola nutrisi pasien dengan bronchitis perlu dikaji sebelum dan
selama di rumah sakit karena secara umum pasien dengan bronchits
akan mengalami penurunan berat badan secara significant.
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya keluhan pasien dalam memenuhi
kebutuhan dalam bereliminasi baik pola eliminasi BAB maupun BAK.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas pasien perlu dikaji karena pasien dengan bronchitis akan
mengalami gangguan akibat adanya sesak yang disebabkan
peningkatan sputum.
e. Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat dan tidur pada pasien dengan bronchitis akan mengalami
gangguan akibat sesak dan kecemasan yang dialami.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Perlu dikaji adanya gangguan persepsi dan sensori akibat adanya proses
penyakit.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala bronchitis sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya ssecara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya
berhubungan dengan orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan
pasien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya suatu penyakit.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang
salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan
pasien.
j. Pola mekanisme dan koping
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
penyakit bronchitis, maka perlu dikaji penyebab terjadinya stress.
Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara
penanggulangan terhadap stressor.
k. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan
Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stress yang konstruktif.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : malaise,gelisah
Kesadaran : compos mentis
GCS : 14
TD : 130/80
Suhu : 40 0 C
RR : 28 x/menit
Nadi : 80 x/menit
BB sebelum sakit : 50 kg
BB selama sakit : 48 kg
Nyeri :1

Pengkajian Fisik ( Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1) Kepala
Kepala simetris, rambut bergelombang, rambut hitam, tidak ada
ketombe, rambut tidak rontok, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
2) Mata
Sklera tidak ikterik, konungtiva tidak anemis, pupil isokor
3) Telinga
Bagian luar telinga kanan dan kiri bersih tidak ada serumen, tidak
terdapat tanda-tanda inflamasi, bentuk telinga kanan dan kiri
simetris
4) Hidung
Tidak terdapat kelainan bentuk, pernafasan bunyi cuping hidung,
tidak ada pembengkakan, reaksi alergi bersin bila berdebu
5) Mulut
Kebersihan daerah mulut kurang dikarenakan sakit
6) Gigi
Kondisi gigi tidak ada yang berlubang
7) Leher
Warna kulit leher sama dengan warna kulit anggota tubuh di
sekitarnya, tidak terdapat ketegangan vena jugularis
8) Kulit
Turgor kering, warna kulit sedikit kemerahan, terasa hangat
9) Dada
(I) Inspeksi : ekspansi dada kadang cepat kadang lambat, pola
nafas takipnea

(P) Palpasi : ada sensasi nyeri di daerah dada

(P) Perkusi : suara dada sedikit redup karena ada sputum yang
berlebihan

(A) Auskultasi : suara nafas ronki dan krekels

10) Jantung

(I) Inspeksi :denyut jantung tidak terlihat di intercosta ke 4,5


karena badan pasien sedikit gemuk

(P) Palapasi :denyut jantung teraba

(P) Perkusi : bunyi jantung pekak atau redup

(A) Auskultasi : suara S1 dan S2

11) Abdomen
(I) Inspeksi : warna kulit perut sama dengan anggota tubuh lain
(A) Auskultasi : bunyi peristaltic 34 x/ menit
(P) Perkusi : bunyi timpani
(P) Palpasi : tidak ada nyeri tekan atau yang lain
12) Ekstremitas
Ekstremitas atas
tidak ada gangguan, tangan kanan dan kiri dapat bergerak bebas
Ekstremitas bawah
Tidak ada gangguan, kaki kanan dan iri dapat ditekuk dan
diluruskan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi pada
bronchus, peningkatan produksi sputum, pembentukan edema.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah, gangguan penerimaan oksigen.
4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk
serta stimulus lingkungan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktivitas dan keletihan
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia sekunder akibat dyspnea, kelemahan, efek
samping obat, produksi sputum, mual/muntah
A. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d NOC : NIC :


a. Respiratory status : Ventilation
peningkatan produksi sputum Airway suction
b. Respiratory status : Airway
patency a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
c. Aspiration Control suctioning
b. Auskultasi suara nafas sebelum dan
Kriteria Hasil : sesudah suctioning.
a. Mendemonstrasikan batuk efektif c. Informasikan pada klien dan keluarga
dan suara nafas yang bersih, tentang suctioning
tidak ada sianosis dan dyspneu d. Minta klien nafas dalam sebelum suction
(mampu mengeluarkan sputum, dilakukan.
mampu bernafas dengan mudah, e. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
tidak ada pursed lips) untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
b. Menunjukkan jalan nafas yang f. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
paten (klien tidak merasa tindakan
tercekik, irama nafas, frekuensi g. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
pernafasan dalam rentang dalam setelah kateter dikeluarkan dari
normal, tidak ada suara nafas nasotrakeal
abnormal) h. Monitor status oksigen pasien
i. Ajarkan keluarga bagaimana cara
c. Mampu mengidentifikasikan dan melakukan suksion
mencegah factor yang dapat j. Hentikan suksion dan berikan oksigen
menghambat jalan nafas apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management
a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila perlu
j. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2
2 Pola nafas tidak efektif b.d NOC : NIC :
a. Respiratory status : Ventilation
hiperventilasi
b. Respiratory status : Airway
patency Airway Management
c. Vital sign Status a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
Kriteria Hasil : lift atau jaw thrust bila perlu
a. Mendemonstrasikan batuk efektif b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dan suara nafas yang bersih, ventilasi
tidak ada sianosis dan dyspneu c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
(mampu mengeluarkan sputum, alat jalan nafas buatan
mampu bernafas dengan mudah, d. Pasang mayo bila perlu
tidak ada pursed lips) e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
b. Menunjukkan jalan nafas yang f. Keluarkan sekret dengan batuk atau
paten (klien tidak merasa suction
tercekik, irama nafas, frekuensi g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
pernafasan dalam rentang tambahan
normal, tidak ada suara nafas h. Lakukan suction pada mayo
abnormal) i. Berikan bronkodilator bila perlu
c. Tanda Tanda vital dalam rentang j. Berikan pelembab udara Kassa basah
normal (tekanan darah, nadi, NaCl Lembab
pernafasan) k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
b. Pertahankan jalan nafas yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi pasien
f. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
g. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

3 Gangguan pertukaran gas b.d NOC : NIC :


a. Respiratory Status : Gas
perubahan membran kapiler-alveolar
exchange
b. Respiratory Status : ventilation Airway Management
c. Vital Sign Status a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
Kriteria Hasil : lift atau jaw thrust bila perlu
a. Mendemonstrasikan peningkatan b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi dan oksigenasi yang ventilasi
adekuat c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
b. Memelihara kebersihan paru paru alat jalan nafas buatan
dan bebas dari tanda tanda d. Pasang mayo bila perlu
distress pernafasan e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c. Mendemonstrasikan batuk efektif f. Keluarkan sekret dengan batuk atau
dan suara nafas yang bersih, suction
tidak ada sianosis dan dyspneu g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
(mampu mengeluarkan sputum, tambahan
mampu bernafas dengan mudah, h. Lakukan suction pada mayo
tidak ada pursed lips) i. Berika bronkodilator bial perlu
d. Tanda tanda vital dalam rentang j. Barikan pelembab udara
normal k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
a. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi
b. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti dengkur
d. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
i. auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

4 Risiko kekurangan volume cairan NOC : NIC :


Nutritional Status : food and Fluid
berhubungan dengan demam,
Intake
menurunnya intake dan tachipnea a. Kaji adanya tanda dehidrasi
Kriteria Hasil : b. Jaga kelancaran aliran infus
a. Adanya peningkatan berat c. Periksa adanya tromboplebitis
badan sesuai dengan tujuan d. Pantau tanda vital tiap 6 jam
b. Volume cairan normal e. Lakukan kompres dingin jika terdapat
c. Pengeluaran BAB normal hipertermia suhu diatas 38 C
(tidak terjadi peningkatan)
f. Pantau balance cairan
d. Tidak ada tanda dehidrasi
e. Suhu tubuh normal 36,5-37 0C g. Berikan nutrisi sesuai diit
f. Kelopak mata tidak cekung h. Awasi turgor kulit
g. Turgor kulit baik
h. Akral hangat

5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :


Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
dari kebutuhan tubuh b.d
Intake a. Kaji adanya alergi makanan
ketidakmampuan pemasukan atau b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Kriteria Hasil : menentukan jumlah kalori dan nutrisi
mencerna makanan atau
a. Adanya peningkatan berat badan yang dibutuhkan pasien.
mengabsorpsi zat-zat gizi sesuai dengan tujuan c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
b. Berat badan ideal sesuai dengan intake Fe
berhubungan dengan faktor biologis,
tinggi badan d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
psikologis atau ekonomi c. Mampu mengidentifikasi protein dan vitamin C
kebutuhan nutrisi e. Berikan substansi gula
d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi f. Yakinkan diet yang dimakan
e. Tidak terjadi penurunan berat mengandung tinggi serat untuk mencegah
badan yang berarti konstipasi
g. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
B. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

C. Discharge Planning
Discharge planning yang dapat dilakukan yaitu:
1. Memberikan penyuluhan tentang bronkitis
2. Edukasi terkait aktivitas keseharian yang bisa dilakukan
3. Mengedukasi pola hidup yang sehat
4. Mengajarkan batuk efektif, relaksasi napas dalam, dan posisi yang sesuai
dengan kondisi pasien
5. Edukasi terkait penggunaan alat pelindung diri seperti masker.
6. Mengajarkan cara mencuci tangan yang baik dan benar serta kapan harus
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Fayyaz J. Bronchitis. [internet]. 2018:[cited 2018 November 27]. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/297108-overview
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes Ri
National Healt Servise (NHS). 2019. Bronchitis.
https://www.nhsinform.scot/illnesses-and-conditions/lungs-and-
airways/bronchitis#treating-bronchitis
Pacific Heart, Lung and Blood Institute.2016. LUNG DISEASE: BRONCHITIS
https://www.phlbi.org/divisions/lung-disease/bronchitis/
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2018. Ketahui Dimana Letak Paru Paru dan
Berbagai Gangguannya/ http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8837
[Diakses pada 08 November 2019].
Ian Peate, Muralitharan Nair. 2011. Fundamentals of Anatomy and Physiology for
Student Nurses Fundamentals Series.
https://books.google.co.id/books/about/Fundamentals_of_Anatomy_and_Physio
logy_f.html?id=Jj4kY5W-yroC&redir_esc=y
Tortorra and Derrickson. 2014. PRINCIPLES OF ANATOMY AND
PHYSIOLOGY Tortora 14th Ed.
https://www.academia.edu/36004776/PRINCIPLES_OF_ANATOMY_AND_P
HYSIOLOGY_Tortora_14th_Ed

Anda mungkin juga menyukai