Oleh:
Fitri Handayani
NIM 202311101102
Diajukan guna melengkapi tugas akhir stase Keperawatan Medikal Bedah Program Studi
Profesi Ners dan mencapai gelar Ners Keperawatan (Ners)
Oleh:
Fitri Handayani
NIM 202311101102
TIM PEMBIMBING
_________________________ _________________________
NIP…………………………… NIP............................................
Kepala Ruangan
_____________________________
NIP ………………………………..
KONSEP MATERI ANEMIA
1. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar (hemoglobin) darah atau hitung
eritrosit lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14g/dl dan
Ht < 41% pada pria, Hb <12% dan Ht 37% pada wanita (Smletzer,2013).
Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah
merah yang lebih rendah dari nilai normal. Selain itu, kuantitas sel-sel darah merah
dalam sirkulasi menurun, abnormalitas, kandungan hemoglobin sel darah merah, atau
keduanya (Price, 2013).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan anemia adalah suatu keadaan dimana
kadar Hb dalam tubuh dibawah batas normal karena dipengaruhi oleh berbagai hal yang
mengakibatkan penurunan suplai oksigen darah.
4. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan fibrinogen.
Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah. Protein
dalam serum inilah yang berfungsi untuk antibody terhadap adanya benda asing
(antigen).
3. Epidemiologi
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama
negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia
banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. Anemia pada
remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World Health Organization
(WHO) (2013), prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja
(10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1%
perempuan (Kemenkes RI, 2013).
Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu
21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan
18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada
balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri
usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita
mempunyai risiko terkena anemia paling tinggi terutama pada remaja putri (Kemenkes
RI, 2013).
4. Etiologi
Menurut sayfuddin (2014) penyebab anemia dalah :
a. Kehilangan darah
Kehilangan darah adalah penyebab paling umum terjadinya anemia, khususnya
terutama anemia karena kekurangan defisiensi zat besi. Kehilangan darah bisa
jangka pendek atau persisten. Jika kehilangan darah berlebihan, tubuh akan
kehilangan sel darah merah yang cukup dan menyebabkan anemia. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan kehilangan darah seperti menstruasi, perdarahan di saluran
pencernaan dapat menyebabkan kehilangan darah dan juga pembedahan.
b. Produksi sel darah merah tidak memadai
Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan produksi sel darah merah yang
tidak memadai, ini termasuk:
1. Makanan
Makanan yang kekurangan atau tidak memiliki zat besi, asam folat (folat), dan
vitamin B12 dapat menyebabkan tubuh tidak membuat sel darah merah yang
cukup. Zat besi merupakan mineral penting untuk pembuatan sel darah merah.
2. Penyakit kronis
Penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit ginjal dapat menyebabkan tubuh
tidak mampu memproduksi sel darah merah yang cukup. Orang yang memiliki
HIV /AIDS juga dapat mengembangkan anemia akibat infeksi atau obat yang
digunakan untuk pengobatan penyakit.
3. Kehamilan
Selama 6 bulan pertama kehamilan, bagian cair darah perempuan meningkat lebih
cepat dibandingkan jumlah sel darah merah. Ini mencairkan darah dan dapat
menyebabkan anemia.
4. Hormone
Tubuh kita membutuhkan hormon erythropoietin untuk membuat sel darah merah.
Hormon ini membantu merangsang sumsum tulang untuk membuat sel darah
merah. Rendahnya tingkat hormon ini dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan
Beberapa obat seperti antibiotik, obat anti kejang, pengobatan kanker atau
paparan radiasi dapat menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang. Jika sumsum
tulang rusak, tidak dapat membuat cukup sel darah merah baru untuk
menggantikan sel yang mati.
c. Kerusakan sel darah merah yang berlebihan
1) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika sel darah merah hancur sebelum masanya
berakhir. Umur normal sel darah merah adalah 120 hari. Pada anemia hemolitik,
umurnya jauh lebih pendek.
2) Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah bentuk parah dari anemia. Hal ini biasanya terjadi ketika
seseorang mewarisi dua gen yang abnormal (satu dari setiap orangtua) yang
menyebabkan sel darah merah mereka berubah bentuknya.
3) Thalassemia
Thalasemia adalah suatu bentuk anemia yang sel darah merah cepat hancur. Hal
ini menyebabkan tubuh membuat sedikit sel darah merah sehat dan hemoglobin
dari normal.
5. Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2001) dalam Nurafif dan Kusuma (2015); Oehadian (2012)
klasifikasi anemia yaitu :
1. Anemia Mikrositik Hipokromik mikrositer, jika MCV < 80 flt dan MCH < 27 pg.
Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit.
Dengan penurunan MCH (Mean Concentration Hemoglobin) dan MCV, akan
didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab
anemia mikrositik hipokrom adalah berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe,
anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defisiensi tembaga, berkurangnya
sintesis hemoglobin akibat keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan
didapat. Berkurangnya sintesis globin akibat talasemia dan hemoglobinopati.
a) Anemia Defisiensi Besi
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia
paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis).
Infestasi cacing tambang pada seseorang dengan makanan yang baik tidak
akan menimbulkan anemia. Bila disertai malnutrisi, baru akan terjadi
anemia.
b) Anemia Penyakit Kronik
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti
infeksi ginjal, paru-paru (abses, empiema dll), inflamasi kronik (artritis
reumatoid) dan neoplasma.
c) Thalassemia major
d) Anemia sideroblastik
2. Anemia Makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL.
Anemia makrositik dapat disebabkan oleh peningkatan retikulosit, peningkatan MCV
merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan
peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV, metabolisme
abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defisiensi folat atau
cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine,
hidroksiurea), gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia
akut), penggunaan alkohol, penyakit hati, hipotiroidisme.
a) Defisiensi Vitamin B12
Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi
vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, namun di Indonesia
penyebab anemia ini adalah karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan
gejala-gejala yang tidak berat.
b) Defisiensi Asam Folat
Anemia defisiensi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di
seluruh saluran cerna. Gejalanya yaitu perubahan megaloblastik pada mukosa,
mungkin dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian.
3. Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan
ini dapat disebabkan oleh anemia pada penyakit ginjal kronik, sindrom anemia
kardiorenal akibat anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik, anemia
hemolitik, anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah, kelainan
membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defisiensi G6PD), kelainan
hemoglobin (penyakit sickle cell), anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel
darah merah ( imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid,
idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal),
mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik),
infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).
4. Patifisiologi
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses
ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan
meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia akibat dari gangguan pembentukan sel darah merah terjadi jika jumlah
besi tidak adekuat atau tidak dapat dikases, atau kekurangan asam folat, vitamin B12,
atau globulin. Produksi sel darah merah juga tidak dapat mencukupi jika mengalami
penyakit sumsum tulang lainnya. Defisiensi eritropoetin, yang dapat terjadi pada gagal
ginjal, juga dapat menyebabkan penurunan produksi sel darah merah. Anemia akibat
gangguan pembentukan sel darah merah berukuran terlalu kecil (mikrositik) atau terlalu
besar (makrositik, dan kandungan hemoglobin yang secara abnormal rendah
(hipokromik) (corwin,2009).
5. Manisfestasi Klinis
Menurut Sudoyo (2006) tanda dan gejala umum anemia, yaitu :
a. Gejala umum anemia adalah rasa lemah, lesu, cepat lelah, mendenging
(tinitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan
dispepsia, serta konjungtiva anemis.
b. Gejala khas masing-masing anemia, meliputi :
o Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
dan kuku sendok (koilonychia).
o Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12.
o Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali.
o Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
Menurut Mansjoer (2001) masing-masing jenis anemia memilikimanifestasi klinik
yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
a. Anemia defisiensi besi
Perubahan kulit dan mukosa yang progresif, seperti lidah yang halus,
keilesis dan didapatkan tanda-tanda malnutrisi.
b. Anemia pada penyakit kronik
Di dapatkan adanya anoreksia, diare, dispnea, lidah licin, pucat, dan agak
ikterik. Terjadi gangguan neurologis, biasanya dimulai dengan parastesia,
lalu gangguan keseimbangan dan pada kasusyang berat terjadi perubahan
fungsi cerebral, dimensia danperubahan neuropsikatrik lainnya.
d. Anemis hemolitik
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang pokok dalam diagnosis
anemia. pemeriksaan ini terdiri dari:
a. Jumlah darah lengkap (JDL) : yaitu mengalami penurunan pada Hb,
hematocrit dan SDM. h Dimana hemoglobin (Hb) normalnya 14-18 gram/dl untuk
pria,dan 12-16 gram/dl untuk wanita. hematokrit normalnya 40-54% untuk pria,
dan 37-47% untuk wanita. menurun dan SDM normalnya 4500-10.000 sel/mm³.
b. Pemeriksaan penyaring (screening test) Pemeriksaan penyaring untuk kasus
anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, dan apusan
darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia
tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
c. Pemeriksaan darah seri anemia Pemeriksaan darah seri anemia meliputi
hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah
banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi
hasil yang lebih baik.
d. Pemeriksaan sumsum tulang Pemeriksaan ini memberi informasi yang sangat
berharga mengenai keadaan sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan
untuk diagnosis definitive pada beberapa jenis anemia.
2. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada: a.
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC (total iron binding
capacity), saturasi ferin, protoporfirin eritrosit, ferritin serum, reseptor
transferrin dan pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s stain).
7. Penatalaksanaan Medis
1. Anemia Mikrositik Hipokrom
a.Anemia Defisiensi Besi
Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai. Pemberian preparat Fe :
1) Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat
dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap pada pasien yang
tidak kuat dapat diberikan bersama makanan.
2) Fero Glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi
terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga
tidak dapat diberikan oral, dapat diberikan secara parenteral dengan dosis
250 mg Fe (3 mg/kg BB). Untuk tiap gram % penurun kadar Hb di bawah
normal.
3) Iron Dextran mengandung Fe 50 mg/l, diberikan secara muskular mula- mula
50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai
perhitungan dapat pula diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis
percobaan. Bila dalam 3-5 menit menimbulkan reaksi boleh diberikan 250-
500 mg.
b. Anemia Penyakit Kronik
Terapi terutama ditunjukkan pada penyakit dasarnya. Pada anemia yang
mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya.
Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan kecuali untuk
mengatasi anemia pada artritis rheumatoid. Pemberian kobalt dan eritropoetin
dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
2. Anemia Makrositik
Konsetrasi sel Absorbsi zat Umur eritrosit lebih Cadangan zat besi kurang Gangguan sintesis DNA
darah besi tidak pendek kurang dari
120 hari
O2 yang dikirim ke Gangguan maturasi inti
jaringan kurang
Hb dalam tubuh Anemia
menurun hemolitik kronis
Glositis berat, diare,
Pucat, lelah mata (sayu), kehilangan nafsu makan,
Resiko mata berkunang-kunang pucat
pendarahan O2 dalam sakit kepala
jaringan Rongga sumsum
tulang membesar
Defisit nutrisi dalam
Ketidakseimbangan
O2 dalam tubuh
nutrisi kurang dari
Sirkulasi tidak jaringan Mengurangi tahanan kebutuhan tubuh
adekuat aliran darah dalam
pembuluh
Penurunan
Kolaps sirkulasi Hipovolemia transport O2
yang progresid dan hipoksia
cepat
Ketidakefektifan Keletiha
perfusi jaringan
perifer
n
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Identitas klien
Berisi identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, nomer rumah sakit, pekerjaan, status perkawinan, serta
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan sumber informasi dari pasien.
B. Riwayat kesehatan
1. Diagnosa Medik :
Anemia.
2. Keluhan Utama: pusing, berkunang-kunang
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi kronologis terjadinya keluhan meliputi berapa lama, pernah terpapar
zat, waktu kambuh, ada perubahan fisiologis yang mencolok beserta
pengkajian nyeri PQRS dan pengkajian lainnya.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Riwayat penyakit yang pernah diderita :
Jenis, tindakan pengobatan, pemberi perawatan, prognosis, hospitalisasi
yang pernah dialami.Kaji apakah klien memiliki faktor presdiposisi.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Semua jenis alergen beserta efek yang ditimbulkan pada klien.
c. Imunisasi
Semua riwayat imunisasi, baik imunisasi dasar maupun tambahan.
d. Kebiasaan/pola hidup/life style
Berisi penjelasan rutinitas klien sehari-hari yang bersangkutan dengan
kesehatan.
e. Obat-obat yang digunakan :
Riwayat obat-obatan yang digunakan oleh pasien.
5. Riwayat penyakit keluarga: berisi penjelasan tentang riwayat keluarga yang
menderita penyakit yang sama atau penyakit keturunan yang berisiko
terhadap klien. Ditampilakan dengan genogram 3 generasi
C. Pengkajian Fungsional
1) Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Mendeskripsikan pola kesehatan dan kesejahteraan klien dan bagaimana
kesehatan dikelola termasuk sistem keluarga.
2) Pola nutrisi/ metabolic
Berisi tentang pengukuran antopometri, biomedical sign, diet pattern, dan
clinical sign.
3) Pola aktivitas & latihan
Pada klien dengan Anemia aktivitas terganggu dikarenakan pusing, dan
lesu letih.
4) Pola tidur & istirahat
Pada klien anemia akan mengalami Kesulitan tidur dan merasakan
ketidaknyamanan disekitar lingkungan yang terang dan ramai.
5) Pola kognitif & perceptual
6) Fungsi dan keadaan indera
7) Pola persepsi diri
8) Pola seksualitas & reproduksi
9) Pola peran & hubungan
10) Pola manajemen koping-stress
11) Sistem nilai & keyakinan
D. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pengkajian Fisik
a. Kepala
b. Mata
c. Telinga
d. Hidung
e. Mulut
f. Leher
g. Dada :
1) Paru-paru
2) Jantung
h. Abdomen
i. Urogenital
j. Ekstremitas
k. Kulit dan kuku
1. Diagnosa
A. Ketidakefektifan jaringan perifer b.d penurunan sel darah merah yang di
perlukan untuk mengirim oksigen ke sel.
B. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien.
C. Keletihan b.d metabolisme dalam tubuh menurun(anemia)
D. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara antara suplai dan
kebutuhan oksigen
E. Resiko pendarahan b.d kehilangan darah yang cepat atau kehilangan darah kronis
1
2.2 Intervensi
NAMA
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI &
PARAF
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 1. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisisn Fitri
jaringan perifer b.d 24 jam, ketidakefektifan jaringan perifer kapiler, warna kulit, memberan mukosa
penurunan sel darah dapat menunjukkan perfusi jaringan dan dasar kuku
merah yang di perifer adekuat dengan kriteria hasil : 2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
perlukan untuk 1. Tanda-tanda vital stabil toleransi
mengirim oksigen ke 2. Memberan mukosa warna merah 3. Awasi upaya pernafasan dengan
sel. muda auskultasi bunyi nafas, dan keluhan nyeri
3. Pengisian kapiler baik dada, palpitasi
Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI