Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

BRONKOPNEUMONIA

OLEH :
Ni Putu Candra Dewi
NIM P07120319092

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN
KEPERAWATAN PROFESI NERS 2019

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN BRONKOPNEUMONIA
I. Konsep Dasar Penyakit A. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. (Price, 2015). Bronkhopneumoni adalah salah satu
jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam
satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronkhi dan meluas ke parenkim paru
yang berdekatan di sekitarnya. ( Smeltzer & Suzanne C, 2013). Bronkopneumia
disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Bennete, 2013).
Bronkhopneumoni adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang
di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen
yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit
ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam
infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.
Kesimpulannya bronkhopneumoni adalah jenis infeksi paru yang disebabkan
oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. Etiologi
Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pantogen. Orang normal dan
sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang
terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumoni disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,
mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain :
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus : legionella pneumoniae
3. Jamur : aspergillus spesies, candida albicans, hitoplasma
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrate paru bilateral yang difus.
2. Berdasarkan sindrom klinis
a. Pneumonia bakterial berupa: pneumonia bakterial tipe tipikal yang
terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan
pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu
perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
b. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan
mycoplasma, clamydia pneumoniae atau legionella.

D. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronkopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas
menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. Terdengar adanya
krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi
(pengisian rongga udara oleh eksudat). Tanda gejala yang muncul pada
bronkopneumonia adalah:
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkara
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

E. Patofisiologi
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau
karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian
sebagian kuman tersebut masuk ke saluran pernafasan bagian bawah dan
menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk
ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran
sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan
alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam
saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus
mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko
terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pathways

Bakteri Stafilokokus aureus


Intake kurang

Pola Napas
Tidak Efektif
F. Komplikasi
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor
risiko) :
1. Akumulasi cairan :
Cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding dada
(disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empisema. Chest tube
(atau drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan
cairan.
2. Abses :
Pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut
dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun
meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk
membuangnnya.
3. Bakteremia :
Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk
ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena
infeksi dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran darah ke
organorgan lain.
4. Kematian :
Walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia,
pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3 % penderita yang
dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1 % penderita yang dirawat
di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau komplikasinya.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkhopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan
dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta
tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bacteremia
e. Sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus.
b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klien
bronkopneumonia adalah: 1. Menjaga kelancaran pernapasan
2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman Sementara
Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
1. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk transpor muskusilier
Tujuan penatalaksanaan penderita adalah menghilangkan infeksi dan
mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut. Penatalaksanaan
pneumonia didasarkan kepada organisme apa yang menyebabkan
pneumonia tersebut (disebut engan terapi empirik). Kebanyakan penderita
membaik dengan terapi empirik ini. Kebanyakan pasien dengan pneumonia
ditatalaksana di rumah dengan pemberian antibiotik-antibiotik oral.
Penderita dengan faktor resiko untuk menjadi lebih berat dapat
ditatalaksana dengan perawatan di rumah sakit. Monitoring di rumah
sakit termasuk kontrol terhadap frekuensi denyut jantung dan pernafasan,
temperatur, dan oksigenisasi. Penderita yang dirawat di rumah sakit
biasanya diberikan antibiotik intravena dengan dosis dan pemberian yang
terkontrol. Lamanya hari perawatan di rumah sakit sangat bervariasi
tergantung bagaimana respon penderita terhadap pengobatan, apakah
ada penyakit penyerta/ sebelumnya, dan apakah ada masalah-masalah
medis lainnya yang dapat memperberat pneumonia yang dideritanya.
Beberapa penderita, termasuk penderita yang sebelumnya menderita
kerusakan paru atau penyakit paru berat lainnya, penderita dengan
imunitas menurun, atau penderita dengan pneumonia yang mengenai
lebih dari 1 lobus (disebut multilobar pneumonia), dapat lebih
lambat untuk membaik atau mungkin membutuhkan perawatan lebih
lama di rumah sakit.
Berbagai macam regimen antibiotik tersedia untuk terapi
pneumonia. Pemilihan antibiotik mana yang baik digunakan bergantung
pada banyak faktor, termasuk : Penyakit penyerta/ sebelumnya dan terinfeksi
dengan bakteri yang resisten antibiotik tertentu. Penderita yang sebelumnya
menggunakan antibiotik untuk terapi penyakit lain pada tiga bulan terakir
mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi bakteri yang
resisten antibiotik tertentu. Untuk semua regimen antibiotik, penting
untuk menggunakan antibiotik tersebut sampai selesai dan sesuai dengan
prosedur penatalaksanaan. Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit
untuk dilakukan, sehingga pemberian antibiotik diberikan secara empirik
sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus pneumonia dan H.
influenza. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik
adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72
jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7 – 10
hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S.aureus, kloksasilin dapat
segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin,
klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk
Stafilokokusadalah 3 – 4 minggu.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


BRONKOPNEUMONIA
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan
menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini
dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP,
penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan
antibiotik yang tidak sempurna.

2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai
pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau
tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

3. Riwayat kesehatan lingkungan.


Pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain
itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga
bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak
asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.

4. Riwayat Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system
pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

5. Pengkajian fisik
a. Inspeksi : Adanya takipnea, dypsnea, sianosis sirkumoral,
pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non
produktif menjadi produktif, serta nyeri dada waktu bernafas,
adanya retraksi dinding dada.
b. Palpasi : hati mungkin akan membesar, flemitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit dan megalami peningkatan
denyut nadi.
c. Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi : pada pneumonia akan terdengar stridor suara nafas
berjurang, terdengar suara nafas tambahan atau ronchi, kadang-
kadang terdengar bising gesek pleura.

6. Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, irritability
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan
cuping hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non
produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler,
kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya
konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan
anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah.
Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin
belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan
personde.
d. Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin
belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi
(ringan sampai berat).
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada
anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan
pengiriman oksigen
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli
4. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan
toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan SIKI
No
SLKI
1 Pola nafas tidak efektif Respirasi : Respirasi : najemen
Penyebab Setelah dilakukan tindakan keperawatan .. x…. Majalan nafas

• Depresi pusat pernapasan jam, diharapkan pola nafas membaik dengan 1. Observasi
• Hambatan upaya napas kriteria hasil : a. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
• Deformitas dinding dada  Penggunaan otot bantu nafas menurun usaha nafas)
• Deformitas tulang dada b. Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
 Dispnea menurun
• Gangguan neuromuscular Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi)
 Pemanjangan fase ekspirasi menurun
• Gangguan neurologis 2. Terapeutik
 Frekuensi nafas membaik
• Penurunan energy  Posisikan semi fowler
 Kedalaman nafas membaik
• Obesitas
 Berikan minuman hangat
• Posisi tubuh yang
 Berikan oksigen
menghambat ekspansi paru
3. Edukasi
• Sindrom hipoventilasi
Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika
• Kerusakan inervasi 
tidak kontraindikasi
diafragma
Ajarkan teknik batuk efektif
• Cedera pada 
Kolaborasi
medulla 4.
spinalis Kolaborasi pemberian bronkodilator,

• Efek agen farmakologis ekspektoran, mukolitik, jika perlu
• Kecemasan
Ob
s
mantauan respirasi ervasi
Pe  Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
Gejala dan tanda mayor 1. dan upaya nafas
Subjektif : Dyspnea
 Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
Objektif takipnea, hiperventilasi,
1. Penggunaan otot bantu kussmaul, cheyne-stokes,
pernafasan ataksisk) Monitor saturasi oksigen

2. Fase ekspirasi memanjang Auskultasi bunyi nafas

3. Pola nafas abnormal Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

Monitor nilai AGD
Gejala dan tanda minor 
Monitor hasil x-ray thoraks apeutik
Sujektif : Ortopnea  Atur interval pemantauan respirasi
Objektif Ter
sesuai kondisi pasien
• Pernafasan pursed lips 2.  Dokumentasikan hasil pemantauan
• Pernapasan cuping hidung
Edukasi
• Diameter thoraks anterior
 Jelaskan tujuan dan prosedur
posterior meningkat
• Ventilasi semenit menurun
3. 
• Kapasitas vital pemantauan
menurun
 Informasikan hasil pemantauan, jika
• Tekanan ekspirasi perlu
menurun
• Tekanan inspirasi
menurun
• Ekskursi dada
berubah Kondisi klinis terkait
• Depresi system
saraf pusat
• Cedera kepala
• Trauma thoraks
• Gullian bare
syndrome
• Multiple sclerosis
• Myasthenia gravis
• Stroke
• Kuadriplegia
• Intoksikasi alcohol

2 Ganggguan pertukaran gas Respirasi : Respirasi


Penyebab Setelah dilakukan tindakan keperawatan .. x…. Pemantauan respirasi
1. Ketidakseimbangan jam, diharapkan pertukaran gas membaik 1. Observasi
ventilasiperfusi dengan kriteria hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
2. Penurunan membrane alveolus- dan upaya nafas
 Dispnea menurun
kapiler  Bunyi nafas tambahan menurun  Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
 Gelisah menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Gejala dan tanda mayor  PCO2 membaik cheyne-stokes, ataksisk)
Subjektif : dyspnea Objektif PO2 membaik  Monitor saturasi oksigen

• PCO2 meningkat/ menurun Takikardia
 Auskultasi bunyi nafas
 membaik pH arteri
• PO2 menurun membaik  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

• Takikardia
 Monitor nilai AGD
• pH arteri
 Monitor hasil x-ray thoraks
meningkat/menurun
2. Terapeutik
• bunyi napas tambahan
 Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Gejala dan tanda minor subjektif
 Dokumentasikan hasil pemantauan
1. Pusing
2. Penglihatan kabur 3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
Objektif
1. Sianosis pemantauan

2. Diaphoresis  Informasikan hasil pemantauan, jika


3. Gelisah perlu

Terapi oksigen
4. Napas cuping hidung Observasi
5. Pola nafas abnormal  Monitor kecepatan aliran oksigen
6. Warna kulit abnormal Monitor alat terapi oksigen

7. Kesadaran menurun Monitor aliran oksigen secara

periodic dan pastikan fraksi yang
Kondisi klinis terkait diberikan cukup
• PPOK  GJK Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.

• Asma Oksimetri, AGD), jika perlu
• Pneumonia Monitor kemampuan melepaskan
• Tuberkulosis paru oksigen saat makan

• Penyakit membrane hialin Monitor tanda tanda hipoventilasi
• Asfiksia Monitor tanda dan gejala toksikasi
• PPHN 
oksigen dan atelectasis
• Prematuritas  Monitor tingkat kecemasan akibat
• Infeksi saluran nafas terapi oksigen

 Monitor integritas mukosa hidung akibat


pemasangan oksigen
Terapeutik
 Bersihkan secret pada mulut, hidung,
dan trakea, jika perlu
 Siapkan dan atur peralatan pemberian
Oksigen
 Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif Respirasi Respirasi
Penyebab Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif
Fisiologis\ keperawatan selama …. x…. jam, 1. Observasi
• Spasme jalan nafas diharapkan bersihan jalan nafas meningkat  Identifikasi kemampuan batuk
• Hipersekresi jalan nafas dengan kriteria hasil :  Monitor adanya retensi spuntum
• Disfungsi neuromuscular  Batuk efektif meningkat  Monitor tanda dan gejala infeksi
• Benda asing dalam jalan
 Produksi spuntum menurun  Monitor input dan output cairan (mis.
nafas
 Mengi menurun Jumlah dan karakteristik)
• Adanya jalan nafas buatan
 Wheezing menurun 2. Terapeutik
• Sekresi yang tertahan
 Frekusni nafas membaik  Atur posisi semi fowler
• Hyperplasia dinding jalan
nafas  Pola nafas membaik  Buang secret pada tempat spuntum
3. Edukasi
• Proses infeksi
• Respon alergi  Jelaskan tujuan dan prosedur batuk

• Efek agen farmakologis efektif

Situasional 4. Kolaborasi

• Merokok aktif  Kolaborasi pemberian mukolitik atau


• Merokok pasif ekspektoran, jika perlu
• Terpajan polutan

Manajemen jalan nafas


Gejala dan tanda mayor 1. Observasi
Subjektif (tidak tersedia)  Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
Objektif usaha nafas)
1. Batuk tidak efektif  Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
2. Tidak mampu batuk Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi)
3. Sputum berlebih 2. Terapeutik
4. Mengi, wheezing dan/atau
 Posisikan semi fowler
ronkhi kering
 Berikan minuman hangat
5. Meconium di jalan napas
 Berikan oksigen
(pada neontus)
3. Edukasi \
Gejala dan tanda minor Subjektif
 Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika
1. Dyspnea
tidak kontraindikasi
2. Sulit bicara
3. Ortopnea  Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
Objektif
1. Gelisah  Kolaborasi pemberian bronkodilator,

2. Sianosis ekspektoran, mukolitik, jika perlu

3. Bunyi napas menurun


4. Frekuensi napas berubah

Pemantauan respirasi
5. Pola nafas berubah Kondisi Observ asi
klinis terkait  Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
• Gullian bare syndrome dan upaya nafas
• Sclerosis multiple Monitor pola nafas (seperti bradipnea,

• Myasthenia gravis takipnea, hiperventilasi,
• Prosedur diagnostic kussmaul, cheyne-stokes,
• Depresi system saraf pusat ataksisk) Monitor saturasi oksigen

• Cedera kepala Auskultasi bunyi nafas
• Stroke 
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
• Kuadriplegia 
Monitor nilai AGD
• Sindrom aspirasi 
Monitor hasil x-ray thoraks
meconium  tik
• Infeksi saluran nafas Terapeu
Atur interval pemantauan respirasi sesuai
 kondisi pasien

Dokumentasikan hasil pemantauan



Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

1. Ketidakmampuan menelan makanan


2. Ketidakmampuan mencerna makanan
No Diagnosa Keperawatan Dx
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Defisit Nutrisi b.d:
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme keperawatan Manajemen Nutrisi selama ........ jam, maka status nutrisi
5. Faktor ekonomi (mis: finansial tidak Observasi :
mencukupi) (L.0067) membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
6. Faktor psikologis (mis: stres, 1. Kekuatan otot mengunyah, 2. Identifikasi alergi dan intolersi makanan menelan meningkat 3.
keengganan untuk makanan) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
d.d gejala dan tanda Mayor : 2. Serum albumin meningkat 4. Identifikasi perlunya NGT
1. Berat badan menurun minimal 10% 3. Ungkapan keinginan untuk meningkat 5. Monitor asupan makanan nutrisi meningkat 6. Monitor
dibawah rentang ideal Minor : berat badan
1. Cepat kenyang setelah makan 4. Pengetahuan tentang pilihan 7. Monitor hasil pemeriksaan lab makanan/minuman
2. Kram/ nyeri abdomen yang sehat meningkat Terapiutik :
Rencana Keperawatan
5. Pengetahuan tentang standar asupan 8. Lakukan oral hygine nutrisi yang tepat meningkat 9.
Tujuan dan Kriteria Hasil Berikan medikasi sebelum makan
Intervensi
6. Penyiapan dan penyimpanan makanan/ 10. Fasilitasi menentukan pedoman diet minuman yang
Setelah dilakukan
aman meningkat 11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
intervensi
7. Sikap terhadap makanan/minuman 12. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah sesuai
dengan tujuan kesehatan konstipasi
3. Nafsu makan menurun meningkat 13. Berikan makan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Bising usus hiperaktif 8. Perasaan cepat kenyang menurun 14. Berikan suplemen makanan jika perlu
5. Otot pengunyah lemah 9. Sariawan menurun 15. Hentikan pemberian makan melalui NGT bila
6. Otot menelan lemah 10.Rambut rontok menurun asupan oral dapat ditoleransi Edukasi :
7. Membran mukosa pucat 11.Diare menurun 16. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
8. Sariawan 12.Berat badan membaik 17. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi :
9. Serum albumin turun 13.Nafsu makan membaik 18. Kolaborasi dengan ahli gizi
10.Rambut rontok berlebihan 14.Bising usus membaik
11.Diare 15.Index massa tubuh membaik
16.Tebal lipatan kulit triceps membaik
17.Membran mukosa membaik
18.Frekuensi makan membaik
D. Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun sebelumnya yang disesuaikan dengan
diagnosa yang dirumuskan dengan mengacu kepada SDKI, SLKI dan SIKI.

E. Evaluasi
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didadapatkan evaluasi. Evalusai
juga tidak ada kesenjangan teori dan kasus. Evaluasi adalah membandingkan
suatu hasil / perbuatna dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan
yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.
• Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan
keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
• Tahap akhir dari proses keperawatan.
• Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.
• Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
• Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan perkembangan
pasien terhadap masalah kesehatan.
Perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi status dan kemajuan klien
terhadap pencapaian hasil setiap hari. Tujuan evaluasi adalah untuk
menentukan seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mendegah
atau mengobati respon manusia terhadap prosedur kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

A.Sylvia, M. Lorraine. 2015. Patofisiologi Edisi 6 Vol 2 Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Astuti. W.A. 2010. Asuhan Kkeperawatan Anak dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta : Ttrans Info Media

Mansjoer Arif. 2013. Pneumonia dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, edisi 3.

Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mutaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Potter, Perry.2014. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses, dan

praktik. Jakarta: EGC.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia : Definisi dan Indikator diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Luaran Keperawatan

Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai