Disusun oleh :
SN182041
A. DEFENISI
Hemiparesis adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progesif cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung
menimbulkan kematian dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic.
Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien dapat
mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer serebri
kontralateral. Dalam mendiagnosis, harus dilakukan pertanyaan lebih lanjut dan mendetil
mengenai waktu terjadinya gejala sehingga dapat mengklarifikasikan perjalanan patologis dari
lesi ini.
1.Onset yang cepat dan kejadian ikutan yang statis memberkesan suatu kejadian
vascular (stroke), yaitu perdarahan atau infark.
2. Suatu kejadian dengan progresi lambat lebih mengarah ke lesi berupa massa, yaitu
tumor.
3.Kejadian yang berulang dengan pola remisi umumnya mengarah pada proses
inflamasi atau demielinisasi kronik, contohnya: sklerosis multiple
B. ETIOLOGI
a. Emboli
1) Emboli kardiogenik
1) Penyakit eksrakanial
b) Arteri vertebrali
2) Penyakit intracranial
c) Arteri basilaris
a. Hipertensif
b. Malformasi artei-vena
c. Angipati amiloid
e. Migren
f. Kondisi hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat
h. Kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisistemia,atau leukemia)
i. Miksoma atrium
C. PATOFISIOLOGI
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh
darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang,
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan
oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.
Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien PSA gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran sering
terganggu & sangat bervariasi, ada gejala/tanda rangsangan maningeal, oedema pupil dapat
terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau
artei karotis interna. Gejala neurologist tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah & lokasinya.
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul mendadak
2. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemiparesik
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan
Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri
serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral
serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis.
Akibat selanjutnya adalah deviasi ocular (“deviation conjugee” akibat kerusakan area motorik
penglihatan), hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara motorik dan sensorik (area
bicara broca dan wernicke dari hemisfer dominan), gangguan persepsi spasial, apraksia,
hemineglect (lobus parietalis). Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis
dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian
medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada
lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks
motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari
sistem limbic. Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial (korteks parsial primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau
basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan
anterior.
Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang
arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit
sensorik.Penyumbatan total arteri basilarismenyebabkan paralisis semua ekstremitas
(tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
E. KOMPLIKASI
3. Edema Serebri dan Tekanan Intra cranial tinggi yang dapat menyebabkan herniasi atau
kompresi batang otak
4. Aspirasi Atelektasis
5. Gagal Nafas
6. Disrithmia Jantung
7. Kematian
F. PENATALAKSANAAN
1. Demam : deman dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati secara
agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres dingin, jika diperlukan. Penyebab
deman tersering adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan
antibiotik intravena secara empiris (sulbenisilin,sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil
kultur.
2. Nutrisi : pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar penuh tes
kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu sendok air putih kepada
pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi kedepan sampai dagu menyentuh dada,
perhatikan pasien tersedak atau batuk dan apakah suaranya berubah (negative). Bila tes
menelan negative dan pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan enteral melalui
pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hidrasi intravena : hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan kristaloid
isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan NaCL 0,45%) dapat
memperhebat edema serebri dan harus dihindari
5. Perawatan paru : fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah
atelaktsis paru pada pasien yang tidak bergerak.
6. Aktivitas : pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan fisioterapi
sedini mungkin bila kondisi klinis neurologist dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif
pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk
mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk
mencegah kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam posisi dorsofleksi dan
dapat juga mencegah pemendekan tendon Achilles. Posisi kepala 30 derajat dari bidang
horisontal untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran ballik vena ke
jantung, kecuali pada pasien hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah
(dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala ekstensi). Bila
kondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobillisasi aktif ke posisi tegak, duduk dan
pindah kekursi sesuai toleransi hemodinamik dan neurologist.
7. Neurorestorasi dini : stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak
yang terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini mungkin.
8. Profilaksis trombosis vena dalam : pasien stroke iskemiok dengan imobilisasi lama
yang tidak dalam pengobatan heparin intravena harus diobati dengan heparin 5.000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah pembentukan thrombus
dalam vena profunda, karena insidennya sangat tinggi . terapi ini juga dapat diberikan dengan
pasien perdarahan intraserebral setelah 72 jam sejak onset.
9. Perawatan vesika : kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai
hanya ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien
yang sadar dengan gangguan berkemih, keteterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih
disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu, dan gangguan sfingter
vesika terutama pada pasien laki-laki yang mengalami retensi urine atau pasien wanita dengan
inkontinensia atau retensio urine. Latihan vesika harus dilakukan bila pasien sudah sadar.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Klinis
a. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala yang timbul).
b. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal, pernah mengalami
trauma kepala).
f. Makanan/ cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut, hilang sensasi
pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko).
g. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau
ganda, hilang rasa sensorik kotralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama).
h. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku yang tidak stabil,
gelisah, ketergantungan otot).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi Serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Rutin
b. Gula Darah
c. Urine Rutin
d. Cairan Serebrospinal
f. Biokimia Darah
g. Elektrolit
H. PROGNOSIS
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua
pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan
institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat
ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan
stroke dan kecacatan
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari prosos keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapar mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental, sosial dan
lingkungan.
a. Pasien (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, Suku Bangsa, Tgl Masuk RS, No. CM, Alamat.
b. Penanggung Jawab (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan,
Pekerjaan, Alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat
penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak)
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. pemeriksaan persistem
2) Sistem persarafan (bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu & tempat)
3) Sistem pernafasan (Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas)
4) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan frekuensi)
7) Sistem reproduksi
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat juga
kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan.
b. Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa lemas,
pusing, kelelahan, kelemahan otot dan kesadaran menurun.
c. Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual dan
muntah.
h. Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya mengalami stress
psikologi.
B. DIAGNOSA
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
C. INTERVENSI
Kriteria hasil :
Intervensi :
a. I : Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan
keadaan normalnya atau standar.
R : mengetahui kecenderungan tingkat kesedaran dan potensial TIK dan mengetahui lokasi,
luas, dan kemajuan atau resolisi kerusakan SSP.
R : variasi terjadi o/k tekanan atau trauma cerebral pada daerah vasomotor otak.
Hipertensi/hipotensi postural dapat menjadi factor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena
syok (colaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya
formasi bekuan darah).
d. I : kaji fungsi-sungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien sadar
R : perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi atau derajat
gangguan cerebral dan mengidentifikasi penurunan atau peningkatan TIK.
e. I : anjurkan untuk melakukan ambulasi pada tingkat yang dapat ditoleransi pasien.
kriteria hasil :
R : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan
dan durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia.
Kriteria hasil :
b. mobilisasi bertahap
intervensi:
d. I : ajarkan pasien dan anggota keluarga atau teman tentang latihan ROM, dan program
e. I : konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi
pasien.
R : program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti atau
menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, kordinasi, dan kekuatan.
4. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.
Kriteria hasil:
Intervensi:
c. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya”
atau “tidak”.
Kriteria hasil :
Intervensi :
b. I : pantau pencapaian mandi dan hygiene setiap hari. Tetapkan tujuan mandi dan
hygiene. Hargai pencapaian mandi dan hygiene.
c. I : sediakan alat bantu, seperti sikat gigi bergagang panjang, untuk mandi dan perawatan
hygiene : ajarkan penggunaanya.
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
Intervensi:
d. I: Letakan posisi kepala lebih tingggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
e. I: Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan
ringan diatas bibir atau dibawah dagu jika diperlukan.
R: klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi atau gangguan
dari luar.
g. I: Mulailah untuk memberi makan per oral setengah cair, makanan lunak ketika klien
dapat menelan air.
h. I: Kolaborasi dalam pemberian nutrisi melalui parenteral dan makanan melalui selang.
R: mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
DAFTAR PUSTAKA
Cynthia M. taylor dkk: 2010. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Edisi 10.
Jakarta: EGC
Irdawati. 2008. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien
Stroke Non-Hemoragik Hemiparese Kanan Dibandingkan Dengan Hemiparese Kiri.
Surakarta: Media Medika Indonesia.
Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. 2010. Jakarta:
EGC