Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ANALISA GAS DARAH

Disusun oleh :

Luzy Ratna Sari


SN182059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2019/2020

1
LAPORAN ANALISA GAS DARAH

A. DEFINISI
Analisa gas darah, juga disebut gas darah arteri (ABG) analisis, adalah
tes yang dilakukan pada darah dari arteri bertujuan untuk mengukur jumlah
oksigen dan karbon dioksida dalam darah, serta keasaman darah (pH) .
(Wilson,2006)
Prosedur memerlukan beberapa keterampilan tetapi bila dikerjakan
dengan tepat akan hanya sedikit berisiko. Komplikasi, terjadi 0,58% dari
waktu termasuk episode vasovagal, nyeri lokal, dan hematoma kecil.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan
menahun. Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari
darah arteri,jika sampel darah arteri tidak dapat diperoleh suatu sampel vena
campuran dapat digunakan.Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) penting
untuk menilai keadaan fungsi paru-paru.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu
diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa
saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan data-data laboratorium lainnya.

Tabel nilai normal gas darah dari sampel arteri dan vena campuran

Parameter Nilai normal gas darah Nilai normal gas darah


arteri vena campuran
Ph 7,35 - 7,43 7,33 - 7,43
Rata-rata 7,40 Rata-rata 7,38
PO2 80 - 100 mmHg 34 - 49 mmHg
Saturasi O2 95% - 100% 70% - 75%
PCO2 34 – 45 mmHg 41 – 51mmHg

2
HCO3 22 – 26 mEq/L 24 – 28 mEq/L
Kelebihan basa (base -2 sampai +2 0 sampai +4
excess/BE)
(Sumber : Hudak & Gallo 1997)

B. Tujuan
Analisa gas darah memiliki tujuan sebagai berikut (McCann, 2004):
1. Mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
2. Mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran pH, tekanan parsial oksigen
arteri (PaO2), dan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2).
3. Mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah
yang ditunjukkan melalui PaO2.
4. Mengetahui kapasitas paru-paru dalam mengeliminasikan karbon dioksida
yang ditunjukkan oleh PaCO2.
5. Menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya, serta untuk mengetahui
jumlah bikarbonat.

C. Komponen-komponen Evaluasi Analisa Gas Darah


Komponen dasar evaluasi AGD mencakup :
1. pH (Status asam basa)
pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam (asidosis) dan

basa (alkalosis) yang diproses didalam tubuh. Hal ini ditentukan dengan

menghitung perbandingan rasio komponen metabolik (HCO3-) dan

respirasi (CO2) dari keseimbangan asam basa (Irizarry dkk, 2009;

Martini, 2006).

Secara umum, asidemia adalah kondisi dimana pH darah turun

hingga kurang dari 7,35 dan alkalemia jika pH darah lebih dari 7,45(7,4

adalah netral) (Dorland,2004). Berdasarkan persamaan Henderson-

Hasselbach, pH dapat ditentukan dengan rasio konsentrasi HCO3-

3
dengan konsentrasi CO2 yang terlarut dalam cairan ekstrasel.

pH =HCO3-(metabolik)

αPCO2(respiratorik)

Dalam rumus tersebut, α adalah koefisien solubilitas untuk


karbondioksida dan setara dengan 0,03 (Irizarrydkk, 2009).
Perubahan pH akan sejalan dengan gangguan utama yang terjadi
Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu :
1. bersifat respiratorik, karena adanya tekanan parsial CO2 yang
disebabkan gangguan respirasi.
2. bersifat metabolik, karena adanya perubahan konsentrasi bikarbonat
yang disebabkan gangguan metabolisme.
2. Tekanan parsial oksigen (PO2)
3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
PCO2 menyediakan informasi mengenai ventilasi atau komponen

respirasi dalam keseimbangan asam basa. Ventilasi alveoli didefinisikan

sebagaivolume udara per unit waktu yang mencapai alveoli, tempat

dimana pertukaran gas dengan darah pulmonal terjadi (Irizarry dkk,

2009;Martini, 2006).

Hipoventilasi ditandai dengan adanya peningkatan PCO2 (>45

mmHg) akibat retensi CO2 dalam darah. CO2 merupakan asam

volatil, sehingga jika terjadi retensi CO2 akan menyebabkan respiratori

asidosis. Ringkasnya, respiratori asidosis terjadi akibat beberapa aspek

kegagalan ventilasi, dimana sejumlah normal CO2 dihasilkan oleh

jaringan tidak dapat di ekskresikan dengan baik melalui menit ventilasi

alveolar. Penyebab umum terjadinya hipoventilasi berupa hal-hal yang

mempengaruhi sistem saraf respirasi (misal:anestesia,sedasi), mekanisme

4
pernapasan (misal:hernia diafragma, penyakit rongga pleura) atau aliran

udara yang melalui saluran nafas (misal:obstruksi saluran nafas atas

ataupun bawah) ataupun alveoli (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Hiperventilasi ditandai dengan menurunnya PCO 2, sebagai akibat

CO2 telah dibuang dari alveoli, yang mana menyebabkan respiratori

alkalosis (PCO2<35 mmHg). Penyebab terjadinya hiperventilasi

karena hipoksemia, penyakit pulmonal, nyeri, cemas, dan ventilasi

manual atau mekanik yang berlebihan. Hiperventilasi juga dapat terjadi

sebagai akibat kompensasi dari asidosis metabolik (Irizarrydkk, 2009;

Martini, 2006).

5
4. Saturasi oksigen (SO2)
Oksigenasi (3dan4) harus tetap diperiksa pada pasien berpenyakit

kritis, meskipun tidak secara langsung mempengaruhi keseimbangan

asam basa(Irizarrydkk,2009; Martini, 2006).

Hipoksemia mengacu pada berkurangnya oksigen dalam darah

arteri, ditandai dengan nilai PaO2 dibawah 80mmHg .Kondisi

hipoksemia dapat mengancam nyawa dan nilai PaO2 dibawah 60 mmHg

membutuhkan intervensi terapi segera.

5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)


Nilai rujukan untuk HCO3- adalah 22–28 mmol/L (arteri). Nilai

yang kurang dari normal, dapat mengindikasikan asidosismetabolik

sedangkan jika nilainya lebih besar mengindikasikan alkalosis metabolik

(Irizarry dkk, 2009).

Metabolik asidosis dapat disebabkan oleh peningkatan

pembentukan ion hidrogen (H+) dari faktor endogen (misal:laktat,keton)


atau asam yang bersifat eksogen (misal:ethylene glycol,salisilat) dan oleh
inabilitas ginjal untuk mengekskresikan H+dari protein diet (gagal

ginjal). Peningkatan H+ dalam tubuh dibuffer oleh penurunan HCO3-


,mengakibatkan penurunan rasio HCO3-:PCO2 sehingga menurunkan
pH. Selain itu, asidosis metabolik dapat disebabkan oleh kehilangan
bikarbonat secara langsung melalui saluran gastrointestinal (diare) atau
ginjal (asidosis renal tubular) atau yang lebih jarang akibat pemberian
cairani ntravena yang agresif yang tidak mengandung bikarbonat atau
pun prekursor bikarbonat (misal:saline). Metabolik alkalosis dapat terjadi

akibat kehilangan H+ (muntah) atau dari peningkatan HCO3- (pemberian


sodiumbikarbonat, alkalosis hipokloremia akibat penggunaan loop

6
diuretic) (Irizarrydkk, 2009).
6. BE (base excesses/kelebihan basa)
Merupakan konsentrasi basa yang dapat tertitrasi pada
suatu larutan untuk mencapai pH 7.40 pada tekanan CO2 (pCO2) 40
mmHg.
D. Keseimbangan Asam Basa
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah
dan cairan tubuh lainnya. Derajat keasaman adalah pH, dimana pH 7,0 adalah
netral, pH>7,0 adalah basa/alkali dan pH dibawah 7,0 adalah asam. Darah
memiliki pH antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam basa darah dikendalikan
secara seksama karena perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan
efek yang serius terhadap beberapa organ.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan
asam basa darah, yaitu:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk
ammonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau
basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH/buffer dalam darah sebagai
pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH
darah. Suatu penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah
bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam
keseimbangan dengan CO2 (suatu komponen asam). Jika lebih banyak
asam yang masuk ke aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak
bikarbonat dan lebih sedikit CO2. Jika lebih banyak basa yang masuk ke
aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak CO2 dan lebih sedikit
bikarbonat.
3. Pembuangan CO2. CO2 adalah hasil tambahan penting dari metabolisme
oksigen dan terus menerus dihasilkan oleh sel. Darah membawa CO2 ke
paru-paru dan di paru-paru CO2 tersebut dikeluarkan/dihembuskan.
Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah CO2 yang dihembuskan
dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika

7
pernafasan meningkat, kadar CO2 darah menurun dan darah menjadi
lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar CO2 darah meningkat dan
darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman
pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH
darah menit ke menit.

E. Gangguan Keseimbangan Asam Basa


1. Asidosis
Adalah keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam atau
terlalu sedikir mengandung basa dan sering menyebabkan menurunnya
pH darah.
2. Alkalosis
Adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa
atau terlalu sedikit mengandung asam dan kadang menyebabkan
meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih
merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan
alkalosis merupakan petunjuk dari adanya masalah metabolisme yang
serius.

Asidosis dan alkalosis dibagi dua tergantung dengan


penyebabnya, yaitu :

3. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik, karena adanya perubahan


konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme, yaitu
ketidakseimbangan dalam pembuangan asam dan basa oleh ginjal.
4. Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, karena adanya tekanan
parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi terutama oleh penyakit
paru-paru atau kelainan pernapasan.

8
Asidosis meningkatkan kadar konsentrasi K dalam darah, sehingga
fungsi sel dan enzim tubuh memburuk, kemudian mengakibatkan aritmia
ventrikuler.
Alkalosis akan menurunkan konsentrasi K dalam darah, sehingga afinitas
Hb-O2 meningkat. Akibatnya pelepasan O2 ke jaringan sulit sehingga
terjadi hipoksemia.
Kenaikan pCO2 akan mengakibatkan koma dan aritmia serta vasodilatasi
pembuluh darah. Bila hal ini terjadi di otak maka aliran darah ke otak
akan meningkat dan mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial.
Penurunan pCO2 (<25 mmHg) akan mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah, sehingga aliran darah ke jaringan turun. Bila hal ini
terjadi di otak, maka akan terjadi hipoksemia otak.
Dalam gangguan keseimbangan asam basa, tubuh melakukan proses yang
disebut dengan kompensasi. Kompensasi adalah proses mengatasi
gangguan asam-basa primer (gangguan utama yang menyebabkan
perubahan pH) oleh gangguan asam-basa sekunder (normalisasi rasio
HCO3-:PCO2) yang bertujuan membawa pH darah mendekati pH
normal. Kompensasi ini dilakukan oleh penyangga/buffer tubuh, alat
respirasi dan organ ginjal.

9
Yang perlu diketahui dan digaris bawahi dari proses dalam tubuh ini,
kompensasi ini tidak pernah membawa pH ke rentang normal.

Kondisi GangguanPri Kompensasi


↓pH mer
Metabolik ↓PCO2
dan↓HCO3- Asidosis
↑pH
(↓BEecf) Metabolik ↑PCO2
dan↑HCO3- Alkalosis
↓pH
(↑BEecf) Respiratori ↑HCO3-(↑
dan↑PCO2 asidosis BEecf)
↑pHdan↓PC Respiratori ↓HCO3-
O2 alkalosis (↓BEecf)

Secara khas, perubahan pH didapatkan dari satu komponen (misal:

metabolik) akan dilawan oleh komponen lain (respirasi) untuk menjaga

rasio yang sesuai dari metabolik terhadap kontribusi respirasi untuk

keseluruhan pH. Sebagai contoh, dengan asidosis metabolik, konsentrasi

HCO3-menurun, karenanya menurunkan rasio HCO3-: PCO2 dan

menyebabkan acidemia (pH <7.35). Secara singkat, kompensasi tubuh

dengan menurunkan PCO2 atau hiperventilasi bertujuan untuk

mempertahankan rasio (↓HCO3-,↓PCO2). Dengan kata lain, komponen

respirasi mengkompensasikan asidosis metabolik dengan usaha

meningkatkan pH menjadi netral. Kompensasi fisiologis jarang

menyelesaikan abnormalitas asam basa primer secara lengkap dan tidak

pernah mengakibatkan over kompensasi. Karenanya, pH akan berdeviasi

dari netral meski dengan kompensasi adekuat, meskipun masih dalam

rentangan acuan pasien dengan gangguan asam basa ringan (Irizarry

dkk, 2009).

10
Gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dapat disebabkan

karena:

1. Gangguan fungsi pernafasan

2. Gangguan fungsi ginjal

3. Tambahan beban asma/basa dalam tubuh secara abnormal

4. Kehilangan asma/basa dari dalam tubuh secara abnormal

F. Indikasi Analisa Gas Darah


Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :
1. Pasien kritis / Critical care
Penyakit kritis adalah setiap proses penyakit yang menyebabkan
ketidakstabilan fisiologis yang mengarah kearah kecacatan atau
kematian dalam beberapa menit atau jam. Perburukan dari sistem
neurologis dan kardiorespirasi umum nya langsung mengancam nyawa.
Untungnya ketidak stabilan tersebut dapat terdeteksi lebih awal dengan
melakukan pengamatan klinis sederhana terhadap penyimpangan dari
batas normal pada tingkat kesadaran, laju pernafasan, denyut jantung,
tekanan darah dan produksi urin (Frost dkk, 2007).
Karena pasien dengan kondisi penyakit kritis sangat berisiko
untuk mengalami komplikasi, dokter diruang terapi intensif (RTI) harus
tetap waspada terhadap manifestasi dini disfungsi organ, komplikasi
terapi, potensi interaksi obat dan data premonitor lainnya. Pasien
dengan penyakit yang mengancam nyawa di RTI sering kali mengalami
kegagalan organ lain karena gangguan hemodinamik, efek samping
terapi dan menurunnya fungsi organ, terutama pada pasien usia lanjut
atau debilitated kronis.
2. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya
hambatan aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non
reversible ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu

11
bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar
keduanya.
3. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam
paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Ada kalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru"
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor
yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,
disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-
sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
4. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler ,
terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-
akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam
paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru
menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya
adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616)
5. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot
jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena
sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun,
tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).

12
6. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan
dengan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai
macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit.
Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik
dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol.
7. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi
darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama,
yaitu curah jantung, volume darah dan pembuluh darah. Jika salah satu
dari ketiga faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan
kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi
jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel
sehingga seringkali menyebabkan kematian pada pasien.
8. Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon
inflamasi sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai
dengan hipotensi yang menetap, demam yang bukan disebabkan karena
infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ
tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu
respon banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan
Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).
9. Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan
oleh beberapa faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik
(perdarahan yang banyak, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat
tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),

13
kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup
atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran
darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ
tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,
termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak
ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10
menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengansegera,
kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian
mungkin bisa dicegah.

G. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah


1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin&
Hippe, 2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap
dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis,
maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas
tangan. Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di
tangan, hal ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk
mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan pada arteri radialis
dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu minta pasien unutk
membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-
jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15
detik, warnamerah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan
dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika
pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang
lain.

14
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah
perifer pada tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan
antikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif

H. Pemeriksaan BGA
Analisa Gas Darah ( AGD ) atau yang disebut dengan Arterial Blood
Gas (ABG) analysis atau Blood Gas Analisa (BGA) adalah sebuah
pemeriksaan atau tes yang mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida
dalam darah, dan keasaman (pH) dalam darah.
1. Pra-analitik
1. Alat-Alat :
a) Spuit Disposable 2.5 cc
b) Perlak/alas
c) Antikoagulan Heparin / Lithium Heparin
d) Kapas alkohol
e) Bak spuit
f) Bengkok
g) Penutup udara dari karet
h) Wadah berisi es (baskom atau kantong plastik)
i) Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi
: nama, tanggal dan waktu, apakah menerima O2, bila ya
berapa liter dan dengan rute apa
2. Persiapan spesimen : darah arteri
Ciri-ciri darah arteri : teraba denyutan, lokasi tusukan lebih dalam,
warna darah lebih terang dan darah akan mengalir sendiri ke dalam
semprit
3. Lokasi pengambilan spesimen
a. Radial Artery (RA) / Arteri Radialis
Merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai
untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau

15
hematome juga apabila Allen test negatif. Arteri yang berada di
pergelangan tangan pada posisi ibu jari. Terdapat sirkulasi
kolateral (suplai darah dari beberapa arteri). Kesulitannya
ukuran arteri kecil, sulit memperoleh kondisi pasien dengan
curah jantung yang rendah.

b. Brachial Artery / Arteri Brachialis


Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital
fossa, terselip diantara otot bisep. Ukuran arteri besar sehingga
mudah dipalpasi dan ditusuk. Sirkulasi kolateral cukup, tetapi
tidak sebanyak RA. Kesulitannya letak arteri lebih dalam,
letaknya dekat dengan basillic vein dan syaraf median,
kemungkinan terjadi hematoma.

16
c. Femoral Artery / Arteri Femoralis
Arteri yang paling besar untuk AGD. Berada pada
permukaan paha dalam di dalam, di sebelah lateral tulang pubis.
Dapat dilakukan AGD sekalipun pada pasien dengan curah
jantung yang rendah. Kesulitannya sirkulasi kolateral sedikit
sehingga mudah terjadi infeksi pada tempat pengambilan, sulit
untuk bekerja aseptis, pada orang tua (gangguan pada dinding
arteri sebelah dalam), letaknya dekat dengan vena paha (salah
tusuk).

d. Pada bayi : Arteri kulit kepala dan arteri tali pusat.


e. Pada orang dewasa : Arteri dorsalis pedis.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika


masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi
kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya
tidak digunakan karena adanya resiko emboli ke otak.

Pengambilan Darah Arteri Radialis :


1. Beri tahu pasien tujuan pengambilan darah
2. Pasang alas/perlak pada lokasi yang akan diambil darah
3. Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak
tangan menghadap ke atas dan pergelangan tangan ekstensi 30

17
agar jaringan lunak terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila
perlu bagian bawah pergelangan dapat diganjal dengan bantal
kecil
4. Jari pemeriksa diletakkan di arteri radialis (proksimal dari
lipatan kulit telapak pergelangan) untuk meraba denyut nadi
agar dapat memperkirakan letak dan kedalaman pembuluh
darah
5. 1 ml heparin diaspirasi ke dalam spuit, sehingga dasar spuit
basah dengan heparin dan kelebihan heparin dibuang melalui
jarum, dilakukan secara perlahan sehingga pangkal jarum
penuh dengan heparin dan tidak ada gelembung udara
6. Pastikan denyutan/pulpasi dari arteri terbesar kemudian dengan
memakai tangan kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas
daerah yang akan ditusuk, dan titik maksimum denyut
ditemukan
7. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan tempat tersebut
dengan kapas alkohol
8. Setelah melakukan tindakan sepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm
ditusukkan pada daerah distal dari jari pemeriksa dengan
menekan arteri. Jarum ditusukkan dengan membentuk sudut
30o dengan permukaan lengan dengan posisi lubang
jarum/bevel menghadap ke atas
9. Jarum yang masuk ke arteri akan menyebabkan torak semprit
terdorong oleh tekanan darah
10. Pada pasien hipotensi, torak akan ditarik perlahan (jangan
terlalu cepat karena akan menghisap udara), indikasi satu-
satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya
pemompaan darah dalam spuit dengan kekuatan sendiri
11. Sejumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml),
cabut jarum dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan
penekanan dengan jari selama 5 menit untuk mencegah

18
keluarnya darah dari pembuluh arteri (10 menit untuk pasien
yang mendapat antikoagulan)
12. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit, putar
spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
13. Spuit diberi label dan tempatkan dalam es atau air es/termos
berisi air es dan es batu [semprit dibungkus plastik agar air
tidak masuk dalam semprit, keaadan dingin (4oC) bertujuan
memper kecil terjadinya perubahan biokimiawi/proses
metabolisme yang akan meningkatkan CO2 kemudian langsung
dibawa ke laboratorium

Pengambilan Darah Arteri Brakhialis


1. Arteri brakhialis letaknya lebih dalam daripada arteri radialis
yaitu di fosa antecubiti. Pengambilan dari arteri brakhialis
harus dilakukan dengan memperhatikan letak syaraf, jangan
sampai mencederai nervus medius yang letaknya
berdampingan dengan arteri brakhialis
2. Lengan pasien dalam keadaan ekstensi maksimal, siku
dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah siku
3. Raba denyut arteri brakhialis dengan jari
4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis
5. Tusukkan jarum dengan sudut 45o dan lubang jarum
menghadap ke atas, 5-10 mm distal dari jari pemeriksa yang
menekan pembuluh darah
6. Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit
atau lebih hingga perdarahan berhenti
Catatan : Penambahan lithium heparin 240-250 unit tiap 1 cc
darah.

19
2. Analitik
Sampel darah arteri diperiksa dengan menggunakan alat BGA.

3. Pasca Analitik
1. Langkah-Langkah Mengevaluasi Hasil
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk mengevaluasi nilai gas
darah arteri adalah sebagai berikut :
a. Evaluasi pH
pH <7,35 = asidosis
pH >7,45 = alkalosis
pH = 7,4 = normal
pH normal dapat menunjukkan gas darah yang benar-benar
normal atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi
ketidakseimbangan yang terkompensasi. Ketidakseimbangan
yang terkompensasi adalah suatu ketidakseimbang dimana
tubuh mampu memperbiki pH baik dengan perubahan
respiratorik maupun metabolik (tergantung pada masalah
utama).
b. Menentukan penyebab primer gangguan dengan mengevaluasi
PaCO2 dan HCO3 yang hubungannya dengan pH
pH >7,4 = alkalosis
- Jika PaCO2< 40 mmHg : gangguan primer adalah
alkalosis respiratorik (situasi ini timbul jika pasien
mengalami hiperventilasi dan lebih banyak CO2 yang
dikeluarkan)
- Jika HCO3>24 mEq/L : gangguan primer adalah
alkalosismetabolik (situasi ini timbul jika tubuh
memperoleh terlalu banyak bikarbonat, suatu substansi
alkali, bikarbonat adalah basa, atau bagian alkali dari
sistem buffer asam karbonik bikarbonat).

20
pH <7,4 = asidosis
- Jika PaCO2 >40 mmHg : gangguan utama adalah
asidosis respiratorik (situasi ini timbul jika pasien
mengalami hipovalensi dan karenanya menahan terlalu
banyak CO2, suatu substansi asam)
- Jika HCO3<24 mEq/L : gangguan primer adalah
asidosis metabolik (situasi ini timbul jika kadar
bikarbonat dalam tubuh turun, baik karena kehilangn
langsung bikarbonat atau karena penambahan asam
seperti asam laktat atau keton
c. Menentukan apakah kompensasi telah terjadi
Hal ini dengan melihat nilai selain gangguan primer. Jika
nilai ini bergerak kearah yang sama dengan nilai primer,
kompensasi sedang berjalan.

Nilai normal Analisa Gas Darah :

Arteri Vena
pH 7,35 – 7,45 7,31 – 7,41
PCO2(kPa) 4,7 – 6,0 5,5 – 6,8
PCO2(mmHg) 35 – 45 41 – 51
Bikarbonat (mmol/L) 22 – 28 23 – 29
PO2(kPa) 10,6 – 13,3 4,0 – 5,3
PO2(mmHg) 80 – 100 30 – 40
SaO2(%) >95 75
BE -2 - +2 -3 - +3

21
Tabel Range nilai normal

BAB III

QUALITY CONTROL

22
SOP Blood Gas Analyzer

Prinsip :
Gas sampel yang diambil melalui probe akan masuk ke setiap sampel sel
secara bergiliran dimana gas sampel akan dibandingkan dengan gas
standar melalui pemencaran system infra-red dimana akan menghasilkan
perbedaan panjang gelombang yang akan dikonversi receiver menjadi
signal analog (420).

Cara Pengoperasian
1. Nyalakan power ON
2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara
tekan calibrate kemudian enter. alat akan melakukan kalibrasi secara
otomatis.
3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan
tekan status untuk mengetahui kondisi apakah PH, PCO2 dan
PO2kondisinya OK. Jika OK sample langsung dapat diperiksa.
Apabila kondisinya UC (Un Caliblasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan
calibrate kemudian enter.
4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah
siap melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample

23
akan keluar secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan
tekan lagi analyzer sampai sample terhisap secara otomatis selang
akan masuk sendiri.

5. Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID ,


HB, suhu badan, jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102
(volume oksigen yang dilorelasi dengan persen lihat daftar), kemudian
clear 2x.
6. Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat
hasil akan keluar melalui printer

24
Preparasi sampel

Hal yang harus dihindari pada preparasi sampel :


1. Kesalahan teknik pengambilan spampel darah pada pasien
2. Pengambilan sampel darah arteri tidak sesuai SOP
3. Spesimen darah tidak homogen dengan antikoagulan heparin
4. Udara masuk kedalam spuit
5. Spesimen terpapar udara
6. Penundaan test
7. Sampel tidak disimpan dalam suhu dingin saat transport
8. Sampel tidak dihomogenkan secara adekuat sebelum analisis
9. Ada gelembung udara pada sampel yang di analisis
10. Ada bekuan pada sampel
11. Menganalisis sampel yang sudah beku

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan


Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan BGA:
1) Faktor pasien
a) Suhu
Setiap derajat demam : PO2 turun 7%, PCO2 naik 3%.
Kelarutan & afinitas oksigen Hb turun.
b) Respirasi (O2 inspirasi )
Frekuensi nafas, kadar O2, setting ventilator konstan selama
15 menit atau 20-30 menit terakhir.
2) Faktor Spesimen
a) Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika
terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung
menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel
darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan
meningkat.

25
b) Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah
dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan
menurunkan tekanan CO2(kelebihan heparin 20% dari
jumlah spesimen: penurunan palsu PCO2 sebanyak 16%),
sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan
CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
c) Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang
hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen
dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel
tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar
pendingin beberapa jam.
d) Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan
yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH
akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau
alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada
keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan
dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada
nilai oksigenasi darah.

Quality Control Blood Gas analyzer

1. Pemeliharaan sampel chamber dan path (saluran) supaya tetap bersih


sangat penting untuk dilakukan, dimana pembilasan bagian ini
secara otomatis adalah hal yang paling sering dilakukan ketika
analisis. Jika perlu, bersihkan secara manual sampel chamber dan
saluran dengan larutan yang direkomendasikan oleh perusahaan.

26
2. Sumbatan saluran analizer atau adanya ruangpada aliran sampel
dapat mengakibatkan kerusakan pada temperature control.
3. Fibrin strand dan bekuan kecil may develop dapat menaikkan suhu
chamber. Hal ini mempengaruhi pengukuran elektrode pada darah,
gas dan buffer.
4. Mikroprosessor display analyzer perlu di pemeliharaan secara rutin.
5. Regular maintenance direkomendasikan untuk BGA, dimana waktu
telah terjadwal. Termasuk pemeliharaan secara rutin setiap hari,
setiap minggu atau setiap bulan.
6. Kendali mutu internal yang terjadwal dapat dilakukan untuk melihat
kualitas performa alat sebagai bagian dari QC dan kalibrasi secara
manual, atau dilakukan dengan Electronic QC yang terdapat pada
alat.
7. Pemeliharaan secara hati-hati dan tepat waktudisertai dengan
spesimen yang berkualitas akan menghasilkan hasil yang akurat.
8. Frekuensi maintenance berhubungan langsung dengan performa
kerja alat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Delost, Maria. 2014. Blood Gas and Critical Care analyte Analysis Chapter 6.
Diakses dari pada hari Selasa, 16 september 2019.
Irawan, Hadi. 2000. Uji Laboratorium Klinik. Bandung: Yrama Widya
McCann, J. A. S. (2004).Nursing Procedures.4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Somantri, Irman. 2012.asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan, edisi 2. Salemba Medika. Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai