Anda di halaman 1dari 12

BACA PUSTAKA

DIVISI RESPIROLOGI
ANALISIS GAS DARAH

Paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu


mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 dari badan ke udara luar.
Bilamana paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O2 dan CO2 di dalam
darah akan dipertahankan seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gas darah
memberikan informasi tentang oksigenasi,homeostasis CO2,dan keseimbangan
asam basa, dan karena itu merupakan alat terpenting yang digunakan dalam
mengevaluasi adekuasi fungsi paru.1,2
Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik. Komponen dasar AGD
mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base excesses/kelebihan
basa). Adapun tujuan lain dari dilakukannya pemeriksaan analisa gas darah,yaitu:
1. Menilai fungsi respirasi (ventilasi)
2. Menilai kapasitas oksigenasi
3. Menilai keseimbangan asam-basa
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
6. Untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh
7. Memperoleh darah arterial untuk analisa gas darah atau test diagnostik yang
lain. 1,2,3
Pemantauan pertukaran gas dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Pemantauan invasive (kateter arteri,punksi arteri,punksi vena,dan punksi
kapiler)
2. Pemantauan non invasive (pulse oximetry,monitor transkutaneus,monitor
karbondioksida end-tidal). Meskipun tekanan parsial O2 arteri (PaO2)
merupakan pengukuran standar oksigenasi darah,saturasi O2 dengan pulse

1
oxmetry (SapO2) merupakan penilaian non invasive oksigen darah yang
dapat mendeteksi hipoksemia.Pemantauan pulse oximetri yang kontinyu
dapat membantu mengobservasi keadaan kritis ataupun stabilitas penderita
setiap saat. 2

Pengambilan Sample dan Analisa Pemeriksaan AGD


Sampel darah untuk pemeriksaan Analisa Gas Darah dapat dilakukan pada
arteri radialis, arteri tibialis posterior, arteri dorsalis pedis, dan lain-lain. Arteri
femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain,
karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila
terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris
sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli. 3

Gambar 1: Area Pengambilan Sampel Darah Arteri

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisa gas darah meliputi :
a. Suhu, pada suhu 370 c selama 10 menit PH akan berubah, 0,10 ; PaCO21
mmhg dan PO2 0,7 mmhg, sedangkan pada suhu 40 dalam 10 menit PH
berubah 0,01 ; PaCO2 0,01 mmhg dan PaO2,07 mmhg. Sebaiknya darah
dimasukkan kedalam es untuk menghindari / mengurangi metabolisme dan

2
mencegah konsumsi oksigen dan karbondioksida yang dapat mempengaruhi
nilai
b. Darah yang diambil, darah arteri merupakan contoh baku untuk pemeriksaaan
analisa gas darah.
c. Pemakaian heparin, jangan lebih dari 0,05 cc untuk 1 cc darah (cukup
membilas spuit dengan heparin). Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi
gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan
menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek
penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
d. Gelembung udara dalam spuit, yang akan mempengaruhi CO2 dan O2.
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel
darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen
sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
e. Metabolisme, sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai
jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena
itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika
sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin
beberapa jam. 4

Interpretasi Hasil AGD

Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:

 pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau


alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
 PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah
menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat.
PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen
tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
 PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme
normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi

3
menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi
gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai
kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg
 HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme,
seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik
dan begitu pula sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika
ginjal mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam
rentang yang normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26
mmol/l
 Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus
ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada
kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai
positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE
bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE
adalah -2 sampai 2 mmol/l
 Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen.
Nilai normalnya adalah 95-98 %. 4,5

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat


keadaan yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:

Asidosis respiratorik

Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar
HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut.
Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan
otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain
yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat.
Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal. 4,5

4
Alkalosis respiratorik

Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH


meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga
banyak CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk
menentukan penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau
kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain
diantaranya adalah nyeri hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator.
Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika
proses sudah kronik. 4,5

Asidosis Metabolik

Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3-, sehingga pH menjadi turun.


Biasanya disebabkan oleh kelainan metabolik seperti meningkatnya kadar asam
organik dalam darah atau ekskresi HCO3- berlebihan. Pada kondisi ini, paru-paru
akan memberi respon yang cepat dengan melakukan hiperventilasi sehingga kadar
PCO2 turun. Terlihat sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian ventilasi untuk
memperbaiki pola pernafasan justru akan berbahaya, karena menghambat
kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis. 4,5

Alkalosis metabolik

Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula.


Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru.
Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik
(terutama furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal
mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT
bagian atas, dan pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara
berlebihan. Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan
ginjal, karena biasanya ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.
4,5

5
Tabel 1: Gangguan Asam Basa

Langkah Interpretasi Hasil Analisis Gas Darah

1. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45.
Jika pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti
alkalosis.
2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45
mmHg. Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26
mEq/L. Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH
untuk menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis
dan CO2 asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan,
sehingga disebut asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3

6
alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik (atau
sistem renal) sehingga disebut metabolik alkalosis.
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan
arah dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari
salah satu sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2
asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan
primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH
menunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 (nilai normal 80-100 mmHg) dan O2
sat (nilai normal 95-100%). Jika di bawah normal maka menunjukkan
terjadinya hipoksemia. 6

Kompensasi Tubuh

Kompensasi adalah usaha tubuh untuk menjaga homeostasis dengan


mengoreksi pH. Sistem yang berlawanan akan melakukan hal ini. Komponen
sistem pernafasan untuk menyeimbangkan pH adalah CO2 yang diproduksi
melalui proses seluler dan dibuang oleh paru. Komponen sistem renal untuk
menyeimbangkan pH adalah bikabonat (HCO3) yang dihasilkan ginjal. Ginjal
juga mengontrol pH dengan mengeliminasi ion hidrogen (H+). Kedua sistem ini
berinteraksi melalui formasi carbonic acid (H2CO3). Sistem pernafasan
menyeimbangkan pH dengan meningkatkan atau mengurangi respiratory rate
(RR), dengan cara memanipulasi level CO2. Nafas cepat dan dalam untuk
mengeluarkan CO2, nafas pelan dan dangkal untuk menyimpan CO2. 6

Jika pH imbalans karena gangguan sistem pernafasan, maka sistem renal


akan mengoreksinya, demikian juga sebaliknya. Proses ini disebut kompensasi.
Kompensasi mungkin tidak selalu komplit. Kompensasi yang komplit

7
mengembalikan keseimbangan pH ke nilai normal. Kadang-kadang imbalans
terlalu jauh untuk dikompensasi mengembalikan pH menjadi normal, ini disebut
kompensasi parsial. 6

Contoh kasus :
Hasil BGA :

1. pH asidosis
2. CO2 asidosis
3. HCO3 normal
4. CO2 sesuai pH sama-sama asidosis sehingga imbalans
berupa respiratory acidosis
5. HCO3 normal maka tidak ada kompensasi
6. pO2 dan O2 sat rendah berarti hypoxemia
Diagnosis BGA : Asidosis respiratorik tanpa kompensasi disertai hipoksemia. 6

8
Mengatasi ketidakseimbangan asam-basa

Tabel 2: Korelasi antara hasil analisis gas darah dan penyakit yang mendasari 7

Perawatan untuk asidosis metabolik difokuskan pada perbaikan penyebab


yang lainnya. Pada kasus keracunan, perawatan difokuskan pada eliminasi toksin
dari darah. Menangani penyebab sampingan seperti keadaan sepsis dapat
termasuk terapi antibiotika, pengaturan cairan, dan pembedahan. Asidosis juga
dapat ditangani secara langsung. Jika masih dalam tahap ringan,
mengadministrasikan cairan I.V dapat mengatasi problem tersebut. Jika asidosis
dalam tahap yang parah, dapat diberikan bikarbonat I.V sebagai awalan. 8

Perawatan untuk alkalosis metabolik difokuskan pada penyebab


sampingan. Seringkali, suatu ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan
gangguan ini, jadi perawatan terdiri dari penggantian cairan, sodium, dan
potassium. 8

9
Tujuan perawatan asidosis respiratori yaitu untuk meningkatkan ventilasi.
lakukan admisnistrasi obat-obatan seperti bronkodilator untuk meningkatkan
pernafasan dan , pada kasus yang parah, gunakan ventilasi mekanik. Pertahankan
higienitas pulmoner yang baik. 8

Biasanya, satu-satunya tujuan perawatan untuk alkalosis respiratori adalah


untuk memperlambat laju pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan
(anxiety), tenangkan pasien agar dapat memperlambat laju pernafasannya.
Beberapa pasien terkadang membutuhkan anxiolitik. Jika nyeri menyebabkan
pernafasan yang cepat dan dangkal, usahakan untuk meredakan nyeri terlebih
dahulu.bernafas ke dalam paper bag memungkinkan pasien untuk menghirup
kembali CO2, sehingga menaikkan level CO2 dalam darah. 8

Contoh kasus 1

Mary Baker, 34 tahun, datang ke UGD dengan pernafasan pendek yang akut dan
nyeri pada sisi kanan. Dia merokok satu pak setiap harinya dan baru saja mulai
mengkonsumsi pil KB. Tekanan darahnya 140/80 mm Hg; denyut jantung 110 /
menit; laju pernafasan 44/ menit. Nilai ABG yaitu :

• pH :7,50

• PaCO2 : 29 mm Hg

• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 64 mm Hg

• HCO3- : 24 mm Hg

• Oxygen saturation (SaO2) : 86 % 7

Interpretasi : nilai ABG menunjukkan alkalosis respiratori tanpa kompensasi. pH


dan PaCO2 pasien alkalosis, dan HCO3- normal, mengindikasikan tidak ada
kompensasi. Anda akan memberikan terapi oksigen, sesuai kebutuhan, untuk
meningkatkan SaO2 hingga mencapai lebih dari 95%, menenangkan pasien agar

10
dapat bernafas lebih perlahan dan teratur untuk mengurangi kehilangan CO2;
berikan analgesik , sesuai kebutuhan, untuk meredakan nyeri; dan bantu dia secara
emosional untuk mengurangi kecemasan. Berdasarkan data yang ada, dapat
diperkirakan kemungkinan penyebabnya yaitu pulmonary embolism.

Contoh kasus 2

John Stewart, 22 tahun, dibawa ke UGD akibat overdosis obat antidepresan


trisiklik. Dia dalam keadaan tidak sadar dan laju pernafasan 5 hingga 8 per menit.
Nilai ABG sebagai berikut :

• pH : 7,25

• PaCO2 : 61 mm Hg

• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 76 mm Hg

• HCO3- : 26 mm Hg

• Oxygen saturation (SaO2) : 89 %

Interpretasi : nilai ABG ini menunjukkan asidosis respiratori tanpa kompensasi.


pH dan PaCO2 pasien asidosis dan HCO3- normal, mengindikasikan tidak terjadi
kompensasi. Anda akan memberikan O2, jika diperlukan. Pasien dapat diintubasi
untuk menjaga jalan nafas dan dibantu dengan ventilator mekanis. Anda juga
dapat menangani penyebab sampingan dengan melakukan gastric lavage dan
memberikan charcoal aktif. Kondisi pasien yang demikian dapat berlanjut menjadi
asidosis metabolic. Jika hal ini terjadi, berikan sodium bikarbonat untuk
mengembalikan keadaan asidosis tersebut. 8

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Lundston Kaare. The Blood Gas Handbook. Radiometer Medical Aps,


Denmark. 2011.

2. Yanda Srie. Perbandinga Nilai Status Oksigen Pulse Oxymetry Dengan


Analisa Gas Darah Arteri Pada Neonatus yang Dirawat di Unit Perawatan
Intensif Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sumatera Utara.
2003

3. Vemma Abish. The Interpretation of Arterial Blood Gasses. Australian


Prescriber.2010.Volume 33.

4. Kurniwan Edi. Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya


Dalam Penilaian Pasien-Pasien Kritis. 2010.

5. Chung C. David. Arterial Blood Gas Interpretation, The Basics. The


Chinese University of Hongkong. www.medicine-online-
com/en/download_pdf.php

6. Woodruff W. David. 6 Easy Steps To ABG Analysis. 2011.


www.ed4nurses.com

7. Abhishek K Verma. The interpretation of arterial blood gases. Australian


Presriber. 2010. www.australianprescriber.com

8. Asrul Mappiwali. Mendeteksi dan Mengoreksi Gangguan Asam Basa.


http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2010/04/mendeteksi-dan-
mengoreksi-gangguan-asam.html

12

Anda mungkin juga menyukai