Anda di halaman 1dari 11

4.

1 Tinjauan Umum Darah


4.1.1 Definisi Darah
Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7% - 10%
berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada tiap tiap
orang tidak sama, bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh
darah. (Handayani dan Haribowo, 2008)
Darah merupakan bagian penting dari sistem transport, darah merupakan jaringan
yang berbentuk cairan yang terdiri dari dua bagian besar yaitu plasma darah (merupakan
bagian cair dalam tubuh) dan bagian korpuskuli yakni benda benda darah yang terdiri dari
sel darah putih atau leukosit, sel darah merah atau eritrosit dan sel pembekuan darah atau
trombosit. (Depkes, 1989)
Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah merupakan bagian cair
darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah dan butir butir darah
(blood corpuscles) , yang terdiri atas :
- Eritrosit : sel darah merah (SDM)- red blood cell (RBC)
- Leukosit : sel darah putih (SDP)-white blood cell ( WBC )
- Trombosit : butir pembeku- platelet
(Bakta I Made, 2006)
4.2 Tinjauan Umum Tentang Sel Darah Putih (Leukosit)
4.2.1 Definisi Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Dilihat
dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit),
yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan
mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya
homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Granula dianggap spesifik bila
secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra
zatnya) (Effendi, 2003).
Sel darah putih disebut juga Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang
bergerak aktif. Sel darah Putih (leukosit) sebagian dibentuk di sumsum tulang
(granulosit, monosit, serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit
dan sel-sel plasma). setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju ke bagian
tubuh yang membutuhkannya. Darah tepi mengandung leukosit yang jumlahnya berkisar
4500-11.000 sel/mm3 (Writmann FK, 1989).
4.2.2 Karakteristik Sel Darah Putih
Leukosit memiliki bentuk khas, nukleus, sitoplasma dan organel, semuanya bersifat
mampu bergerak pada keadaan tertentu. Eritrosit bersifat pasif dan melaksanakan
fungsinya dalam pembuluh darah, sedangkan leukosit mampu keluar dari pembuluh darah
menuju jaringan dalam menjalankan fungsinya. Jumlah seluruh leukosit jauh di bawah
eritrosit, dan bervariasi tergantung jenis organismenya. Fluktuasi dalam jumlah leukosit
pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya: stress, aktivitas fisiologis,
gizi, umur, dan lain-lain. Jumlah leukosit yang menyimpang dari keadaan normal
mempunyai arti klinik penting untuk evaluasi proses penyakit
Masa hidup sel darah putih sangat bervariasi mulai dari beberapa jam untuk
granulosit, bulanan untuk monosit bahkan tahunan untuk limfosit (Frandson, 1992).
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini
sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan
sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini
diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan Kebanyakan sel
darah putih ditransport secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami
peradangan serius (Guyton, 1983).
Pada manusia dewasa dapat dijumpai sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter
darah. Presentase normal dari sel darah putih yaitu netrofil polimorfonuklir 62%, eosinofil
polimorfonuklir 2,3%, basofil polimorfonuklir 0,4%, monosit 5,3%, dan limfosit 30%.
(Guyton, 1983).

4.2.3 Fungsi Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme
terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses
diapedesis. Leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel
dan menembus kedalam jaringan penyambung. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan
Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing
jenis per unit volume darah harus diambil (Effendi, 2003).
Gambar 2.2 Neutrofil
(Hoffbrand, 2006).

Ada enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan dalam darah
yaitu netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir,
monosit, limfosit dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat sejumlah besar
trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam
sumsum tulang, yaitu megakariosit (Guyton, 1983). Sel - sel polimorfonuklir seluruhnya
mempunyai gambaran granular sehingga disebut granulosit. Granulosit dan monosit
melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya
yaitu melalui fagositosis. Fungsi pertama sel limfosit dan sel-sel plasma berhubungan
dengan sistem imun.

4.2.4 Jenis-Jenis Sel Darah Putih
Leukosit dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu jenis Granulosit dan
Agranulosit.
4.2.4.1 Granulosit
Granulosit memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki diameter
sekitar 10 -12 mikron. Granulosit dibagi menjadi tiga kelompok berikut :
a. Neutrofil
Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna, mempunyai inti sel yang terangkai,
kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula,
serta banyaknya sekitar 60 -70 % (Handayani, 2008).
Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel
ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar
50 % neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding pembuluh
darah.

b. Eosinofil
Eosinofil memiliki granula bewarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran
dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasmanya
lebih besar, banyaknya kira-kira 24 % (Handayani, 2008).



Gambar 2.3 Eosinofil
(Hoffbrand, 2006).
Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi.
pelepasan isi granulnya ke patogen yang lebih besar membantu dekstruksinya dan
fagositosis berikutnya (Hoffbrand, 2006). Fungsi utama eosinofil adalah detoksifikasi
baik terhadap protein asing yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru ataupun
saluran cerna maupun racun yang dihasilkan oleh bakteri dan parasit.
b. Basofil
Basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini
lebih kecil daripada eosinofil, ntetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di
dalam protoplasmanya terdapat granula-granula yang besar, Jumlah basofil di
dalam sirkulasi darah relatif sedikit, banyaknya kira-kira 0,5 % di sumsum merah.
Di dalam sel basofil terkandung zat heparin (antikoagulan). (Handayani, 2008).

Gambar 2.4 Basofil
(Hoffbrand, 2006).

4.2.4.2 Agranulosit
a. Limfosit
Limfosit memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel
limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari 7
sampaidengan 15 mikron. Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh
dan memakan bakteri masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2
macam, yaitu limfosit T dan limfosit B.
(Handayani, 2008).
Gambar 2.5 Limfosit
(Hoffbrand, 2006).




b. Monosit :
Monosit adalah leukosit terbesar yang berdiameter 15 sampai 20 m dan
monosit memiliki ukuran yang lebih besar daripada limfosit, protoplasmanya
besar, warna biru sedikit abu-abu, serta mempunyai bintik-bintik sedikit
kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang. Monosit dibentuk di dalam
sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan
mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke
jaringan. Fungsiya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen
yang ada di sel darah putih (Handayani, 2008).
Gambar 2.7 Monosit
Jenis-jenis sel leukosit


4.5.1 Analisa Sel Darah Putih (Leukosit)
Hitung jumlah leukosit merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
menunjukkan adanya infeksi dan dapat juga untuk mengikuti perkembangan dari suatu
penyakit tertentu.
Analisa sel darah putih secara manual dapat dibedakan menjadi dua pemeriksaan
yaitu Analisa Penghitungan Jumlah Total Sel Darah Putih dan Analisa Diferensial Sel
Darah Putih. Dalam penghitungan diferensial sel leukosit metode manual memiliki
keunggulan yaitu dapat membedakan antara neutrofil stab atau batang dengan neutrofil
segmen yang tidak dapat dihitung menggunakan alat hitung otomatis (Wirawan. R dan
Silman.E, 1992).

4.5.1.1 Analisa Diferensial Sel Darah Putih (Differential Count)
Analisa Diferensial Leukosit atau juga disebut Hitung Jenis Leukosit digunakan
untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang
masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu
adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit
memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit. Hitung
jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk
mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan
jumlah leukosit total (sel/l).
Untuk pemeriksaan ini sampel darah segar diteteskan pada gelas obyek dan dibuat
preparat apus dengan menggunakan tangan kanan diletakkan gelas obyek lain di depan
tetesan darah tersebut dengan sudut 30- 40 C. Gelas obyek kedua didorong ke depan
hingga membentuk apus tipis. Setelah kering preparat apus tersebut difiksasi dengan
metanol selama 3-5menit, dibiarkan mengering di udara. Preparat kemudian diwarnai
dengan larutan giemza dengan pengenceran 1:9 selama 30 menit (pH bufer fosfat 6,8-
7,2). Selanjutnya preparat dicuci dengan aquades dan dibiarkan mengering di atas rak.
Setelah kering preparat diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dihitung
setiap jenis leukosit menggunakan blood counter tabulator.
Sel yang dihitung paling sedikit 100 sel dan dilakukan perhitungan persentase
jenis leukosit. Angka yang diperoleh merupakan jumlah relatif masing-masing jenis
leukosit dari seluruh jenis leukosit (Tambur et al., 2006).

Contoh Tabel Hitung Manual Jenis Leukosit
4.5 Kadar Leukosit Normal
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan
lain-lain. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi
jarang lebih dari 11.000/l. Peningkatan jumlah leukosit di atas normal disebut
leukositosis, sedangkan penurunan jumlah leukosit di bawah normal disebut lekopenia.
Tabel 1. Hitung Jenis Leukosit
Jenis Nilai normal Melebihi nilai normal Kurang dari nilai normal
Basofil
0,4-1%
40-100/L
inflamasi, leukemia,
tahap penyembuhan
infeksi atau inflamasi
stress, reaksi hipersensitivitas,
kehamilan, hipertiroidisme
Eosinofil
1-3%
100-300/L
Umumnya pada
keadaan atopi/ alergi
dan infeksi parasit
stress, luka bakar, syok,
hiperfungsi adrenokortikal.
Neutrofil
55-70%
(2500-7000/L)
Bayi Baru Lahir 61%
Umur 1 tahun 2%
Segmen 50-65%
(2500-6500/L)
Batang 0-5% (0-
500/L)
Inflamasi, kerusakan
jaringan, peyakit
Hodgkin, leukemia
mielositik, hemolytic
disease of newborn,
kolesistitis akut,
apendisitis, pancreatitis
akut, pengaruh obat
Infeksi virus,
autoimun/idiopatik, pengaruh
obat-obatan
Limfosit
20-40%
1700-3500/L
BBL 34%
1 th 60%
6 th 42%
12 th 38%
infeksi kronis dan virus
kanker, leukemia, gagal ginjal,
SLE, pemberian steroid yang
berlebihan
Monosit
2-8%
Infeksi virus, parasit,
anemia hemolitik,
Leukemia limfositik, anemia

4.6 Peningkatan dan Penurunan Nilai Leukosit
Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi. Hal ini
merupakan respons normal terhadap infeksi atau proses peradangan. Sedangakan penurunan
jumlah leukosit dibawah nilai normal adalah leukopenia, hal ini dapat disebabkan misalnya
infeksi virus, penyakit atau kerusakan sumsum tulang, radiasi atau kemoterapi. Penyakit
sistemik yang parah misalnya lupus eritrematosis, penyakit tiroid, dan sindrom cushing,
dapat menyebabkan penurunan jumlah leukosit (Corwin, EJ, 2007).
a. Netrofil
Netrofil yang beredar di darah tepi terbanyak adalah segmen, yaitu netrofil yang
matur. Batang atau stab adalah netrofil imatur yang dapat bermultiplikasi dengan
cepat selama infeksi akut.
Dalam keadaan normal, jumlah netrofil berkisar antara 50-65 % atau 2.5-6.5
x10^3/mmk.
Peningkatan jumlah netrofil (disebut netrofilia) dijumpai pada infeksi akut (lokal
dan sistemik), radang atau inflamasi (reumatoid arthritis, gout, pneumonia),
kerusakan jaringan (infark miokard akut, luka bakar, cedera tabrakan, pembedahan),
penyakit Hodgkin, leukemia mielositik, hemolytic disease of newborn (HDN),
kolesistitis akut, apendisitis, pancreatitis akut, pengaruh obat (epinefrin, digitalis,
heparin, sulfonamide, litium, kortison, ACTH)
Penurunan jumlah netrofil (disebut netropenia) dijumpai pada penyakit virus,
leukemia (limfositik dan monositik), agranolositosis, anemia defisiensi besi (ADB),
anemia aplastik, pengaruh obat (antibiotic, agen imunosupresif).
b. Limfosit
Limfosit berperan penting dalam respons imun sebagai limfosit T dan limfosit B.
Dalam keadaan normal, jumlah limfosit berkisar 25-35 % atau 1.7-3.5 x10^3/mmk.
Jumlah limfosit meningkat (disebut limfositosis) terjadi pada infeksi kronis dan
virus. Limfositosis berat umumnya disebabkan karena leukemia limfositik kronik.
200-600/L
Anak 4-9%
SLE< RA aplastik
Limfosit mengalami penurunan jumlah (disebut leukopenia) selama terjadi sekresi
hormon adenokortikal atau pemberian terapi steroid yang berlebihan.
Peningkatan jumlah limfosit dijumpai pada leukemia limfositik, infeksi virus
(mononucleosis infeksiosa, hepatitis, parotitis, rubella, pneumonia virus, myeloma
multiple, hipofungsi adrenokortikal.
Penurunan jumlah limfosit dijumpai pada kanker, leukemia, hiperfungsi
adrenokortikal, agranulositosis, anemia aplastik, sklerosis multiple, gagal ginjal,
sindrom nefrotik, SLE.
c. Monosit
Limfosit berperan penting dalam respons imun sebagai limfosit T dan
limfosit B. Dalam keadaan normal, jumlah limfosit berkisar 25-35 % atau 1.7-3.5
x10^3/mmk. Jumlah limfosit meningkat (disebut limfositosis) terjadi pada infeksi
kronis dan virus. Limfositosis berat umumnya disebabkan karena leukemia limfositik
kronik. Limfosit mengalami penurunan jumlah (disebut leukopenia) selama terjadi
sekresi hormon adenokortikal atau pemberian terapi steroid yang berlebihan.
Peningkatan jumlah limfosit dijumpai pada leukemia limfositik, infeksi virus
(mononucleosis infeksiosa, hepatitis, parotitis, rubella, pneumonia virus, myeloma
multiple, hipofungsi adrenokortikal.
Penurunan jumlah limfosit dijumpai pada kanker, leukemia, hiperfungsi
adrenokortikal, agranulositosis, anemia aplastik, sklerosis multiple, gagal ginjal,
sindrom nefrotik, SLE.
d. Eosinofil
Jumlah eosinofil meningkat selama alergi dan infeksi parasit. Bersamaan dengan
peningkatan steroid, baik yang diproduksi oleh kelenjar adrenal selama stress
maupun yang diberikan per oral atau injeksi, jumlah eosinofil mengalami penurunan.
Jumlah eosinofil pada kondisi normal berkisar antara 1-3 % atau 0.1-0.3
x10^3/mmk. Peningkatan jumlah eosinofil (disebur eosinofilia) dapat dijumpai pada
alergi, pernyakit parasitic, kanker (tulang, ovarium, testis, otak), feblitis,
tromboflebitis, asma, emfisema, penyakit ginjal (gagal ginjal, sindrom nefrotik).
Penurunan jumlah eosinofil dapat dijumpai pada stress, luka bakar, syok,
hiperfungsi adrenokortikal.
e. Basofil
Dalam keadaan normal, basofil dijumpai dalam kisaran 0.4-1 % atau 0.04-0.1 x
10^3/mmk. Peningkatan jumlah basofil (disebut basofilia) dapat dijumpai pada
proses inflamasi, leukemia, tahap penyembuhan infeksi atau inflamasi, anemia
hemolitik didapat.
Penurunan jumlah dapat dijumpai pada stress, reaksi hipersensitivitas, kehamilan,
hipertiroidisme. (Riswanto, 2013)

Corwin, Elizabet, J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Depkes RI. 1989. Hematologi. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Gandosoebrata, R. 1969. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat
Guyton DC, Hall JE. 2008. Texbook of Medical Physiology. 11
th
Edition. Philadelphia : WB
Saunders Company.
Handayani , Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem hematologi. Salemba Medika :Jakarta.
Effendi, Zukesti. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Fakultas Kedokteran: Universitas Sumatera Utara
Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematology. EMS: Jakarta
Tambur Z, et al., 2006. White Blood Cell Differential Count in Rabbits Artificially Infected with
Intestinal Coccidia. J. Protozool.
Wirawan R, Silman E. 1992Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana. Ed 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, .
Writmann FK., 1989. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi ke-9, Jakarta:
EGC. Riswanto, 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Alfamedika dan Kanal Medika.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai