Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Zat besi didalam tubuh berfungsi sebagai komponen dari sejumlah protein termasuk enzim.
Fungsi yang lainnya adalah sebagai pengangkut oksigen ke jaringan tubuh untuk
metabolisme. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan penyakit anemia defesiensi besi. Hal
tersebut dapat dicegah dengan asupan besi yang cukup. Kadar serum besi normalnya adalah
44-178 μg/dL (Cunningham 2010)
Hasil analisis uji korelasi person menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara
perlakuan dengan parameter serum besi, tetapi ada hubungan yang signifikan antara serum
besi dengan TIBC dan saturasi transferin. Hasil analisis uji ANOVA menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan antara asupan pola makan daging dengan serum besi (P<0.05). Uji
lanjut LSD menunjukan bahwa nilai serum besi pada pola makan daging 3 kali seminggu
menunjukan perbedaan yang nyata dengan pola makan daging 1 kali seminggu, jarang dan
tidak pernah
Kandungan zat besi dalam daging sapi sebesar 2.8 mg (Wyness et al 2011). Kandungan zat
besi dalam daging ayam sebesar 2.0 mg (Kemenkes 2014). Ada 2 macam jenis zat besi dalam
makanan, yaitu zat besi heme dan non heme. Zat besi heme bersumber dari daging,
sedangkan zat besi non heme bersumber dari tumbuhan. Zat besi diserap oleh tubuh pada
bagian tubuh di usus bagian atas, duodenum, dan jejunum bagian atas. Sel yang bertanggung
jawab atas absorpsi zat besi adalah enterocytes (Fuqua et al 2012). Zat besi heme akan masuk
kedalam sel enterocytes melalui protein HCP1 (Heme Carrier Protein). Zat besi heme
kemudian akan diubah menjadi heme dan besi (Fe2+) dengan enzim Heme oksidase. Zat besi
(Fe2+) didalam enterocytes disimpan sementara menjadi ferritin atau dikeluarkan menuju
peredaran darah (Tandra dan Salamunic 2012).
Zat besi (Fe2+) yang dikeluarkan kedalam peredaran darah dari sel akan berikatan dengan
Ferroportin1 (FPN1). Sebelum keluar ke peredaran darah, zat besi akan berikatan dengan
hephaestin (HP) yang akan merubah Fe2+ menjadi Fe3+. Kemudian Fe3+ akan berikatan
dengan transferin dan dibawa keseluruh tubuh. Zat besi non heme berbeda jalan masuknya ke
dalam enterocytes dengan besi heme. Zat besi non heme masuk kedalam enterocytes dibantu
oleh Divalent Metal Ion Transporter-1 (DMT-1). Sebelum berikatan dengan DMT-1, zat besi
non heme (Fe3+) akan masuk kedalam Duedenal Cytochrome B (Dcytb) dan diubah menjadi
Fe2+ dengan bantuan enzim ferroreduktase (Fuqua et al 2012).
Perbedaan lainnya antara besi heme dan besi non heme adalah zat penghambatnya. Tanin dan
phytate yang ada didalam tanaman akan menghambat penyerapan zat besi non heme dengan
cara mengkelat zat besi tersebut. Berbeda dengan besi heme yang sangat kecil dikelat oleh zat
penghambat tersebut, sehingga penyerapan besi heme pada usus dapat terserap. Terserapnya
zat besi heme akan meningkatkan kadar besi dalam tubuh (Fuqua et al 2012).
Hasil penelitian lain juga menunjukan adanya korelasi antara asupan daging dengan kadar
status besi (Blanco Rojo R et al 2014). Hasil lainya juga menunjukan hal yang sama yaitu
konsumsi daging mempengaruhi secara positif.

Pengambilan Darah dan Pemisahan Serum (Ronald 2016)

Pengambilan sampel darah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pleibotomis. Sampel
darah yang di ambil adalah sampel darah sewaktu karena penelitian ini hanya melihat pola
makan seminggu dan tidak memberikan perlakuan. Pengambilan darah dilakukan pada jam
kerja laboratorium puskesmas yaitu pukul 08.00 WIB hingga 11.00 WIB.
Sampel darah subjek di ambil sebanyak 3 ml ke dalam tabung berwarna merah. Tabung
tersebut kemudian di berikan penamaan label sesuai nama pasien. Sampel darah pada tabung
tersebut di diamkan selama 30 menit. Sampel darah pada tabung warna merah kemudian
disentrifus dengan kecepatan 1300 g selama 10 menit. Serum darah yang terpisah dipipet ke
dalam 2 tabung effendorf, kemudian di berikan penamaan label sesuai nama pasien. Sampel
serum dimasukkan ke dalam cool box, lalu di bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan

Pemeriksaan Serum Besi (Roche Diagnostics 2009; White MJ dan Flashka AH 1973).

Sampel disiapkan sebanyak 8.5 μL. Sampel kemudian dicampurkan dengan larutan R1 (asam
sitrat dan thiourea) sebanyak 100 μL. Campuran tersebut diinkubasi dalam temperatur ruang
selama 5 menit, kemudian diukur pada panjang gelombang 570 nm. Sebanyak 20 μL larutan
R2 (natrium askorbat, ferrozine, dan detergent) ditambahkan ke dalam campuran, lalu
diinkubasi dalam temperatur ruang selama 5 menit, lalu diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 570 nm. Pengukuran kadar serum besi dilakukan dengan metode kolorimetri
dengan suatu alat terotomatisasi yaitu COBAS c 501 dengan panjang gelombang 570 nm.
Hasil pengukuran berupa intensitas warna yang berbanding lurus dengan kadar serum iron.
Pemeriksaan TIBC (Total Iron Binding Capacity) (Roche Diagnostics 2009; Thermo
Scientific c2010 )
Pengukuran UIBC (Unsaturated Iron Binding Capacity). Sampel disiapkan sebanyak 200
μL. Sebanyak 1 ml larutan R1 dicampurkan ke dalam sampel, lalu diukur absorbansi awal
pada panjang gelombang 546 nm. Setelah itu, larutan R3 sebanyak 40 μL dicampurkan ke
dalam sampel, lalu diinkubasi selama 10 menit. Campuran tersebut diukur pada panjang
gelombang 546 nm. Pengukuran kadar UIBC dilakukan dengan metode kolorimetri dengan
suatu alat terotomatisasi yaitu Cobas c 501 dengan panjang gelombang 546. Hasil
pengukuran berupa intensitas warna yang berbanding lurus dengan kadar UIBC.
Perhitungan TIBC (Total Iron Binding Capacity). TIBC adalah jumlah zat besi yang terikat
di dalam tubuh. Kadar TIBC normal pada ibu hamil 359-609 μg/dL (Cunningham 2010).
TIBC diperoleh dengan perhitungan : kadar besi + UIBC.
Pengukuran Saturasi Transferin (Ronald 2016; Roche Diagnostics 2009)
Saturasi transferin adalah kejenuhan transferin dalam mengikat besi di darah. Pengukuran
nilai saturasi transferin dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini.
Saturasi transferin = Nilai serum ironNilai TI x 100%
Pengolahan Data (Mattjik dan Sumertajaya 2006)
Pengolahan data hasil pengukuran kadar besi serum, TIBC, dan saturasi transferin dalam
bentuk rerata. Data rerata di uji kebenarannya menggunakan korelasi Pearson, Analysis of
Variance (ANOVA), dan uji LSD/BNT.

Total Iron Binding Capacity (TIBC)

Total Iron Binding Capacity adalah tes medis yang mengukur kemampuan tubuh untuk
mengikat besi dengan transferrin (Gersten 2016). Secara teoritis, 1 mol transferrin dapat
mengikat 2 mol besi. Pengukuran TIBC sangat berguna untuk diagnosis klinis anemia
defesiensi besi (Yamanishi et al 2003). Hasil analisis menunjukan bahwa pola makan daging
tidak ada hubungan dengan kadar TIBC wanita hamil. Kadar TIBC normalnya adalah 359-
609 μg/dL (Cunningham 2010).
Hasil dari uji korelasi Pearson menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
asupan pola daging dengan TIBC, tetapi ada hubungan yang signifikan antara TIBC dengan
serum besi dan saturasi transferrin. Hasil uji ANOVA menunjukan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara asupan pola makan daging dengan TIBC. Hasil uji LSD menunjukan semua
nilai TIBC pola makan daging tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Hasil tersebut dikarenakan TIBC bergantung kepada konsentrasi transferrin (Kasvosve dan
Delanghe 2002). Transferrin itu sendiri adalah glikoprotein yang molekulnya terdiri atas 2
globural domain. Setiap domain transferrin dapat mengikat besi (Yamanishi et al 2003).
Transferrin di produksi di dalam hati dan janin, tetapi juga bisa ditemukan dengan jumlah
kecil didalam testis dan otak. Produksi transferrin didalam tubuh dapat meningkat jika tubuh
mengalami hypoxia, kekurangan besi, dan meningkatnya hormon estrogen didalam tubuh
wanita hamil (Gkouvatsos et al 2012). Pada wanita hamil, hormon estrogen meningkat sangat
pesat pada trimester 2 dan 3 (Tulchinsky et al 1972). Meningkatnya estrogen akan
meningkatkan ekspressi dari Tf gen yang akan meningkatkan produksi transferrin didalam
tubuh (Vyhlidal et al 2002). Meningkatnya transferrin dalam tubuh akan meningkatkan nilai
TIBC wanita hamil.

Saturasi Transferrin
Saturasi transferrin adalah suatu nilai yang di gunakan untuk menentukan seseorang
kekurangan besi atau kelebihan besi di dalam tubuhnya. Nilai normal dari saturasi transferrin
adalah 15-50% (McKenzie dan Williams 2016). Perhitungan saturasi transferrin menjadi
pengujian pertama untuk melihat anemia defesiensi besi dan keracunan besi pada seseorang.
Hasil penelitian ini menunjukan hanya pola makan daging 3 kali seminggu yang nilai saturasi
transferinnya lebih dari 20%, sedangkan yang lainnya dibawah 20%.
Hasil dari uji korelasi Pearson menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
asupan pola makan daging dengan saturasi transferin, tetapi ada
hubungan yang signifikan antara saturasi transferrin dengan serum besi dan TIBC.
Hasil analisis uji ANOVA menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara asupan pola
makan daging dengan saturasi transferrin (P<0.05). Uji lanjut LSD menunjukan bahwa nilai
saturasi transferrin pada pola makan daging 3 kali seminggu menunjukan perbedaan yang
nyata dengan pola makan daging 1 kali seminggu, jarang dan tidak pernah. Hasil penelitian
yang lain juga menunjukan bahwa nilai saturasi transferrin tinggi yang sering memakan
daging dari pada yang jarang (Blanco Rojo R et al 2014). Menurut Mainus III et al (2005)
orang yang mengkonsumsi zat besi 18 mg/hari akan memiliki nilai saturasi transferrin yang
tinggi.
Nilai saturasi transferrin bergantung kepada jumlah besi dan juga jumlah transferrin dalam
darah. Menurut Hower et al 2010, hanya 30% transferrin yang berikatan dengan besi didalam
darah. Zat besi yang tidak berikatan dengan transferrin disimpan menjadi ferritin sementara
atau menjadi NTBI (Non Transferrin Binding Iron). Non transferrin binding iron ini sangat
rendah affinitasnya, sehingga zat besi masih memiliki aktivitas yang tinggi. Rendahnya
afinatas akan mengakibatkan NTBI akan masuk kedalam reaksi fenton (Tandra dan
Salamunic 2012). Reaksi fenton akan menghasilkan ROS (Reactive Oxygen Species). ROS
tersebut akan mengakibatkan rusaknya biomolekul didalam tubuh (Toyokuni 2014).
Pengaturan berapa banyak besi didalam darah diatur oleh reseptor transferrin 1 dan 2.
Transferin yang membawa besi (holo transferrin) akan berikatan pada reseptor transferin 1
(TfR1). Menempelnya holo transferrin pada TfR1 akan melepaskan HFE (Hemochromatosis
Protein). Hemochromatosis protein yang terlepas akan berikatan dengan TfR 2. Kompleks
TfR2/HFE akan menstimulasi ekspressi gen hepsidin, sehingga membentuk hepsidin.
Kemudian hepsidin akan dilepaskan kedalam peredaran darah dan akan menghambat
ferroportin, sehingga tidak ada besi yang masuk kedalam peredaran darah (Chiefman et al
2014). Pengaturan tersebut akan menjaga kadar besi dalam tubuh agar tidak menjadi racun
didalam tubuh.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pola asupan daging 3 kali seminggu pada wamita hamil berpengaruh secara nyata terhadap
kadar serum besi dan saturasi transferrin, tapi tidak terhadap Total Iron Binding Capacity
(TIBC)

Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan serum ferritin pada saat trimester 2 dan trimester 3 kehamilan
untuk melihat status besi pada awal kehamilan dan juga untuk menentukan apakah terjadi
kekurangan besi pada kehamilan trimester 2 dan 3.

DAFTAR PUSTAKA

[IOM] Institute of Medicine. 2001. Dietary Reference Intakes for Vitamin A, Vitamin K, Arsenic,
Boron, Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese, Molybdenum, Nickel, Silicon, Vanadium,
and Zinc. Washington DC : National Academy Press.

Chiefman J, Laubenbarcher R, Torty VS. 2014. A Systems biology approach to iron metabolism.
Adv Exp Med Biol. 844: 201-225. doi: 10.1007/978-1-4939-2095-2_10.

Anda mungkin juga menyukai