Anda di halaman 1dari 147

SUB LABORATORIUM IMUNOLOGI

Laboratorium imunologi merupakan sub laboratorium yang ada di

laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah. Laboratorium imunologi memiliki 3

dasar langkah kerja yaitu:

a. Pra-analitik

Pra-analitik adalah langkah awal yang dilakukan sebelum melakukan

pemeriksaan. Pra-analitik sangat berperan besar apabila pada proses pra-analitik

dikatakan gagal maka untuk ketahap berikutnya akan lebih sulit dan juga dapat

berpengaruh dengan hasil.

b. Analitik

Tahapan analitik meliputi prosedur pemeriksaan sampai diperoleh hasil

pemeriksaan. Pada proses ini di laboratorium imunologi Sanglah, pemeriksaan

dilakukan dengan menggunakan alat dan ada juga yang masih menggunakan

cassete atau manual.

c. Pasca analitik

Pasca analitik yaitu tahapan akhir setelah semua pemeriksaan selesai

dilakukan sampai pengesahan terhadap hasil pemeriksaan tersebut kemudian hasil

akan dicrosscheck oleh dokter dengan melihat history dari pasien.

A. Langkah-langkah setelah sampel diterima di Sub Laboratorium

Imunologi

1. Bahan diterima dari petugas sampling.

2. Bahan dievaluasi dan dicocokkan dengan Bukti Tindakan Laboratorium.

3. Bahan diberi nomor urutan dan dilakukan sentrifugasi untuk memperoleh

serum.

88
4. Persiapan alat dan bahan sesuai jenis pemeriksaan.

5. Bahan dikerjakan sesuai dengan pemeriksaan pada Bukti Tindakan

Laboratorium (BTL).

6. Scan barcode.

7. Input hasil dan pencetakan hasil pemeriksaan.

8. Validasi oleh analis kesehatan dan verifikasi hasil pemeriksaan oleh dokter

jaga laboratorium.

9. Hasil dikeluarkan untuk pasien dan siap dipertanggung jawabkan.

B. Pemeriksaan yang dikerjakan di Sub Laboratorium Imunologi

Pemeriksaan yang dikerjakan di Sub Laboratorium Imunologi terdiri dari

pemeriksaan manual dan pemeriksaan secara otomatis.

A. Pemeriksaan Otomatis

Alat yang digunakan :

1. Alat VIDAS 1

Alat ini digunakan untuk pemeriksaan sebagai berikut :

a. Tiroid : T3, T4.

b. Tumor marker : TPSA, CEA (s), AFP.

c. Torc : Toxo IgG, Toxo IgM

d. Hepatitis : HbsAg, Anti-HBS.

2. Alat VIDAS 2

Alat ini digunakan untuk pemeriksaan sebagai berikut :

a. Tiroid : TSHs

b. Reproduction fertility : Estradiol, Prolaktin, FSH, HCG, LH.

c. Tumor marker : CA 15-3, CA 19-9, CA 125.

89
d. Alergi : Total IgE

e. Hepatitis : HAV IgM

f. Severe bacterial infections : Procalcitonin

3. Alat Cobas e 411

Alat ini digunakan untuk pemeriksaan:

a. HBsAg

b. Ferritin

c. Anti HCV

d. TSH

e. FT4

4. Alat Pemeriksaan CD-4 (BD FACS Count)

Alat ini dapat memeriksa CD4, CD3 dan CD8

B. Pemeriksaan Manual

Pemeriksaan terdiri dari :

1. Pemeriksaan Widal

2. Pemeriksaan ASO

3. Pemeriksaan VDRL (Veneral Disease Research Laboratory)

4. Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemaglutination Assay)

5. Rheumatoid Factor Test

6. IgM Salmonella Thypi (TUBEX)

7. Pemeriksaan anti HIV

8. Pemeriksaan DHF (IgG dan IgM)

9. Pemeriksaaan NS1

90
A. PEMERIKSAAN FERITIN

1. Tujuan Kegiatan

a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan feritin.

b. Mahasiswa dapat mengetahui nilai feritin sampel serum pasien.

2. Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan feritin adalah metode ECLIA

(Electro Chemilumineschene Imunoassay).

3. Prinsip

Prinsip pemeriksaan Feritin dengan metode ECLIA adalah terbentuknya

suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks antigen antibodi

berdasarkan prinsip sandwich dan kompetitif. Kompetitif dipakai untuk

menganalisis substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan

prinsip sandwich digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.

Reaksi electrochemiluminescent terjadi pada saat label telah terikat dan misi

cahaya akan dihitung melalui tabung fotomultiplier.

4. Dasar Teori

Besi merupakan zat penting bagi tubuh manusia karena keberadaannya dalam

banyak hemoprotein. Pada penyerapan besi, Fe3+ diubah menjadi Fe2+ oleh

enzim feri reduktase dan Fe2+ di angkut dalam enterosit oleh pengangkutan besi

membran apikal DMT1. Heme diangkut ke dalam eritrosit oleh pengangkutan

heme yang berbeda (HT) dan heme oksidase (HO) membebaskan Fe2+ dari heme.

Sebagian Fe2+ intrasel akan diubah menjadi Fe3+ dan diikat oleh suatu protein

yang dikenal dengan ferritin. Ferritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu

kompleks ferritin bisa menyimpan kira – kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya.

91
Ferritin bisa ditemukan atau disimpan di Liver, Limpa, Otot Skelet dan Sumsum

Tulang. Dalam keadaan normal, hanya sedikit ferritin yang terdapat dalam plasma

manusia. Jumlah ferritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang

tersimpan di dalam tubuh kita. (Shvoong, 2010)

Ferritin adalah protein berbentuk glubular dan mempunyai dua lapisan

dengan diameter luarnya berukuran 12 nm dan diameter dalamnya berukuran 8

nm. Besi tersimpan di dalam protein ferritin tersebut tepatnya di tengah. Bila

dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer ferritin mempunyai lima helix

penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan red helix

dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut. (Shvoong, 2010)

Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan katalisis

pembentukan radikal bebas dari Reactive Oxygen Species (ROS) melalui reaksi

Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu

dengan cara membuat ikatan besi dengan ferritin. Jadi ferritin merupakan Protein

utama penyimpan besi di dalam sel. (Shvoong, 2010)

Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 – 20 mg setiap

harinya, tapi ternyata hanya 1 – 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh.

70% dari zat besi yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses

eritropoesis menjadi Hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk ferritin dan

sisanya 5 – 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses lain. Besi Fe3+ yang

disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata tubuh

membutuhkannya. (Shvoong, 2010)

Kadar ferritin normal 30-300 ng/mL untuk pria dan 15-200 ng/mL untuk

wanita. Kadar ferritin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya

92
hemokromatosis sedangkan kadar ferritin yang terlalu rendah dapat menyebabkan

terjadinya anemia defisiensi besi. (Shvoong, 2010)

Anemia defisiensi besi atau yang dikenal juga dengan Anemia Sideropenik

biasanya disebabkan karena asupan zat besi yang kurang, infeksi parasit,

menoragi, metroragi, menstruasi, premenopause, kehamilan, ulkus peptikum,

penggunaan obat-obatan dalam jang waktu yang lama dan lain – lain. Ketika

tubuh kehilangan zat besi melebihi asupannya maka tubuh akan mulai

membongkar dan memakai besi yang tersimpan dalam ferritin di liver, limpa, otot

dan sumsum tulang, yang merupakan cadangan dalam tubuh. Kadar ferritin pun

berkurang secara progresif. Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat

memenuhi kebutuhan untuk pembentukan eritrosit, sehingga eritrosit yang

dihasilkan jumlahnya menjadi lebih sedikit. Kadar eritrosit menurun

mengakibatkan hemoglobin pun ikut menurun. Mulailah terjadi anemia. Tubuh

pun berusaha melakukan kompensasi, dimana sumsum tulang berusaha untuk

menggantikan kekurangan besi dengan mempercepat pembelahan sel dan

menghasilkan eriitrosit dengan ukuran yang sangat kecil (Mikrositik) yang khas

untuk anemia defisiensi besi. (Shvoong, 2010)

Pemeriksaan serum Ferritin merupakan pemeriksaan yang paling spesifik

untuk mendiagnosa Anemia defisiensi besi. Kadar serum ferritin yang sangat

rendah menunjukkan Anemia defisiensi besi. (Shvoong, 2010)

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Cobas e 411

2. Sample cup

93
3. Gunting

4. Mikropipet

5. Yellow tip

b. Bahan

1. Reagen Cobas

2. Serum

6. Cara Kerja

a. Menghidupkan Instrumen Cobas e 411

1. Reagen dikeluarkan dari lemari pendingin, dibiarkan mencapai suhu ruang.

2. Cairan pencuci, waste dan disposable (assay cup dan assay tip) diperiksa.

Jika sudah habis diganti dengan yang baru.

3. Reagen dimasukkan ke dalam reagen disk (tutup kembali segera), ditekan

“Reagen” dan ditekan “Scan reagen”.

4. Kalibrator atau kontrol dimasukkan ke dalam sampel disk, ditekan “System

Overview”, ditekan “Sampel Tracking” dan ditekan “Sampel Scan”.

5. Untuk kalibrator atau kontrol baru dilakukan BC Card Scan pada menu

Calibrator Instal (untuk kalibrator) dan QC lalu Instal (untuk kontol).

Catatan : untuk kontrol baru aktifkan kontrol terlebih dahulu.

6. Ditekan START.

b. Order Pasien Rutin pada Cobas e 411

1. Ditekan “workplace”, lalu ditekan “test selection ion” ditekan “routine”.

2. Dimasukkan data sampel ID, posisi sampel dan rotor disk yang digunakan.

3. Parameter yang akan dikerjakan dipilih, lalu ditekan “save”.

94
4. Order pasien diperiksa pada menu data pasien pada menu “data review”

lalu ditekan “start”.

5. Untuk sampel barcode ditekan “(E) (System overview)”, lalu “sampel

tracking”.

6. Sampel pada tempat disk diletakkan, ditekan “sampel scan” dan dipilih

sampel dan parameter yang akan dikerjakan.

7. Ditekan “save” kemudian “start”.

c. Order pengenceran

1. Letakkan diluent universal dalam reagen disk, lalu tekan “ scan reagen”.

2. Sampel ID dan posisi sampel dimasukkan pada menu test selection.

3. Dipilih parameter yang akan dilakukan : pengenceran, ditekan “dilution fact

or” dipilih pengenceran yang sesuai, ditekan “save”.

4. Order pasien diperiksa pada menu data review, ditekan “start”.

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan Feritin di sub laboratorium imunologi RSUP Sanglah

yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat jalan atau

rawat inap, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 22
Selasa, 24 Maret 2015 19
Rabu, 25 Maret 2015 12
Kamis, 26 Maret 2015 20
Jumat, 27 Maret 2015 13
Sabtu, 28 Maret 2015 13
Senin, 30 Maret 2015 16
Selasa, 31 Maret 2015 11
Rabu, 1 April 2015 14
Kamis, 2 April 2015 17
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 20

95
Total 177

Contoh hasil pemeriksaan Feritin yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah

terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan yang ditemui ketika melakukan pemeriksaan Feritin antara

lain:

a. Mahasiswa belum dapat melakukan kontrol alat karena dilakukan oleh

petugas laboratorium.

b. Barcode yang tidak terbaca secara otomatis menyebabkan alat tidak dapat

melakukan pemeriksaan.

9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

Pemeriksaan ferritin tidak dapat dipisahkan dari pemeriksaan hematologi

rutin agar dapat memberikan informasi diagnostik lebih baik. Jika ditemukan

keadaan anemia maka perlu diperiksa apakah jenis anemianya mikrositik

hipokrom atau tidak. Pada anemia mikrositik hipokrom perlu diperiksa ferritin

untuk menentukan apakah anemianya disebabkan oleh defisiensi besi atau oleh

penyebab lainnya seperti thalassemia, anemia penyakit kronis, dan lain-lain.

Pemeriksaan ferritin dilakukan untuk mengukur konsentrasi ferritin atau

cadangan besi di dalam tubuh. Sekitar 30% besi yang berada di dalam tubuh,

tersimpan sebagai feritin di limpa, sumsum tulang dan hati. Pemeriksaan ini

berkorelasi dan berguna pada evaluasi total body storage iron. Manfaat

pemeriksaan ini adalah untuk pemantauan perkembangan defisiensi besi pada

penyakit anemia, diagnosa hipokromik dan anemia mikrositik. Kadar ferritin

berkolerasi dengan dan berguna pada evaluasi dari total body storage iron. Pada

96
hemokromatosis, ferritin dan iron saturation meningkat. Kadar ferritin pada

hemokromatosis bisa mencapai > 1000 ng/mL (Serum Iron/SI : > 1000 ng/mL).

Pemeriksaan feritin yang dilakukan di laboratorium imunologi RSUP

Sanglah menggunakan sampel serum pasien. Darah pasien yang ditampung di

dalam tabung vacutainer merah disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama

10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel serum yang tidak

hemolisis. Persiapan terhadap serum pasien sebelum pemeriksaa adalah jika

dikerjakan di alat COBAS e 411 maka sampel serum dipindahkan ke sample cup

yang tutupnya sudah digunting. COBAS e 411 menggunakan metode ECLIA

(Electro Chemiluminescence Immunoassay). ECLIA menggunakan teknologi

tinggi yang memberi banyak keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada

metode ECLIA yang menggunakan kompetitif dipakai untuk menganalisis

substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan prinsip sandwich

digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.

Pemeriksaan dengan alat COBAS e 411, sampel serum diletakkan di tabung

sampel pada alat. Yang perlu diperhatikan adalah barcode pada tabung diletakkan

menghadap ke depan, sehingga alat akan mendeteksi sendiri jenis pemeriksaan

apa saja yang dilakukan. Alat sendiri akan memproses sampai diperolehnya hasil

pemeriksaan yang langsung terinput ke komputer.

Jumlah pemeriksaan Feritin yang pernah dikerjakan selama praktek kerja

lapangan adalah sebanyak 177 sampel. Nilai rujukan yang digunakan untuk

pemeriksaan feritin adalah 30-400 ng/mL.

Permasalahan yang ditemukan pada pengerjaan feritin dapat diselesaikan

dengan cara antara lain :

97
a. Mahasiswa tidak ikut dalam pengerjaan kontrol alat dimana dilakukan oleh

petugas laboratorium sendiri sehingga hanya diperoleh penjelasan saja.

b. Kurangnya reagen pemeriksaan feritin menyebabkan pemeriksaan ditunda

lalu sampel pasien disimpan dalam kulkas dengan suhu 2-80C dalam bentuk

serum.

c. Barcode yang tidak terbaca pada alat COBAS e 411 sering menimbulkan

error pada hasil pemeriksaan sehingga dilakukan pemeriksaan dengan

langkah memasukkan data pasien secara manual pada alat.

98
B. PEMERIKSAAN TIROID

1. Tujuan Kegiatan

1. Untuk dapat melakukan pemeriksaan kelainan tiroid pada sampel serum

pasien.

2. Untuk dapat mendiagnosis dan mengetahui kadar tiroid yang ada pada

sampel serum pasien.

b. Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tumor marker yaitu ELFA

(Enzyme Linked Fluorescent Assay).

c. Prinsip

Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).

Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis

dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah

nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar

yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.

d. Dasar Teori

Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh

manusia. Kelenjar ini dapat ditemui di bagian depan leher, sedikit di bawah laring.

Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi,

membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon lainnya.

Berikut adalah pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosa

kelainan tiroid, antara lain:

99
a. Pemeriksaan FT4

Pemeriksaan FT4 merupakan pemeriksaan sensitif untuk fungsi tiroid.

Peningkatan konsentrasi FT4 terlihat pada kondisi hipertiroid, sedangkan

penurunan konsentrasi terjadi pada kondisi hipotiroid. Pemeriksaan ini merupakan

indikator yang lebih baik dibandingkan dengan T4 total karena tidak dipengaruhi

oleh perubahan thyroxine-binding proteins. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk

membantu diagnosa hipertiroid dan hipotiroid; klarifikasi status pasien pada

kondisi seperti hipotiroid sekunder yang berkaitan dengan penyakit pituitari.

(Prodia, 2012)

b. Pemeriksaan TSH

Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang dihasilkan oleh

hipofisa anterior. TSH berfungsi merangsang produksi hormon tiroid seperti T4

dan T3 melalui reseptornya yang ada di permukaan sel tiroid. Sintesis dari TSH

ini dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh

hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di dalam darah.

Bila kadar T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan ditekan sehingga akan

terjadi penurunan kadar T3 dan T4. (Biomedika, 2012)

Pemeriksaan TSH merupakan pengukuran kadar Thyroid Stimulating

Hormone (TSH) dalam darah, dan dapat digunakan untuk menilai fungsi tiroid.

TSH berfungsi untuk menstimulasi sekresi hormon tiroid yang sangat penting bagi

tubuh. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk kkrining kelainan tiroid, diagnosis

hipotiroidisme (primer, sekunder dan tersier) dan hipertiroidisme. (Prodia, 2012)

100
c. Pemeriksaan T4

Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang

terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%, albumin

10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada

dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji

laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar

tiroid. (Biomedika, 2012)

d. Pemeriksaan T3

Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam darah dengan

kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan bersifat lebih kuat

daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid stimulating

hormone (TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan thyroid–releasing

hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat

dengan thyroxine binding globulin(TBG) sebanyak 38 – 80%, prealbumin 9 –

27% dan albumin 11 – 35%. Sisanya sebanyak 0.2 – 0.8% ada dalam bentuk

bebas yang disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada

penyakit graves dan adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien

yang menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut, produksi T3

berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi

untuk menentukan beratnya kelainan tiroid. (Biomedika, 2012)

e. Alat dan Bahan

1. Alat

1. VIDAS 1 & 2

2. Cobass e 411

101
3. Mikropipet

4. Yellow tip

2. Bahan

1. Reagen Biomerieux

2. Serum

f. Cara Kerja

1. Cara Menyalakan VIDAS PC

1. Nyalakan secara berurutan :

- UPS

- Modul Vidas

- Print dan Monitor

- Komputer

2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.

3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon √ pada monitor

tampak VIDAS PC is starting...please wait.

4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.

2. Cara Memasukkan Sampel

1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.

2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.

3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.

4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah

pemerikasaan.

5. Sampel dipipet sesuai jenis pemeriksaan yaitu :

- Pemeriksaan FT4 : 100 µL

102
- Pemeriksaan TSH : 200 µL

- Pemeriksaan T4 : 200 µL

- Pemeriksaan T3 : 100 µL

6. Sampel diteteskan pada reagen.

7. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.

8. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai dengan

nomor rak yang dimasukkan sampel.

9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.

3. Cara Mematikan Vidas PC

1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR

dalam alat.

2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan

“Do you want to quit this application?”.

3. Tekan “Yes”, pada monitor tampak Windows NT desktop.

4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.

g. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan tiroid yang dilakukan di sub laboratorium

imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang

berasal dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:

a. Pemeriksaan FT4

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 12
Selasa, 24 Maret 2015 18
Rabu, 25 Maret 2015 16
Kamis, 26 Maret 2015 7
Jumat, 27 Maret 2015 4
Sabtu, 28 Maret 2015 13

103
Senin, 30 Maret 2015 13
Selasa, 31 Maret 2015 14
Rabu, 1 April 2015 13
Kamis, 2 April 2015 15
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 12
Total 137
b. Pemeriksaan TSH

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 13
Selasa, 24 Maret 2015 15
Rabu, 25 Maret 2015 16
Kamis, 26 Maret 2015 6
Jumat, 27 Maret 2015 4
Sabtu, 28 Maret 2015 11
Senin, 30 Maret 2015 10
Selasa, 31 Maret 2015 6
Rabu, 1 April 2015 11
Kamis, 2 April 2015 3
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 7
Total 102

c. Pemeriksaan TSHs

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 1
Selasa, 24 Maret 2015 2
Rabu, 25 Maret 2015 -
Kamis, 26 Maret 2015 4
Jumat, 27 Maret 2015 -
Sabtu, 28 Maret 2015 2
Senin, 30 Maret 2015 3
Selasa, 31 Maret 2015 7
Rabu, 1 April 2015 3
Kamis, 2 April 2015 4
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 2
Total 28

d. Pemeriksaan T4

104
Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)
Senin, 23 Maret 2015 3
Selasa, 24 Maret 2015 -
Rabu, 25 Maret 2015 -
Kamis, 26 Maret 2015 2
Jumat, 27 Maret 2015 -
Sabtu, 28 Maret 2015 1
Senin, 30 Maret 2015 1
Selasa, 31 Maret 2015 -
Rabu, 1 April 2015 1
Kamis, 2 April 2015 1
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 9

e. Pemeriksaan T3

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 2
Selasa, 24 Maret 2015 -
Rabu, 25 Maret 2015 -
Kamis, 26 Maret 2015 1
Jumat, 27 Maret 2015 -
Sabtu, 28 Maret 2015 1
Senin, 30 Maret 2015 -
Selasa, 31 Maret 2015 -
Rabu, 1 April 2015 2
Kamis, 2 April 2015 -
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 6
Contoh hasil pemeriksaan tiroid yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah

terlampir.

h. Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan tumor marker antara

lain :

a. Mahasiswa masih kesulitan menghafal volume sampel yang diperlukan untuk

masing-masing parameter pemeriksaan karena setiap parameter memerlukan

105
volume sampel yang berbeda. Hal ini dikarenakan kendala waktu yang

singkat yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.

b. Hasil pemeriksaan yang langsung terhubung ke komputer sering mengalami

gangguan sehingga beberapa hasil pemeriksaan berstatus tertunda.

i. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

Endokrinologi adalah spesialisasi medis yang berkenaan dengan

studi kelenjar endokrin dan zat yang mereka hasilkan, dan juga diagnosis dan

pengobatan gangguan  sistem endokrin. Kelenjar endokrin

memproduksi hormon yang mengatur banyak fungsi tubuh.

Endokrin adalah kelenjar yang mengatur fungsi tubuh melalui hormon yang

dikeluarkan kedalam aliran darah.  Sistem

endokrin meliputi hipotalamus, kelenjar pituitari, tiroid, kelenjar adrenal,

dan gonad (ovarium dan testis).

Penyakit endokrin adalah penyakit yang pada umumnya disebabkan oleh

ketidakseimbangan dalam beberapa bagian dari sistem endokrin, yang terdiri dari

kelenjar yang bertanggung jawab untuk menciptakan dan mengatur hormon-

hormon yang diperlukan untuk fungsi-fungsi tubuh penting.

Stres, infeksi dan perubahan dalam cairan darah dan keseimbangan elektrolit

dapat mempengaruhi tingkat hormon sehingga surplus (hipersekresi) atau

kekurangan (hiposekresi). Penyakit endokrin juga dapat terjadi jika tubuh tidak

merespon hormon sebagaimana mestinya. Selain itu, kelenjar endokrin juga

rentan terhadap tumor, yang biasanya tidak terkait dengan ketidakseimbangan

hormon.

106
Mendiagnosis penyakit endokrin bisa sulit karena biasanya melibatkan

pengukuran jumlah hormon dalam aliran darah. Ini adalah tugas yang sulit.

Karena itu, hormon kadang-kadang diukur secara tidak langsung. Contohnya

adalah pengukuran glukosa darah, bukan insulin, untuk diabetes.

Tiroid adalah kelenjar endokrin besar yang terletak di pangkal leher bagian

depan, di bawah lapisan kulit dan otot. Kelenjar tiroid berbentuk kupu-kupu

dengan dua sayap yang merupakan lobus tiroid kiri dan kanan di sekitar trakea.

Fungsi tunggal tiroid adalah membuat hormon tiroid (tiroksin dan

triiodotironin) yang berperan meningkatkan aktivitas metabolisme pada hampir

semua jaringan tubuh.

Pemeriksaan tiroid di laboratorium imunologi RSUP Sanglah dilakukan

dengan menggunakan alat VIDAS dan Cobas. Bahan pemeriksaan diperoleh dari

pengambilan darah vena dan ditampung dalam tabung vacutainer tutup merah.

Bahan ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit

yang kemudian diperoleh serum untuk bahan pemeriksaan.

Hal yang perlu diperhatikan selama melakukan pemeriksaan yaitu :

1. Menginput data pasien beserta jenis pemeriksaan yang dilakukan.

2. Meletakkan reagen pada rak pemeriksaan sesuai dengan urutan yang ada pada

komputer.

3. Reagen pemeriksaan yang digunakan dicatat pengeluarannya pada kartu

pencatatan reagen.

4. Sampel serum dipipet dan dimasukkan sesuai dengan reagen pemeriksaan

(hindari adanya gelembung udara).

107
5. Volume serum yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang

dilakukan.

Pemeriksaan tiroid yang dilakukan pada alat VIDAS dan Cobas e 411 yaitu

FT4, TSH, TSHs, T4, dan T3. Metode yang digunakan adalah ELFA (Enzyme

Linked Fluorescent Assay). Pemeriksaan dengan metode ELFA ini merupakan

kombinasi dari metode imunoenzim dan imunocapture dengan hasil akhir dibaca

menggunakan fluorensi. Sampel serum yang dimasukkan ke dalam alat, kemudian

akan dibaca secara otomatis dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis.

Hasil dari pemeriksaan adalah nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari

kalkulasi alat terhadap standar yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.

Berikut beberapa pemeriksaan tiroid yang telah dilakukan selama 6 hari PKL

di sub laboratorium imunologi antara lain :

a. Pemeriksaan FT4

Pemeriksaan FT4 merupakan pemeriksaan sensitif untuk fungsi tiroid.

Peningkatan konsentrasi FT4 terlihat pada kondisi hipertiroid, sedangkan

penurunan konsentrasi terjadi pada kondisi hipotiroid. Jumlah pemeriksaan yang

telah dilakukan adalah sebanyak 137 dengan jumlah sampel yang diperlukan

sebanyak 100 µL. Lama pemeriksaan FT4 dengan alat Cobass e 411 adalah 40

menit. Pemeriksaan ini sesungguhnya dapat dilakukan di alat vidas namun karena

reagennya habis dilakukan pemeriksaan pada alat Cobass e 411.

b. Pemeriksaan TSH

Pemeriksaan TSH merupakan pengukuran kadar Thyroid Stimulating

Hormone (TSH) dalam darah, dan dapat digunakan untuk menilai fungsi tiroid.

Pemeriksaan ini bermanfaat untuk skrining kelainan tiroid. Jumlah pemeriksaan

108
yang telah dilakukan adalah sebanyak 102 dengan jumlah sampel yang diperlukan

sebanyak 200 µL. Lama pemeriksaan TSH dengan alat Cobas e 411 adalah 40

menit.

c. Pemeriksaan T4

T4 ini merupakan suatu uji laboratorium yang paling baik untuk mengetahui

adanya disfungsi dari kelenjar tiroid. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan

adalah sebanyak 9 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 200 µL.

Lama pemeriksaan T4 dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.

d. Pemeriksaan T3

T3 dipakai untuk monitoring pasien yang menggunakan obat anti-tiroid,

karena pada pengobatan tersebut, produksi T3 berkurang dan T4 dikonversi

menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi untuk menentukan beratnya

kelainan tiroid. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan adalah sebanyak 6

dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 100 µL. Lama pemeriksaan T3

dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.

Sebagai contoh, diperoleh hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pasien

Viny Rosita Soetanto (34 tahun, perempuan) dimana pasien melakukan

pemeriksaan FT4, TSH, T3, T4. Hasil pemeriksaan FT4 yaitu 1,16 ng/dL dan

TSH yaitu 5,10 µlU/mL nilai T3 1,37 nmol/L dan nilai T4 94,14 nmol/L. Nilai

FT4, T3 dan T4 yang diperoleh dibandingkan dengan nilai rujukan berada nilai

normal. Sedangkan nilai TSH berada diatas nilai normal, dimana nilai rujukannya

yaitu 0,250-5,000 µlU/mL. Hasil pemeriksaan yang telah diperoleh ini langsung

tersambung dengan komputer, lalu dilakukan penginputan data dan pencetakan

109
hasil. Hasil pemeriksaan divalidasi oleh petugas sub laboratorium imunologi dan

diverifikasi oleh dokter jaga laboratorium.

Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi selama melakukan praktek

kerja lapangan di sub laboratorium imunologi. Dari beberapa permasalahan

tersebut mahasiswa sudah mampu mengatasi seperti mencatat volume-volume

sampel yang diperlukan pada masing-masing pemeriksaan, membuka panduan

jumlah pemipetan yang diletakkan dekat dengan alat sehingga tidak terjadi

kekeluruan dalam hal pemipetan sampel, dan hasil pemeriksaan yang tidak

terkoneksi ke komputer dilakukan pencatatan manual dengan melihat hasil print

dari alat.

C. PEMERIKSAAN SEROLOGY

1. Tujuan Kegiatan

a. Untuk dapat melakukan pemeriksaan serology pada sampel serum pasien.

b. Untuk dapat mendiagnosis dan mengetahui kadar parameter pemeriksaan

serology yang ada pada sampel serum pasien.

2. Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan serology yaitu ELFA (Enzyme

Linked Fluorescent Assay).

110
3. Prinsip

Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).

Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis

dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah

nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar

yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.

4. Dasar Teori

Serologi ialah ilmu yang mempelajari reaksi antigen antibody secara invitro,

untuk dapat menegakkan diagnose suatu penyakit infeksi:kita harus dapat

mengisolasi atau menemukan kuman penyebabnya. Proses isolasi atau

menemukan kuman tersebut memakan waktu yang cukup lama dan sulit dalam

pelaksanaannya. Apabila sebuah kuman masuk kedalam tubuh kita maka kuman

tersebut akan merupakan suatu antigen (benda asing)bagi tubuh kita dan

selanjutnya akan merangsang tubuh kita untuk membentuk antibody terhadap

kuman tersebut. Dengan dapat ditemukannya antibody tersebut dalam tubuh kita,

mka hal ini akan membantu kita dalam menegakkan diagnose suatu penyakit

infeksi. Proses untuk menemukan atau mendeteksi adanya antigen dan antibody

tersebut yang selanjutnya kita kenal dengan pemeriksaan serologi. (Areg, 2011)

Berikut adalah beberapa pemeriksaan serology, yaitu:

a. Pemeriksaan Toxo IgG

Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgG dilakukan untuk mengetahui adanya

antibodi IgG terhadap parasit Toxoplasma gondii. Anti-Toxoplasma IgG muncul

1-2 minggu setelah infeksi primer dan mencapai konsentrasi puncak dalam waktu

111
4-8 minggu. Konsentrasi IgG dalam darah dapat menurun setelah beberapa bulan

atau tahun dan akan menetap seumur hidup dengan konsentrasi rendah. IgG dapat

melewati plasenta dan pada neonatus, IgG yang berasal dari ibu dapat bertahan

kurang lebih selama 6 bulan. Bayi akan mulai membentuk antibodi IgG sendiri

pada usia 2-3 bulan. Manfaat pemeriksaan ini adalah Uji saring/skrining infeksi

toxoplasma; memperkirakan status imun; dan diagnosis infeksi toxoplasma aktif

(peningkatan konsentrasi IgG yang signifikan dari dua pemeriksaan dengan

interval waktu 3 minggu). (Prodia, 2012)

b. Pemeriksaan Toxo IgM

Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgM dilakukan untuk mengetahui adanya

antibodi IgM terhadap parasit Toxoplasma gondii. Anti-Toxoplasma IgM muncul

5 hari setelah infeksi, dan konsentrasinya akan meningkat dengan cepat dalam

waktu 1-2 minggu serta mencapai konsentrasi puncak dalam waktu 1-4 minggu.

IgM akan menghilang dalam beberapa bulan, namun dapat menetap sampai lebih

dari 6 bulan bahkan sampai bertahun-tahun (IgM non-spesifik). IgM ibu tidak

dapat menembus plasenta, dan pada janin mulai dibentuk pada akhir trimester I.

manfaat pemeriksaan ini adalah untuk diagnosis infeksi toxoplasma primer (pada

ibu dan janin), harus dikonfirmasi dengan peningkatan konsentrasi IgG. (Prodia,

2012)

5. Alat dan Bahan

1. Alat

1. VIDAS 1 dan 2

2. Mikropipet

3. Yellow tip

112
2. Bahan

1. Reagen Biomerieux

2. Serum

6. Cara Kerja

a. Cara Menyalakan VIDAS PC

1. Nyalakan secara berurutan :

- UPS

- Modul Vidas

- Print dan Monitor

- Komputer

2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.

3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon √ pada monitor

tampak VIDAS PC is starting...please wait.

4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.

b. Cara Memasukkan Sampel

1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.

2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.

3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.

4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah

pemerikasaan.

5. Sampel dipipet sesuai jenis pemeriksaan yaitu :

- Pemeriksaan Toxo IgG : 200 µL

- Pemeriksaan Toxo IgM : 100 µL

6. Sampel diteteskan pada reagen.

113
7. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.

8. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai

dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.

9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.

c. Cara Mematikan Vidas PC

1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR

dalam alat.

2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan “Do

you want to quit this application?”.

3. Tekan “Yes”, pada monitor tampak Windows NT desktop.

4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan serology yang dilakukan di sub laboratorium

imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal

dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:

a. Pemeriksaan Toxo IgM dan Toxo IgG

Jumlah Pasien Jumlah Pasien


Hari, Tanggal
Toxo IgM (orang) Toxo IgG (orang)
Senin, 23 Maret 2015 - -
Selasa, 24 Maret 2015 - -
Rabu, 25 Maret 2015 1 1
Kamis, 26 Maret 2015 1 2
Jumat, 27 Maret 2015 1 1
Sabtu, 28 Maret 2015 2 2
Senin, 30 Maret 2015 3 4
Selasa, 31 Maret 2015 1 1
Rabu, 1 April 2015 2 2
Kamis, 2 April 2015 1 1
Jumat, 3 April 2015 - -

114
Sabtu, 4 April 2015 - -
Total 12 14

Contoh hasil pemeriksaan tumor marker yang dikeluarkan oleh RSUP

Sanglah terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan tumor marker antara lain :

a. Mahasiswa masih kesulitan menghafal volume sampel yang diperlukan untuk

masing-masing parameter pemeriksaan karena setiap parameter memerlukan

volume sampel yang berbeda. Hal ini dikarenakan kendala waktu yang

singkat yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.

b. Hasil pemeriksaan yang langsung terhubung ke komputer sering mengalami

gangguan sehingga beberapa hasil pemeriksaan berstatus tertunda.

9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

Secara umum, pemeriksaan serology melibatkan reaksi antara antigen dan

antibodi. Pemeriksaan serologi masih banyak yang dikerjakan secara manual

seperti widal, ASTO, RA, dan lain-lain. Pemeriksaan serology di laboratorium

imunologi RSUP Sanglah dilakukan dengan menggunakan alat VIDAS. Bahan

pemeriksaan diperoleh dari pengambilan darah vena dan ditampung dalam tabung

vacutainer tutup merah. Bahan ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan

3500 rpm selama 10 menit yang kemudian diperoleh serum untuk bahan

pemeriksaan.

Hal yang perlu diperhatikan selama melakukan pemeriksaan yaitu :

a. Menginput data pasien beserta jenis pemeriksaan yang dilakukan.

115
b. Meletakkan reagen pada rak pemeriksaan sesuai dengan urutan yang ada pada

komputer.

c. Reagen pemeriksaan yang digunakan dicatat pengeluarannya pada kartu

pencatatan reagen.

d. Sampel serum dipipet dan dimasukkan sesuai dengan reagen pemeriksaan

(hindari adanya gelembung udara).

e. Volume serum yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang

dilakukan.

Pemeriksaan serology yang dilakukan dengan alat VIDAS diantaranya, Toxo

IgG, dan Toxo IgM.

Berikut beberapa pemeriksaan serology yang telah dilakukan selama 6 hari

PKL di sub laboratorium imunologi antara lain :

a. Pemeriksaan Toxo IgG

Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgG dilakukan untuk mengetahui adanya

antibodi IgG terhadap parasit Toxoplasma gondii. Jumlah pemeriksaan yang telah

dilakukan adalah sebanyak 14 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak

200 µL. Lama pemeriksaan Toxo IgG dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.

b. Pemeriksaan Toxo IgM

Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgM dilakukan untuk mengetahui adanya

antibodi IgM terhadap parasit Toxoplasma gondii. Anti-Toxoplasma IgM muncul

5 hari setelah infeksi. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan adalah sebanyak

12 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 100 µL. Lama pemeriksaan

Toxo IgM dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.

116
Sebagai contoh, diperoleh hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh I Putu Nur

Budi Santika (31 tahun, laki - laki) dimana pasien melakukan pemeriksaan Toxo

IgG dengan hasil 1 IU/mL dan Toxo IgM dengan hasil 0,06 units. Nilai Toxo IgG

yang diperoleh dibandingkan dengan nilai rujukan yaitu non reaktif <4 IU/mL,

equivocal 4-8 IU/mL, dan reaktif ≥8 IU/mL, maka hasil pemeriksaan Toxo IgG

dinyatakan non reaktif. Nilai Toxo IgM yang diperoleh dibandingkan dengan

nilai rujukan yaitu non reaktif < 0,55 units, equivocal 0,55-0,65 units, dan reaktif

≥ 0,65 units, maka hasil pemeriksaan Toxo IgM dinyatakan non reaktif. Hasil

pemeriksaan yang telah diperoleh ini langsung tersambung dengan komputer, lalu

dilakukan penginputan data dan pencetakan hasil. Hasil pemeriksaan divalidasi

oleh petugas sub laboratorium imunologi dan diverifikasi oleh dokter jaga

laboratorium.

Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi selama melakukan praktek

kerja lapangan di sub laboratorium imunologi. Dari beberapa permasalahan

tersebut mahasiswa sudah mampu mengatasi seperti mencatat volume-volume

sampel yang diperlukan pada masing-masing pemeriksaan, membuka panduan

jumlah pemipetan yang diletakkan dekat dengan alat sehingga tidak terjadi

kekeluruan dalam hal pemipetan sampel, dan hasil pemeriksaan yang tidak

terkoneksi ke komputer dilakukan pencatatan manual dengan melihat hasil print

dari alat.

117
D. PEMERIKSAAN TUMOR MARKER

1. Tujuan Kegiatan

a. Untuk dapat melakukan pemeriksaan penanda tumor pada sampel serum

pasien.

a. Untuk dapat mendiagnosis dan mengetahui kadar penanda tumor yang ada

pada sampel serum pasien.

2. Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tumor marker yaitu ELFA

(Enzyme Linked Fluorescent Assay).

3. Prinsip

Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).

Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis

dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah

nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar

yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.

118
4. Dasar Teori

Petanda tumor adalah suatu substansi yang dapat ditemukan dalam tubuh

karena adanya kanker, biasanya ditemukan dalam darah atau urine, yang

diproduksi langsung oleh sel-sel kanker atau tubuh sendiri sebagai respon

terhadap adanya kanker atau kondisi lain. Mayoritas petanda tumor adalah

protein. Petanda tumor ini ada beberapa macam. Beberapa hanya terdapat dalam

satu jenis kanker, lainnya bisa terdapat dalam beberapa jenis kanker. Marker ini

didapatkan dengan memeriksa darah atau urine menggunakan antibodi manusia

yang akan bereaksi dengan protein spesifik dari tumor tersebut (Zahra, 2012).

Secara umum petanda tumor adalah perubahan-perubahan yang dapat

dideteksi dan mengindikasikan adanya tumor, khususnya tumor ganas atau

kanker. Penanda tumor serologik didefinisikan sebagai produk yang berasal dari

tumor, dimana kadarnya dari darah merupakan pencerminan massa tumor yang

ada di dalam tubuh (Sulastiningsih, 2012).

Berikut adalah pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk

mendiagnosa tumor yaitu (Prasetyo, 2008) :

- CEA (Carcino Embryonic Antigen)

Ditemukan tahun 1965 oleh Gold & Freedman. Glikoprotein dengan BM

180.000 dalton. CEA dibentuk di saluran gastrointestinal dan pankreas sebagai

antigen pada permukaan sel yang selanjutnya disekresikan ke dalam cairan tubuh.

CEA sebagai petanda tumor untuk kanker kolorektal, esofagus, pankreas,

lambung, hati, payudara, ovarium dan paru-paru. Pemeriksaan CEA untuk

pemantauan terapi dan meramalkan prognosis.

- AFP (ALFA FETO PROTEIN)

119
Merupakan glikoprotein dengan BM 70.000 dalton. Digunakan untuk

deteksi dan pemantauan kanker hati, testis dan ovarium.

- CA 15-3 (Cancer Antigen 15-3)

Merupakan glikoprotein dengan BM 300.000 – 450.000 dalton. CA 15-3

meningkat pada kanker payudara. Digunakan untuk diagnosis dan pemantauan

terapi. Peningkatan Ca 15-3 ditemukan pada pasien sirosis, hepatitis, kelainan

autoimun dan kelainan kelenjar ovarium.

- CA 125 (Cancer Antigen 125)

Merupakan glikoprotein dengan BM 200.000 dalton. Digunakan untuk

diagnosis dan pemantauan kanker ovarium. Peningkatan CA 125 terjadi pada

penyakit hati kronis, pankreatitis, peritonitis, tetapi kadarnya < 100 U/mL

Sensitifitas tinggi pada karsinoma epitel ovarium

- CA 19-9

Digunakan untuk diagnosis kanker pankreas. Membantu membedakan

kanker pankreas dan saluran empedu, serta kondisi non kanker seperti

pankreatitis. Memonitor respon terhadap terapi, memonitor prognosis kanker

pankreas.

- PSA (Prostate Spesifik Antigen)

PSA ada 3 bentuk yaitu PSA kompleks (berikatan dengan serine protease

inhibitor alpha 1 antichymotrypsin (PSA-Act) dan berikatan dengan Alpha 2

Macroglobulin PSA Unkomplek (Free PSA). Pemeriksaan PSA secara tradisional

yaitu DRE (Digital Rectal Examination) hanya 30 – 40 % dapat terdeteksi.

5. Alat dan Bahan

i. Alat

120
a. VIDAS 1 & 2

b. Mikropipet

c. Yellow tip

ii. Bahan

a. Reagen Biomerieux

b. Serum

6. Cara Kerja

a. Cara Menyalakan VIDAS 1 dan 2 PC

1. Nyalakan secara berurutan :

- UPS

- Modul Vidas

- Print dan Monitor

- Komputer

2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.

3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon √ pada monitor

tampak VIDAS PC is starting...please wait.

4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.

b. Cara Memasukkan Sampel

1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.

2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.

3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.

4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah

pemerikasaan.

121
5. Sampel dipipet sesuai jenis pemeriksaan yaitu :

- Pemeriksaan CEA (S) : 200 µL

- Pemeriksaan TPSA : 200 µL

- Pemeriksaan CA 125 : 200 µL

- Pemeriksaan CA 19-9 : 200 µL

- Pemeriksaan CA 15-3 : 100 µL

6. Sampel diteteskan pada reagen.

7. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.

8. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai

dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.

9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.

c. Cara Mematikan Vidas PC

1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR

dalam alat.

2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan

“Do you want to quit this application?”.

3. Tekan “Yes”, pada monitor tampak Windows NT desktop.

4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.

 Nilai rujukan :

- CEA (s) : bukan perokok 95 % ≤ 2,30 ng/ml.

perokok 95% < 4,10 ng/ml.

- CA 125 : < 35 U/ml.

- CA 19.9 : < 33 U/ml.

122
- CA 15.3 : < 31 U/ml.

- TPSA : < 4 ng/ml.

- AFP : < 8 IU/ml

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan tumor marker yang dilakukan di sub laboratorium

imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal

dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:

a. Pemeriksaan CEA (s)

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 5
Selasa, 24 Maret 2015 8
Rabu, 25 Maret 2015 7
Kamis, 26 Maret 2015 1
Jumat, 27 Maret 2015 6
Sabtu, 28 Maret 2015 5
Senin, 30 Maret 2015 3
Selasa, 31 Maret 2015 1
Rabu, 1 April 2015 6
Kamis, 2 April 2015 2
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 4
Total 48

b. Pemeriksaan TPSA

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 2
Selasa, 24 Maret 2015 -
Rabu, 25 Maret 2015 4
Kamis, 26 Maret 2015 2
Jumat, 27 Maret 2015 3
Sabtu, 28 Maret 2015 3
Senin, 30 Maret 2015 5
Selasa, 31 Maret 2015 6
Rabu, 1 April 2015 1
Kamis, 2 April 2015 3
Jumat, 3 April 2015 -

123
Sabtu, 4 April 2015 1
Total 30
c. Pemeriksaan AFP

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 3
Selasa, 24 Maret 2015 3
Rabu, 25 Maret 2015 6
Kamis, 26 Maret 2015 2
Jumat, 27 Maret 2015 1
Sabtu, 28 Maret 2015 2
Senin, 30 Maret 2015 -
Selasa, 31 Maret 2015 1
Rabu, 1 April 2015 2
Kamis, 2 April 2015 1
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 2
Total 23

d. Pemeriksaan CA 125

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 6
Selasa, 24 Maret 2015 5
Rabu, 25 Maret 2015 8
Kamis, 26 Maret 2015 2
Jumat, 27 Maret 2015 1
Sabtu, 28 Maret 2015 7
Senin, 30 Maret 2015 2
Selasa, 31 Maret 2015 1
Rabu, 1 April 2015 5
Kamis, 2 April 2015 1
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 3
Total 41

e. Pemeriksaan CA 15-3

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 -
Selasa, 24 Maret 2015 1
Rabu, 25 Maret 2015 -
Kamis, 26 Maret 2015 1

124
Jumat, 27 Maret 2015 -
Sabtu, 28 Maret 2015 1
Senin, 30 Maret 2015 1
Selasa, 31 Maret 2015 -
Rabu, 1 April 2015 -
Kamis, 2 April 2015 -
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 4
f. Pemeriksaan CA 19-9

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 2
Selasa, 24 Maret 2015 5
Rabu, 25 Maret 2015 2
Kamis, 26 Maret 2015 -
Jumat, 27 Maret 2015 -
Sabtu, 28 Maret 2015 -
Senin, 30 Maret 2015 -
Selasa, 31 Maret 2015 -
Rabu, 1 April 2015 1
Kamis, 2 April 2015 -
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 10

Contoh hasil pemeriksaan tumor marker yang dikeluarkan oleh RSUP

Sanglah terlampir.

8. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan tumor marker antara lain :

a. Mahasiswa masih kesulitan menghafal volume sampel yang diperlukan untuk

masing-masing parameter pemeriksaan karena setiap parameter memerlukan

volume sampel yang berbeda. Hal ini dikarenakan kendala waktu yang singkat

yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.

b. Hasil pemeriksaan yang langsung terhubung ke komputer sering mengalami

gangguan sehingga beberapa hasil pemeriksaan berstatus tertunda.

125
9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

Petanda tumor ini sangat berguna untuk skrining dan deteksi awal kanker.

Skrining digunakan pada pasien sehat yang tidak memiliki keluhan maupun gejala

klinis. Sedangkan deteksi awal berarti menemukan kanker pada stadium awal,

sebelum penyebaran dan masih berespon baik terhadap pengobatan. 

Manfaat kedua dari petanda tumor adalah membantu menentukan jenis kanker dan

membantu diagnosis penyebaran tumor ketika tumor primernya belum diketahui.

Secara umum petanda tumor adalah perubahan-perubahan yang dapat dideteksi

dan mengindikasikan adanya tumor, khususnya tumor ganas atau kanker.

Sedangkan tumor marker serologi didefinisikan sebagai produk yang berasal

dari tumor, dimana tingkat darah adalah refleksi dari massa tumor dalam tubuh.

Petanda tumor juga dapat digunakan untuk menunjukkan agresivitas kanker

seseorang atau seberapa baik responnya terhadap obat tertentu. Hal ini mengingat

beberapa jenis kanker menyebar lebih cepat dibanding kanker yang lain.

Pemeriksaan tumor marker di laboratorium imunologi RSUP Sanglah

dilakukan dengan menggunakan alat VIDAS 1 dan VIDAS 2. Alat Vidas 1 dan

Vidas 2 sesungguhnya sama saja hanya saja jenis pemeriksaan dibagi, beberapa

ada yang di Vidas 1 dan beberapa ada di Vidas 2 agar alat menjadi lebih cepat

pengerjaannya. Bahan pemeriksaan diperoleh dari pengambilan darah vena dan

ditampung dalam tabung vacutainer tutup merah. Bahan ini kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit yang kemudian

diperoleh serum untuk bahan pemeriksaan.

Hal yang perlu diperhatikan selama melakukan pemeriksaan yaitu :

1. Menginput data pasien beserta jenis pemeriksaan yang dilakukan.

126
2. Meletakkan reagen pada rak pemeriksaan sesuai dengan urutan yang ada pada

komputer.

3. Reagen pemeriksaan yang digunakan dicatat pengeluarannya pada kartu

pencatatan reagen.

4. Sampel serum dipipet dan dimasukkan sesuai dengan reagen pemeriksaan

(hindari adanya gelembung udara).

5. Volume serum yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang

dilakukan.

Pemeriksaan tumor marker yang dilakukan pada alat VIDAS 1 dan 2 yaitu

CEA (s), TPSA, CA 125, CA 15-3, CA 19-9 dan AFP. Pada dasarnya kedua alat

ini memiliki metode dan prinsip yang sama. Metode yang digunakan adalah

ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay). Pemeriksaan dengan metode ELFA

ini merupakan kombinasi dari metode imunoenzim dan imunocapture dengan

hasil akhir dibaca menggunakan fluorensi. Sampel serum yang dimasukkan ke

dalam alat, kemudian akan dibaca secara otomatis dan hasilnya dicetak oleh

printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai indeks yang didapat

secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang sudah disimpan

dalam dalam memori alat.

Berikut beberapa pemeriksaan tumor marker yang telah dilakukan selama

12 hari PKL di sub laboratorium imunologi antara lain :

a. Pemeriksaan CEA (s) Carcino Embryonic Antigen

Pemeriksaan CEA merupakan petanda tumor untuk monitoring pasien

dengan kanker kolorektal selama atau setelah terapi, tetapi tidak bisa dipakai

untuk skrining atau diagnosis. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan adalah

127
sebanyak 48 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 200 µL. Lama

pemeriksaan CEA (s) dengan alat VIDAS 1 adalah 60 menit.

b. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA)

PSA merupakan petanda tumor untuk kanker prostat. Satu-satunya marker

untuk skrining kanker jenis umum. Kadarnya meningkat pada kanker prostat dan

kadang-kadang pada Benign Prostat Hiperplasia (BPH). Jumlah pemeriksaan PSA

yang telah dilakukan adalah sebanyak 30 dengan volume sampel yang dibutuhkan

adalah 200 µL. Lama pemeriksaan PSA yang dilakukan dengan alat VIDAS 1

adalah selama 60 menit.

c. Pemeriksaan CA 125

CA 125 merupakan petanda tumor standar untuk monitoring selama atau

setelah terapi kanker epitel ovarium. Lebih dari 90% wanita dengan kanker

ovarium stadium lanjut memiliki kadar CA 125 yang tinggi. Jumlah pemeriksaan

CA 125 yang telah dilakukan adalah sebanyak 41 dengan volume sampel yang

dibutuhkan adalah 200 µL. Lama pemeriksaan CA 125 yang dilakukan dengan

alat VIDAS 2 adalah selama 60 menit.

d. Pemeriksaan CA 15-3

Petanda tumor ini biasanya digunakan untuk monitoring kanker payudara.

Peningkatan kadarnya dijumpai <10% pasien dengan stadium awal dan sekitar

70% pasien dengan stadium lanjut. Kadarnya akan turun seiring dengan

berhasilnya pengobatan. Jumlah pemeriksaan CA 15-3 yang telah dilakukan

adalah sebanyak 4 dengan volume sampel yang dibutuhkan adalah 200 µL. Lama

pemeriksaan CA 15-3 yang dilakukan dengan alat VIDAS 2 adalah selama 60

menit.

128
e. Pemeriksaan CA 19-9

Sebenarnya petanda ini dikembangkan untuk kanker kolorectal, tetapi lebih

sensitif terhadap kanker pankreas. Kadar yang tinggi pada awal diagnosis

menunjukkan stadium lanjut dari kanker. Jumlah pemeriksaan CA 19-9 yang telah

dilakukan adalah sebanyak 10 dengan volume sampel yang dibutuhkan adalah 100

µL. Lama pemeriksaan CA 19-9 yang dilakukan dengan alat VIDAS 2 adalah

selama 60 menit.

f. Pemeriksaan Alpha Feto Protein (AFP)

Pemeriksaan AFP sangat berguna untuk mengertahui respons terapi pada

kanker hati (Karsinoma Hepatoseluler). Kadar AFP akan meningkat pada dua dari

tiga pasien dengan kanker hati, kadar AFP ini akan meningkat seiring dengan

bertambahnya ukuran tumor. Kadar AFP juga meningkat pada kanker testis

tertentu dan kanker ovarium tertentu meskipun jarang. Jumlah pemeriksaan AFP

yang telah dilakukan adalah sebanyak 23 dengan volume sampel yang dibutuhkan

adalah 100 µL. Lama pemeriksaan AFP yang dilakukan dengan alat VIDAS 1

adalah selama 30 menit.

Sebagai contoh, diperoleh hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pasien Ni

Ketut Warti (53 tahun, Perempuan) dimana pasien melakukan pemeriksaan AFP

dan CA 125. Hasil pemeriksaan AFP yaitu 0,59 IU/mL dan CA 125 yaitu >600.00

U/mL. Nilai AFP yang diperoleh dibandingkan dengan nilai rujukan yaitu <8,0

IU/mL masih berada di bawah nilai rujukan. Sedangkan nilai CA 125 meningkat

dimana nilai rujukannya adalah < 35 U/mL. Hasil pemeriksaan yang telah

diperoleh ini langsung tersambung dengan komputer, lalu dilakukan penginputan

129
data dan pencetakan hasil. Hasil pemeriksaan divalidasi oleh petugas sub

laboratorium imunologi dan diverifikasi oleh dokter jaga laboratorium.

Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi selama melakukan praktek

kerja lapangan di sub laboratorium imunologi. Dari beberapa permasalahan

tersebut mahasiswa sudah mampu mengatasi seperti mencatat volume-volume

sampel yang diperlukan pada masing-masing pemeriksaan, membuka panduan

jumlah pemipetan yang diletakkan dekat dengan alat sehingga tidak terjadi

kekeluruan dalam hal pemipetan sampel, dan hasil pemeriksaan yang tidak

terkoneksi ke komputer dilakukan pencatatan manual dengan melihat hasil print

dari alat.

130
E. PEMERIKSAAN ANTI HCV

1. Tujuan Kegiatan

a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan Anti HCV.

b. Mahasiswa dapat mengetahui nilai Anti HCV sampel serum pasien.

2. Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan Anti HCV adalah metode ECLIA

(Electro Chemilumineschene Imunoassay).

3. Prinsip

Prinsip pemeriksaan Anti HCV dengan metode ECLIA adalah terbentuknya

suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks antigen antibodi

berdasarkan prinsip sandwich dan kompetitif. Kompetitif dipakai untuk

menganalisis substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan

prinsip sandwich digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.

Reaksi electrochemiluminescent terjadi pada saat label telah terikat dan misi

cahaya akan dihitung melalui tabung fotomultiplier.

4. Dasar Teori

Pemeriksaan Anti-HCV merupakan pemeriksaan darah untuk mendeteksi

keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Bila hasil Anti-HCV

positif (reaktif), hal tersebut tidak menunjukkan terbentuknya imunitas tubuh

melainkan sebaliknya, maka sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter (Imad,

2012).

Hepatitis C adalah penyakit menular yang mempengaruhi terutama hati, yang

disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Infeksi ini sering tanpa gejala, tetapi

131
infeksi kronis dapat menyebabkan parut pada hati dan akhirnya ke sirosis, yang

umumnya terlihat setelah. bertahun-tahun. (Imad, 2012).

HCV disebarkan terutama oleh darah-ke-darah terkait dengan penggunaan

narkoba suntikan, peralatan medis kurang steril dan transfusi. Sebuah 130-170rbu

orang diperkirakan di seluruh dunia terinfeksi hepatitis C. Keberadaan hepatitis C

(awalnya "non-A hepatitis non-B") telah dipostulasikan pada 1970-an dan terbukti

pada tahun 1989. (Imad, 2012).

Virus hepatitis C (HCV) adalah berbentuk kecil, terbungkus, beruntai

tunggal, positif-sense RNA virus. Ini adalah anggota dari genus hepacivirus dalam

keluarga Flaviviridae. Ada tujuh genotipe HCV utama, yang ditunjukkan secara

numerik dari satu sampai tujuh di Amerika Serikat, sekitar 70% dari kasus

disebabkan oleh genotipe 1, 20% dengan genotipe 2,. dan sekitar 1% oleh masing-

masing genotipe lainnya. genotipe 1 juga yang paling umum di Amerika Selatan

dan Eropa. (Imad, 2012).

Ada beberapa tes diagnostik untuk hepatitis C termasuk:. Enzyme

immunoassay antibodi HCV atau ELISA, rekombinan uji imunoblot, dan

kuantitatif HCV RNA polymerase chain reaction (PCR), RNA HCV dapat

dideteksi dengan PCR biasanya satu sampai dua minggu setelah infeksi,

sedangkan antibodi dapat mengambil jauh lebih lama untuk membentuk dan

dengan demikian dideteksi. (Imad, 2012)

Pengujian hepatitis C biasanya dimulai dengan tes darah untuk mendeteksi

adanya antibodi terhadap HCV menggunakan enzyme immunoassay. Jika tes ini

positif, uji konfirmasi selanjutnya dilakukan untuk memverifikasi immunoassay

dan untuk menentukan viral load. Sebuah uji imunoblot rekombinan digunakan

132
untuk memverifikasi  immunoassay dan viral loadditentukan oleh reaksi rantai

polimerase RNA HCV. Jika tidak ada RNA dan imunoblot positif itu berarti

bahwa orang tersebut mengalami infeksi sebelumnya namun memberantas itu.

baik dengan pengobatan atau spontan;. jika imunoblot negatif, berarti

immunoassay itu salah ini membutuhkan waktu sekitar 6-8 minggu setelah infeksi

sebelum immunoassay akan dites positif (Imad, 2012).

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Cobas e 411

2. Sample cup

3. Gunting

4. Mikropipet

5. Yellow tip

b. Bahan

1. Reagen Cobas

2. Serum

6. Cara Kerja

a. Menghidupkan Instrumen Cobas e 411

1. Reagen dikeluarkan dari lemari pendingin, dibiarkan mencapai suhu ruang.

2. Cairan pencuci, waste dan disposable (assay cup dan assay tip) diperiksa.

Jika sudah habis diganti dengan yang baru.

3. Reagen dimasukkan ke dalam reagen disk (tutup kembali segera), ditekan

“Reagen” dan ditekan “Scan reagen”.

133
4. Kalibrator atau kontrol dimasukkan ke dalam sampel disk, ditekan “System

Overview”, ditekan “Sampel Tracking” dan ditekan “Sampel Scan”.

5. Untuk kalibrator atau kontrol baru dilakukan BC Card Scan pada menu

Calibrator Instal (untuk kalibrator) dan QC lalu Instal (untuk kontol).

Catatan : untuk kontrol baru aktifkan kontrol terlebih dahulu.

6. Ditekan START.

b. Order Pasien Rutin pada Cobas e 411

1. Ditekan “workplace”, lalu ditekan “test selection ion” ditekan “routine”.

2. Dimasukkan data sampel ID, posisi sampel dan rotor disk yang digunakan.

3. Parameter yang akan dikerjakan dipilih, lalu ditekan “save”.

4. Order pasien diperiksa pada menu data pasien pada menu “data review” lalu

ditekan “start”.

5. Untuk sampel barcode ditekan “(E) (System overview)”, lalu “sampel

tracking”.

6. Sampel pada tempat disk diletakkan, ditekan “sampel scan” dan dipilih

sampel dan parameter yang akan dikerjakan.

7. Ditekan “save” kemudian “start”.

c. Order pengenceran

1. Letakkan diluent universal dalam reagen disk, lalu tekan “ scan reagen”.

2. Sampel ID dan posisi sampel dimasukkan pada menu test selection.

3. Dipilih parameter yang akan dilakukan : pengenceran, ditekan “dilution fact

or” dipilih pengenceran yang sesuai, ditekan “save”.

4. Order pasien diperiksa pada menu data review, ditekan “start”.

134
7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan Anti HCV di sub laboratorium imunologi RSUP Sanglah

yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat jalan atau

rawat inap, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 23
Selasa, 24 Maret 2015 7
Rabu, 25 Maret 2015 11
Kamis, 26 Maret 2015 12
Jumat, 27 Maret 2015 6
Sabtu, 28 Maret 2015 8
Senin, 30 Maret 2015 12
Selasa, 31 Maret 2015 16
Rabu, 1 April 2015 7
Kamis, 2 April 2015 11
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 8
Total 121

Contoh hasil pemeriksaan Anti HCV yang dikeluarkan oleh RSUP

Sanglah terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan yang ditemui ketika melakukan pemeriksaan Anti HCV antara

lain:

a. Mahasiswa belum dapat melakukan kontrol alat karena dilakukan oleh

petugas laboratorium.

b. Reagen Anti HCV yang kurang menyebabkan pemeriksaan ditunda.

c. Barcode yang tidak terbaca secara otomatis menyebabkan alat tidak dapat

melakukan pemeriksaan.

9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

135
Pemeriksaan Anti-HCV merupakan pemeriksaan darah untuk mendeteksi

keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Bila hasil Anti-HCV

positif (reaktif), hal tersebut tidak menunjukkan terbentuknya imunitas tubuh

melainkan sebaliknya, maka sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter. Manfaat

pemeriksaan ini adalah Skrining infeksi Hepatitis C.

Pemeriksaan Anti HCV yang dilakukan di laboratorium imunologi RSUP

Sanglah menggunakan sampel serum pasien. Darah pasien yang ditampung di

dalam tabung vacutainer merah disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama

10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel serum yang tidak

hemolisis. Persiapan terhadap serum pasien sebelum pemeriksaa adalah jika

dikerjakan di alat COBAS e 411 maka sampel serum dipindahkan ke sample cup

yang tutupnya sudah digunting. COBAS e 411 menggunakan metode ECLIA

(Electro Chemiluminescence Immunoassay). ECLIA menggunakan teknologi

tinggi yang memberi banyak keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada

metode ECLIA yang menggunakan kompetitif dipakai untuk menganalisis

substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan prinsip sandwich

digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.

Pemeriksaan dengan alat COBAS e 411, sampel serum diletakkan di tabung

sampel pada alat. Yang perlu diperhatikan adalah barcode pada tabung diletakkan

menghadap ke depan, sehingga alat akan mendeteksi sendiri jenis pemeriksaan

apa saja yang dilakukan. Alat sendiri akan memproses sampai diperolehnya hasil

pemeriksaan yang langsung terinput ke komputer.

136
Jumlah pemeriksaan Anti HCV yang pernah dikerjakan selama praktek kerja

lapangan adalah sebanyak 121 sampel. Nilai rujukan yang digunakan untuk

pemeriksaan Anti HCV adalah reaktif ≥1,000 COI dan non reaktif <1,000 COI.

Permasalahan yang ditemukan pada pengerjaan Anti HCV dapat diselesaikan

dengan cara antara lain :

a. Mahasiswa tidak ikut dalam pengerjaan kontrol alat dimana dilakukan oleh

petugas laboratorium sendiri sehingga hanya diperoleh penjelasan saja.

b. Kurangnya reagen pemeriksaan feritin menyebabkan pemeriksaan ditunda

lalu sampel pasien disimpan dalam kulkas dengan suhu 2-80C dalam bentuk

serum.

c. Barcode yang tidak terbaca pada alat COBAS e 411 sering menimbulkan

error pada hasil pemeriksaan sehingga dilakukan pemeriksaan dengan

langkah memasukkan data pasien secara manual pada alat.

137
F. PEMERIKSAAN HBsAg

1. Tujuan

a. Untuk dapat melakukan pemeriksaan HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)

pada sampel serum pasien.

b. Untuk dapat mendeteksi kadar HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) pada

sampel serum pasien.

2. Metode

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan HBsAg adalah ECLIA (Electro

Chemiluminescence Immunoassay).

3. Prinsip

Prinsip pemeriksaan HBsAg dengan metode ECLIA adalah terbentuknya

suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks antigen antibodi

berdasarkan prinsip sandwich dan kompetitif. Kompetitif dipakai untuk

menganalisis substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan

prinsip sandwich digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.

Reaksi electrochemiluminescent terjadi pada saat label telah terikat dan misi

cahaya akan dihitung melalui tabung fotomultiplier.

4. Dasar Teori

Hepatitis B masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B

(VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus  yang dapat menyebabkan peradangan

hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi

sirosi hati atau kanker hati (Wikipedia, 2013).

138
Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik

untuk keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-unit

transfusi darah, serta digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis.

Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang

diderita disebabkan oleh virus B atau superinfeksi dengan virus lain (Riswanto,

2010).

HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan

infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan HBeAg

positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi aktif.

HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan anti-HBe positif menunjukkan infeksi

virus hepatitis B kronis dengan replikasi rendah (Riswanto, 2010).

Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk

mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B melalui transfusi sudah

hampir tidak terdapat lagi berkat screening HbsAg pada darah pendonor. Namun,

meskipun insiden hepatitis B terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian

hepatitis B tetap tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui

beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang yang

berisiko tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang bekerja di sarana

kesehatan, ketergatungan obat, suka berganti-ganti pasangan seksual, sering

mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru lahir yang tertular dari ibunya yang

menderita hepatitis B (Riswanto, 2010).

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Cobas e 411

139
2. Sample cup

3. Gunting

4. Mikropipet

5. Yellow tip

b. Bahan

1. Reagen Cobas

2. Serum

6. Cara Kerja

a. Menghidupkan Instrumen Cobas e 411

1. Reagen dikeluarkan dari lemari pendingin, dibiarkan mencapai suhu ruang.

2. Cairan pencuci, waste dan disposable (assay cup dan assay tip) diperiksa.

Jika sudah habis diganti dengan yang baru.

3. Reagen dimasukkan ke dalam reagen disk (tutup kembali segera), ditekan

“Reagen” dan ditekan “Scan reagen”.

4. Kalibrator atau kontrol dimasukkan ke dalam sampel disk, ditekan

“System Overview”, ditekan “Sampel Tracking” dan ditekan “Sampel

Scan”.

5. Untuk kalibrator atau kontrol baru dilakukan BC Card Scan pada menu

Calibrator Instal (untuk kalibrator) dan QC lalu Instal (untuk kontol).

Catatan : untuk kontrol baru aktifkan kontrol terlebih dahulu.

6. Ditekan START.

b. Order Pasien Rutin pada Cobas e 411

1. Ditekan “workplace”, lalu ditekan “test selection ion” ditekan “routine”.

2. Dimasukkan data sampel ID, posisi sampel dan rotor disk yang digunakan.

140
3. Parameter yang akan dikerjakan dipilih, lalu ditekan “save”.

4. Order pasien diperiksa pada menu data pasien pada menu “data review”

lalu ditekan “start”.

5. Untuk sampel barcode ditekan “(E) (System overview)”, lalu “sampel

tracking”.

6. Sampel pada tempat disk diletakkan, ditekan “sampel scan” dan dipilih

sampel dan parameter yang akan dikerjakan.

7. Ditekan “save” kemudian “start”.

c. Order pengenceran

1. Letakkan diluent universal dalam reagen disk, lalu tekan “ scan reagen”.

2. Sampel ID dan posisi sampel dimasukkan pada menu test selection.

3. Dipilih parameter yang akan dilakukan : pengenceran, ditekan “dilution

fact or” dipilih pengenceran yang sesuai, ditekan “save”.

4. Order pasien diperiksa pada menu data review, ditekan “start”.

a. Alat COBAS e 411 :

- Reaktif : ≥ 1,000 COI

- Non reaktif : < 1,000 COI

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan HBsAg di sub laboratorium imunologi RSUP Sanglah yang

telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat jalan atau rawat

inap, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 23
Selasa, 24 Maret 2015 7
Rabu, 25 Maret 2015 13
Kamis, 26 Maret 2015 12
Jumat, 27 Maret 2015 9

141
Sabtu, 28 Maret 2015 11
Senin, 30 Maret 2015 12
Selasa, 31 Maret 2015 18
Rabu, 1 April 2015 11
Kamis, 2 April 2015 8
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 10
Total 134

Contoh hasil pemeriksaan HBsAg yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah

terlampir.

8. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang ditemui ketika melakukan pemeriksaan HBsAg antara

lain :

a. Mahasiswa belum dapat melakukan kontrol alat karena dilakukan oleh petugas

laboratorium.

b. Reagen HBsAg yang kurang menyebabkan pemeriksaan ditunda.

c. Barcode yang tidak terbaca secara otomatis menyebabkan alat tidak dapat

melakukan pemeriksaan.

9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis

B (VHB) yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun.

Perubahan serologi pada VHB dimulai dengan timbulnya HBsAg. Antigen

permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg) merupakan

material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini dinamakan

antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti

142
Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia. HBsAg merupakan

petanda serologi infeksi virus hepatitis B yang pertama muncul di dalam

serum/plasma dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi,

mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Pada kasus yang

sembuh, HBsAg akan hilang antara 3-6 bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus

kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan.

Manfaat dari pemeriksaan HBsAg antara lain :

a. Mendeteksi dan mendiagnosa apakah seseorang terinfeksi virus hepatitis B.

b. Menyeleksi pendonor darah.

c. Pengecekan sebelum memutuskan untuk vaksin hepatitis B.

d. Pemantauan dalam penyembuhan untuk menghilangkan virus hepatitis B.

e. Pemeriksaan bagi ibu hamil sebelum melahirkan sehingga bisa diketahui

apakah ibu tersebut terinfeksi atau tidak.

f. Pencegahan bagi bayi terinfeksi virus Hepatitis B untuk ditindaklanjuti dengan

imunisasi.

Pemeriksaan HBsAg yang dilakukan di laboratorium imunologi RSUP

Sanglah menggunakan sampel serum pasien. Darah pasien yang ditampung di

dalam tabung vacutainer merah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama

10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel serum yang tidak

hemolisis. Persiapan terhadap serum pasien sebelum pemeriksaa adalah jika

dikerjakan di alat COBAS e 411 maka sampel serum dipindahkan ke sample cup

yang tutupnya sudah digunting. Pengerjaan pemeriksaan HBsAg dilakukan

dengan menggunakan alat COBAS e 411. Alat COBAS e 411 menggunakan

metode ECLIA (Electro Chemiluminescence Immunoassay). Chemiluminescence

143
adalah emisi atau pancaran cahaya oleh produk yang distimulus oleh suatu reaksi

kimia atau suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks ikatan

antigen-antibodi yang terjadi akan menempel pada streptavidin-coated

microparticle. ECLIA menggunakan teknologi tinggi yang memberi banyak

keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada metode ECLIA yang

menggunakan kompetitif dipakai untuk menganalisis substrat yang mempunyai

berat molekul yang kecil.

Alat COBAS e 411, sampel serum diletakkan di tabung sampel pada alat.

Yang perlu diperhatikan adalah barcode pada tabung diletakkan menghadap ke

depan, sehingga alat akan mendeteksi sendiri jenis pemeriksaan apa saja yang

dilakukan. Alat sendiri akan memproses sampai diperolehnya hasil pemeriksaan

yang langsung terinput ke komputer.

Jumlah pemeriksaan HBsAg yang pernah dikerjakan selama praktek kerja

lapangan adalah sebanyak 134 sampel. Nilai rujukan yang digunakan untuk

pemeriksaan HBsAg adalah reaktif ≥ 1,000 COI sedangkan non reaktif <1,000

COI.

Permasalahan yang ditemukan pada pengerjaan HBsAg dapat diselesaikan

dengan cara antara lain :

a. Mahasiswa tidak ikut dalam pengerjaan kontrol alat dimana dilakukan oleh

petugas laboratorium sendiri sehingga hanya diperoleh penjelasan saja.

b. Kurangnya reagen pemeriksaan HBsAg menyebabkan pemeriksaan ditunda

lalu sampel pasien disimpan dalam kulkas dengan suhu 2-80C dalam bentuk

serum.

144
c. Barcode yang tidak terbaca pada alat COBAS e 411 sering menimbulkan error

pada hasil pemeriksaan sehingga dilakukan pemeriksaan dengan langkah

memasukkan data pasien secara manual pada alat.

G. PEMERIKSAAN ANTI HBs

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui adanya antibodi spesifik terhadap virus hepatitis B (HBV)

pada serum pasien.

b. Untuk dapat mendeteksi kadar anti HBs pada serum pasien.

2. Metode

145
Metode yang digunakan pada pemeriksaan Anti HBs adalah ELFA (Enzyme

Linked Fluorescent Assay).

3. Prinsip

Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).

Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis

dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah

nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar

yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.

4. Dasar Teori

Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi mengancam nyawa yang

disebabkan oleh virus hepatitis B. Virus hepatitis B adalah virus DNA berukuran

42 nm yang tergolong virus Hepadraviridae yang dikenal dengan partikel Dane.

Virus hepatitis B (HBV) termasuk family Hepadnaviridae dan genus

Hepadnavirus, virus DNA, serat ganda parsial, panjang genom sekitar 3200

pasangan basa dan mempunyai envelope atau selubung (Sundari, 2012).

Anti HBs merupakan antibodi spesifik untuk HBsAg, muncul di darah 1

sampai 4 bulan setelah terinfeksi virus hepatitis B. Anti HBs diinterpretasikan

sebagai kekebalan atau dalam masa penyembuhan penyakit hepatitis B. Antibodi

ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B (Riswanto, 2010).

Tes anti HBs positif juga dapat berarti seseorang pernah mendapat vaksin

hepatitis B atau immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang

mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-Hbs posistif pada individu yang tidak

146
pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut

pernah terinfeksi virus hepatitis B (Riswanto, 2010).

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. VIDAS 1

2. Mikropipet

3. Yellow tip

b. Bahan

1. Reagen Bio Merieux

2. Serum

6. Cara Kerja

a. Cara Menyalakan VIDAS PC

1. Nyalakan secara berurutan :

- UPS

- Modul Vidas

- Print dan Monitor

- Komputer

2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.

3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon √ pada monitor

tampak VIDAS PC is starting...please wait.

4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.

b. Cara Memasukkan Sampel

1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.

2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.

147
3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.

4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah

pemerikasaan.

5. Sampel serum dipipet sebanyak 150 µL kemudin diteteskan pada reagen.

6. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.

7. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai

dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.

8. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.

c. Cara Mematikan Vidas PC

1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR

dalam alat.

2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan

“Do you want to quit this application?”.

3. Tekan “Yes”, pada monitor tampak Windows NT desktop.

4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan anti HBs yang dilakukan di sub laboratorium imunologi

RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat

jalan atau rawat inap, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 1
Selasa, 24 Maret 2015 1
Rabu, 25 Maret 2015 1

148
Kamis, 26 Maret 2015 1
Jumat, 27 Maret 2015 1
Sabtu, 28 Maret 2015 -
Senin, 30 Maret 2015 -
Selasa, 31 Maret 2015 -
Rabu, 1 April 2015 -
Kamis, 2 April 2015 -
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 5

Contoh hasil pemeriksaan Anti HBs yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah

terlampir.

8. Permasalahan yang Dihadapi

Mahasiswa masih kesulitan dalam menghafal volume – volume

pemeriksaan yang harus dimasukkan ke dalam alat.

9. Pembahasan

Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh

infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol. Salah satu jenis hepatitis adalah

hepatitis B. Diagnosis hepatitis B dikerjakan dengan melakukan tes terhadap

beberapa marker serologis dari virus hepatitis B. Untuk tes penyaring cukup

dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti HBs.

Anti HBs merupakan antibodi spesifik untuk HBsAg, dimana muncul di

darah 1 sampai 4 bulan setelah terinfeksi virus hepatitis B. Anti HBs

diinterpretasikan sebagai kekebalan atau dalam masa penyembuhan penyakit

hepatitis B. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B.

Dalam pemeriksaan anti HBs ini dilakukan dengan menggunakan metode

ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay). Metode ELFA merupakan modifikasi

dari ELISA. Dimana merupakan kombinasi dari metode imunoenzim dan

149
imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi. Sampel

dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis dan

hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai

indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang

sudah disimpan dalam dalam memori alat.

Sampel yang digunakan adalah serum yang berasal dari darah pasien

dimana ditampung pada tabung antikoagulan merah dan disentrifugasi dengan

kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah

tidak hemolisis. Serum yang digunakan adalah sebanyak 150 µL dan dipipet ke

dalam reagen Bio Merieux dengan syarat tidak muncul gelembung. Data pasien

yang telah diinput di komputer akan memperlihatkan posisi peletakkan sampel.

Sampel yang sudah dimasukkan kemudian distart dan pemeriksaan akan

dilakukan yang mana hasil pemeriksaannya nanti akan langsung terinput ke

komputer.

Permasalahan dalam mengerjaan pemeriksaan anti HBs ini adalah saat

menghafal volume – volume yang harus dimasukkan kedalam reagen sehingga

perlu adanya pencatatan agar voleme pemeriksaan tidak keliru. Hasil pemeriksaan

yang sudah selesai kemudian dicetak dan diverifikasi oleh petugas laboratorium.

Kemudian divalidasi oleh dokter patologi klinik yang berjaga dimana selanjutnya

diberikan ke pasien.

150
H. PEMERIKSAAN ANTI HAV IgM

1. Tujuan

a. Untuk mendeteksi adanya antibodi IgM terhadap virus hepatitis A pada serum

pasien.

b. Untuk mengetahui kadar anti HAV IgM pada serum pasien.

2. Metode

Metode yang digunakan pada pemeriksaan anti HAV IgM adalah ELFA

(Enzyme Linked Fluorescent Assay).

3. Prinsip

Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).

Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis

dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah

nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar

yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.

4. Dasar Teori

Virus hepatitis A merupakan Enterovirus RNA berukuran 27 nm, bentuk

kubus dan simetris. Penyakit hepatitis A dulu dinamakan hepatitis infeksiosa atau

hepatitis berinkubasi pendek. Penularan virus hampir selalu melalui jalur fekal-

oral. Masa inkubasi untuk HAV biasanya 2-6 minggu. HAV tidak berhubungan

dengan penyakit hati kronis (Riswanto, 2010).

Diagnosis hepatitis A dibuat atas pengamatan klinis dan laboratorium.

Penderita lesu, anoreksia, demam dan mual. Aminotransferase dan bilirubinemia

151
hampir selalu ada, fosfatase alkali dan bilirubin direk sering tinggi. Diagnosis

pasti ditegakkan dengan uji serologis (Riswanto, 2010).

Antibodi terhadap hepatitis A dapat ditemukan dengan teknik immunoassay,

seperti Enzyme Immunoassay (EIA), Enzyme Linked Immunoassay (ELISA),

Enzyme Linked Fluorescent Assay (ELFA), atau Radioimmunoassay (RIA).

Membuktikan adanya viremia tidak mungkin, sedangkan untuk menyatakan virus

dalam tinja diperlukan pemeriksaan mikroskop electron (Prodia, 2014).

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. VIDAS 2

2. Mikropipet

3. Yellow tip

b. Bahan

1. Reagen Bio Merieux

2. Serum

6. Cara Kerja

a. Cara Menyalakan VIDAS PC

1. Nyalakan secara berurutan :

- UPS

- Modul Vidas

- Print dan Monitor

- Komputer

2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.

152
3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon √ pada monitor

tampak VIDAS PC is starting...please wait.

4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.

b. Cara Memasukkan Sampel

1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.

2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.

3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.

4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah

pemerikasaan.

5. Sampel serum dipipet sebanyak 150 µL kemudin diteteskan pada reagen.

6. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.

7. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai

dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.

8. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.

c. Cara Mematikan Vidas PC

1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR

dalam alat.

2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan

“Do you want to quit this application?”.

3. Tekan “Yes”, pada monitor tampak Windows NT desktop.

4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.

 Nilai rujukan :

- Non reaktif : < 0,40 units

- Equivocal : 0,40 – 0,49 units

153
- Reaktif : ≥ 0,50 units

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan anti HAV IgM yang dilakukan di sub laboratorium

imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari

pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 1
Selasa, 24 Maret 2015 1
Rabu, 25 Maret 2015 1
Kamis, 26 Maret 2015 1
Jumat, 27 Maret 2015 1
Sabtu, 28 Maret 2015 -
Senin, 30 Maret 2015 -
Selasa, 31 Maret 2015 3
Rabu, 1 April 2015 -
Kamis, 2 April 2015 -
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 8

Contoh hasil pemeriksaan anti HAV IgM yang dikeluarkan oleh RSUP

Sanglah terlampir.

8. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang ditemukan selama melakukan pemeriksaan anti HAV

IgM adalah kesulitan unutk menghafal volume – volume yang harus dimasukkan

kedalam alat Vidas.

9. Pembahasan

Hepatitis A merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A

(HAV). Virus ini menyebar ketika orang yang makan atau minum sesuatu yang

154
terkontaminasi oleh tinja dari orang yang terinfeksi HAV, hal ini disebut transmisi

fekal-oral. Penyakit ini erat kaitannya dengan sanitasi yang tidak memadai dan

kebersihan pribadi yang buruk. Masa inkubasi penyakit hepatitis A adalah 2-6

minggu.

Diagnosis HAV IgM dapat ditegakkan secara serologi. IgM anti-HAV

bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi sedang terjadi. IgM anti-HAV muncul

pada awal infeksi dan menghilang dalam 2 sampai 3 bulan. IgG anti-HAV timbul

pada masa pasca infeksi atau pemulihan (>4 minggu), dan biasanya menetap

seumur hidup. Pemeriksaan untuk anti-HAV total sebaiknya digunakan untuk

menyaring infeksi lama dan pembuktian adanya imunitas pada orang yang

mengunjungi daerah berisiko tinggi atau melakukan pekerjaan berisiko tinggi.

Dalam pemeriksaan anti HAV IgM ini dilakukan dengan menggunakan

metode ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay). Metode ELFA merupakan

modifikasi dari ELISA. Dimana merupakan kombinasi dari metode imunoenzim

dan imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi. Sampel

dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis dan

hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai

indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang

sudah disimpan dalam dalam memori alat.

Sampel yang digunakan adalah serum yang berasal dari darah pasien

dimana ditampung pada tabung antikoagulan merah dan disentrifugasi dengan

kecepatan 3000 rm selama 10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah tidak

hemolisis. Serum yang digunakan adalah sebanyak 150 µL dan dipipet ke dalam

reagen Bio Merieux dengan syarat tidak muncul gelembung. Data pasien yang

155
telah diinput di komputer akan memperlihatkan posisi peletakkan sampel. Sampel

yang sudah dimasukkan kemudian distart dan pemeriksaan akan dilakukan yang

mana hasil pemeriksaannya nanti akan langsung terinput ke komputer.

Jumlah sampel yang dikerjakan selama 2 minggu yaitu dari tanggal 23

Maret sampai 4 April 2015 adalah 7 sampel. Pemeriksaan anti HAV IgM ini

mempunyai permasalahan yaitu saat menghafal volume – volume yang

dimasukkan kedalam alat. Sehingga dalam prosesnya masih perlu dilakukan

pencatatan agar tidak terjadi kekeliruan. Hasil pemeriksaan yang sudah selesai

kemudian dicetak dan diverifikasi oleh petugas laboratorium. Kemudian

divalidasi oleh dokter patologi klinik yang berjaga dimana selanjutnya diberikan

ke pasien.

I. PEMERIKSAAN REPRODUCTION FERTILITY

1. Tujuan Kegiatan

Untuk mengetahui hasil fertilitas reproduksi dari sampel yang diperiksa.

2. Metode

ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay)

3. Prinsip

156
Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluorence (ELFA). Sampel

dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis dan

hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai

indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang

sudah disimpan dalam dalam memory alat.

4. Dasar Teori

Fertilitas merupakan kemampuan organ reproduksi untuk bekerja optimal

menjalankan fungsi fertilisasi. Kondisi seseorang tidak dapat hamil setelah satu

tahun menjalani hubungan intim secara teratur tanpa kontrasepsi disebut

infertilitas atau ketidaksuburan. Pada wanita, penyebabnya dapat berupa infeksi

pada vagina, kelainan serviks uteri, uterus, dan tuba falopi serta gangguan

hormonal seperti hambatan sekresi FSH dan LH yang berperan dalam ovulasi.

Pada pria, penyebabnya dapat berupa abnormalitas pada sperma (baik morfologi

maupun motilitas sperma), ejakulasi ataupun ereksi, infeksi pada jaringan genital

yang menyebabkan obstruksi saluran genital serta pemakaian obat antikanker dan

pengaruh radiasi.

Pemeriksaan fertilitas sangat penting untuk mengevaluasi ada tidaknya

gangguan fertilitas sehingga dapat menentukan terapi yang tepat. Berdasarkan

laporan American Siciety of Reproduksi Medicine, sepertiga kasus infertilitas

disebabkan oleh gangguan fertilitas pada wanita, sepertiganya gangguan pada

pria, sedangkan sepertiganya lagi disebabkan gangguan fertilitas pada kedua belah

pihak atau adanya gangguan fertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Pemeriksaan

fertilitas meliputi :

157
Pemeriksaan darah untuk menguji fertilitas seorang pria adalah dengan

mengukur kadar FSH dan testosteron dalam darah. Pada pria, FSH berperan

dalam spermatogenesis (pembentukan sperma). Sedangkan testosteron berperan

dalam spermatogenesis dan stimulasi libido.

Pengujian kadar hormon diindikasikan jika hasil analisis semen menunjukkan

abnormalitas, terutama jika konsentrasi sperma kurang dari 10 juta per millimeter

atau ada indikasi lain yang mengarah pada kelainan hormonal. Biasanya, uji

testosteron dan FSH yang pertama kali diukur. Jika kadar testosteron rendah,

kadar LH diukur.

Lutenizing Hormon / LH

Disekresi oleh hipofisis anterior, berperan pada stimulasi pematangan ovum

dan ovulasi. Kadar LH normal bagi perempuan biasanya antara 6 dan 30 U/L.

Hasil normal untuk pria biasanya antara 7 dan 24 U / L.

Kadar LH abnormal dapat memiliki efek banyak pada kesuburan. Lonjakan

LH diperlukan untuk menginduksi ovulasi pada wanita, sehingga kadar LH

rendah dapat mencegah ovulasi. Hal ini akan mencegah kehamilan. Tingginya

kadar LH selama waktu yang salah dari siklus berkontribusi pada infertilitas,

gangguan menstruasi dan ovulasi.

Follicle Stimulating Hormon / FSH

Merupakan hormon glikoproptein yang disekresi oleh kelenjar hipofisis

anterior, berperan pada pematangan sel telur di dalam indung telur.

Kadar FSH normal pada wanita adalah sebagai berikut :

Sebelum pubertas: 0-4,0 mIU / mL

Selama pubertas : 0,3-10,0 mIU / mL

158
Wanita yang sedang menstruasi : 4,7-21,5 mIU / mL

Postmenopause : 25,8-134,8 mIU / mL

Tingkat FSH dikendalikan oleh interaksi kompleks dari beberapa hormone.

Tingginya kadar FSH pada hari 3 siklus menstruasi dapat mengindikasikan

terjadinya menopause. FSH harus diukur pada semua wanita untuk mengecualikan

pra-menopause. Tergantung pada laboratorium, tingkat FSH lebih dari 10 mIU /

mL dapat menjadi perhatian. Pada pasien tertentu, Clomid chalange test dapat

memberikan indikasi cadangan ovarium. Pada pasien dapat diberikan dalam dosis

standar 100 mg antara hari lima dan Sembilan. FSH dan estradiol diukur lagi pada

hari ke 10. Tingginya kadar FSH baik pada hari 3 atau hari 10 mengindikasikan

rendahnya peluang untuk hamil.

Prolaktin

Merupakan hormon peptida yang fungsi utamanya adalah pada proses laktasi.

Kadar hormon prolaktin yang tinggi dapat menekan FSH. Normalnya, kadar

prolaktin pada hari ketiga siklus adalah <24 ng/mL.

Estradiol

Sebagaian besar hormon estradiol diproduksi dan dilepaskan oleh ovarium

(indung telur) sehingga pemeriksaan ini dapat menilai fungsi ovarium. Kadar

estradiol normal adalah 25-75 pg/mL pada hari tiga siklus.

β HCG

Plasenta memiliki kapasitas besar untuk menghasilkan sejumlah hormone

peptide dan steroid yang esensial untuk memelihara kehamilan. Hormone yang

terpenting adalah Human Chorionic Gonodotropin, estrogen dan progresteron.

159
Plasenta sebagai organ endokrin utama pada kehamilan, bersifat untuk

dibandingkan dengan jaringan endokrin lain dalam dua aspek. Jenis dan kecepatan

sekresi hormon plasenta terutama bergantung pada stadium kehamilan.

Hormon Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon khas kehamilan

(ditemukan dalam darah dan urine perempuan hamil). Hormon yang dibentuk oleh

trofoblast (lapisan bagian luar janin yang terbentuk pada awal pembentukan janin

dan plasenta) ini berfungsi mempertahankan korpus luteum (jaringan berwarna

kuning dalam indung telur yang terbentuk ketika indung telur baru saja

melepaskan sel telur) yang membuat eksogen dan progesterone sampai plasenta

terbentuk seutuhnya. Molekul HCG bersifat dimerik, terdiri dari satu sub unit alfa

dan satu sub unit beta, yang khas untuk HCG dan menentukan individualitas

antigenik.

Human chorionic gonadotropin berinteraksi dengan reseptor LHCG dan

mempromosikan pemeliharaan korpus luteum selama awal kehamilan,

menyebabkan ia mengeluarkan hormone progesteron. Progesteron memperkaya

rahim dengan lapisan tebal dan pembuluh darah kapiler sehingga dapat menopang

tumbuh janin. Ini juga telah dihipotesiskan bahwa HCG juga bisa merupakan link

plasenta untuk pengembangan immune toleranceibulokal. Sebagai contoh, sel-sel

endometrium hCG- diperlakukan mendorong peningkatan apoptosis sel T

(pembubaran T-sel). Hasil ini menunjukkan bahwa hCG juga bisa merupakan link

dalam pengembangan toleransi kekebalan peritrophoblastic, dan dapat

memfasilitasi invasi trofoblas, yang dikenal untuk mempercepat perkembangan

janin di endometrium

Procalcitonin

160
Sejak awal tahun 1990-an procalcitonin (PCT) pertama kali digambarkan

sebagai tanda spesifik infeksi bakteri. Kepekatan serum procalcitonin meningkat

saat inflamasi sistemik, khususnya ketika hal tersebut disebabkan oleh infeksi

bakteri. Procalcitonin ialah prohormon calcitonin, kadarnya meningkat saat sepsis

dan sudah dikenali sebagai petanda penyakit infeksi sebab penyakit berat.

Kepekatan PCT dapat mencapai 1000 ng/ml saat sepsis berat dan syok sepsis.

Namun demikian, sumber asal PCT selama sepsis belum jelas, apakah nilai kadar

PCT dapat membedakan antara penyakit infeksi dan non infeksi. Pada keadaan

fisiologis, kadar procalcitonin rendah bahkan tidak terdapati (dalam ng/ml), tetapi

akan meningkat bila terjadi bakteremia atau fungimia yang timbul sesuai dengan

berat infeksi. Tetapi pada temuan beberapa peneliti peningkatan procalcitonin

terdapat juga pada keadaan bukan infeksi, selain itu juga merupakan pengukuran

yang lebih sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain.

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. VIDAS 1 dan 2

2. Mikropipet

3. Yellow tipe

b. Bahan

1. Reagen biomerieux

2. Serum

6. Cara Kerja

a. Cara Menyalakan Vidas PC

1. Nyalakan secara berurutan

161
2. UPS

3. Modul Vidas

4. Print dan Monitor

5. Komputer

6. Tunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.

7. Masukkan Username dan Password Klik pada icon √ pada monitor

tampak VIDAS PC is starting...please wait.

8. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.

b. Cara Memasukkan Sampel

1. Masukkan data pasien lewat komputer.

2. Masukkan parameter pemeriksaan yang diinginkan.

3. Letakkan parameter yang sama pada satu section.

4. Masukkan strip dan SPR pada section sesuai dengan jenis dan jumlah

pemerikasaan.

5. Pipet sampel sebanyak 200 µL.

6. Teteskan sampel ke reagen.

7. Masukkan reagen ke alat VIDAS.

8. Start sampel lewat komputer.

9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.

c. Cara Mematikan Vidas PC

1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR dalam

alat.

2. Klik tanda X pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan “Do

you want to quit this application?”.

162
3. Tekan “Yes”, pada monitor tampak Windows NT desktop.

4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan dengan menggunakan alat VIDAS yang dilakukan di

sub lab imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang

berasal dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:

Jumlah Pasien (orang)


Hari, Tanggal
LH FSH Prolaktin Estradiol β HCG PCT
Senin, 23 Maret 2015 - - - - 1 9
Selasa, 24 Maret 2015 - - - - 3 8
Rabu, 25 Maret 2015 - - - - 2 8
Kamis, 26 Maret 2015 - - - - 1 3
Jumat, 27 Maret 2015 1 1 1 1 - 5
Sabtu, 28 Maret 2015 - - - - 2 6
Senin, 30 Maret 2015 - - - - 2 8
Selasa, 31 Maret 2015 - - - - - 10
Rabu, 1 April 2015 - - - 1 1 5
Kamis, 2 April 2015 - - - - - 3
Jumat, 3 April 2015 - - - - - 6
Sabtu, 4 April - - - - - 71
Total 1 1 1 2 11 23
Contoh hasil pemeriksaan dengan menggunakan alat VIDAS yang

dikeluarkan oleh RSUP Sanglah terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan immunologi dengan

menggunakan alat automatic VIDAS yaitu mahasiswa masih kesulitan menghafal

volume sampel yang diperlukan untuk masing – masing parameter pemeriksaan

karena setiap parameter memerlukan volume sampel yang berbeda. Hal ini

dikarenakan kendala waktu yang singkat yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.

9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

163
Mahasiswa mengatasi masalah tersebut dengan mencatat volume - volume

sampel yang diperlukan pada masing – masing pemeriksaan dan diharapkan

pembagian waktu PKL untuk kedepannya dapat diatur dengan baik agar

mahasiswa mendapat ilmu semaksimal mungkin di tempat PKL dalam waktu

yang sesuai.

Pemeriksaan ini menggunakan metode ELFA dimana prinsip pemeriksaan

ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan imunocapture dengan hasil

akhir dibaca menggunakan fluorence (ELFA). Sampel dimasukkan ke dalam alat,

kemudian alat akan membaca secara otomatis dan hasilnya dicetak oleh printer

secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai indeks yang didapat secara

otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang sudah disimpan dalam

dalam memory alat.

164
J. PEMERIKSAAN CD4

1. Tujuan Kegiatan

Untuk mengetahui kadar CD4 dalam tubuh pasien.

2. Metode

Metode yang dingunakan pada alat ini adalah Flowcytometri

3. Prinsip

Sampel yang dimasukkan ke dalam reagen Tubes dihomogenkan dengan

menggunakan vortex mixer lalu diinkubasi selama 1 jam. Kemudian ditambahkan

fixative dan dibaca pada alat BD FACS Count.

4. Dasar Teori

CD4 (CD four) adalah bagian dari populasi limfosit T yang di sebut

sebagai sel T helper (penolong). CD4 dalam sistem imun ditulis dengan penanda

permukaan CD4+. Fungsi utama CD4 dalam imun, meregulasi sistem imun agar

bekerja dengan baik. Prosesnya dengan merangsang sistem imun nonspesifik

berupa fagosit untuk khemotaksis dan proses fagositosis benda asing, untuk sistem

imun spesifik humoral: merangsang sel B (Limfosit B) untuk menghasilkan

antibodi dan mengatur produksi antibodi. Sedangkan untuk sistem imun seluler

berfungsi dalam mengatur CD8 dan NK membunuh sel sasaran yang terkena

infeksi virus (Sacher,2004).

5. Alat dan Bahan

a. Alat –alat :

1. Micropipet

2. Yellow tipe

3. BD FACS Count

165
4. Vortex mixer

5. Reagen tubes

b. Bahan :

1. Fixative

2. Darah dengan antikoagulan EDTA

6. Cara Kerja

a. Persiapan sampel

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Bolak-balih sampel darah agar tercampur dengan antikoagulan.

3. Siapkan reagen tubes lali divortex.

4. Kemudian dilubangi reagen tubes.

5. Pipet sampel sebanyak 50 µL dengan mikropipet.

6. Lalu dimasukkan ke dalam reagen tubes.

7. Kemudian dihomogenkan dengan cara divortex.

8. Inkubasi selama 1 jam dalam ruangan gelap.

9. Setelah diinkubasi, ditambahkan fixative sebanyak 50 µL.

10. Lalu vortex dan dilakukan pembacaan dengan BD FACS Count.

b. Running Sampel

1. Tekan Main untuk running sampel.

2. Isi LOT Code, tekan enter.

3. Isi Counts CD4, tekan enter.

4. Tulis no. Sampel.

5. Letakkan tube sampel pada pemegang sampel kemudian enter.

6. Tekan Run.

166
c. Shut Down

1. Ditekan Utility.

2. Ditekan Shut Down.

3. Diletakkan tabung air destilasi pada pemegang sampel.

4. Ditekan RUN, saat tabung sudah naik, Shut down selesai.

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan CD 4 dengan menggunakan alat BD FACS Count.

yang dilakukan di sub lab imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh

mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 1
Selasa, 24 Maret 2015 3
Rabu, 25 Maret 2015 6
Kamis, 26 Maret 2015 12
Jumat, 27 Maret 2015 6
Sabtu, 28 Maret 2015 1
Senin, 30 Maret 2015 3
Selasa, 31 Maret 2015 2
Rabu, 1 April 2015 -
Kamis, 2 April 2015 -
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 34
Contoh hasil pemeriksaan CD4 dengan menggunakan alat BD FACS

Count yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan CD4 adalah apabila jumlah

sampel yang banyak sedangkan untuk menjalankan satu sampel diperlukan waktu

yang lama sekitar 1 jam, sehingga seringkali pemeriksaan terhadap CD4 ditunda.

9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

167
Penyakit immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan,

dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara kuat, sehingga infeksi lebih sering

terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari

biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir,

anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik,

maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada

sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri

yang tidak biasa

Gejala-gejala yang muncul dari HIV bisa mempengaruhi seseorang secara

bertahap. Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan berkembang dengan

cepat. Virus ini akan menyerang limfosit CD4 (sel T) dan menghancurkan sel-sel

darah putih sehingga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Setiap tahapan dari

infeksi akan menunjukkan gejala yang berbeda. Tahap awal dari infeksi virus ini

biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala apapun, gejala baru akan

muncul setelah dua sampai empat minggu setelah terinfeksi. Seseorang bisa

mengeluh mengalami sakit kepala yang berat dan persisten disertai dengan

demam, ketika seseorang terinfeksi maka gejala awal yang muncul terkadang

mirip dengan flu atau infeksi virus sedang. Gejala dan tanda awal dari HIV

termasuk demam, sakit kepala, kelelahan, mual, diare dan pembengkakan kelenjar

getah bening di leher, ketiak atau pangkal paha. Gejala-gejala ini hampir sama

dengan infeksi virus lainnya. Karena itu banyak orang yang terinfeksi HIV tidak

menyadari bahwa dirinya sudah terinfeksi hingga bertahun-tahun sehingga

mencapai stadium lanjut. Pusat pengendalian penyakit (Center for Disease

168
Control/CDC) mengungkapkan ada beberapa gejala yang menunjukkan stadium

lanjut dari HIV yaitu:

1. Kehilangan berat badan dengan cepat tanpa adanya alasan

2. Batuk kering

3. Demam berulang atau berkeringat saat malam hari

4. Kelelahan

5. Diare yang lebih dari seminggu

6. Kehilangan memori

7. Depresi dan juga gangguan saraf lainnya.

Pemeriksaan CD 4 yang dilakukan di RSUP Sanglah bertujuan untuk

menghitung kadar limfosit T dalam tubuh pasien. Pemantauan CD4 merupakan

langkah yang tepat untuk memantau penyakit HIV/AIDS serta prognosis yang

mungkin terjadi.

Masalah yang dihadapi dalam pemeriksaan CD4 dapat diatasi dengan

meginformasikan kepada bagian pengumpulan sampel karena keterbatasan alat

dan reagen pemeriksaan CD4 hanya bisa dilakukan terbatas dan hasil yang

dikeluarkan cukup lama karena diperlukan waktu inkubasi yang cukup lama pula.

169
K. PEMERIKSAAN SEROLOGI DHF

1. Tujuan Kegiatan

Untuk mengetahui adanya antibody (IgG, IgM ) pada sampel serum pasien

2. Metode

Metode yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah Imunochromatography.

3. Prinsip

Anti-dengue (IgM/IgG) yang terdapat dalam serum pasien akan bereaksi

dengan antigen captured pada strip test dan membentuk kompleks warna.

4. Dasar Teori

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang

ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan

malaria terutama di musim hujan yang lembab (Fatma, 2012).

Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue yang

merupakan virus dari family flaviridae. Terdapat 4 macam serotype virus dengue

yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus

tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Penularannya melalui

nyamuk betina seperti Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes polynesienses

(Fatma, 2012).

Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang dalam penegakan

diagnosis infeksi virus dengue juga telah mengalami perkembangan yang cukup

signifikan. Mulai dengan pemeriksaan isolasi virus dengue, pemeriksaan PCR

dengue, hingga pemeriksaan cepat seperti IgG-IgM dengue dan NS1Ag dengue.

Masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Saat ini yang menjadi

pilihan adalah IgG-IgM dengue dan NS1 dengue karena akurasinya yang bagus,

170
kecepatan selesai hasil yang cepat, mudahnya cara pemakaian, serta biaya yang

relative murah disbanding pemeriksaan yang lain (Anonim, 2010).

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Strip test

2. Pipet droper

b. Bahan

1.Serum pasien

2. Buffer

6. Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan

2. Teteskan 10 mikron (1 tetes) serum pada sumur sampel pada strip test

3. Teteskan 2 - 3 tetes buffer pada sumur diluents pada strip test

4. Tunggu 15 menit, amati hasil

Interpretasi hasil:

1. Positif : Bila terdapat garis pada “IgG” dan “C”, “IgM” dan “C”,

atau “IgG”, “IgM” dan “C”

2. Negatif : Bila terdapat garis pada “C” saja.

3. Invalid : Bila tidak ada garis pada “T” dan “C”.

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan DHF IgG dan IgM yang dilakukan di sub lab

imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 3
Selasa, 24 Maret 2015 4
Rabu, 25 Maret 2015 6

171
Kamis, 26 Maret 2015 4
Jumat, 27 Maret 2015 8
Sabtu, 28 Maret 2015 10
Senin, 30 Maret 2015 3
Selasa, 31 Maret 2015 13
Rabu, 1 April 2015 6
Kamis, 2 April 2015 8
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 5
Total 70
Contoh hasil pemeriksaan DHF IgG dan IgM yang dikeluarkan oleh

RSUP Sanglah terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan yang dialami oleh mahasiswa adalah pada saat melakukan

pemeriksaan ini mahasiswa terkadang bingung karena sering sekali pada strip tes

yang muncul adalah garis T2 saja sedangkan garis yang lain tidak muncul. Hasil

ini tentunya invalid tetapi penjelasan dari pihak laboratorium Sanglah bahwa jika

muncul garis T2 saja artinya pasien positif IgG karena titernya sangat kuat jadi

tidak sanggup menuju garis IgM dan garis C ( kontrol ). Sehingga pada

pengerjaan DHF IgG dan IgM perlu dilakukan pengawasan dari pihak

laboratorium Sanglah agar hasil dari pemeriksaan tidak salah.

9. Pembahasan

Pemeriksaan DHF IgG, IgM dilakukan untuk dalam mengetahui adanya

antibody dalam tubuh pasien. Antibody IgG bertujuan untuk mengetahui pasien

sebelumnya sudah pernah mengalami sakit yang sama atau tidak sedangkan IgM

untuk mengetahui pasien baru pertama kali megalami sakit (akut). Pemeriksaan

IgG, IgM menggunakan rapid tes dengan metode Immunochromatography.

172
Apabila dalam pemeriksaan didapatkan hasil negative maka pada strip tes

hanya akan muncul satu garis yaitu pada garis control, apabila hasil menunjukkan

positif akan muncul garis pada control dan IgG, control dan IgM, atau

control,IgG,IgM. dan apabila invalid garis control tidak muncul.

Jumlah pasien selama 2 minggu dilakukan praktik di laboratorium imunologi

RSUP Sanglah oleh kelompok 2 yaitu 70 orang.

L. PEMERIKSAAN NS1

1. Tujuan

- Untuk dapat mendeteksi antigen NS1 dengue virus di dalam sampel

pasien secara kualitatif.

- Untuk dapat melakukan pemeriksaan dengue NS1 Ag tepat untuk

penegakkan diagnosis demam berdarah (dengue fever).

173
- Untuk dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan dengue NS1 Ag.

2. Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan NS1 adalah dengan

metode immunochoromatografi rapid test.

3. Prinsip

Dengue NS1 Ag yang terdapat dalam sampel ( serum, plasma, atau

whole blood ) pasien sebagai antigen bereaksi dengan anti NS1 Ag sebagai

antibodi yang dilapisi koloidal emas pada strip dan membentuk kompleks

antigen antibodi. Kompleks ini bergerak di sepanjang membran secara

kromatografi menuju wilayah test yang dilapisi oleh antibidi spesifik terhadap

dengue yang akan membentuk garis warna sebagai kompleks partikel emas

antibodi – antigen – antibodi.

4. Dasar Teori

Demam dengue maupun penyakit lain akibat virus dengue merupakan

penyakit akibat arbovirus yang endemik terutama di daerah tropik dan

subtropik lainnya. Diagnosis penyakit ini adalah dari gejala klinis yang

menunjukkan panas mendadak tinggi disertai dengan gejala-gejala lain yang

tidak khas kadang menyerupai gejala flu biasa.Dari tanda klinis didapatkan

nyeri mid epigastrik, hepatomegali dan mungkin terdapat tanda-tanda

perdarahan.Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis maupun

evaluasi hasil pengobatan.Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal,

terdapat empat serotipe yang berbeda yaitu DEN1, DEN2, DEN3 dan DEN4

yang semuanya terdapat di Indonesia. Virus dengue memiliki genom 11 kb

yang mengkode 10 macam protein virus yaitu tiga protein struktural

174
(C/protein core, M/protein membrane, E/protein envelope) dan tujuh protein

nonstruktural (NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, NS5) (Abidfahruddin,

2009).

Struktur Antigen NS1 Virus Dengue

Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan

DEN-4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan

bahwa serotipe virus DEN-3 sering menimbulkan wabah, sedangkan di

Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN-2. Virus dengue

termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang terdiri dari

10.700 basa di dalam genomnya. Virus dengue terdiri dari single-stranded

positive sense RNA (ssRNA sense +). Di dalamgenomnya terdapat sebuah

single Open Reading Frame (ORF ) yang mengkode 2 macam protein yaitu

protein struktural dan protein nonstruktural. Protein struktural terdiri dariC

(protein inti/capsid/core), M (protein membran, termasuk preMembrane)

danE (protein envelope) serta 7 macam protein nonstruktural yaitu NS1,

NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, NS5 yang ditandai oleh sebuah 5’ dan 3’

nontranslated region (NTR) pada kedua ujungnya.

NS1 adalah glikoprotein nonstructural dari virus dengue dengan berat

molekul 46-50 kD dan merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada

awalnya NS1 digambarkan sebagai antigen Soluble Complement Fixing

(SCF) pada kultur sel yang terinfeksi. NS1 diperlukan untuk kelangsungan

hidup virus namun belum diketahui aktivitas biologisnya. Dari bukti yang

sudah ada menunjukkan bahwa NS1 terlibat dalam proses replikasi virus.

175
NS1 sendiri dihasilkan dalam 2 bentuk yaitu membran associated dan

secreted form. NS1 bukan bagian dari struktur virus tapi diekspresikan pada

permukaan sel yang terinfeksi dan memiliki determinan-determinan yang

spesifik group dan tipenya.Peran NS1 dalam imunopatogenesis juga telah

disampaikan berdasarkan temuan anti-SCF antibodies dalam serum pasien-

pasien dengan infeksi sekunder tapi tidak pada infeksi primer.NS1 dengue

disekresikan ke dalam sistem sirkulasi darah pada individu yang terjangkit

virus dengue dengan konsentrasi yang tinggi pada infeksi primer maupun

sekunder selama fase klinik sakit dan hari-hari pertama masa konvalesen

(pemulihan) (Denthytor, 2011).

Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak

terdapat pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di dalam

supernatan dan membran plasma sel selama proses infeksi. NS1 merupakan

gen esensial di dalam sel yang terinfeksi dimana fungsinya sebagai ko-faktor

untuk replikasi virus, yang terdapat bersama di dalam bentuk replikasi RNA

double-stranded (Mackenzie, 1996). Immune recognition dari permukaan sel

NS1 pada sel endotel dihipotesiskan berperan dalam mekanisme kebocoran

plasma yang terjadi selama infeksi virus dengue yang berat. Sampai saat ini,

bagaimana NS1 berhubungan dengan membran plasma, yang tidak berisi

motif sekuens membrane-spanning masih belum jelas.

NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai tipe sel epitelial

dan sel mesensimal, juga menempel secara kurang lekat terhadap berbagai sel

darah tepi.Lebih lanjut, NS1 juga terikat pada biakan sel endotel

mikrovaskuler manusia lebih baik daripada sel endotel aorta atau umbilical

176
cord. Spesifisitas ikatan ini sudah dibuktikan terdapat pada ikatan NS1 pada

endotel paru dan hati namun tidak pada usus atau otak dari jaringan tikus.

Manifestasi Klinis

Infeksi Virus Dengue

Asimtomatik Simtomatik

Demam tidak Demam Dengue

Spesifik

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)

(SSD)

DD DBD

Gambar 1. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue (dikutip dari WHO, 1997)

Pemeriksaan Non Struktural 1 (NS1) ditujukan untuk mendeteksi

virus dengue lebih awal.Virus dengue memiliki 3 protein structural dan 7

protein non struktural. NS1 adalah glikoprotein non struktural yang

diperlukan untuk kelangsungan hidup virus.Keuntungan mendeteksi antigen

NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita tersebut

pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi.Dengan

177
demikian kita dapat segera melakukan terapi suportif dan pemantauan pasien.

Hal ini tentunya akan mengurangi risiko komplikasi seperti demam berdarah

dengue dan dengue shock syndrome yang dapat berakibat kematian.

Pemeriksaan Dengue NS1 Antigen sebaiknya dilakukan pada penderita yang

mengalami demam disertai gejala klinis infeksi virus dengue (pada hari 1-3

mulai demam) untuk mendeteksi infeksi akut disebabkan virus dengue.

Positivitas dan kadar Ag NS1 Dengue tertinggi pada hari-hari awal demam

dan akan menurun dengan bertambahnya hari demam, sehingga sebaiknya

dilakukan sebelum hari keempat demam (Prasetyo, 2012).

Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan tidak menunggu respon

tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling baik saat panas

hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah pemeriksaan ini dapat mendeteksi

infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah

hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun dan akan hilang setelah

hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun juga tinggi.Bila

ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau seseorang ‘hampir pasti’

terkena infeksi virus dengue.Sedangkan kalau hasil NS1 Ag dengue

menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan infeksi virus

dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta pemeriksaan lanjutan. Ini

terjadi karena untuk mendeteksi virus dengue diperlukan kadar yang cukup

dari jumlah virus dengue yang beredar, sedangkan pada fase awal mungkin

belum terbentuk cukup banyak virus dengue tetapi apabila pengambilan

dilakukan setelah munculnya antibodi maka kadar virus dengue juga akan

turun (Abidfahruddin, 2010).

178
Disinilah diperlukan ketepatan dalam pemilihan waktu dan jenis

pemeriksaan.Apabila panas masih awal pilihan pemeriksaannya adalah NS1

Ag Dengue tetapi apabila sudah melewati hari ke-4 panas maka pilihannya

adalah pemeriksaan IgG/IgM Dengue.Antigen NS1 dianjurkan diperiksa pada

awal demam sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% -

93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold

standard kultur virus. Terkadang kedua pemeriksaan ini dilakukan bersamaan

terutama saat waktu borderline atau hari ke-3 hingga hari ke-5 panas. Jadi

apabila ada gejala demam berdarah seperti panas tinggi, kedua pemeriksaan

tadi dapat dilakukan disamping pemeriksaan standar seperti pemeriksaan

darah lengkap untuk melihat kadar trombosit (Denthytor, 2011).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis dan laboratoris menurut

kriteria WHO, 1997.Semua kriteria di bawah harus dipenuhi untuk definisi kasus

DBD.

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan salah satu di bawah :

 uji Rumpel Leede/RL/tourniquet positif,

 petekiae, ekimosis, purpura,

 perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,

 hematemesis dan atau melena.

c. Trombositopenia (100.000/l atau kurang).

179
d. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau

lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin, atau penurunan hematokrit

20% sesudah terapi cairan.

5. Alat Dan Bahan

A. Alat

1. Disposable dropper

2. Stopwatch

3. Cassette test

B. Bahan

1. Sampel serum

2. Tissue

6. Cara Kerja

1. Alat dan bahan disiapkan,

2. Cassete test dan sampel dikondisikan pada suhu ruang,

3. Cassete test dikeluarkan dari bungkusnya, dan diletakkan pada

tempat yang permukaannya datar dan kering,

4. Sampel serum dihomogenkan,

5. Dengan disposable dropper, ditambahkan tiga tetes sampel serum

ke dalam sumur cassette yang bertanda “S” ,

6. Kemudian diinkubasi selama 15-20 menit, kemudian dilakukan

pengamatan hasil dan diinterpretasikan hasilnya.

7. Interpretasi Hasil

180
1. Negatif : Terbentuk garis berwarna hanya pada tanda “C”

2. Positif : Terbentuk garis berwarna pada tanda “C” dan “T”

3. Invalid : Tidak terbentuk garis berwarna pada tanda “C” dan “T”

Terbentuk garis berwarna hanya pada tanda “T”

8. Permasalahan

Pada pemeriksaan NS1 tidak ditemui permasalahan karena sudah pernah

praktikum dikampus sebelumnya.

9. Pembahasan

Prinsip pemeriksaan dengue NS1 Ag ini adalah Dengue NS1 Ag yang ada

pada serum sebagai antigen akan bereaksi dengan anti-NS1 Ag sebagai antibody

yang dilapisi dengan koloidal emas pada strip dan membentuk kompleks antigen

antibody. Kompleks tersebut bergerak di sepanjang membrane secara

imunokromatografi, menuju daerah test yang dilapisi dengan antibody spesifik

terhadap virus dengue, yang akan membentuk kompleks partikel emas antibody-

antigen-antibodi dan menghasilkan garis berwarna pada daerah test (T).

sedangkan sisa kompleks antigen-antibodi yang tidak berikatan di daerah test (T)

dan koloidal emas akan berikatan dengan goat anti-mouse IgG sehingga

menghasilkan garis warna pada daerah control (C).

Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan ini dipastikan bersih

dan bebas dari kontaminasi. Cassette dan sampel dikondisikan pada suhu ruang

sebelum digunakan bertujuan agar komponen di dalamnya stabil. Cassette test

diletakkan pada tempat yang datar dengan tujuan agar sampel serum yang

181
diteteskan tidak tumpah serta distribusi sampel merata sampai daerah control.

Serum yang digunakan harus dihomogenkan terlebih dahulu agar komponennya

tercampur merata. Sampel yang dapat digunakan dalam pemeriksaan dengue NS1

Ag adalah serum atau plasma atau whole blood. Ketiga jenis sampel tersebut

dapat digunakan karena sesuai pada kit reagen.

Sampel yang digunakan berupa sampel serum. Sampel serum diteteskan

pada lubang sampel yang bertanda “S” secara vertical agar tetesan serum tepat

menetes pada lubang dan tidak merembes. Serum akan bergerak sepanjang

membrane secara imunokromatografi serta cassette test diinkubasi selama 15-20

menit. Pembacaan tidak boleh dilakukan kurang dari 15 menit atau lebih dari 20

menit, karena waktu 15-20 menit merupakan waktu efektif (operating time) untuk

membentuk ikatan antigen antibody. Pada pemeriksaan ini juga penting dilakukan

pelabelan pada cassette test agar hasil pemeriksaan tidak tertukar.

Jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan NS1 adalah 2 orang yaitu

pada tanggal 25 dan 30 Maret 2015.

M. PEMERIKSAAN ASTO

1. Tujuan Kegiatan

Untuk determinasi kualitatif dan semikuantitatif adanya ASO (Anti Streptolisin

O) dalam serum secara aglutinasi latex.

182
2. Metode

Pada praktikum ini pemeriksaan dilakukan dengan metode slide test

aglutinasi

3. Prinsip

Berdasarkan reaksi aglutinasi antara Streptolisin-O sebagai antigen

yang terikat pada partikel latex polistirene dengan Anti Streptolisin-O (ASO) yang

terdapatdalam serum sebagai antibodi.

4. Dasar Teori

Titer anti Streptolisin O (ASO/ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostic

standar untuk demam rheumatic, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya

infeksi Streptococcus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit

Tood pada orangdewasa atau 333 unit Tood pada anak-anak diatas usia 5 tahun,

dan dapat dijumpai pada sekitar 70%-80% kasus demam rheumatic akut. Sebagian

besar dari strain-strain serologic dari Streptococcus Group A menghasilkan dua

enzim hemolitik yaitu Streptolisin O dan S. Di dalam tubuh penderita, Streptolisin

O akan merangsang pembentukan antibodi yang spesifik yaitu Streptolisin O

(ASTO) sedangkan yang dibentuk Streptolisin S tidak spesifik (Corwin,2009).

Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di

tabahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O – anti

Strepolisin O (SO – ASO). Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari

200 IU/ml, maka sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan

menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel –

partikel latex . Bila kadar ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml ,

183
maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan aglutinasi dengan

streptolisin O pada partikel – partikel latex. (Handojo,1982)

Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik ,

sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes aglutinasi

latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200 IU/ml. (Handojo ,

1982)

5. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Yellow tip

2. Petak slide berwarna hitam

3. Pengaduk

4. Rotator

b. Bahan

1. Reagen latex

2. Kontrol serum positif dan negatif

3. Sampel Serum

6. Cara Kerja

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Serum dipipet sebanyak 50 µl dan diteteskan pada petak slide

c. Serum ditambahkan 1 tetes reagen ASO latex

d. Aduk selama 5 detik dan goyangkan selama 2 menit lalu amati hasilnya

e. Bandingkan dengan control positif dan negative

184
f. Serum dengan hasil positif pada cara kualitatif (screening test) harus

dilakukan titrasi test (semi kuantitatif test) ntuk mengetahui titer ASO

dalam sampel.

Pemeriksaan semi kuantitatif

a. Disiapkan 4 buah sampel cup dan diisi 100 ml buffer

b. Pada sampel cup 1 diisi 100 ml sampel

c. Kemudian dihomogenkan, dari cup 1 dipipet 100 ml campurannya

dipindahkan ke cup 2 demikian selanjutnya sampai pada cup ke 4

dari cup ke 4 dibuang sebanyak 100 ml.

d. Masing-masing serum ditambahkan dengan 1 tetes suspense antigen,

lalu aduk selama 5 detik an goyangkan selama 2 menit kemudian

amati hasilnya

e. Tentukan hasil akhir atau titernya

Pengenceran serum Titer


½ 400
¼ 800
1/8 1600
1/16 3200
7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan ASO yang dilakukan di sub lab imunologi RSUP

Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 1
Selasa, 24 Maret 2015 -
Rabu, 25 Maret 2015 -
Kamis, 26 Maret 2015 -
Jumat, 27 Maret 2015 -
Sabtu, 28 Maret 2015 -
Senin, 30 Maret 2015 2
Selasa, 31 Maret 2015 3
Rabu, 1 April 2015 -

185
Kamis, 2 April 2015 2
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 8
Contoh hasil pemeriksaan ASO yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah

terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan yang ditemui mahasiswa yakni pada saat menggunakan slide

dengan berlatar belakang hitam terkadang kotoran yang ada di slide bereaksi

dengan reagen akan menghalangi aglutinasi sehingga sebelum dilakukan

pemeriksaan dipastikan terebih dahulu bahwa alat – alat yang digunakan harus

bersih.

9. Pembahasan

Pemeriksaan ASTO dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya antibody

streptolisin O yang dihasilkan oleh tubuh apabila terjadi infeksi oleh bakteri

golongan streptococcus. Apabila bakteri ini menginfeksi dan hasil pemeiksaan

ASTO terjadi aglutinasi maka dinyatakan di dalam tubuh pasien terdapat Anti

Streptolisin O.

Apabila terjadi hasil negative pada serum pasien maka saat serum pasien

dicampur dengan reagen lateks tidak terjadi aglutinasi. Hasil negative ini

menunjukkan di dalam serum pasien memang tidak terdapat Anti Streptolisin O

atau antibody ini terdapat dalam serum namun kurang dari 200 I.U/ml sehingga

memberi hasil negative. Apabila didapatkan hasil positif, pemeriksaan dilanjutkan

dengan pengenceran, pengenceran yang dilakukan yaitu pengenceran 1 : 2 yaitu

dilakukan dengan memipet 100 uL serum ditambah dengan 100 uL NaCl/ buffer,

setelah dihomogenkan campuran dipipet sebanyak 100 uL lalu ditambahkan satu

186
tetes reagen, apabila hasil ini menunjukkan hasil positif maka titer Asto

menunjukkan hasil 400 I.U/ml dan harus diperiksa lebih lanjut.

187
N. PEMERIKSAAN ANTI HIV

1. Tujuan Kegiatan

Untuk mengetahui adanya antibody HIV dalam serum pasien.

2. Metode

Pemeriksaan anti-HIV menggunakan metode Imunocromatography

3. Prinsip

Ketika sampel serum, plasma, atau whole blood pasien yang mengandung

antibodi spesifik terhadap antigen HIV – 1 dan HIV - 2 diteteskan pada sumur uji,

antibodi spesifik terhadap antigen HIV – 1 dan HIV – 2 pada sampel berikatan

dengan antigen rekombinan HIV- 1 dan 2 (gp41 , p24 , gp36) yang dilapisi gold

koloidal sehingga membentuk kompleks antigen – antibodi. Kompleks ini akan

bergerak di sepanjang membrane test secara kromatografi menuju daerah test

( pita 1 yang dilapisisi antigen gp41,p24 dan pita 2 yang dilapisi antigen gp36 )

membentuk garis warna akibat terbentuknya kompleks antigen – antibodi –

antigen.

4. Dasar Teori

AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom/ Sindrom imunodefisiensi

didapat), adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan

klinis yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV yang dulu disebut

sebagai HTLV-III (Human T cell Lymphotropic Virus III) atau LAV

(Lymphadenophaty Virus) adalah virus sitopatik dari famili retrovirus (Price,1992

dikutip dari Mariam 2010).

Virion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut, dikelilingi

oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung

188
protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA

genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase .

Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan target

antibodi dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein

dinamakan p17, yang merupakan lapisan di bawah selubung lipid. Sedangkan

selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam

proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen

gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa

protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein

mature (Jawet, 2001 dikutip dari Mariam 2010).

HIV menunjukkan banyak gambaran khas fisikokimia dari familinya.

Terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2.

Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik

(evolusioner) dengan lentivirus primata lainnya. Berdasarkan pada deretan gen

env, HIV-1 meliputi tiga kelompok virus yang berbeda yaitu M (main), N (New

atau non-M, non-O) dan O (Outlier). Kelompok M yang dominan terdiri dari 11

subtipe atau clases (A-K). Telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2 yaitu sub tipe A-F

(Jawetz, 2001).

HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama, HIV-1

mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyai vpx, sedangkan  sebaliknya HIV-2

mempunyai vpx tetapi tidak mempunyai vpu. Perbedaan struktur genome ini

walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai peranan dalam menentukan

patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV tersebut.

189
Karena HIV-1 yang lebih sering ditemukan, maka penelitian-penelitian klinis dan

laboratoris  lebih sering dilakukan terhadap HIV-1 (Anonim, 2009). 

Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu metode

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium

meliputi uji imunologi dan uji virologi.

Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi

dalam dua kelompok yaitu :

a. Uji Imunologi

Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan

digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme –

linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji

Western blot atau indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk

memperkuat hasil reaktif dari test krining.

Uji yang menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun meliputi jumlah

dan persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit absolute. Uji ini sekarang tidak

digunakan untuk diagnose HIV tetapi digunakan untuk evaluasi.

- Deteksi antibodi HIV

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV.

ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang

sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA (Indirect

Immunofluorescence Assays). Sedangkan hasil yang negatif tidak

memerlukan tes konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang terinfeksi

pada masa jendela (window period), tetapi harus ditindak lanjuti dengan

dilakukan uji virologi pada tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat

190
terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi belum mengeluarkan

antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi,

termasuk semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom retroviral yang

akut. Positif palsu dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi atau

kelainan autoimune, wanita hamil, dan transfer maternal imunoglobulin G

(IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu

hasil positif ELISA pada seorang anak usia kurang dari 18 bulan harus di

konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum anak dianggap mengidap

HIV-1.

- Rapid test

Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi terhadap

HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik),

imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus

dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.

- Western blot

Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes

sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan

keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan

enzimatik). Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil

skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil negative Western blot

menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai

hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1. Hasil

191
Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu

dengan usia lebih dari 18 bulan.

- Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)

Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit

dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan

penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada

pada sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil

positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.

- Penurunan sistem imun

Progresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan CD4+ T limfosit, sebagian

besar sel target HIV pada manusia. Kecepatan penurunan CD4 telah terbukti

dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4

menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan

penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun.

b. Uji Virologi

Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes

amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk

menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk

komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24)).

- Kultur HIV

HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam

plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi

dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas

reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus. NAAT HIV-1

192
(Nucleic Acid Amplification Test) Menemukan RNA virus atau DNA proviral

yang banyak dilakukan untuk diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan.

Karena asam nuklet virus mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak

dalam sampel. Pengujian RNA dan DNA virus dengan amplifikasi PCR,

menggunakan metode enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-1. Level

RNA HIV merupakan petanda prediktif penting dari progresi penyakit dan

menjadi alat bantu yang bernilai untuk memantau efektivitas terapi antivirus.

- Uji antigen p24

Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau dalam

keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada

umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi

RNA atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas pengujian

meningkat dengan peningkatan teknik yang digunakan untuk memisahkan

antigen p24 dari antibodi anti-p24 (Read, 2007, dikutip dari Mariam 2010).

5. Alat dan bahan

a. Alat :

1. Oncoprobe Strip Test

2. Intec Strip Test

3. Vikia Strip Test

4. Mikropipet

5. Pipet droper

b. Bahan :

a. Sampel serum

b. Buffer (masing-masing Strip Test)

193
6. Cara Kerja

a. Pemeriksaan dengan Oncoprobe Strip Test

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Sampel serum dipipet dengan pipet dropper dan diteteskan 1 tetes pada

sumur strip test.

3. Buffer diteteskan sebanyak 1 tetes

4. Ditunggu sampai 5-30 menit

5. Amati hasil

b. Pemeriksaan dengan Intec Strip Test

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Sampel serum sebanyak satu tetes (30 uL) dipipet pada strip test

3. Buffer diteteskan sebanyak 2 tetes

4. Ditunggu sampai 15 menit

5. Amati hasil

c. Pemeriksaan dengan Vikia Strip Test

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Sampel serum dipipet dengan pipet dropper dan diteteskan pada area

sampel sebanyak 3 tetes pada strip test

3. Ditunggu sampai 15 menit

4. Amati hasil

Interpretasi hasil:

1. Positif : Bila terdapat garis pada “T1” dan “C”, “T2” dan “C”, atau “T1”,

“T2” dan “C”

2. Negatif : Bila terdapat garis pada “C” saja.

194
3. Invalid : Bila tidak ada garis pada “T” dan “C”.

Catatan : Test pertama dilakukan pada Oncoprobe Strip Test apabila pada

Oncoprobe menunjukkan hasil negatif tidak dilanjutkan ke Intec dan Vikia.

Apabila test menunjukkan positif maka dilanjutkan pada Intec dan Vikia.

7. Hasil Kegiatan

Jumlah pemeriksaan Anti HIV yang telah dilakukan oleh mahasiswa di sub

laboratorium Immunologi dapat dilihat pada tabel berikut :

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 -
Selasa, 24 Maret 2015 3
Rabu, 25 Maret 2015 -
Kamis, 26 Maret 2015 9
Jumat, 27 Maret 2015 1
Sabtu, 28 Maret 2015 5
Senin, 30 Maret 2015 -
Selasa, 31 Maret 2015 -
Rabu, 1 April 2015 -
Kamis, 2 April 2015 8
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 9
Total 35

Contoh hasil pemeriksaan terlampir.

8. Permasalahan

Permasalahan pada pemeriksaan Anti HIV yakni ketika sampel yang

diteteskan kurang menyebabkan garis pada strip tes tidak muncul, terkadang garis

kontrol juga tidak muncul sehingga perlu penambahan serum yang lebih banyak

dan apabila garis kontrol tidak muncul dilakukan pemeriksaan ulang dengan

reagen yang baru.

9. Pembahasan

195
Pemeriksaan Anti-HIV merupakan pemeriksaan darah yang digunakan

untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap HIV. Pada umumnya, antibodi ini

terbentuk dalam waktu sekitar 3-6 minggu setelah terinfeksi atau pada individu

dengan pembentukan antibodi yang lambat dapat terbentuk setelah 3-6 bulan

terinfeksi. HIV meruapakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh

dan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun hingga akan lebih mudah

terinfeksi. Individu dengan infeksi HIV akan mengalami beberapa fase, yakni fase

akut - fase laten - AIDS.

Pemeriksaan anti-HIV di sub laboratorium ini dikerjakan dengan

menggunakan tiga reagen yang berbeda, yaitu reagen/cassette test Oncoprobe

yang memiliki sensitivitas tinggi sebagai reagen pertama, cassette test INTEC

yang memiliki spesifisitas tinggi untuk reagen yang kedua dan cassette test VIKIA

yang memiliki sentivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dari reagen kedua

sebagai reagen ketiga. Hal ini dilakukan untuk menentukan keakuratan hasil

pemeriksaan anti-HIV. Hasil pemeriksaan anti HIV tdak dapat di publikasikan

secara umum karena pemeriksaan ini bersifat rahasia. Identitas pasien hanya

diketahui oleh konselor ketika di laboratorium sampel hanya berisi kode khusus

pemeriksaan Anti HIV.

Adapun kelebihan dari pemerksaan anti-HIV rapid test anata lain:

- Hasil dapat diketahui dengan cepat

- Proses pengerjaannya sederhana dan mudah.

Sedangkan kekurangan dari pemeriksaan ini antara lain:

- Meskipun hasil positif dapat mengindikasikan infeksi HIV-1 atau HIV-2

diagnosis AIDS hanya dapat dilakukan atas dasar klinis, untuk sampel

196
berulang kali diuji sebagai positif, tes tambahan yang lebih spesifik harus

dilakukan.

- Pengujian imunokromatografi saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa

AIDS bahkan jika antibodi HIV-1 dan atau HIV-2 terdapat dalam spesimen

pasien.

- Sebuah hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan HIV-1 dan atau

HIV-2. Spesimen mungkin mengandung antibodi anti-HIV-1 dan atau HIV-2,

tapi kadarnya terlalu rendah.

197
O. PEMERIKSAAN WIDAL DAN IgM Salmonella Tiphy

1. Tujuan Kegiatan

a. Untuk mengetahui adanya antibodi spesifik terhadap antigen Salmonella

dalam serum secara kualitatif dan semi kuantitatif.

b. untuk mendeteksi deman typhoid yang disebabkan oleh Salmonella.

2. Metode

a. Pemeriksaan widal menggunakan metode aglutinasi.

b. Pemeriksaan IgM Salmonella Typhi menggunakan metode IMBI

(Inhibition Magnetic Binding Imunoassay).

3. Prinsip

a. Berdasarkan reaksi aglutinasi secara immunologi antara antibodi dalam

serum dengan suspensi bakteri sebagai antigen yang homolog.

b. Tes ini mendeteksi adanya Antibodi Anti-O9 dalam serum pasien dengan

menilai kemampuan dalam menghambat reaksi antara antigen pada reagen

coklat dan antibodi pada reagen biru. Tingkat penghambatan sebanding

dengan konsentrasi antibodi anti-O9 dalam sampel. Pemisahan diaktifkan

oleh gaya magnet. Hasil dibaca visual terhadap skala warna.

4. Dasar Teori

Demam typhoid (typhoid fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik

yang disebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonela paratyphi A, B,

dan C yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama

terletak di daerah tropis dan subtropis. Tubuh yang kemasukan Salmonella

akan merangsang pembentukan ntibodi yang bersifat spesifik terhada atigen

yang merangsangpembentukannya. Antibodi yang terbentuk merupakan

198
petanda demam typhoid yang dikategorikan antara lain Aglutinin O, Aglutinin

H (flagellar), Aglutini Vi (Envelop). (Rudy, 2009)

Salah satu pemeriksaan yang bertujuan untuk menegakkan diagnosa

demam typhoid adalah pemeriksaan widal. Widal tau uji widal adalah

prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri Salmonella eneterica yang

mengakibatkan penyakit typhoid. Pemeriksaan widal ditujukan untuk

mendeteksi adanya antibodi (di dalam darah) terhadap antigen kuman

Salmonella typhi/paratyphi (reagen). Uji ini merupakan tes kuno yang masih

amat popular dan paling sering diminati terutama di negara dimana penyakit

ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat

segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena

itu antibodi jenis ini dikenal sebagai febril aglutinin. Untuk menentukan

seseorang menderita demam typhoid atau bukan, tetap harus didasarkan atas

gejala-gejala yang sesuai dengan penyakit tifus. Uji widal hanya dapat

dikatakan sebagai penunjang diagnose. Jika seseorang tanpa gejala dengan uji

widal positif tidak dapat dikatakan menderita tifus. (Risnawati, 2012)

Teknik pemeriksaan uji widal, dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu

slide test dan tube test. Perbedaannya uji tabung/tube test membutuhkan waktu

inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal

slide hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja ang biasanya

digunakan dalam prosedur penapisan (screening). Umumnya sekarang lebih

banyak digunakan uji widal slide test. Sensitifitas dan spesifisitas tes ini amat

dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan. (Risnawati, 2012)

199
Beberapa tahun kebelakang dan sepertinya masih popular hingga saat ini,

pemeriksaan Widal menjadi pemeriksaan laboratorium yang dipercaya bisa

mendeteksi penyakit tifus secara dini. Walaupun diketahui belakangan bahwa

Tes Widal memiliki banyak kekurangan. Sehingga di kembangkan metode

baru untuk tes pendeteksian demam tifoid. Pemeriksaan yang dapat dijadikan

alternatif untuk mendeteksi penyakit demam typhoid lebih dini adalah

mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida O9)

melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF).

Pemeriksaan serologi untuk Salmonella typhi telah banyak berkembang,

diantaranya yaitu (Yudhi, 2011):

a. Tubex® TF (mendeteksi antibodi IgM tehadap antigen 09 IPS Salmonella

typhi)

b. Typhidot (mendeteksi Antibodi IgG dan IgM terhadap antigen 50 kD

Salmonella typhi)

c. Typhidot M (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD Salmonella

typhi)

d. Dipstick test (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen LPS Salmonella

typhi)

e. TUBEX ® TF (ANTI Salmonella typhi IgM)

Tubex® TF adalah pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif yang cepat

dan mudah untuk deteksi demam tifoid akut. Pemeriksaan ini mendeteksi

antibodi IgM terhadap antigen 09 LPS Salmonella typhi. Sensitivitas dan

spesifisitas pemeriksaan adalah > 95% dan > 93%(Yudhi, 2011).

200
5. Alat dan Bahan

 Widal

1. Alat

a. Slide Test e. Yellow tip

b. Pipet Ukur f. Rotator

c. Ball pipet g. Pengaduk plastik dalam kit

d. Mikropipet
2. Bahan

a. Antisera:

Suspensi antigen O: Suspensi antigen H:

Salmonella typhi O Salmonella typhi H

- Salmonella paratyphi AO

- Salmonella paratyphi BO

- Salmonella paratyphi CO
b. Serum Pasien

 IgM Salmonella

1. Alat

a) Kuvet

b) Cover strip

c) Mikroskop

d) Yellow tip

e) Tempat skala warna

2. Bahan

201
a) Sampel/ plasma heparin

Bila tidak segera diperiksa maka serum dapat disimpan pada suhu 2-80C

atau suhu -200C sampai 4 minggu. Jangan gunakan sampel lipemik,

ikterik dan lisis.

b) Reagen Biru

c) Reagen coklat

d) Kontrol positif

e) Kontrol negatif

6. Cara Kerja

 Widal

1. Cara kerja kualitatif (untuk titer minimal 1/20)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Serum dipipet 20 µl dan diteteskan pada slide aglutinasi

c. Serum ditambahkan 1 tetes suspensi antigen

d. Serum dan suspensi antigen diaduk selama 5 detik dengan tusuk gigi

dan goyangkan selama 1 menit lalu amati hasilnya.

e. Serum dengan hasil positif pada cara kualitatif harus dilanjutkan

pada titrasi slide(kuantitatif test) untuk mengetahui titer akhir yang

masih menunjukkan hasil positif

Intrepretasi hasil:

Test Negatif Test Positif


(homogenous) (flocculent)
2. Cara kerja kuantitatif

202
a. Alat dan bahan disiapkan

b. Volume sampel dipipet mulai dari

Volume serum Ekuivalen pengenceran


20 µl 1 : 80
10 µl 1 : 160
5 µl 1 : 320

c. Reagen di teteskan 1 tetes pada slide kemudian ditambahkan

serum sesuai dengan pengenceran yang lebih kecil.

d. Dihomogenkan dan di goyang selama 2 menit, apabila ada

aglutinasi dilanjutkan kepengenceran yang lebih kecil hingga

tidak ada aglutinasi lagi.

e. Dengan demikian pengenceran terakhir adalah titer sampel

tersebut.

 IgM Salmonella typhi

a. Alat dan bahan disiapkan di meja praktikum

b. Sebelum reagen digunakan, keluarkan dari kulkas dan dihomogenkan

reagen dengan shaker

c. Well diletakkan di atas tempat yang datar (jangan dulu di atas skala

warna), nomor menghadap kedepan

d. Reagen coklat dipipet 45 mikron diteteskan pada kuvet

e. Sampel dipipet 45 mikron diteteskan pada kuvet

f. Sampel dan reagen coklat dicampur dan dihomogenkan dengan pemipetan

nai turun sebanyak 10 x, jangan sampai berbusa

203
g. Campuran didiamkan 2 menit

h. 90 mikron reagen biru ditambahkan

i. Well ditutup dengan cover strip, tekan yang keras untuk mencegah

kebocoran dan shake selama 2 menit (tujuannya agar larutan mengenai

seluruh permukaan kuvet)

j. Kuvet diletakaan pada skala warna, biarkan selama 5 menit dan baca hasil.

Interpretasi Hasil

≤2 : negatif, tidak terindikasi infeksi demam typhoid

3 : belum tepat, perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil

masih belum tepat, perlu dilakukan pengambilan sampel ulang

4 : Positif lemah, indikasi terinfeksi demam typhoid

6-10 : Positif kuat, indikasi kuat infeksi demam typhoid

Indeterminate :tidak tentu, perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Jika kualitas

sampel tidak baik, perlu dilakukan pengambilan sampel ulang.

7. Hasil Kegiatan

Jumlah pemeriksaan Widal dan IgM Salmonella typhi yang telah dilakukan

oleh mahasiswa di sub laboratorium Immunologi dapat dilihat pada tabel berikut :

Jumlah Pasien (orang)


Hari, Tanggal
Widal IgM Salmonella
Senin, 23 Maret 2015 2 -
Selasa, 24 Maret 2015 - 1
Rabu, 25 Maret 2015 1 1
Kamis, 26 Maret 2015 1 -
Jumat, 27 Maret 2015 - 1
Sabtu, 28 Maret 2015 2 1
Senin, 30 Maret 2015 - 1
Selasa, 31 Maret 2014 1 1
Rabu, 1 April 2014 - 1

204
Kamis, 2 April 2014 3 -
Jumat, 3 April 2014 - -
Sabtu, 4 April 2014 2 -
Total 12 7

8. Permasalahan

Dalam pengerjaan sampel, mahasiswa tidak mengalami kesulitan atau

mendapat kendala. Hal ini karena mahasiswa sudah pernah melakukan

pemeriksaan serupa pada praktikum di kampus. Hanya saja pemeriksaan widal

yang dilakukan di tempat PKL langsung ke pengenceran 20 mikron dan tidak

melalui pemeriksaan kualitatif dengan volume sampel 80 mikron. Hal ini berbeda

dengan teori yang telah diajarkan.

Masalah yang ditemui mahasiswa saat melakukan pemeriksaan IgM

Salmonella typhi adalah terdapat sampel darah mengalami lipemik yang dapat

mempengaruhi hasil pemeriksaan.

9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

Pemeriksaan widal adalah salah satu pemeriksaan serologi yang bertujuan

untuk menegakan diagnosa demam tipoid. Uji widal positif artinya ada antibodi

terhadap kuman Salmonella, menunjukkan bahwa seseorang pernah

kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tertentu.

Prinsip pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum

penderita dicampur dengan suspense antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan

yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(agglutinin). Antigen yang digunakan pada tes widal ini berasal dari suspense

205
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dalam laboratorium. Dengan jalan

mengencerkan serum, maka kadar anti dapat ditentukan. Pengenceran tertinggi

yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam

serum.

Teknik pemeriksaan widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji

hapusan/ peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji

tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang

lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya membutuhkan waktu inkubasi 1

menit saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Pemeriksaan

widal yang dilakukan di sub lab immunologi ini adalah uji widal dengan metode

slide test (uji hapusan), dan pemeriksaan dilakukan tidak melalui urutan

pengenceran, melainkan langsung menggunakan pengenceran 1:80 dengan

jumlah sampel yang digunakan adalah 20 mikron. Besarnya titer sampel

ditentukan dengan melihat aglutinasi yang terbentuk. Ini tentu berbeda dengan

teori yang diajarkan. Mengatasi hal tersebut dilakukan dengan tetap mengikuti

prosedur pemeriksaan yang dilakukan di tempat PKL, namun pembimbing

lapangan tetap mengingatkan prosedur pemeriksaan yang tepat.

Pemeriksaan IgM Salmonella Typhi merupakan salah satu pemeriksaan

yang dilakukan untuk menegakan diagnose penyakit demam typoid. Perbedaan

pemeriksaan ini dengan pemeriksaan widal adalah selain menggunakan metode

yang berbeda, pemeriksaan IgM Salmonella Typhi dapat digunakan untuk pasien

dengan keluhan awal, karena antibody yang dideteksi merupakan antibody primer

yang muncul pada infeksi awal. Untuk metode pemeriksaan yang digunakan

adalah Inhibition Magnetic Binding Immunoassay (IMBI).Antibodi IgM terhadap

206
antigen 09 LPS dideteksi melalui kemampuannya untuk menghambat interaksi

antara kedua tipe partikel reagen yaitu indikator mikrosfer lateks yang

disensitisasi dengan antibodi monoklonal anti 09 (reagen berwarna biru) dan

mikrosfer magnetik yang disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi (reagen

berwarna coklat).

Setelah sedimentasi partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel

indikator yang tersisa dalam cairan menunjukkan daya inhibisi.Tingkat inhibisi

yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM Salmonella typhi

dalam sampel.Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir

reaksi terhadap skala warna.

Permasalahan yang dihadapi saat pemeriksaan ini adalah terdapat sampel

darah memiliki kadar lemak yang tinggi atau lipemik. Bahan yang lipemik dapat

mempengaruhi hasil pemeriksaan. Sehingga bahan tersebut sebelum diperiksa

terlebih dahulu dipisahkan antara lemak dengan serum. Pemisahan ini dilakukan

dengan cara memutar bahan atau centrifugasi dengan kecepatan tinggi yaitu

10000 rpm selama 15 menit. Sehingga lapisan akan terpisah dari serum yan

berada pada permukaan. Setelah dipisahkan, baru dilanjutkan dengan pemeriksaan

IgM Salmonella Typhi dengan menggunakan sampel serum yang dipipet secara

hati-hati.

207
P. PEMERIKSAAN VDRL DAN TPHA

1. Tujuan

a. Untuk screening test secara kualitatif dan semikuantitatif sifilis.

b. Untuk dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap Treponema pallidum dalam

serum pasien.

2. Metode

a. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan VDRL (Veneral Disease

Research Laboratory) adalah metode flokulasi.

b. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum

Hemaglutination Assay) adalah metode imunokromatografi (ICT) dan indirect

hemaglutinasi.

3. Prinsip

a. Reaksi flokulasi secara imunologis yang terjadi antara antibodi yang terdapat

dalam serum pasien dengan antigen lipoid dimana terdiri dari partikel karbon

yang terdapat pada reagen.

b. Serum dan konjugat akan bermigrasi secara kromatografi di sepanjang strip

menuju daerah test yang dilapisi antigen Treponema pallidum membentuk

kompleks antigen antibodi menghasilkan reaksi warna sedangkan konjugat

akan bereaksi di daerah kontrol.

c. Reagen plasmatec TPHA yang mengandung awetan eritrosit unggas yang

dilapisi dengan komponen antigenik patogen Treponema pallidum yang akan

beraglutinasi dengan antibodi spesifik untuk Treponema pallidum yang ada di

dalam serum pasien.

208
4. Dasar Teori

Pada tahun 1905, Treponema pallidum ditemukan oleh Schaudinn dan

Hoffman. Treponema pallidum termasuk dalam ordo Spirochaetales, familia

Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur,

panjangnya antara 6,15 µm, lebar 0,15 µm,terdiri atas delapan sampai dua puluh

empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju

seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada

stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat

dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan

dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam (Septyan, 2012).

Klasifikasi Secara klinis, Sifilis terbagi (Nilla, 2012) :

a. Sifilis kongenital (bawaan)

Transmisi Treponema pallidum secara transplasental dapat menyebabkan

sifilis kongenital. Sifilis kongenital dapat dibagi menjadi stadium dini, lanjut, dan

stigmata.

 Pada sifilis kongenital stadium dini (3 minggu setelah dilahirkan), kelainan

berupa vesikel dan bula yang pecah membentuk erosi yang ditutupi krusta.

Kelainan ini sering terdapat di telapak kaki dan tangan, disebut pemfigus

sifilitika. Bila kelainan muncul beberapa minggu setelah dilahirkan, kelainan

berupa papul dan skuama (menyerupai sifilis stadium II). Kelainan lain dapat

berupa adanya sekret hidung yang sering bercampur darah, osteokondritis,

serta splenomegali dan pneumonia alba.

 Sifilis kongenital lanjut terdapat pada usia lebih dari 2 tahun. Manifestasi

klinis ditemukan pada usia 7-9 tahun dengan adanya Trias Hutchinson

209
meliputi keratitis interstitial (kelainan pada mata), ketulian N VIII serta gigi

Hutchinson (insisivus I atas kanan dan kiri berbentuk seperti obeng). Dapat

juga terjadi paresis, perforasi palatum durum serta kelainan tulang tibia dan

frontalis.

 Pada stadium lanjut dapat terlihat stigmata pada sudut mulut (garis-garis yang

jalannya radier), gigi Hutchinson serta penonjolan tulang orbital.

b. Sifilis akuisita (didapat) terdiri dari :

 Stadium I

Tiga minggu setelah pajanan bakteri terdapat lesi primer terjadi pada jalan

masuk. Lesi umumnya hanya satu dan dapat berkembang menjadi papular yang

erosif, berukuran miliar hingga lentikular, serta ada indurasi (pengerasan). Papul

ini bisa berkembang menjadi erosi dan ulserasi. Jika berkembang menjadi ulserasi

disebut ulkus durum, dengan tepi merah, lebar 1-2 mm, dapat berkrusta dan

menghasilkan eksudat serosa. Sekitar 3 minggu kemudian terjadi penjalaran ke

kelenjar limfatik inguinal medial. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal,

tidak nyeri, soliter, dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Lesi umumnya

bisa terdapat pada alat kelamin, bisa juga ekstragenital (bibir, lidah, tonsil, putting

susu, jari dan anus). Tanpa pengobatan, lesi dapat sembuh spontan dalam 3-8

minggu tergantung ukuran besar-kecilnya.

 Stadium II

Stadium sifilis sekunder dicapai ketika terjadi sifilis primer sudah sembuh;

jarak antara sifilis primer dan sekunder sekitar 6 sampai 8 minggu. Lesi yang

terbentuk dapat menyebar ke seluruh permukaan tubuh (tidak terbatas di tempat

inokulasi bakteri) serta memiliki sifat tidak gatal, tidak memerah serta

210
terdistribusi secara simetris. Gejala konstitusional mendahului sifilis sekunder,

seperti nyeri kepala, demam, anoreksia dan nyeri sendi.Pada sifilis sekunder dapat

timbul kelainan-kelainan kulit seperti makula, papula, mikropapula dan erupsi

miliar, pustul, alopesia, paronikia, lesi pada membran mukosa, limfadenopatik

generalisata serta gangguan neurologis. Diagnosis untuk sifilis sekunder dapat

ditegakkan melalui hasil pemeriksaan serologik yang reaktif serta pemeriksaan

lapangan gelap positif.

 Stadium Laten

Pada sifilis laten tidak terdapat manifestasi klinis, namun tes serologi

menunjukkan hasil yang positif. Pada periode laten awal (2 tahun setelah infeksi),

transmisi secara vertikal masih bisa terjadi meskipun transmisi melalui hubungan

seksual berkurang (karena tidak ada lesi mukokutaneus).

 Stadium III

Setelah periode laten (yang dapat berlangsung hingga 20 tahun), manifestasi

dari sifilis tersier dapat terlihat. Lesi yang khas adalah guma. Guma dapat satu,

dapat multipel, berukuran miliar hingga beberapa sentimeter. Guma dapat timbul

di semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral dikelilingi jaringan

granulasi dan pada bagian luarnya terdapat jaringan fibrosa. Guma dapat

mengalami supurasi dan pecah menjadi ulkus dengan dinding curam dan dalam,

dasarnya terdapat jaringan nekrostik berwarna kuning putih. Kelainan lain berupa

nodus di bawah kulit, ukuran miliar sampai lentikular, merah dan tidak terdapat

nyeri tekan. Tempat predileksi terutama di permukaan ekstensor lengan,

punggung dan wajah. Permukaan nodus dapat berskuama sehingga menyerupai

211
psoriasis, tetapi tanda Auspitz negatif. Selain itu terdapat juga lesi pada membran

mukosa, seperti palatum dan lidah.

 Stadium kardiovaskular dan neurosifilis

a. Sifilis kardiovaskular

Sifilis kardiovaskular umumnya terjadi 10-20 tahun setelah infeksi. Tanda-

tandanya berupa insufisiensi aorta atau aneurisma dan nekrosis aorta yang

berlanjut ke arah katup. Sekitar 10% pasien sifilis mengalami fase ini.

Pemeriksaan serologis umumnya reaktif.

b. Neurosifilis

Penyakit ini umumnya bermanifestasi 10-20 tahun setelah infeksi.

Neurosifilis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

- Neurosifilis asimtomatik, di mana pemeriksaan serologi reaktif namun tidak

terdapat gejala klinis.

- Neurosifilis meningovaskular, di mana terjadi kelainan susunan saraf pusat

meliputi kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomasia.

Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein

total, dan tes serologi reaktif.

- Neurosifilis parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis.

Uji serologik dalam diagnosis, terutama pada kasus dengan manifestasi

klinik yang membingungkan atau bila tidak terdapat bahan eksudat. Selama

bertahun-tahun telah dikembangkan berbagai uji selorogik, yang terbagi dalam

dua kelompok umum, yaitu (Widyantara, 2012) :

212
1.      Uji Nontreponemal

Mengukur kadar antibodi Wassermann, yang timbul sebagai respon

terhadap kardiolipin, kemungkinan berasal dari jaringan hospes. Uji non-

treponemal adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap materi-

materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid

(lipoidal like antigen) Treponema pallidum. Karena uji ini tidak langsung

mendeteksi terhadap keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini

bersifat non-spesifik. Uji ini akan menjadi negatif 1-4 minggu setelah pertama kali

memberi hasil positif (seiring dengan pengobatan atau menyembuhnya lesi),

sehingga hanya digunakan untuk melihat keberhasilan pengobatan terhadap

penyakit sifilis. Uji non-treponemal meliputi VDRL (Venereal disease research

laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR (rapid plasma reagin), dan

TRUST (toluidine red unheated serum test) (Nasution, 2013).

2.      Uji Treponemal

Mengukur kadar antibodi yang timbul sebagai respon terhadap komponen

antigenic Treponema pallidum. Uji antobodi spesifik kemungkinannya tinggi

apabila ada infeksi treponemal pada saat ini maupun pada waktu lampau.

Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena

mendeteksi langsung antibodi terhadap antigen Treponema pallidum. Biasanya uji

ini digunakan untuk mengkonfirmasi uji non-treponemal (non spesifik) dan untuk

menilai respon bakteri treponemal tersebut (Nasution, 2013).

Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri treponemal atau

ekstraknya, misalnya Treponema Pallidum Hemagglutination Assay

(TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay (TPPA), dan Treponema Pallidum

213
Immunobilization (TPI). Walaupun pengobatan secara dini diberikan, namun uji

treponemal dapat memberi hasil positif seumur hidup (Nasution, 2013).

5. Alat dan Bahan

a. Pemeriksaan VDRL

 Alat

1. Mikropipet

2. Yellow tip

3. Rotator

4. Slide test

5. Pipet pengaduk disposible

 Bahan

1. Antigen VDRL berupa suspensi keruh atau berupa mikropartikel

karbon mengandung EDTA, cholme chloride dan merthiolate

2. Sampel serum

3. NaCl 0,85%

b. Pemeriksaan TPHA

 Alat

1. Mikroplate

2. Mikropipet

3. Yellow tip

4. Strip test TPHA

 Bahan

1. Serum

214
2. Reagen plasmatec TPHA tes kit yang terdiri dari : kontrol negatif,

kontrol positif, TPHA test cell, TPHA diluents dan TPHA kontrol cell.

6. Cara Kerja

a. Pemeriksaan VDRL

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Reagen VDRL dipipet sebanyak 50 µL pada slide.

3. Serum pasien dipipet 50 µL dan diteteskan pada ring slide.

4. Serum dan suspensi antigen VDRL dihomogenkan. Kemudian diletakkan

pada rotator atau digoyangkan selama 8 menit.

5. Hasil diamati berupa flokulasi. Jika terbentuk flokulasi maka dilanjutkan

menggunakan pengenceran.

6. Serum yang positif diencerkan dengan menggunakan NaCl 0,85% dimana

terdapat pengenceran 1/2, 1/4 , 1/8, 1/16, 1/32.

7. Sample cup sebanyak 3 buah disiapkan dan masing-masing ditambahkan

50 µL NaCl 0,85%.

8. Serum positif sebanyak 50 µL dimasukkan ke dalam sample cup 1 lalu

dihomogenkan.

9. Campuran pada sample cup 1 dipipet sebanyak 50 µL lalu dipindahkan ke

dalam sample cup 2 dan seterusnya sampai sample cup 3.

10. Sebanyak 50 µL reagen VDRL diteteskan pada slide lalu ditambahkan 50

µL campuran pada sample cup 1.

11. Campuran dihomogenkan dan digoyang pada rotator selama 8 menit.

215
12. Hasil diamati berupa flokulasi. Jika terbentuk flokulasi maka pengujian

dilanjutkan ke pengenceran pada sample cup 2 sampai diperoleh hasil

akhir atau titer.

13. Hasil akhir/titer ditentukan yaitu dengan pengenceran tertinggi yang masih

menunjukan hasil positif

Interpretasi Hasil

 Positif : terjadi flokulasi

 Negarif : tidak terjadi flokulasi

Negatif Positif

. ..

(HOMOGENUS) . ..
(FLOCULLENT)
.. .
b. Pemeriksaan TPHA
.....
 Pemeriksaan Kualitatif
..
1. Alat dan bahan disiapkan.
. .
2. Strip TPHA dikeluarkan dari pembungkusnya.
.
3. Sampel serum dipipet sebanyak 80 µL lalu diteteskan di tempat sampel
. .
pada strip TPHA.
. . .
4. Strip diinkubasi selama 15 menit.
......
5. Hasil pemeriksaan berupa garis berwarna merah diamati

216 . .

.
 Interpretasi hasil :

a. Positif : muncul 2 garis berwarna yaitu pada daerah kontrol dan daerah

test.

b. Negatif : muncul 1 garis berwarna yaitu pada daerah kontrol saja.

Hasil pemeriksaan yang positif, dilanjutkan ke uji semi kuantitatif dengan

pengenceran sampel.

 Pemeriksaan Semi Kuantitatif

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Well 2 ditambahkan dengan 100 µL diluents.

3. Well 1, 3 sampai 7 ditambahkan dengan 25 µL diluents.

4. Serum pasien sebanyak 25 µL ditambahkan pada well 1 lalu

dihomogenkan.

5. Campuran tersebut diambil sebanyak 25 µL dan dipindahkan ke well 2.

Campuran dari well 2 dipipet sebanyak 25 µL dan dipindahkan ke well 3.

6. Campuran sebanyak 25 µL dipipet pada well 3 lalu dibuang.

7. Campuran sebanyak 25 µL pada well 2 dipipet dan dipindahkan ke well 4

lalu dihomogenkan. Begitu seterusnya sampai well 7.

8. Campuran pada well 7 sebanyak 25 µL dibuang.

9. Control cell sebanyak 75 µL ditambahkan pada well 3.

10. Test cell sebanyak 75 µL ditambahkan pada well 4 sampai 7

11. Well diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit.

12. Aglutinasi yang terjadi dibaca dan ditentukan titernya.

217
 Interpretasi hasil :

a. Hemaglutinasi positif : ditandai dengan adanya bulatan berwarna

merah di permukaan well.

b. Hemaglutinasi negatif : terlihat seperti titik berwarna merah di tengah

dasar well.

 Titer antibodi :

Sumur 1 2 3 4 5 6 7
Titer Pengenceran Pengenceran Control 1: 1: 1: 1:

serum serum cell 80 160 320 640

7. Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan VDRL dan TPHA yang dilakukan di sub

laboratorium imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa

PKL, yaitu:

a. Pemeriksaan VDRL dan TPHA

Tanggal pemeriksaan Jumlah pasien VDRL Jumlah Pasien TPHA


Senin, 23 Maret 2015 - -
Selasa, 24 Maret 2015 2 1
Rabu, 25 Maret 2015 - 1
Kamis, 26 Maret 2015 - -
Jumat, 27 Maret 2015 - 1
Sabtu, 28 Maret 2015 - 1
Senin, 30 Maret 2015 - 1
Selasa, 31 Maret 2014 1 1
Rabu, 1 April 2014 2 1
Kamis, 2 April 2014 - -
Jumat, 3 April 2014 - -
Sabtu, 4 April 2015 1 -
Total 6 4

Contoh hasil pemeriksaan VDRL dan TPHA yang dikeluarkan oleh RSUP

Sanglah terlampir.

218
8. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dari pemeriksaan VDRL dan TPHA adalah

pada saat melihat flokulasi pada pemeriksaan VDRL terkadang reagen yang

terlalu berlebihan akan berkumpul dan mengakibatkan flokulasi palsu kemudian

apabila luas penghomogenan antara reagen dengan serum tidak pas maka flokulasi

yang timbul tidak akan terlihat. Maka dari itu perlu adanya konsentrasi dan

ketelitian dari pemeriksa agar hasil menjadi tepat. Kemudian pada pemeriksaan

TPHA yang dikerjakan dirumah sakit Sanglah hanya pemeriksaan TP secara

kualitatif dengan stick sedangkan TPHA tidak dikerjakan karena tidak ada reagen.

9. Pembahasan

Sifilis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri

Treponema pallidum. Penyakit sifilis ini mempunyai empat stadium yaitu stadium

primer, sekunder, laten dan tersier. Uji serologi terhadap sifilis dibagi menjadi dua

kelompok umum yaitu uji nontreponemal dan treponemal. Uji nontreponemal

merupakan uji non spesifik dimana uji ini mendeteksi antibodi IgG dan IgM

terhadap materi-materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap

antigen mirip lipid Treponema pallidum. Contoh uji nontreponemal adalah VDRL

(Venereal Disease Research Laboratory). Sedangkan uji treponemal merupakan

uji yang spesifik terhadap sifilis karena mendeteksi langsung antibodi terhadap

antigen Treponema pallidum. Contoh dari uji treponemal yaitu TPHA (Treponema

Pallidum Hemaglutination Assay).

Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan untuk mengetahui ada atau

tidaknya antibodi terhadap kuman Treponema pallidum. Antibodi terhadap sifilis

mulai terbentuk pada akhir stadium pertama, tetapi kadarnya amat rendah dan

219
seringkali memberi hasil yang negatif pada uji serologi. Pemeriksaan VDRL ini

dilakukan dengan metode flokulasi. Flokulasi yang terbentuk merupakan terjadi

secara imunologis antara antibodi yang terdapat pada serum dengan reagen

VDRL. Pemeriksaan VDRL ini bermanfaat sebagai pemeriksaan skrining cepat

terhadap sifilis.

Reagen VDRL dengan serum yang telah dihomogenkan, digoyang selama 8

menit. Hasil dari reaksi dibaca dan jika terdapat flokulasi dilanjutkan dengan

pengenceran. Pada pengenceran serum dapat diperoleh titer antibodinya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan VDRL antara lain:

a. Alat dan bahan yang digunakan dipastikan bersih dan bebas dari kontaminasi.

b. Reagen VDRL sebelum digunakan harus dikondisikan dengan suhu ruang agar

partikel-partikel di dalamnya stabil.

c. Volume sampel dan reagen dipastikan tepat dan diusahakan tidak timbul

gelembung udara.

d. Slide test digoyang tepat 8 menit dengan menggunakan rotator. Waktu 8 menit

ini merupakan waktu optimal untuk antigen dan antibodi untuk bereaksi. Jika

kurang dari 8 menit, kemungkinan kurang optimalnya reaksi antara antibodi

dengan antigen sehingga dapat menimbulkan negatif palsu. Sedangkan jika

lebih dari 8 menit kemungkinan akan timbul positif palsu.

Treponema Pallidum Hemaglutination Assay (TPHA) merupakan suatu

pemeriksaan serologi untuk sifilis dimana pemeriksaan ini mendeteksi adanya

antibodi spesifik terhadap Treponema pallidum. manfaat dari pemeriksaan TPHA

ini adalah sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi

220
respon serologi spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir

sifilis.

Pengujian TPHA ini diawali menggunakan metode imunokromatografi

dengan strip. Dimana sampel serum pasien sebanyak 80 µL diteteskan pada

lubang sampel dan diinkubasi selama 15 menit. Waktu ini merupakan waktu

optimal untuk terbentuknya reaksi warna. Serum pasien dan konjugat yang ada di

tempat sampel akan bermigrasi secara kromatografi di sepanjang strip menuju

daerah test yang dilapisi antigen Treponema pallidum membentuk kompleks

antigen antibodi menghasilkan reaksi warna sedangkan konjugat akan bereaksi di

daerah kontrol.

Prinsip pada pemeriksaan TPHA ini dimana adanya reaksi hemaglutinasi

secara imunologis antara eritrosit burung yang dilapisi oleh antigen Treponema

pallidum (Nichols strain) pada reagen dengan antibodi spesifik terhadap

Treponema pallidum pada sampel serum pasien. Komponen reagen yang

digunakan terdiri dari diluents yang digunakan untuk melakukan pengenceran

sampel, control cell yang fungsinya sebagai validasi terhadap reagen dan teknik

pengerjaan serta mengetahui ada atau tidaknya reaksi non spesifik, dan test cell

sebagai antigen yang berasal dari eritrosit burung dimana dilapisi dengan antigen

Treponema pallidum.

Well 1 dan 2 merupakan tempat pengenceran serum yaitu 1/20. Pada well 3

merupakan control cell, dan well 4 sampai 7 ditambahkan dengan test cell. Setelah

dilakukannya inkubasi selama 45-60 menit dimana waktu tersebut merupakan

waktu optimal untuk terbentuknya hemaglutinasi. Hindari campuran pada well

tersebut dari adanya getaran. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan pada

221
sampel serum pasien Widi Astawa I Wyn (27 tahun, Laki-laki) diperoleh titer

1/320.

Kelemahan dari pemeriksaan TPHA antara lain :

a. Kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal/primer) sifilis.

b. Pada saat pengerjaan diperlukan keterampilan dan ketelitian tinggi.

c. Tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi karena tetap reaktif dalam

waktu yang lama.

Kelebihan dari pemeriksaan TPHA antara lain :

a. Teknis dan pembacaan hasilnya mudah.

b. Memiliki spesifitas tinggi (100%) untuk mendeteksi adanya antibodi

treponemal dan sensitivitas (99,5%) yang tinggi dimana kadar minimum

antibodi treponemal yang dapat dideteksi adalah 0,05 IU/ml.

c. Hasil reaktif atau positif dapat diperoleh lebih dini.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :

a. Semua komponen harus disuhu ruangkan terlebih dahulu sebelum digunakan

agar komponennya stabil.

b. Sampel yang digunakan adalah sampel serum atau plasma yang bebas dari sel

darah, kontaminasi mikroba, tidak hemolisis, dan tidak lipemik/ikterik.

c. Proses penghomogenan harus dilakukan dengan tepat.

d. Ketepatan volume pemipetan sampel dan reagen perlu diperhatikan untuk

memperoleh pengenceran yang sesuai.

e. Control cell harus selalu menunjukkan hasil negatif pada proses pemeriksaan.

f. Waktu inkubasi tidak boleh lebih dari 60 menit dan bebas dari getaran.

222
g. Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu terbentuknya

chancre.

Q. PEMERIKSAAN RA (REUMATOID ARTHRITIS)

1. Tujuan

 Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kadar Rheumatoid faktor (Rf)

pada sampel serum pasien.

 Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan Rheumatoid

Arthritis (Ra) pada sampel serum pasien.

223
2. Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kadar Rheumatoid Arthritis

(Ra) pada sampel serum adalah metode aglutinasi latex secara kualitatif dan

semi-kuantitatif.

3. Prinsip

Reaksi aglutinasi secara imunologis yang terjadi antara IgG yang

menyelimuti reagen latex dengan faktor rheumatoid (anti-antibodi IgG) yang

terdapat dalam sampel serum pasien.

4. Dasar Teori

Arthritis rematoid adalah suatu penyakit radang sendi yang ditimbulkan

oleh suatu kelainan pada proses regulasi imun (immune regulation) yang

kelainan imunopatologisnya disebabkan oleh kegagalan dalam koordinasi dari

beberapa fungsi imunitas mediasi seluler (cell mediated immunity) terhadap

suatu antigen di dalam sendi (intra-arthicular) yang berasal dari luar. Antigen

penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan tepat, dan oleh karena

itu sering disebut antigen x ( Anonim, 2010 ).

Antigen x yang masuk kedalam sendi akan diproses oleh beberapa sel

imunokompeten dari sinovia sendi sehingga merangsang pembentukan

antibodi terhadap antigen x tersebut. Antibodi yang dibentuk dalam beberapa

sendi ini terutama dari kelas lgG walaupun kelas dari Ab yang lain juga

terbentuk ( Anonim, 2010 ).

RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang

berlangsung selama minimal 6 minggu, yaitu :

224
1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit

di pagi hari.

2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan.

3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan.

4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri

pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang

sendi pergelangan tangan.

( Merlin S. 2012 )

Pada tahap yang lebih lanjut, RA dapat dikarakterisasi juga dengan

adanya nodul-nodul rheumatoid, konsentrasi rheumatoid factor (RF) yang

abnormal dan perubahan radiografi yang meliputi erosi tulang. Faktor

reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi

dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum,

maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum

diketahui pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF

dengan IgG memegang peranan yang penting pada rematik artritis

(rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif.

Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA

( Merlin S. 2012 )

Menurut Prodia, diagnosis rheumatoid arthritis dapat dilakukan

melalui beberapa macam pemeriksaan laboratorium, diantaranya :

1. Pemeriksaan rheumatoid factor (RF)

2. Pemeriksaan Anti Nuclear Antibody (ANA)

225
3. Pemeriksaan Anti-cydic Citrullinated Peptide (anti-CCP)

4. Pemeriksaan C-Reaktive Protein (CRP)

5. Pemeriksaan darah lengkap

6. Pemeriksaan laju endap darah (LED)

Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering digunakan tes CRP (C-Reaktive

Protein) dan ANA (Antinuclear Antibodies). Uji RF untuk serum pasien

diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi atau nephelometry.

Faktor rematoid dalam darah dapat diukur dengan 2 cara yaitu:

1. Tes Aglutinasi

Suatu metode aglutinasi, dimana serum dicampurkan dengan partikel

lateks yang dilapisi oleh antibodi IgG manusia. Jika serum tersebut

mengandung faktor rematoid, reagen lateks tersebut akan membentuk

gumpalan atau aglutinasi. Metode ini baik digunakan sebagai tes pertama atau

penyaring (Sarliyanti, 2012).

2. Tes Nephelometry

Pada metode ini, menggunakan darah yang telah dicampur dengan reagen.

Saat sinar laser melalui cuvet yang mengandung campuran tersebut, akan

terukur berapa banyak cahaya yang dapat dihalangi oleh sampel dalam cuvet.

Semakin tinggi kadar Rf, maka semakin banyak gumpalan yang terbentuk,

226
sehingga sampel menjadi keruh, sehingga lebih sedikit cahaya yang dapat

melalui cuvet. Gejala klinik dari RA antara lain nyeri sendi,pembengkakan

sendi,pergerakan terbatas,kekakuan sendi,dan cepat lelah.diagnosa RA dapat

ditegakkan jika memenuhi 4 dari 6 criteria dibawah ini:

1. nyeri sendi pada pagi hari

2. artristis pada 3 sendi atau lebih

3. artritis pada sendi tangan

4. artritis yang bersifat simetris

5. serum RF positif

6. perubahan radiologo pada sendi.indikasi tes RF terutama digunakan

untuk membantu mendiagnosis arthritis rematoid.walaupun Rf tidak

sensitive ataupun spesifik untuk RA,tetapi 80% pasien arthritis

rheumatoid memiliki RF yang positif (Merlin S, 2012).

5. Nilai Rujukan

Dewasa :

- penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan rheumatoid

arthritis dan penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.

Anak : biasanya tidak dilakukan

Lansia : sedikit meningkat (Lestari. 2011)

227
Catatan : Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium,

tergantung metode yang digunakan.

6. Masalah Klinis

Peningkatan Kadar : rematik arthritis, LE, dermatomiositis, scleroderma,

mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis, sarkoidosis, sirosis hati,

hepatitis, sifilis, infeksi kronis, lansia.

Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan rheumatoid factor :

1. Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah

terjadi pemulihan klinis.

2. Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit

kolagen, kanker, sirosis hati.

3. Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit

apapun.

4. Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini,

temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam

status klinis pasien (Merlin S, 2012).

7. Alat dan Bahan

Alat :

1. Slide RA (Rhematoid Athritis) (latar hitam)

2. Mikropipet 100 µl dan 50 µl

3. Batang Pengaduk Disposible

228
4. Yellow Tip

5. Tabung Reaksi

6. Rak tabung reaksi

i. Bahan :

1. Sampel serum

2. Buffer Glisin

3. RA Latex control positif

4. RA latex control negative

8. Prosedur Pemeriksaan

- Metode Kualitatif :

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Kondisikan alat, reagen dan sampel dalam suhu ruangan

3. Reagen latex dikocok secara perlahan untuk menghomogenkan

partikelnya.

4. Kemudian reagen latex diteteskan sebanyak satu tetes (40 µl) pada

lingkaran slide aglutinasi dengan background hitam

5. Sampel serum diteteskan menggunakan pipet pengaduk yang

disiapkan di sebelah tetesan reagen latex sebanyak satu tetes. Hal

yang sama dilakukan pada positif control dan negative control.

6. Sampel serum dan reagen latex dihomogenkan dan dilebarkan

sebesar area lingkaran yang telah ditentukan.

7. Slide digoyang – goyangkan selama dua menit.

8. Dibaca aglutinasi yang terbentuk pada tempat yang terang.

229
9. Apabila hasil uji kualitatif menunjukkan hasil positif, dilanjutkan ke

uji semikuantitatif.

- Metode Semi Kuantitatif

1. Empat buah sampel cup siapkan dan masing – masing tabung diisi

dengan 100 µl larutan saline.

2. Sampel serum diambil sebanyak 100 µl dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi pertama lalu dihomogenkan.

3. 100 µl larutan dari tabung pertama dipipet lalu dimasukkan ke tabung

reaksi kedua lalu dihomogenkan dan seterusnya dilakukan hal yang

sama sampai pada tabung keempat.

4. Larutan dari tabung keempat kemudian diambil sebanyak 100 µl lalu

dibuang.

5. Reagen latex dihomogenkan dan diteteskan pada masing – masing

slide aglutinasi dengan background hitam sebanyak satu tetes.

6. Kemudian 50 µl larutan dari masing – masing tabung reaksi diambil

dan diletakkan pada masing – masing lingkaran slide aglutinasi

tersebut.

7. Larutan pada slide aglutinasi dan reagen RA latex kemudian

dihomogenkan dan dilebarkan sebesar area lingkaran yang telah

ditentukan.

8. Slide aglutinasi kemudian digoyang – goyangkan selama dua menit.

9. Diamati aglutinasi yang terbentuk pada tempat yang terang.

9.INTERPRETASI HASIL

230
Nilai Normal

Dewasa : < 8 I.U./ml

Pembacaan Hasil

Positif Negatif

- Positif : terbentuk aglutinasi

- Negatif : tidak terbentuk aglutinasi

Pengenceran ½ ¼ 1/8 1/16

Sampel Serum 100 µl - - -

Saline 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl

100 µl 100 µl 100 µl

Volume Sampel 50 µl 50 µl 50 µl 50 µl

6xN0.Of dilution 8x2 8x4 8x8 8x16

Mg/I.U./ml 16 32 64 128

231
Kadar normal RF pada orang dewasa : <8 I.U/ml

Interpretasi hasil : Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan reaksi

aglutinasi merupakan titer dari rheumatoid factor yang terkandung dalam

sampel serum pasien.

10.Hasil Kegiatan

Kegiatan pemeriksaan RF yang dilakukan di sub lab imunologi RSUP

Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL, yaitu:

Hari, Tanggal Jumlah Pasien (orang)


Senin, 23 Maret 2015 -
Selasa, 24 Maret 2015 -
Rabu, 25 Maret 2015 1
Kamis, 26 Maret 2015 -
Jumat, 27 Maret 2015 -
Sabtu, 28 Maret 2015 -
Senin, 30 Maret 2015 -
Selasa, 31 Maret 2015 -
Rabu, 1 April 2015 -
Kamis, 2 April 2015 1
Jumat, 3 April 2015 -
Sabtu, 4 April 2015 -
Total 2
Contoh hasil pemeriksaan RF yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah

terlampir.

11.Permasalahan

Permasalahan yang ditemui mahasiswa yakni pada saat menggunakan slide

dengan berlatar belakang hitam terkadang kotoran yang ada di slide bereaksi

dengan reagen akan menghalangi aglutinasi sehingga sebelum dilakukan

pemeriksaan dipastikan terebih dahulu bahwa alat – alat yang digunakan harus

bersih.

232
12.Pembahasan

Pemeriksaan RF (Rheumatoid Factor) dapat digunakan sebagai uji

penyaring terhadap rheumatoid arthritis (RA). Uji RF tidak digunakan untuk

pemantauan pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap positif,

walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6

bulan untuk peningkatan titer yang signifikan.

Pada beberapa penderita dengan arthritis rematoid, secara genetic,

didapatkan adanya kelainan dari sel limfosit T-Suppressor-nya sehingga tidak

dapat menekan sel limposit T-Helper. Dengan akibat timbulnya rangsangan

yang berlebihan pada sel plasma sehingga terjadi pembentukan antibodi yang

berlebihan pula. Dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan

gangguan glikosilasi IgG sehingga terbentuk IgG yang abnormal, dan

menimbulkan pembentukan auto-antibodi yang dikenal sebagai factor

rematoid. lgG yang abnormal tersebut akan difagositosis oleh magrofag atau

APC yang lain (Anonim, 2010).

Umumnya factor rematoid baru terbentuk setelah penderita menderita

penyakit lebih dari 6 bulan, tetapi dapat pula terjadi lebih awal. Dalam tahap

selanjutnya antibodi tersebut (terutama IgG) akan mengadakan ikatan dengan

antigen X dalam bentuk kompleks IgG-antigen X atau dengan IgG sendiri

dalam bentuk kompleks IgG-IgG. Kompleks imun yang terjadi akan

mengaktifkan komplemen, dan menimbulkan kemotaksin yang menarik

233
leukosit PMN ke tempat proses. PMN ini akan mengadakan fagositosis

kompleks imun tersebut, dan mengalami kerusakan atau mati dengan akibat

pengeluaran enzim lysosin yang dapat merusak tulang rawan sendi.

Pengendapan kompleks imun disertai komplomen pada dinding sendi juga

dapat menyebabkan kerusakan sendi ( Arman. 2013 ).

Apabila pada serum pasien yang dicampur dengan reagen lateks tidak

terjadi aglutinasi. Maka hasil negative ini menunjukkan di dalam serum

pasien tidak mempunyai Reumatoid Faktor atau antibody ini terdapat dalam

serum namun kurang dari 8 I.U/ml sehingga memberi hasil negative. Apabila

didapatkan hasil positif, pemeriksaan dilanjutkan dengan pengenceran,

pengenceran yang dilakukan yaitu pengenceran 1 : 2 yaitu dilakukan dengan

memipet 100 uL serum ditambah dengan 100 uL NaCl/ buffer, setelah

dihomogenkan campuran dipipet sebanyak 100 uL lalu ditambahkan satu

tetes reagen, apabila hasil ini menunjukkan hasil positif maka titer RF

menunjukkan hasil > 8 I.U/ml dan harus diperiksa lebih lanjut.

234

Anda mungkin juga menyukai