Anda di halaman 1dari 126

SUB LABORATORIUM IMUNOLOGI

Laboratorium imunologi merupakan sub laboratorium yang ada di


laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah. Laboratorium imunologi memiliki 3
dasar langkah kerja yaitu:
a. Pra-analitik
Pra-analitik adalah langkah awal yang dilakukan sebelum melakukan
pemeriksaan. Pra-analitik sangat berperan besar apabila pada proses pra-analitik
dikatakan gagal maka untuk ketahap berikutnya akan lebih sulit dan juga dapat
berpengaruh dengan hasil.
b. Analitik
Tahapan analitik meliputi prosedur pemeriksaan sampai diperoleh hasil
pemeriksaan. Pada proses ini di laboratorium imunologi Sanglah, pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan alat dan ada juga yang masih menggunakan
cassete atau manual.
c. Pasca analitik
Pasca analitik yaitu tahapan akhir setelah semua pemeriksaan selesai
dilakukan sampai pengesahan terhadap hasil pemeriksaan tersebut kemudian hasil
akan dicrosscheck oleh dokter dengan melihat history dari pasien.
A. Langkah-langkah setelah sampel diterima di Sub Laboratorium
Imunologi
1. Bahan diterima dari petugas sampling.
2. Bahan dievaluasi dan dicocokkan dengan Bukti Tindakan Laboratorium.
3. Bahan diberi nomor urutan dan dilakukan sentrifugasi untuk memperoleh
serum.
4. Persiapan alat dan bahan sesuai jenis pemeriksaan.
5. Bahan dikerjakan sesuai dengan pemeriksaan pada Bukti Tindakan
Laboratorium (BTL).
6. Scan barcode.
7. Input hasil dan pencetakan hasil pemeriksaan.
8. Validasi oleh analis kesehatan dan verifikasi hasil pemeriksaan oleh dokter
jaga laboratorium.
9. Hasil dikeluarkan untuk pasien dan siap dipertanggung jawabkan.
B. Pemeriksaan yang dikerjakan di Sub Laboratorium Imunologi

88

Pemeriksaan yang dikerjakan di Sub Laboratorium Imunologi terdiri dari


pemeriksaan manual dan pemeriksaan secara otomatis.
A. Pemeriksaan Otomatis
Alat yang digunakan :
1. Alat VIDAS 1
Alat ini digunakan untuk pemeriksaan sebagai berikut :
a. Tiroid : T3, T4.
b. Tumor marker : TPSA, CEA (s), AFP.
c. Torc : Toxo IgG, Toxo IgM
d. Hepatitis : HbsAg, Anti-HBS.
2. Alat VIDAS 2
Alat ini digunakan untuk pemeriksaan sebagai berikut :
a. Tiroid : TSHs
b. Reproduction fertility : Estradiol, Prolaktin, FSH, HCG, LH.
c. Tumor marker : CA 15-3, CA 19-9, CA 125.
d. Alergi : Total IgE
e. Hepatitis : HAV IgM
f. Severe bacterial infections : Procalcitonin
3. Alat Cobas e 411
Alat ini digunakan untuk pemeriksaan:
a. HBsAg
b. Ferritin
c. Anti HCV
d. TSH
e. FT4
4. Alat Pemeriksaan CD-4 (BD FACS Count)
Alat ini dapat memeriksa CD4, CD3 dan CD8
B. Pemeriksaan Manual
Pemeriksaan terdiri dari :
1. Pemeriksaan Widal
2. Pemeriksaan ASO
3. Pemeriksaan VDRL (Veneral Disease Research Laboratory)
4. Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemaglutination Assay)
5. Rheumatoid Factor Test
6. IgM Salmonella Thypi (TUBEX)
7. Pemeriksaan anti HIV
8. Pemeriksaan DHF (IgG dan IgM)
9. Pemeriksaaan NS1
A. PEMERIKSAAN FERITIN
1.
2.

Tujuan Kegiatan
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan feritin.
b. Mahasiswa dapat mengetahui nilai feritin sampel serum pasien.
Metode

89

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan feritin adalah metode ECLIA


(Electro Chemilumineschene Imunoassay).
3. Prinsip
Prinsip pemeriksaan Feritin dengan metode ECLIA adalah terbentuknya
suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks antigen antibodi
berdasarkan prinsip sandwich dan kompetitif. Kompetitif dipakai untuk
menganalisis substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan
prinsip sandwich digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.
Reaksi electrochemiluminescent terjadi pada saat label telah terikat dan misi
cahaya akan dihitung melalui tabung fotomultiplier.
4.

Dasar Teori
Besi merupakan zat penting bagi tubuh manusia karena keberadaannya dalam

banyak hemoprotein. Pada penyerapan besi, Fe3+ diubah menjadi Fe2+ oleh
enzim feri reduktase dan Fe2+ di angkut dalam enterosit oleh pengangkutan besi
membran apikal DMT1. Heme diangkut ke dalam eritrosit oleh pengangkutan
heme yang berbeda (HT) dan heme oksidase (HO) membebaskan Fe2+ dari heme.
Sebagian Fe2+ intrasel akan diubah menjadi Fe3+ dan diikat oleh suatu protein
yang dikenal dengan ferritin. Ferritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu
kompleks ferritin bisa menyimpan kira kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya.
Ferritin bisa ditemukan atau disimpan di Liver, Limpa, Otot Skelet dan Sumsum
Tulang. Dalam keadaan normal, hanya sedikit ferritin yang terdapat dalam plasma
manusia. Jumlah ferritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang
tersimpan di dalam tubuh kita. (Shvoong, 2010)
Ferritin adalah protein berbentuk glubular dan mempunyai dua lapisan
dengan diameter luarnya berukuran 12 nm dan diameter dalamnya berukuran 8
nm. Besi tersimpan di dalam protein ferritin tersebut tepatnya di tengah. Bila

90

dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer ferritin mempunyai lima helix
penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan red helix
dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut. (Shvoong, 2010)
Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan katalisis
pembentukan radikal bebas dari Reactive Oxygen Species (ROS) melalui reaksi
Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu
dengan cara membuat ikatan besi dengan ferritin. Jadi ferritin merupakan Protein
utama penyimpan besi di dalam sel. (Shvoong, 2010)
Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 20 mg setiap
harinya, tapi ternyata hanya 1 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh.
70% dari zat besi yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses
eritropoesis menjadi Hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk ferritin dan
sisanya 5 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses lain. Besi Fe3+ yang
disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata tubuh
membutuhkannya. (Shvoong, 2010)
Kadar ferritin normal 30-300 ng/mL untuk pria dan 15-200 ng/mL untuk
wanita. Kadar ferritin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya
hemokromatosis sedangkan kadar ferritin yang terlalu rendah dapat menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi. (Shvoong, 2010)
Anemia defisiensi besi atau yang dikenal juga dengan Anemia Sideropenik
biasanya disebabkan karena asupan zat besi yang kurang, infeksi parasit,
menoragi, metroragi, menstruasi, premenopause, kehamilan, ulkus peptikum,
penggunaan obat-obatan dalam jang waktu yang lama dan lain lain. Ketika
tubuh kehilangan zat besi melebihi asupannya maka tubuh akan mulai
membongkar dan memakai besi yang tersimpan dalam ferritin di liver, limpa, otot
dan sumsum tulang, yang merupakan cadangan dalam tubuh. Kadar ferritin pun

91

berkurang secara progresif. Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat
memenuhi kebutuhan untuk pembentukan eritrosit, sehingga eritrosit yang
dihasilkan

jumlahnya

menjadi

lebih

sedikit.

Kadar

eritrosit

menurun

mengakibatkan hemoglobin pun ikut menurun. Mulailah terjadi anemia. Tubuh


pun berusaha melakukan kompensasi, dimana sumsum tulang berusaha untuk
menggantikan kekurangan besi dengan mempercepat pembelahan sel dan
menghasilkan eriitrosit dengan ukuran yang sangat kecil (Mikrositik) yang khas
untuk anemia defisiensi besi. (Shvoong, 2010)
Pemeriksaan serum Ferritin merupakan pemeriksaan yang paling spesifik
untuk mendiagnosa Anemia defisiensi besi. Kadar serum ferritin yang sangat
rendah menunjukkan Anemia defisiensi besi. (Shvoong, 2010)
5. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Cobas e 411
2. Sample cup
3. Gunting
4. Mikropipet
5. Yellow tip
b. Bahan
1. Reagen Cobas
2. Serum
6. Cara Kerja
a. Menghidupkan Instrumen Cobas e 411
1. Reagen dikeluarkan dari lemari pendingin, dibiarkan mencapai suhu ruang.
2. Cairan pencuci, waste dan disposable (assay cup dan assay tip) diperiksa.
Jika sudah habis diganti dengan yang baru.
3. Reagen dimasukkan ke dalam reagen disk (tutup kembali segera), ditekan
Reagen dan ditekan Scan reagen.
4. Kalibrator atau kontrol dimasukkan ke dalam sampel disk, ditekan System
Overview, ditekan Sampel Tracking dan ditekan Sampel Scan.
5. Untuk kalibrator atau kontrol baru dilakukan BC Card Scan pada menu
Calibrator Instal (untuk kalibrator) dan QC lalu Instal (untuk kontol).
Catatan : untuk kontrol baru aktifkan kontrol terlebih dahulu.
6. Ditekan START.
b. Order Pasien Rutin pada Cobas e 411

92

1.
2.
3.
4.

Ditekan workplace, lalu ditekan test selection ion ditekan routine.


Dimasukkan data sampel ID, posisi sampel dan rotor disk yang digunakan.
Parameter yang akan dikerjakan dipilih, lalu ditekan save.
Order pasien diperiksa pada menu data pasien pada menu data review

lalu ditekan start.


5. Untuk sampel barcode ditekan (E) (System overview), lalu sampel
tracking.
6. Sampel pada tempat disk diletakkan, ditekan sampel scan dan dipilih
sampel dan parameter yang akan dikerjakan.
7. Ditekan save kemudian start.
c. Order pengenceran
1. Letakkan diluent universal dalam reagen disk, lalu tekan scan reagen.
2. Sampel ID dan posisi sampel dimasukkan pada menu test selection.
3. Dipilih parameter yang akan dilakukan : pengenceran, ditekan dilution fact
or dipilih pengenceran yang sesuai, ditekan save.
4. Order pasien diperiksa pada menu data review, ditekan start.
7. Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan Feritin di sub laboratorium imunologi RSUP
Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari pasien
rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


22
19
12
20
13
13
16
11
14
17
20
177

Contoh hasil pemeriksaan Feritin yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah


terlampir.

93

8.

Permasalahan
Permasalahan yang ditemui ketika melakukan pemeriksaan Feritin antara

lain:
a. Mahasiswa belum dapat melakukan kontrol alat karena dilakukan oleh
petugas laboratorium.
b. Barcode yang tidak terbaca secara otomatis menyebabkan alat tidak dapat
9.

melakukan pemeriksaan.
Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Pemeriksaan ferritin tidak dapat dipisahkan dari pemeriksaan hematologi

rutin agar dapat memberikan informasi diagnostik lebih baik. Jika ditemukan
keadaan anemia maka perlu diperiksa apakah jenis anemianya mikrositik
hipokrom atau tidak. Pada anemia mikrositik hipokrom perlu diperiksa ferritin
untuk menentukan apakah anemianya disebabkan oleh defisiensi besi atau oleh
penyebab lainnya seperti thalassemia, anemia penyakit kronis, dan lain-lain.
Pemeriksaan ferritin dilakukan untuk mengukur konsentrasi ferritin atau
cadangan besi di dalam tubuh. Sekitar 30% besi yang berada di dalam tubuh,
tersimpan sebagai feritin di limpa, sumsum tulang dan hati. Pemeriksaan ini
berkorelasi dan berguna pada evaluasi total body storage iron. Manfaat
pemeriksaan ini adalah untuk pemantauan perkembangan defisiensi besi pada
penyakit anemia, diagnosa hipokromik dan anemia mikrositik. Kadar ferritin
berkolerasi dengan dan berguna pada evaluasi dari total body storage iron. Pada
hemokromatosis, ferritin dan iron saturation meningkat. Kadar ferritin pada
hemokromatosis bisa mencapai > 1000 ng/mL (Serum Iron/SI : > 1000 ng/mL).
Pemeriksaan feritin yang dilakukan di laboratorium imunologi RSUP
Sanglah menggunakan sampel serum pasien. Darah pasien yang ditampung di
dalam tabung vacutainer merah disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama
10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel serum yang tidak

94

hemolisis. Persiapan terhadap serum pasien sebelum pemeriksaa adalah jika


dikerjakan di alat COBAS e 411 maka sampel serum dipindahkan ke sample cup
yang tutupnya sudah digunting. COBAS e 411 menggunakan metode ECLIA
(Electro Chemiluminescence Immunoassay). ECLIA menggunakan teknologi
tinggi yang memberi banyak keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada
metode ECLIA yang menggunakan kompetitif dipakai untuk menganalisis
substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan prinsip sandwich
digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.
Pemeriksaan dengan alat COBAS e 411, sampel serum diletakkan di tabung
sampel pada alat. Yang perlu diperhatikan adalah barcode pada tabung diletakkan
menghadap ke depan, sehingga alat akan mendeteksi sendiri jenis pemeriksaan
apa saja yang dilakukan. Alat sendiri akan memproses sampai diperolehnya hasil
pemeriksaan yang langsung terinput ke komputer.
Jumlah pemeriksaan Feritin yang pernah dikerjakan selama praktek kerja
lapangan adalah sebanyak 177 sampel. Nilai rujukan yang digunakan untuk
pemeriksaan feritin adalah 30-400 ng/mL.
Permasalahan yang ditemukan pada pengerjaan feritin dapat diselesaikan
dengan cara antara lain :
a. Mahasiswa tidak ikut dalam pengerjaan kontrol alat dimana dilakukan oleh
petugas laboratorium sendiri sehingga hanya diperoleh penjelasan saja.
b. Kurangnya reagen pemeriksaan feritin menyebabkan pemeriksaan ditunda
lalu sampel pasien disimpan dalam kulkas dengan suhu 2-80C dalam bentuk
serum.
c. Barcode yang tidak terbaca pada alat COBAS e 411 sering menimbulkan
error pada hasil pemeriksaan sehingga dilakukan pemeriksaan dengan
langkah memasukkan data pasien secara manual pada alat.

95

B. PEMERIKSAAN TIROID
1. Tujuan Kegiatan
1. Untuk dapat melakukan pemeriksaan kelainan tiroid pada sampel serum
pasien.
2. Untuk dapat mendiagnosis dan mengetahui kadar tiroid yang ada pada
sampel serum pasien.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tumor marker yaitu ELFA
(Enzyme Linked Fluorescent Assay).
c.

Prinsip
Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).


Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis
dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah
nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar
yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.
d. Dasar Teori
Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh
manusia. Kelenjar ini dapat ditemui di bagian depan leher, sedikit di bawah laring.
Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi,
membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon lainnya.
Berikut adalah pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosa
kelainan tiroid, antara lain:
a.

Pemeriksaan FT4
Pemeriksaan FT4 merupakan pemeriksaan sensitif untuk fungsi tiroid.

Peningkatan

konsentrasi FT4 terlihat

pada

kondisi

hipertiroid,

sedangkan

penurunan konsentrasi terjadi pada kondisi hipotiroid. Pemeriksaan ini merupakan

96

indikator yang lebih baik dibandingkan dengan T4 total karena tidak dipengaruhi
oleh perubahan thyroxine-binding proteins. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk
membantu diagnosa hipertiroid dan hipotiroid; klarifikasi status pasien pada
kondisi seperti hipotiroid sekunder yang berkaitan dengan penyakit pituitari.
(Prodia, 2012)
b. Pemeriksaan TSH
Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang dihasilkan oleh
hipofisa anterior. TSH berfungsi merangsang produksi hormon tiroid seperti T4
dan T3 melalui reseptornya yang ada di permukaan sel tiroid. Sintesis dari TSH
ini dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh
hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di dalam darah.
Bila kadar T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan ditekan sehingga akan
terjadi penurunan kadar T3 dan T4. (Biomedika, 2012)
Pemeriksaan TSH merupakan pengukuran kadar

Thyroid

Stimulating

Hormone (TSH) dalam darah, dan dapat digunakan untuk menilai fungsi tiroid.
TSH berfungsi untuk menstimulasi sekresi hormon tiroid yang sangat penting bagi
tubuh. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk kkrining kelainan tiroid, diagnosis
hipotiroidisme (primer, sekunder dan tersier) dan hipertiroidisme. (Prodia, 2012)
c.

Pemeriksaan T4
Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang

terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%, albumin
10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada
dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji
laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar
tiroid. (Biomedika, 2012)
d. Pemeriksaan T3

97

Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam darah dengan
kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan bersifat lebih kuat
daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid stimulating
hormone (TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan thyroidreleasing
hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat
dengan thyroxine binding globulin(TBG) sebanyak 38 80%, prealbumin 9
27% dan albumin 11 35%. Sisanya sebanyak 0.2 0.8% ada dalam bentuk
bebas yang disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada
penyakit graves dan adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien
yang menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut, produksi T3
berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi
untuk menentukan beratnya kelainan tiroid. (Biomedika, 2012)
e. Alat dan Bahan
1. Alat
1. VIDAS 1 & 2
2. Cobass e 411
3. Mikropipet
4. Yellow tip
2. Bahan
1. Reagen Biomerieux
2. Serum
f. Cara Kerja
1. Cara Menyalakan VIDAS PC
1. Nyalakan secara berurutan :
-

UPS

Modul Vidas

98

Print dan Monitor

Komputer

2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.


3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon pada monitor
tampak VIDAS PC is starting...please wait.
4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.
2. Cara Memasukkan Sampel
1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.
2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.
3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.
4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah
pemerikasaan.
5. Sampel dipipet sesuai jenis pemeriksaan yaitu :
-

Pemeriksaan FT4

: 100 L

Pemeriksaan TSH

: 200 L

Pemeriksaan T4

: 200 L

Pemeriksaan T3

: 100 L

6. Sampel diteteskan pada reagen.


7. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.
8. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai dengan
nomor rak yang dimasukkan sampel.
9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.
3.

Cara Mematikan Vidas PC


1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR
dalam alat.

99

2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan
Do you want to quit this application?.
3. Tekan Yes, pada monitor tampak Windows NT desktop.
4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.
g.

Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan tiroid yang dilakukan di sub laboratorium
imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang
berasal dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
a. Pemeriksaan FT4

Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
b. Pemeriksaan TSH

Jumlah Pasien (orang)


12
18
16
7
4
13
13
14
13
15
12
137

Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015

Jumlah Pasien (orang)


13
15
16
6
4
11
10
6
11
3
-

100

Sabtu, 4 April 2015


Total

7
102

c. Pemeriksaan TSHs
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


1
2
4
2
3
7
3
4
2
28

d. Pemeriksaan T4
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


3
2
1
1
1
1
9

e. Pemeriksaan T3
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015

Jumlah Pasien (orang)


2
-

101

Kamis, 26 Maret 2015


1
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
1
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
2
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
6
Contoh hasil pemeriksaan tiroid yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah
terlampir.
h. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan tumor marker antara
lain :
a.

Mahasiswa masih kesulitan menghafal volume sampel yang diperlukan untuk


masing-masing parameter pemeriksaan karena setiap parameter memerlukan
volume sampel yang berbeda. Hal ini dikarenakan kendala waktu yang

singkat yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.


b. Hasil pemeriksaan yang langsung terhubung ke komputer sering mengalami
i.

gangguan sehingga beberapa hasil pemeriksaan berstatus tertunda.


Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Endokrinologi adalah spesialisasi medis yang berkenaan

dengan

studi kelenjar endokrin dan zat yang mereka hasilkan, dan juga diagnosis dan
pengobatan

gangguan

sistem

endokrin.

Kelenjar

endokrin

memproduksi hormon yang mengatur banyak fungsi tubuh.


Endokrin adalah kelenjar yang mengatur fungsi tubuh melalui hormon yang
dikeluarkan

kedalam

aliran

endokrin meliputi hipotalamus, kelenjar

darah.

pituitari, tiroid,

Sistem
kelenjar adrenal,

dan gonad (ovarium dan testis).


Penyakit endokrin adalah penyakit yang pada umumnya disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam beberapa bagian dari sistem endokrin, yang terdiri dari

102

kelenjar yang bertanggung jawab untuk menciptakan dan mengatur hormonhormon yang diperlukan untuk fungsi-fungsi tubuh penting.
Stres, infeksi dan perubahan dalam cairan darah dan keseimbangan elektrolit
dapat mempengaruhi tingkat hormon sehingga surplus (hipersekresi) atau
kekurangan (hiposekresi). Penyakit endokrin juga dapat terjadi jika tubuh tidak
merespon hormon sebagaimana mestinya. Selain itu, kelenjar endokrin juga
rentan terhadap tumor, yang biasanya tidak terkait dengan ketidakseimbangan
hormon.
Mendiagnosis penyakit endokrin bisa sulit karena biasanya melibatkan
pengukuran jumlah hormon dalam aliran darah. Ini adalah tugas yang sulit.
Karena itu, hormon kadang-kadang diukur secara tidak langsung. Contohnya
adalah pengukuran glukosa darah, bukan insulin, untuk diabetes.
Tiroid adalah kelenjar endokrin besar yang terletak di pangkal leher bagian
depan, di bawah lapisan kulit dan otot. Kelenjar tiroid berbentuk kupu-kupu
dengan dua sayap yang merupakan lobus tiroid kiri dan kanan di sekitar trakea.
Fungsi tunggal tiroid adalah membuat hormon tiroid (tiroksin dan
triiodotironin) yang berperan meningkatkan aktivitas metabolisme pada hampir
semua jaringan tubuh.
Pemeriksaan tiroid di laboratorium imunologi RSUP Sanglah dilakukan
dengan menggunakan alat VIDAS dan Cobas. Bahan pemeriksaan diperoleh dari
pengambilan darah vena dan ditampung dalam tabung vacutainer tutup merah.
Bahan ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit
yang kemudian diperoleh serum untuk bahan pemeriksaan.
Hal yang perlu diperhatikan selama melakukan pemeriksaan yaitu :
1. Menginput data pasien beserta jenis pemeriksaan yang dilakukan.
2. Meletakkan reagen pada rak pemeriksaan sesuai dengan urutan yang ada pada
komputer.

103

3. Reagen pemeriksaan yang digunakan dicatat pengeluarannya pada kartu


pencatatan reagen.
4. Sampel serum dipipet dan dimasukkan sesuai dengan reagen pemeriksaan
(hindari adanya gelembung udara).
5. Volume serum yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang
dilakukan.
Pemeriksaan tiroid yang dilakukan pada alat VIDAS dan Cobas e 411 yaitu
FT4, TSH, TSHs, T4, dan T3. Metode yang digunakan adalah ELFA (Enzyme
Linked Fluorescent Assay). Pemeriksaan dengan metode ELFA ini merupakan
kombinasi dari metode imunoenzim dan imunocapture dengan hasil akhir dibaca
menggunakan fluorensi. Sampel serum yang dimasukkan ke dalam alat, kemudian
akan dibaca secara otomatis dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis.
Hasil dari pemeriksaan adalah nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari
kalkulasi alat terhadap standar yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.
Berikut beberapa pemeriksaan tiroid yang telah dilakukan selama 6 hari PKL
di sub laboratorium imunologi antara lain :
a.

Pemeriksaan FT4
Pemeriksaan FT4 merupakan pemeriksaan sensitif untuk fungsi tiroid.

Peningkatan

konsentrasi FT4 terlihat

pada

kondisi

hipertiroid,

sedangkan

penurunan konsentrasi terjadi pada kondisi hipotiroid. Jumlah pemeriksaan yang


telah dilakukan adalah sebanyak 137 dengan jumlah sampel yang diperlukan
sebanyak 100 L. Lama pemeriksaan FT4 dengan alat Cobass e 411 adalah 40
menit. Pemeriksaan ini sesungguhnya dapat dilakukan di alat vidas namun karena
reagennya habis dilakukan pemeriksaan pada alat Cobass e 411.
b.

Pemeriksaan TSH

104

Pemeriksaan TSH merupakan

pengukuran

kadar

Thyroid

Stimulating

Hormone (TSH) dalam darah, dan dapat digunakan untuk menilai fungsi tiroid.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk skrining kelainan tiroid. Jumlah pemeriksaan
yang telah dilakukan adalah sebanyak 102 dengan jumlah sampel yang diperlukan
sebanyak 200 L. Lama pemeriksaan TSH dengan alat Cobas e 411 adalah 40
menit.
c.

Pemeriksaan T4
T4 ini merupakan suatu uji laboratorium yang paling baik untuk mengetahui

adanya disfungsi dari kelenjar tiroid. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan
adalah sebanyak 9 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 200 L.
Lama pemeriksaan T4 dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.
d.

Pemeriksaan T3
T3 dipakai untuk monitoring pasien yang menggunakan obat anti-tiroid,

karena pada pengobatan tersebut, produksi T3 berkurang dan T4 dikonversi


menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi untuk menentukan beratnya
kelainan tiroid. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan adalah sebanyak 6
dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 100 L. Lama pemeriksaan T3
dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.
Sebagai contoh, diperoleh hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pasien
Viny Rosita Soetanto (34 tahun, perempuan) dimana pasien melakukan
pemeriksaan FT4, TSH, T3, T4. Hasil pemeriksaan FT4 yaitu 1,16 ng/dL dan
TSH yaitu 5,10 lU/mL nilai T3 1,37 nmol/L dan nilai T4 94,14 nmol/L. Nilai
FT4, T3 dan T4 yang diperoleh dibandingkan dengan nilai rujukan berada nilai
normal. Sedangkan nilai TSH berada diatas nilai normal, dimana nilai rujukannya
yaitu 0,250-5,000 lU/mL. Hasil pemeriksaan yang telah diperoleh ini langsung

105

tersambung dengan komputer, lalu dilakukan penginputan data dan pencetakan


hasil. Hasil pemeriksaan divalidasi oleh petugas sub laboratorium imunologi dan
diverifikasi oleh dokter jaga laboratorium.
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi selama melakukan praktek
kerja lapangan di sub laboratorium imunologi. Dari beberapa permasalahan
tersebut mahasiswa sudah mampu mengatasi seperti mencatat volume-volume
sampel yang diperlukan pada masing-masing pemeriksaan, membuka panduan
jumlah pemipetan yang diletakkan dekat dengan alat sehingga tidak terjadi
kekeluruan dalam hal pemipetan sampel, dan hasil pemeriksaan yang tidak
terkoneksi ke komputer dilakukan pencatatan manual dengan melihat hasil print
dari alat.

C. PEMERIKSAAN SEROLOGY
1. Tujuan Kegiatan
a. Untuk dapat melakukan pemeriksaan serology pada sampel serum pasien.
b. Untuk dapat mendiagnosis dan mengetahui kadar parameter pemeriksaan
2.

serology yang ada pada sampel serum pasien.


Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan serology yaitu ELFA (Enzyme

Linked Fluorescent Assay).


3. Prinsip

106

Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan


imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).
Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis
dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah
nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar
yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.
4.

Dasar Teori
Serologi ialah ilmu yang mempelajari reaksi antigen antibody secara invitro,

untuk dapat menegakkan diagnose suatu penyakit infeksi:kita harus dapat


mengisolasi atau menemukan kuman penyebabnya. Proses isolasi atau
menemukan kuman tersebut memakan waktu yang cukup lama dan sulit dalam
pelaksanaannya. Apabila sebuah kuman masuk kedalam tubuh kita maka kuman
tersebut akan merupakan suatu antigen (benda asing)bagi tubuh kita dan
selanjutnya akan merangsang tubuh kita untuk membentuk antibody terhadap
kuman tersebut. Dengan dapat ditemukannya antibody tersebut dalam tubuh kita,
mka hal ini akan membantu kita dalam menegakkan diagnose suatu penyakit
infeksi. Proses untuk menemukan atau mendeteksi adanya antigen dan antibody
tersebut yang selanjutnya kita kenal dengan pemeriksaan serologi. (Areg, 2011)
Berikut adalah beberapa pemeriksaan serology, yaitu:
a. Pemeriksaan Toxo IgG
Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgG dilakukan untuk mengetahui adanya
antibodi IgG terhadap parasit Toxoplasma gondii. Anti-Toxoplasma IgG muncul
1-2 minggu setelah infeksi primer dan mencapai konsentrasi puncak dalam waktu
4-8 minggu. Konsentrasi IgG dalam darah dapat menurun setelah beberapa bulan
atau tahun dan akan menetap seumur hidup dengan konsentrasi rendah. IgG dapat
melewati plasenta dan pada neonatus, IgG yang berasal dari ibu dapat bertahan

107

kurang lebih selama 6 bulan. Bayi akan mulai membentuk antibodi IgG sendiri
pada usia 2-3 bulan. Manfaat pemeriksaan ini adalah Uji saring/skrining infeksi
toxoplasma; memperkirakan status imun; dan diagnosis infeksi toxoplasma aktif
(peningkatan konsentrasi IgG yang signifikan dari dua pemeriksaan dengan
interval waktu 3 minggu). (Prodia, 2012)
b. Pemeriksaan Toxo IgM
Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgM dilakukan untuk mengetahui adanya
antibodi IgM terhadap parasit Toxoplasma gondii. Anti-Toxoplasma IgM muncul
5 hari setelah infeksi, dan konsentrasinya akan meningkat dengan cepat dalam
waktu 1-2 minggu serta mencapai konsentrasi puncak dalam waktu 1-4 minggu.
IgM akan menghilang dalam beberapa bulan, namun dapat menetap sampai lebih
dari 6 bulan bahkan sampai bertahun-tahun (IgM non-spesifik). IgM ibu tidak
dapat menembus plasenta, dan pada janin mulai dibentuk pada akhir trimester I.
manfaat pemeriksaan ini adalah untuk diagnosis infeksi toxoplasma primer (pada
ibu dan janin), harus dikonfirmasi dengan peningkatan konsentrasi IgG. (Prodia,
2012)
5. Alat dan Bahan
1. Alat
1. VIDAS 1 dan 2
2. Mikropipet
3. Yellow tip
2. Bahan
1. Reagen Biomerieux
2. Serum
6. Cara Kerja
a. Cara Menyalakan VIDAS PC
1. Nyalakan secara berurutan :
- UPS
- Modul Vidas
- Print dan Monitor
- Komputer
2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.
3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon pada monitor
tampak VIDAS PC is starting...please wait.

108

4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.


b. Cara Memasukkan Sampel
1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.
2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.
3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.
4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah
pemerikasaan.
5. Sampel dipipet sesuai jenis pemeriksaan yaitu :
-

Pemeriksaan Toxo IgG


Pemeriksaan Toxo IgM

: 200 L
: 100 L

6. Sampel diteteskan pada reagen.


7. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.
8. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai
dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.
9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.
c. Cara Mematikan Vidas PC
1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR
dalam alat.
2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan Do
you want to quit this application?.
3. Tekan Yes, pada monitor tampak Windows NT desktop.
4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.
7.

Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan serology yang dilakukan di sub laboratorium

imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal
dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
a.

Pemeriksaan Toxo IgM dan Toxo IgG


Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015

Jumlah Pasien
Toxo IgM (orang)
1

109

Jumlah Pasien
Toxo IgG (orang)
1

Kamis, 26 Maret 2015


Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

1
1
2
3
1
2
1
12

2
1
2
4
1
2
1
14

Contoh hasil pemeriksaan tumor marker yang dikeluarkan oleh RSUP


Sanglah terlampir.
8. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan tumor marker antara lain :
a.

Mahasiswa masih kesulitan menghafal volume sampel yang diperlukan untuk


masing-masing parameter pemeriksaan karena setiap parameter memerlukan
volume sampel yang berbeda. Hal ini dikarenakan kendala waktu yang

singkat yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.


b. Hasil pemeriksaan yang langsung terhubung ke komputer sering mengalami
9.

gangguan sehingga beberapa hasil pemeriksaan berstatus tertunda.


Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Secara umum, pemeriksaan serology melibatkan reaksi antara antigen dan

antibodi. Pemeriksaan serologi masih banyak yang dikerjakan secara manual


seperti widal, ASTO, RA, dan lain-lain. Pemeriksaan serology di laboratorium
imunologi RSUP Sanglah dilakukan dengan menggunakan alat VIDAS. Bahan
pemeriksaan diperoleh dari pengambilan darah vena dan ditampung dalam tabung
vacutainer tutup merah. Bahan ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
3500 rpm selama 10 menit yang kemudian diperoleh serum untuk bahan
pemeriksaan.
Hal yang perlu diperhatikan selama melakukan pemeriksaan yaitu :

110

a.
b.

Menginput data pasien beserta jenis pemeriksaan yang dilakukan.


Meletakkan reagen pada rak pemeriksaan sesuai dengan urutan yang ada pada

c.

komputer.
Reagen pemeriksaan yang digunakan dicatat pengeluarannya pada kartu

d.

pencatatan reagen.
Sampel serum dipipet dan dimasukkan sesuai dengan reagen pemeriksaan

e.

(hindari adanya gelembung udara).


Volume serum yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang
dilakukan.
Pemeriksaan serology yang dilakukan dengan alat VIDAS diantaranya, Toxo

IgG, dan Toxo IgM.


Berikut beberapa pemeriksaan serology yang telah dilakukan selama 6 hari
PKL di sub laboratorium imunologi antara lain :
a.

Pemeriksaan Toxo IgG


Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgG dilakukan untuk mengetahui adanya

antibodi IgG terhadap parasit Toxoplasma gondii. Jumlah pemeriksaan yang telah
dilakukan adalah sebanyak 14 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak
200 L. Lama pemeriksaan Toxo IgG dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.
b.

Pemeriksaan Toxo IgM


Pemeriksaan Anti-Toxoplasma IgM dilakukan untuk mengetahui adanya

antibodi IgM terhadap parasit Toxoplasma gondii. Anti-Toxoplasma IgM muncul


5 hari setelah infeksi. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan adalah sebanyak
12 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 100 L. Lama pemeriksaan
Toxo IgM dengan alat VIDAS 1 adalah 40 menit.
Sebagai contoh, diperoleh hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh I Putu Nur
Budi Santika (31 tahun, laki - laki) dimana pasien melakukan pemeriksaan Toxo

111

IgG dengan hasil 1 IU/mL dan Toxo IgM dengan hasil 0,06 units. Nilai Toxo IgG
yang diperoleh dibandingkan dengan nilai rujukan yaitu non reaktif <4 IU/mL,
equivocal 4-8 IU/mL, dan reaktif 8 IU/mL, maka hasil pemeriksaan Toxo IgG
dinyatakan non reaktif. Nilai Toxo IgM yang diperoleh dibandingkan dengan
nilai rujukan yaitu non reaktif < 0,55 units, equivocal 0,55-0,65 units, dan reaktif
0,65 units, maka hasil pemeriksaan Toxo IgM dinyatakan non reaktif. Hasil
pemeriksaan yang telah diperoleh ini langsung tersambung dengan komputer, lalu
dilakukan penginputan data dan pencetakan hasil. Hasil pemeriksaan divalidasi
oleh petugas sub laboratorium imunologi dan diverifikasi oleh dokter jaga
laboratorium.
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi selama melakukan praktek
kerja lapangan di sub laboratorium imunologi. Dari beberapa permasalahan
tersebut mahasiswa sudah mampu mengatasi seperti mencatat volume-volume
sampel yang diperlukan pada masing-masing pemeriksaan, membuka panduan
jumlah pemipetan yang diletakkan dekat dengan alat sehingga tidak terjadi
kekeluruan dalam hal pemipetan sampel, dan hasil pemeriksaan yang tidak
terkoneksi ke komputer dilakukan pencatatan manual dengan melihat hasil print
dari alat.

112

D. PEMERIKSAAN TUMOR MARKER


1. Tujuan Kegiatan
a. Untuk dapat melakukan pemeriksaan penanda tumor pada sampel serum
pasien.
a. Untuk dapat mendiagnosis dan mengetahui kadar penanda tumor yang ada
pada sampel serum pasien.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tumor marker yaitu ELFA
(Enzyme Linked Fluorescent Assay).
3. Prinsip
Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan
imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).
Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis
dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah
nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar
yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.
4. Dasar Teori
Petanda tumor adalah suatu substansi yang dapat ditemukan dalam tubuh
karena adanya kanker, biasanya ditemukan dalam darah atau urine, yang
diproduksi langsung oleh sel-sel kanker atau tubuh sendiri sebagai respon
terhadap adanya kanker atau kondisi lain. Mayoritas petanda tumor adalah
protein. Petanda tumor ini ada beberapa macam. Beberapa hanya terdapat dalam
satu jenis kanker, lainnya bisa terdapat dalam beberapa jenis kanker. Marker ini

113

didapatkan dengan memeriksa darah atau urine menggunakan antibodi manusia


yang akan bereaksi dengan protein spesifik dari tumor tersebut (Zahra, 2012).
Secara umum petanda tumor adalah perubahan-perubahan yang dapat
dideteksi dan mengindikasikan adanya tumor, khususnya tumor ganas atau kanker.
Penanda tumor serologik didefinisikan sebagai produk yang berasal dari tumor,
dimana kadarnya dari darah merupakan pencerminan massa tumor yang ada di
dalam tubuh (Sulastiningsih, 2012).
Berikut adalah pemeriksaan

laboratorium

yang

digunakan

untuk

mendiagnosa tumor yaitu (Prasetyo, 2008) :


- CEA (Carcino Embryonic Antigen)
Ditemukan tahun 1965 oleh Gold & Freedman. Glikoprotein dengan BM
180.000 dalton. CEA dibentuk di saluran gastrointestinal dan pankreas sebagai
antigen pada permukaan sel yang selanjutnya disekresikan ke dalam cairan tubuh.
CEA sebagai petanda tumor untuk kanker kolorektal, esofagus, pankreas,
lambung, hati, payudara, ovarium dan paru-paru. Pemeriksaan CEA untuk
pemantauan terapi dan meramalkan prognosis.
- AFP (ALFA FETO PROTEIN)
Merupakan glikoprotein dengan BM 70.000 dalton. Digunakan untuk
deteksi dan pemantauan kanker hati, testis dan ovarium.
- CA 15-3 (Cancer Antigen 15-3)
Merupakan glikoprotein dengan BM 300.000 450.000 dalton. CA 15-3
meningkat pada kanker payudara. Digunakan untuk diagnosis dan pemantauan
terapi. Peningkatan Ca 15-3 ditemukan pada pasien sirosis, hepatitis, kelainan
autoimun dan kelainan kelenjar ovarium.
- CA 125 (Cancer Antigen 125)
Merupakan glikoprotein dengan BM 200.000 dalton. Digunakan untuk
diagnosis dan pemantauan kanker ovarium. Peningkatan CA 125 terjadi pada
penyakit hati kronis, pankreatitis, peritonitis, tetapi kadarnya < 100 U/mL
Sensitifitas tinggi pada karsinoma epitel ovarium
- CA 19-9

114

Digunakan untuk diagnosis kanker pankreas. Membantu membedakan


kanker pankreas dan saluran empedu, serta kondisi non kanker seperti
pankreatitis. Memonitor respon terhadap terapi, memonitor prognosis kanker
pankreas.
- PSA (Prostate Spesifik Antigen)
PSA ada 3 bentuk yaitu PSA kompleks (berikatan dengan serine protease
inhibitor alpha 1 antichymotrypsin (PSA-Act) dan berikatan dengan Alpha 2
Macroglobulin PSA Unkomplek (Free PSA). Pemeriksaan PSA secara tradisional
yaitu DRE (Digital Rectal Examination) hanya 30 40 % dapat terdeteksi.
5. Alat dan Bahan
i. Alat
a. VIDAS 1 & 2
b. Mikropipet
c. Yellow tip
ii. Bahan
a. Reagen Biomerieux
b. Serum
6. Cara Kerja
a. Cara Menyalakan VIDAS 1 dan 2 PC
1. Nyalakan secara berurutan :
- UPS
- Modul Vidas
- Print dan Monitor
- Komputer
2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.
3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon pada monitor
tampak VIDAS PC is starting...please wait.
4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.
b. Cara Memasukkan Sampel
1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.
2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.
3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.
4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah
pemerikasaan.
5. Sampel dipipet sesuai jenis pemeriksaan yaitu :
- Pemeriksaan CEA (S)
: 200 L
- Pemeriksaan TPSA
: 200 L
- Pemeriksaan CA 125
: 200 L
- Pemeriksaan CA 19-9
: 200 L

115

Pemeriksaan CA 15-3

: 100 L

6. Sampel diteteskan pada reagen.


7. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.
8. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai
dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.
9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.
c. Cara Mematikan Vidas PC
1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR
dalam alat.
2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan Do
you want to quit this application?.
3. Tekan Yes, pada monitor tampak Windows NT desktop.
4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.
Nilai rujukan :
- CEA (s) : bukan perokok 95 % 2,30 ng/ml.
perokok 95% < 4,10 ng/ml.
- CA 125 : < 35 U/ml.
- CA 19.9 : < 33 U/ml.
- CA 15.3 : < 31 U/ml.
- TPSA : < 4 ng/ml.
- AFP
: < 8 IU/ml
7. Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan tumor marker yang dilakukan di sub laboratorium
imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal
dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
a. Pemeriksaan CEA (s)
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015

Jumlah Pasien (orang)


5
8
7
1
6
5
3
1
6
2
-

116

Sabtu, 4 April 2015


Total

4
48

b. Pemeriksaan TPSA
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
c. Pemeriksaan AFP

Jumlah Pasien (orang)


2
4
2
3
3
5
6
1
3
1
30

Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


3
3
6
2
1
2
1
2
1
2
23

d. Pemeriksaan CA 125
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015

Jumlah Pasien (orang)


6
5
8
2
1
7

117

Senin, 30 Maret 2015


Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

2
1
5
1
3
41

e. Pemeriksaan CA 15-3
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
f. Pemeriksaan CA 19-9

Jumlah Pasien (orang)


1
1
1
1
4

Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


2
5
2
1
10

Contoh hasil pemeriksaan tumor marker yang dikeluarkan oleh RSUP


Sanglah terlampir.
8. Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan tumor marker antara lain :
118

a. Mahasiswa masih kesulitan menghafal volume sampel yang diperlukan untuk


masing-masing parameter pemeriksaan karena setiap parameter memerlukan
volume sampel yang berbeda. Hal ini dikarenakan kendala waktu yang singkat
yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.
b. Hasil pemeriksaan yang langsung terhubung ke komputer sering mengalami
gangguan sehingga beberapa hasil pemeriksaan berstatus tertunda.
9. Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Petanda tumor ini sangat berguna untuk skrining dan deteksi awal kanker.
Skrining digunakan pada pasien sehat yang tidak memiliki keluhan maupun gejala
klinis. Sedangkan deteksi awal berarti menemukan kanker pada stadium awal,
sebelum

penyebaran

dan

masih

berespon

baik

terhadap

pengobatan.

Manfaat kedua dari petanda tumor adalah membantu menentukan jenis kanker dan
membantu diagnosis penyebaran tumor ketika tumor primernya belum diketahui.
Secara umum petanda tumor adalah perubahan-perubahan yang dapat dideteksi
dan mengindikasikan adanya tumor, khususnya tumor ganas atau kanker.
Sedangkan tumor marker serologi didefinisikan sebagai produk yang berasal
dari tumor, dimana tingkat darah adalah refleksi dari massa tumor dalam tubuh.
Petanda tumor juga dapat digunakan untuk menunjukkan agresivitas kanker
seseorang atau seberapa baik responnya terhadap obat tertentu. Hal ini mengingat
beberapa jenis kanker menyebar lebih cepat dibanding kanker yang lain.
Pemeriksaan tumor marker di laboratorium imunologi RSUP Sanglah
dilakukan dengan menggunakan alat VIDAS 1 dan VIDAS 2. Alat Vidas 1 dan
Vidas 2 sesungguhnya sama saja hanya saja jenis pemeriksaan dibagi, beberapa
ada yang di Vidas 1 dan beberapa ada di Vidas 2 agar alat menjadi lebih cepat
pengerjaannya. Bahan pemeriksaan diperoleh dari pengambilan darah vena dan
ditampung dalam tabung vacutainer tutup merah. Bahan ini kemudian

119

disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit yang kemudian


diperoleh serum untuk bahan pemeriksaan.
Hal yang perlu diperhatikan selama melakukan pemeriksaan yaitu :
1. Menginput data pasien beserta jenis pemeriksaan yang dilakukan.
2. Meletakkan reagen pada rak pemeriksaan sesuai dengan urutan yang ada pada
komputer.
3. Reagen pemeriksaan yang digunakan dicatat pengeluarannya pada kartu
pencatatan reagen.
4. Sampel serum dipipet dan dimasukkan sesuai dengan reagen pemeriksaan
(hindari adanya gelembung udara).
5. Volume serum yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang
dilakukan.
Pemeriksaan tumor marker yang dilakukan pada alat VIDAS 1 dan 2 yaitu
CEA (s), TPSA, CA 125, CA 15-3, CA 19-9 dan AFP. Pada dasarnya kedua alat
ini memiliki metode dan prinsip yang sama. Metode yang digunakan adalah ELFA
(Enzyme Linked Fluorescent Assay). Pemeriksaan dengan metode ELFA ini
merupakan kombinasi dari metode imunoenzim dan imunocapture dengan hasil
akhir dibaca menggunakan fluorensi. Sampel serum yang dimasukkan ke dalam
alat, kemudian akan dibaca secara otomatis dan hasilnya dicetak oleh printer
secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai indeks yang didapat secara
otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang sudah disimpan dalam
dalam memori alat.
Berikut beberapa pemeriksaan tumor marker yang telah dilakukan selama
12 hari PKL di sub laboratorium imunologi antara lain :
a. Pemeriksaan CEA (s) Carcino Embryonic Antigen
Pemeriksaan CEA merupakan petanda tumor untuk monitoring pasien
dengan kanker kolorektal selama atau setelah terapi, tetapi tidak bisa dipakai
untuk skrining atau diagnosis. Jumlah pemeriksaan yang telah dilakukan adalah

120

sebanyak 48 dengan jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 200 L. Lama


pemeriksaan CEA (s) dengan alat VIDAS 1 adalah 60 menit.
b. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA)
PSA merupakan petanda tumor untuk kanker prostat. Satu-satunya marker
untuk skrining kanker jenis umum. Kadarnya meningkat pada kanker prostat dan
kadang-kadang pada Benign Prostat Hiperplasia (BPH). Jumlah pemeriksaan PSA
yang telah dilakukan adalah sebanyak 30 dengan volume sampel yang dibutuhkan
adalah 200 L. Lama pemeriksaan PSA yang dilakukan dengan alat VIDAS 1
adalah selama 60 menit.
c. Pemeriksaan CA 125
CA 125 merupakan petanda tumor standar untuk monitoring selama atau
setelah terapi kanker epitel ovarium. Lebih dari 90% wanita dengan kanker
ovarium stadium lanjut memiliki kadar CA 125 yang tinggi. Jumlah pemeriksaan
CA 125 yang telah dilakukan adalah sebanyak 41 dengan volume sampel yang
dibutuhkan adalah 200 L. Lama pemeriksaan CA 125 yang dilakukan dengan
alat VIDAS 2 adalah selama 60 menit.
d. Pemeriksaan CA 15-3
Petanda tumor ini biasanya digunakan untuk monitoring kanker payudara.
Peningkatan kadarnya dijumpai <10% pasien dengan stadium awal dan sekitar
70% pasien dengan stadium lanjut. Kadarnya akan turun seiring dengan
berhasilnya pengobatan. Jumlah pemeriksaan CA 15-3 yang telah dilakukan
adalah sebanyak 4 dengan volume sampel yang dibutuhkan adalah 200 L. Lama
pemeriksaan CA 15-3 yang dilakukan dengan alat VIDAS 2 adalah selama 60
menit.
e. Pemeriksaan CA 19-9
Sebenarnya petanda ini dikembangkan untuk kanker kolorectal, tetapi lebih
sensitif terhadap kanker pankreas. Kadar yang tinggi pada awal diagnosis
menunjukkan stadium lanjut dari kanker. Jumlah pemeriksaan CA 19-9 yang telah

121

dilakukan adalah sebanyak 10 dengan volume sampel yang dibutuhkan adalah 100
L. Lama pemeriksaan CA 19-9 yang dilakukan dengan alat VIDAS 2 adalah
selama 60 menit.
f. Pemeriksaan Alpha Feto Protein (AFP)
Pemeriksaan AFP sangat berguna untuk mengertahui respons terapi pada
kanker hati (Karsinoma Hepatoseluler). Kadar AFP akan meningkat pada dua dari
tiga pasien dengan kanker hati, kadar AFP ini akan meningkat seiring dengan
bertambahnya ukuran tumor. Kadar AFP juga meningkat pada kanker testis
tertentu dan kanker ovarium tertentu meskipun jarang. Jumlah pemeriksaan AFP
yang telah dilakukan adalah sebanyak 23 dengan volume sampel yang dibutuhkan
adalah 100 L. Lama pemeriksaan AFP yang dilakukan dengan alat VIDAS 1
adalah selama 30 menit.
Sebagai contoh, diperoleh hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pasien Ni
Ketut Warti (53 tahun, Perempuan) dimana pasien melakukan pemeriksaan AFP
dan CA 125. Hasil pemeriksaan AFP yaitu 0,59 IU/mL dan CA 125 yaitu >600.00
U/mL. Nilai AFP yang diperoleh dibandingkan dengan nilai rujukan yaitu <8,0
IU/mL masih berada di bawah nilai rujukan. Sedangkan nilai CA 125 meningkat
dimana nilai rujukannya adalah < 35 U/mL. Hasil pemeriksaan yang telah
diperoleh ini langsung tersambung dengan komputer, lalu dilakukan penginputan
data dan pencetakan hasil. Hasil pemeriksaan divalidasi oleh petugas sub
laboratorium imunologi dan diverifikasi oleh dokter jaga laboratorium.
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi selama melakukan praktek
kerja lapangan di sub laboratorium imunologi. Dari beberapa permasalahan
tersebut mahasiswa sudah mampu mengatasi seperti mencatat volume-volume
sampel yang diperlukan pada masing-masing pemeriksaan, membuka panduan
jumlah pemipetan yang diletakkan dekat dengan alat sehingga tidak terjadi

122

kekeluruan dalam hal pemipetan sampel, dan hasil pemeriksaan yang tidak
terkoneksi ke komputer dilakukan pencatatan manual dengan melihat hasil print
dari alat.

123

E. PEMERIKSAAN ANTI HCV


1.

Tujuan Kegiatan
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan Anti HCV.
b. Mahasiswa dapat mengetahui nilai Anti HCV sampel serum pasien.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan Anti HCV adalah metode ECLIA
(Electro Chemilumineschene Imunoassay).
3. Prinsip
Prinsip pemeriksaan Anti HCV dengan metode ECLIA adalah terbentuknya
suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks antigen antibodi
berdasarkan prinsip sandwich dan kompetitif. Kompetitif dipakai untuk
menganalisis substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan
prinsip sandwich digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.
Reaksi electrochemiluminescent terjadi pada saat label telah terikat dan misi
cahaya akan dihitung melalui tabung fotomultiplier.
4. Dasar Teori
Pemeriksaan Anti-HCV merupakan pemeriksaan darah untuk mendeteksi
keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Bila hasil Anti-HCV
positif (reaktif), hal tersebut tidak menunjukkan terbentuknya imunitas tubuh
melainkan sebaliknya, maka sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter (Imad,
2012).
Hepatitis C adalah penyakit menular yang mempengaruhi terutama hati, yang
disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Infeksi ini sering tanpa gejala, tetapi
infeksi kronis dapat menyebabkan parut pada hati dan akhirnya ke sirosis, yang
umumnya terlihat setelah. bertahun-tahun. (Imad, 2012).
HCV disebarkan terutama oleh darah-ke-darah terkait dengan penggunaan
narkoba suntikan, peralatan medis kurang steril dan transfusi. Sebuah 130-170rbu
orang diperkirakan di seluruh dunia terinfeksi hepatitis C. Keberadaan hepatitis C

124

(awalnya "non-A hepatitis non-B") telah dipostulasikan pada 1970-an dan terbukti
pada tahun 1989. (Imad, 2012).
Virus hepatitis C (HCV) adalah berbentuk kecil, terbungkus, beruntai tunggal,
positif-sense RNA virus. Ini adalah anggota dari genus hepacivirus dalam
keluarga Flaviviridae. Ada tujuh genotipe HCV utama, yang ditunjukkan secara
numerik dari satu sampai tujuh di Amerika Serikat, sekitar 70% dari kasus
disebabkan oleh genotipe 1, 20% dengan genotipe 2,. dan sekitar 1% oleh masingmasing genotipe lainnya. genotipe 1 juga yang paling umum di Amerika Selatan
dan Eropa. (Imad, 2012).
Ada beberapa tes diagnostik untuk hepatitis C termasuk:. Enzyme
immunoassay antibodi HCV atau ELISA, rekombinan uji imunoblot, dan
kuantitatif HCV RNA polymerase chain reaction (PCR), RNA HCV dapat
dideteksi dengan PCR biasanya satu sampai dua minggu setelah infeksi,
sedangkan antibodi dapat mengambil jauh lebih lama untuk membentuk dan
dengan demikian dideteksi. (Imad, 2012)
Pengujian hepatitis C biasanya dimulai dengan tes darah untuk mendeteksi
adanya antibodi terhadap HCV menggunakan enzyme immunoassay. Jika tes ini
positif, uji konfirmasi selanjutnya dilakukan untuk memverifikasi immunoassay
dan untuk menentukan viral load. Sebuah uji imunoblot rekombinan digunakan
untuk memverifikasi immunoassay dan viral loadditentukan oleh reaksi rantai
polimerase RNA HCV. Jika tidak ada RNA dan imunoblot positif itu berarti
bahwa orang tersebut mengalami infeksi sebelumnya namun memberantas itu.
baik dengan pengobatan atau spontan;. jika imunoblot negatif, berarti

125

immunoassay itu salah ini membutuhkan waktu sekitar 6-8 minggu setelah infeksi
sebelum immunoassay akan dites positif (Imad, 2012).
5.

Alat dan Bahan


a. Alat
1. Cobas e 411
2. Sample cup
3. Gunting
4. Mikropipet
5. Yellow tip
b. Bahan
1. Reagen Cobas
2. Serum
6. Cara Kerja
a. Menghidupkan Instrumen Cobas e 411
1. Reagen dikeluarkan dari lemari pendingin, dibiarkan mencapai suhu ruang.
2. Cairan pencuci, waste dan disposable (assay cup dan assay tip) diperiksa.
Jika sudah habis diganti dengan yang baru.
3. Reagen dimasukkan ke dalam reagen disk (tutup kembali segera), ditekan
Reagen dan ditekan Scan reagen.
4. Kalibrator atau kontrol dimasukkan ke dalam sampel disk, ditekan System
Overview, ditekan Sampel Tracking dan ditekan Sampel Scan.
5. Untuk kalibrator atau kontrol baru dilakukan BC Card Scan pada menu
Calibrator Instal (untuk kalibrator) dan QC lalu Instal (untuk kontol).
Catatan : untuk kontrol baru aktifkan kontrol terlebih dahulu.
6. Ditekan START.
b. Order Pasien Rutin pada Cobas e 411
1. Ditekan workplace, lalu ditekan test selection ion ditekan routine.
2. Dimasukkan data sampel ID, posisi sampel dan rotor disk yang digunakan.
3. Parameter yang akan dikerjakan dipilih, lalu ditekan save.
4. Order pasien diperiksa pada menu data pasien pada menu data review lalu
ditekan start.
5. Untuk sampel barcode ditekan (E) (System overview), lalu sampel
tracking.
6. Sampel pada tempat disk diletakkan, ditekan sampel scan dan dipilih
sampel dan parameter yang akan dikerjakan.
7. Ditekan save kemudian start.
c. Order pengenceran
1. Letakkan diluent universal dalam reagen disk, lalu tekan scan reagen.
2. Sampel ID dan posisi sampel dimasukkan pada menu test selection.

126

3. Dipilih parameter yang akan dilakukan : pengenceran, ditekan dilution fact


or dipilih pengenceran yang sesuai, ditekan save.
4. Order pasien diperiksa pada menu data review, ditekan start.
7.

Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan Anti HCV di sub laboratorium imunologi RSUP

Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat
jalan atau rawat inap, yaitu:
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


23
7
11
12
6
8
12
16
7
11
8
121

Contoh hasil pemeriksaan Anti HCV yang dikeluarkan oleh RSUP


Sanglah terlampir.
8.

Permasalahan
Permasalahan yang ditemui ketika melakukan pemeriksaan Anti HCV antara

lain:
a. Mahasiswa belum dapat melakukan kontrol alat karena dilakukan oleh
petugas laboratorium.
b. Reagen Anti HCV yang kurang menyebabkan pemeriksaan ditunda.
c. Barcode yang tidak terbaca secara otomatis menyebabkan alat tidak dapat
9.

melakukan pemeriksaan.
Pembahasan dan Pemecahan Masalah
Pemeriksaan Anti-HCV merupakan pemeriksaan darah untuk mendeteksi

keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Bila hasil Anti-HCV

127

positif (reaktif), hal tersebut tidak menunjukkan terbentuknya imunitas tubuh


melainkan sebaliknya, maka sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter. Manfaat
pemeriksaan ini adalah Skrining infeksi Hepatitis C.
Pemeriksaan Anti HCV yang dilakukan di laboratorium imunologi RSUP
Sanglah menggunakan sampel serum pasien. Darah pasien yang ditampung di
dalam tabung vacutainer merah disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama
10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel serum yang tidak
hemolisis. Persiapan terhadap serum pasien sebelum pemeriksaa adalah jika
dikerjakan di alat COBAS e 411 maka sampel serum dipindahkan ke sample cup
yang tutupnya sudah digunting. COBAS e 411 menggunakan metode ECLIA
(Electro Chemiluminescence Immunoassay). ECLIA menggunakan teknologi
tinggi yang memberi banyak keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada
metode ECLIA yang menggunakan kompetitif dipakai untuk menganalisis
substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan prinsip sandwich
digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.
Pemeriksaan dengan alat COBAS e 411, sampel serum diletakkan di tabung
sampel pada alat. Yang perlu diperhatikan adalah barcode pada tabung diletakkan
menghadap ke depan, sehingga alat akan mendeteksi sendiri jenis pemeriksaan
apa saja yang dilakukan. Alat sendiri akan memproses sampai diperolehnya hasil
pemeriksaan yang langsung terinput ke komputer.
Jumlah pemeriksaan Anti HCV yang pernah dikerjakan selama praktek kerja
lapangan adalah sebanyak 121 sampel. Nilai rujukan yang digunakan untuk
pemeriksaan Anti HCV adalah reaktif 1,000 COI dan non reaktif <1,000 COI.
Permasalahan yang ditemukan pada pengerjaan Anti HCV dapat diselesaikan
dengan cara antara lain :

128

a. Mahasiswa tidak ikut dalam pengerjaan kontrol alat dimana dilakukan oleh
petugas laboratorium sendiri sehingga hanya diperoleh penjelasan saja.
b. Kurangnya reagen pemeriksaan feritin menyebabkan pemeriksaan ditunda
lalu sampel pasien disimpan dalam kulkas dengan suhu 2-80C dalam bentuk
serum.
c. Barcode yang tidak terbaca pada alat COBAS e 411 sering menimbulkan
error pada hasil pemeriksaan sehingga dilakukan pemeriksaan dengan
langkah memasukkan data pasien secara manual pada alat.

129

F. PEMERIKSAAN HBsAg
1. Tujuan
a. Untuk dapat melakukan pemeriksaan HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)
pada sampel serum pasien.
b. Untuk dapat mendeteksi kadar HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) pada
sampel serum pasien.
2. Metode
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan HBsAg adalah ECLIA (Electro
Chemiluminescence Immunoassay).
3. Prinsip
Prinsip pemeriksaan HBsAg dengan metode ECLIA adalah terbentuknya
suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks antigen antibodi
berdasarkan prinsip sandwich dan kompetitif. Kompetitif dipakai untuk
menganalisis substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan
prinsip sandwich digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar.
Reaksi electrochemiluminescent terjadi pada saat label telah terikat dan misi
cahaya akan dihitung melalui tabung fotomultiplier.
4. Dasar Teori
Hepatitis B masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B
(VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan
hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi
sirosi hati atau kanker hati (Wikipedia, 2013).
Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik
untuk keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-unit
transfusi darah, serta digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis.
Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang
diderita disebabkan oleh virus B atau superinfeksi dengan virus lain (Riswanto,
2010).

130

HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan
infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan HBeAg
positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi aktif.
HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan anti-HBe positif menunjukkan infeksi
virus hepatitis B kronis dengan replikasi rendah (Riswanto, 2010).
Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk
mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B melalui transfusi sudah
hampir tidak terdapat lagi berkat screening HbsAg pada darah pendonor. Namun,
meskipun insiden hepatitis B terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian
hepatitis B tetap tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui
beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang yang
berisiko tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang bekerja di sarana
kesehatan, ketergatungan obat, suka berganti-ganti pasangan seksual, sering
mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru lahir yang tertular dari ibunya yang
menderita hepatitis B (Riswanto, 2010).
5. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Cobas e 411
2. Sample cup
3. Gunting
4. Mikropipet
5. Yellow tip
b. Bahan
1. Reagen Cobas
2. Serum
6. Cara Kerja
a. Menghidupkan Instrumen Cobas e 411
1. Reagen dikeluarkan dari lemari pendingin, dibiarkan mencapai suhu ruang.
2. Cairan pencuci, waste dan disposable (assay cup dan assay tip) diperiksa.
Jika sudah habis diganti dengan yang baru.
3. Reagen dimasukkan ke dalam reagen disk (tutup kembali segera), ditekan
Reagen dan ditekan Scan reagen.

131

4. Kalibrator atau kontrol dimasukkan ke dalam sampel disk, ditekan


System Overview, ditekan Sampel Tracking dan ditekan Sampel
Scan.
5. Untuk kalibrator atau kontrol baru dilakukan BC Card Scan pada menu
Calibrator Instal (untuk kalibrator) dan QC lalu Instal (untuk kontol).
Catatan
: untuk kontrol baru aktifkan kontrol terlebih dahulu.
6. Ditekan START.
b. Order Pasien Rutin pada Cobas e 411
1. Ditekan workplace, lalu ditekan test selection ion ditekan routine.
2. Dimasukkan data sampel ID, posisi sampel dan rotor disk yang digunakan.
3. Parameter yang akan dikerjakan dipilih, lalu ditekan save.
4. Order pasien diperiksa pada menu data pasien pada menu data review
lalu ditekan start.
5. Untuk sampel barcode ditekan (E) (System overview), lalu sampel
tracking.
6. Sampel pada tempat disk diletakkan, ditekan sampel scan dan dipilih
sampel dan parameter yang akan dikerjakan.
7. Ditekan save kemudian start.
c. Order pengenceran
1. Letakkan diluent universal dalam reagen disk, lalu tekan scan reagen.
2. Sampel ID dan posisi sampel dimasukkan pada menu test selection.
3. Dipilih parameter yang akan dilakukan : pengenceran, ditekan dilution
fact or dipilih pengenceran yang sesuai, ditekan save.
4. Order pasien diperiksa pada menu data review, ditekan start.
a. Alat COBAS e 411 :
- Reaktif : 1,000 COI
- Non reaktif : < 1,000 COI
7. Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan HBsAg di sub laboratorium imunologi RSUP
Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat
jalan atau rawat inap, yaitu:
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015

Jumlah Pasien (orang)


23
7
13
12
9

132

Sabtu, 28 Maret 2015


Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

11
12
18
11
8
10
134

Contoh hasil pemeriksaan HBsAg yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah


terlampir.
8. Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan yang ditemui ketika melakukan pemeriksaan HBsAg antara
lain :
a. Mahasiswa belum dapat melakukan kontrol alat karena dilakukan oleh petugas
laboratorium.
b. Reagen HBsAg yang kurang menyebabkan pemeriksaan ditunda.
c. Barcode yang tidak terbaca secara otomatis menyebabkan alat tidak dapat
melakukan pemeriksaan.
9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis

B (VHB) yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun.


Perubahan serologi pada VHB dimulai dengan timbulnya HBsAg. Antigen
permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg) merupakan
material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini dinamakan
antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti
Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia. HBsAg merupakan
petanda serologi infeksi virus hepatitis B yang pertama muncul di dalam
serum/plasma dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi,
mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Pada kasus yang

133

sembuh, HBsAg akan hilang antara 3-6 bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus
kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan.
Manfaat dari pemeriksaan HBsAg antara lain :
a. Mendeteksi dan mendiagnosa apakah seseorang terinfeksi virus hepatitis B.
b. Menyeleksi pendonor darah.
c. Pengecekan sebelum memutuskan untuk vaksin hepatitis B.
d. Pemantauan dalam penyembuhan untuk menghilangkan virus hepatitis B.
e. Pemeriksaan bagi ibu hamil sebelum melahirkan sehingga bisa diketahui
apakah ibu tersebut terinfeksi atau tidak.
f. Pencegahan bagi bayi terinfeksi virus Hepatitis B untuk ditindaklanjuti dengan
imunisasi.
Pemeriksaan HBsAg yang dilakukan di laboratorium imunologi RSUP
Sanglah menggunakan sampel serum pasien. Darah pasien yang ditampung di
dalam tabung vacutainer merah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama
10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel serum yang tidak
hemolisis. Persiapan terhadap serum pasien sebelum pemeriksaa adalah jika
dikerjakan di alat COBAS e 411 maka sampel serum dipindahkan ke sample cup
yang tutupnya sudah digunting. Pengerjaan pemeriksaan HBsAg dilakukan
dengan menggunakan alat COBAS e 411. Alat COBAS e 411 menggunakan
metode ECLIA (Electro Chemiluminescence Immunoassay). Chemiluminescence
adalah emisi atau pancaran cahaya oleh produk yang distimulus oleh suatu reaksi
kimia atau suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks ikatan
antigen-antibodi

yang

terjadi

akan

menempel

pada

streptavidin-coated

microparticle. ECLIA menggunakan teknologi tinggi yang memberi banyak


keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada metode ECLIA yang
menggunakan kompetitif dipakai untuk menganalisis substrat yang mempunyai
berat molekul yang kecil.
Alat COBAS e 411, sampel serum diletakkan di tabung sampel pada alat.
Yang perlu diperhatikan adalah barcode pada tabung diletakkan menghadap ke

134

depan, sehingga alat akan mendeteksi sendiri jenis pemeriksaan apa saja yang
dilakukan. Alat sendiri akan memproses sampai diperolehnya hasil pemeriksaan
yang langsung terinput ke komputer.
Jumlah pemeriksaan HBsAg yang pernah dikerjakan selama praktek kerja
lapangan adalah sebanyak 134 sampel. Nilai rujukan yang digunakan untuk
pemeriksaan HBsAg adalah reaktif 1,000 COI sedangkan non reaktif <1,000
COI.
Permasalahan yang ditemukan pada pengerjaan HBsAg dapat diselesaikan
dengan cara antara lain :
a. Mahasiswa tidak ikut dalam pengerjaan kontrol alat dimana dilakukan oleh
b.

petugas laboratorium sendiri sehingga hanya diperoleh penjelasan saja.


Kurangnya reagen pemeriksaan HBsAg menyebabkan pemeriksaan ditunda
lalu sampel pasien disimpan dalam kulkas dengan suhu 2-80C dalam bentuk

serum.
c. Barcode yang tidak terbaca pada alat COBAS e 411 sering menimbulkan error
pada hasil pemeriksaan sehingga dilakukan pemeriksaan dengan langkah
memasukkan data pasien secara manual pada alat.

G. PEMERIKSAAN ANTI HBs


1. Tujuan
a. Untuk mengetahui adanya antibodi spesifik terhadap virus hepatitis B (HBV)
pada serum pasien.
b. Untuk dapat mendeteksi kadar anti HBs pada serum pasien.

135

2. Metode
Metode yang digunakan pada pemeriksaan Anti HBs adalah ELFA (Enzyme
Linked Fluorescent Assay).
3. Prinsip
Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan
imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).
Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis
dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah
nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar
yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.
4. Dasar Teori
Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi mengancam nyawa yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Virus hepatitis B adalah virus DNA berukuran
42 nm yang tergolong virus Hepadraviridae yang dikenal dengan partikel Dane.
Virus hepatitis B (HBV) termasuk family Hepadnaviridae dan genus
Hepadnavirus, virus DNA, serat ganda parsial, panjang genom sekitar 3200
pasangan basa dan mempunyai envelope atau selubung (Sundari, 2012).
Anti HBs merupakan antibodi spesifik untuk HBsAg, muncul di darah 1
sampai 4 bulan setelah terinfeksi virus hepatitis B. Anti HBs diinterpretasikan
sebagai kekebalan atau dalam masa penyembuhan penyakit hepatitis B. Antibodi
ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B (Riswanto, 2010).
Tes anti HBs positif juga dapat berarti seseorang pernah mendapat vaksin
hepatitis B atau immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang
mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-Hbs posistif pada individu yang tidak
pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut
pernah terinfeksi virus hepatitis B (Riswanto, 2010).
5. Alat dan Bahan
a. Alat
1. VIDAS 1
2. Mikropipet

136

3. Yellow tip
b. Bahan
1. Reagen Bio Merieux
2. Serum
6. Cara Kerja
a. Cara Menyalakan VIDAS PC
1. Nyalakan secara berurutan :
- UPS
- Modul Vidas
- Print dan Monitor
- Komputer
2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.
3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon pada monitor
tampak VIDAS PC is starting...please wait.
4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.
b. Cara Memasukkan Sampel
1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.
2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.
3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.
4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah
pemerikasaan.
5. Sampel serum dipipet sebanyak 150 L kemudin diteteskan pada reagen.
6. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.
7. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai
dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.
8. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.
c. Cara Mematikan Vidas PC
1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR
dalam alat.
2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan Do
you want to quit this application?.
3. Tekan Yes, pada monitor tampak Windows NT desktop.
4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.

7. Hasil Kegiatan

137

Kegiatan pemeriksaan anti HBs yang dilakukan di sub laboratorium


imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal
dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


1
1
1
1
1
5

Contoh hasil pemeriksaan Anti HBs yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah
terlampir.
8. Permasalahan yang Dihadapi
Mahasiswa masih kesulitan

dalam

menghafal

volume

volume

pemeriksaan yang harus dimasukkan ke dalam alat.


9. Pembahasan
Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol. Salah satu jenis hepatitis adalah
hepatitis B. Diagnosis hepatitis B dikerjakan dengan melakukan tes terhadap
beberapa marker serologis dari virus hepatitis B. Untuk tes penyaring cukup
dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti HBs.
Anti HBs merupakan antibodi spesifik untuk HBsAg, dimana muncul di
darah 1 sampai 4 bulan setelah terinfeksi virus hepatitis B. Anti HBs
diinterpretasikan sebagai kekebalan atau dalam masa penyembuhan penyakit
hepatitis B. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B.

138

Dalam pemeriksaan anti HBs ini dilakukan dengan menggunakan metode


ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay). Metode ELFA merupakan modifikasi
dari ELISA. Dimana merupakan kombinasi dari metode imunoenzim dan
imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi. Sampel
dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis dan
hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai
indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang
sudah disimpan dalam dalam memori alat.
Sampel yang digunakan adalah serum yang berasal dari darah pasien
dimana ditampung pada tabung antikoagulan merah dan disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah
tidak hemolisis. Serum yang digunakan adalah sebanyak 150 L dan dipipet ke
dalam reagen Bio Merieux dengan syarat tidak muncul gelembung. Data pasien
yang telah diinput di komputer akan memperlihatkan posisi peletakkan sampel.
Sampel yang sudah dimasukkan kemudian distart dan pemeriksaan akan
dilakukan yang mana hasil pemeriksaannya nanti akan langsung terinput ke
komputer.
Permasalahan dalam mengerjaan pemeriksaan anti HBs ini adalah saat
menghafal volume volume yang harus dimasukkan kedalam reagen sehingga
perlu adanya pencatatan agar voleme pemeriksaan tidak keliru. Hasil pemeriksaan
yang sudah selesai kemudian dicetak dan diverifikasi oleh petugas laboratorium.
Kemudian divalidasi oleh dokter patologi klinik yang berjaga dimana selanjutnya
diberikan ke pasien.

139

H. PEMERIKSAAN ANTI HAV IgM


1. Tujuan
a. Untuk mendeteksi adanya antibodi IgM terhadap virus hepatitis A pada serum
pasien.
b. Untuk mengetahui kadar anti HAV IgM pada serum pasien.
2. Metode
Metode yang digunakan pada pemeriksaan anti HAV IgM adalah ELFA
(Enzyme Linked Fluorescent Assay).
3. Prinsip
Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan
imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi (ELFA).
Sampel dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis
dan hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah
nilai indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar
yang sudah disimpan dalam dalam memori alat.
4. Dasar Teori
Virus hepatitis A merupakan Enterovirus RNA berukuran 27 nm, bentuk
kubus dan simetris. Penyakit hepatitis A dulu dinamakan hepatitis infeksiosa atau
hepatitis berinkubasi pendek. Penularan virus hampir selalu melalui jalur fekaloral. Masa inkubasi untuk HAV biasanya 2-6 minggu. HAV tidak berhubungan
dengan penyakit hati kronis (Riswanto, 2010).
Diagnosis hepatitis A dibuat atas pengamatan klinis dan laboratorium.
Penderita lesu, anoreksia, demam dan mual. Aminotransferase dan bilirubinemia
hampir selalu ada, fosfatase alkali dan bilirubin direk sering tinggi. Diagnosis
pasti ditegakkan dengan uji serologis (Riswanto, 2010).
Antibodi terhadap hepatitis A dapat ditemukan dengan teknik immunoassay,
seperti Enzyme Immunoassay (EIA), Enzyme Linked Immunoassay (ELISA),
Enzyme Linked Fluorescent Assay (ELFA), atau Radioimmunoassay (RIA).
Membuktikan adanya viremia tidak mungkin, sedangkan untuk menyatakan virus
dalam tinja diperlukan pemeriksaan mikroskop electron (Prodia, 2014).

140

5. Alat dan Bahan


a. Alat
1. VIDAS 2
2. Mikropipet
3. Yellow tip
b. Bahan
1. Reagen Bio Merieux
2. Serum
6. Cara Kerja
a. Cara Menyalakan VIDAS PC
1. Nyalakan secara berurutan :
- UPS
- Modul Vidas
- Print dan Monitor
- Komputer
2. Ditunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.
3. Username dan Password dimasukkan dan diklik pada icon pada monitor
tampak VIDAS PC is starting...please wait.
4. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.
b. Cara Memasukkan Sampel
1. Data pasien dimasukkan lewat komputer.
2. Parameter pemeriksaan yang diinginkan dimasukkan.
3. Parameter yang sama diletakkan pada satu section.
4. Strip dan SPR dimasukkan pada section sesuai dengan jenis dan jumlah
pemerikasaan.
5. Sampel serum dipipet sebanyak 150 L kemudin diteteskan pada reagen.
6. Reagen dimasukkan ke alat VIDAS.
7. Pemeriksaan dijalankan lewat komputer dengan memilih start sesuai
dengan nomor rak yang dimasukkan sampel.
8. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.
c. Cara Mematikan Vidas PC
1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR
dalam alat.
2. Tanda X diklik pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan Do
you want to quit this application?.
3. Tekan Yes, pada monitor tampak Windows NT desktop.
4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.
Nilai rujukan :
- Non reaktif : < 0,40 units
- Equivocal : 0,40 0,49 units
- Reaktif : 0,50 units
7. Hasil Kegiatan

141

Kegiatan pemeriksaan anti HAV IgM yang dilakukan di sub laboratorium


imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang berasal
dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


1
1
1
1
1
3
8

Contoh hasil pemeriksaan anti HAV IgM yang dikeluarkan oleh RSUP
Sanglah terlampir.
8. Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan yang ditemukan selama melakukan pemeriksaan anti HAV
IgM adalah kesulitan unutk menghafal volume volume yang harus dimasukkan
kedalam alat Vidas.
9. Pembahasan
Hepatitis A merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A
(HAV). Virus ini menyebar ketika orang yang makan atau minum sesuatu yang
terkontaminasi oleh tinja dari orang yang terinfeksi HAV, hal ini disebut transmisi
fekal-oral. Penyakit ini erat kaitannya dengan sanitasi yang tidak memadai dan
kebersihan pribadi yang buruk. Masa inkubasi penyakit hepatitis A adalah 2-6
minggu.
Diagnosis HAV IgM dapat ditegakkan secara serologi. IgM anti-HAV
bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi sedang terjadi. IgM anti-HAV muncul

142

pada awal infeksi dan menghilang dalam 2 sampai 3 bulan. IgG anti-HAV timbul
pada masa pasca infeksi atau pemulihan (>4 minggu), dan biasanya menetap
seumur hidup. Pemeriksaan untuk anti-HAV total sebaiknya digunakan untuk
menyaring infeksi lama dan pembuktian adanya imunitas pada orang yang
mengunjungi daerah berisiko tinggi atau melakukan pekerjaan berisiko tinggi.
Dalam pemeriksaan anti HAV IgM ini dilakukan dengan menggunakan
metode ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay). Metode ELFA merupakan
modifikasi dari ELISA. Dimana merupakan kombinasi dari metode imunoenzim
dan imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluoresensi. Sampel
dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis dan
hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai
indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang
sudah disimpan dalam dalam memori alat.
Sampel yang digunakan adalah serum yang berasal dari darah pasien
dimana ditampung pada tabung antikoagulan merah dan disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rm selama 10 menit. Kriteria sampel yang digunakan adalah tidak
hemolisis. Serum yang digunakan adalah sebanyak 150 L dan dipipet ke dalam
reagen Bio Merieux dengan syarat tidak muncul gelembung. Data pasien yang
telah diinput di komputer akan memperlihatkan posisi peletakkan sampel. Sampel
yang sudah dimasukkan kemudian distart dan pemeriksaan akan dilakukan yang
mana hasil pemeriksaannya nanti akan langsung terinput ke komputer.
Jumlah sampel yang dikerjakan selama 2 minggu yaitu dari tanggal 23
Maret sampai 4 April 2015 adalah 7 sampel. Pemeriksaan anti HAV IgM ini
mempunyai permasalahan yaitu saat menghafal volume volume yang
dimasukkan kedalam alat. Sehingga dalam prosesnya masih perlu dilakukan
pencatatan agar tidak terjadi kekeliruan. Hasil pemeriksaan yang sudah selesai

143

kemudian dicetak dan diverifikasi oleh petugas laboratorium. Kemudian


divalidasi oleh dokter patologi klinik yang berjaga dimana selanjutnya diberikan
ke pasien.

I. PEMERIKSAAN REPRODUCTION FERTILITY


1. Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui hasil fertilitas reproduksi dari sampel yang diperiksa.
2. Metode
ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay)
3.

Prinsip
Prinsip pemeriksaan ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan

imunocapture dengan hasil akhir dibaca menggunakan fluorence (ELFA). Sampel


dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat akan membaca secara otomatis dan
hasilnya dicetak oleh printer secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai
indeks yang didapat secara otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang
sudah disimpan dalam dalam memory alat.
4.

Dasar Teori
Fertilitas merupakan kemampuan organ reproduksi untuk bekerja optimal

menjalankan fungsi fertilisasi. Kondisi seseorang tidak dapat hamil setelah satu
tahun menjalani hubungan intim secara teratur tanpa kontrasepsi disebut
infertilitas atau ketidaksuburan. Pada wanita, penyebabnya dapat berupa infeksi
pada vagina, kelainan serviks uteri, uterus, dan tuba falopi serta gangguan
hormonal seperti hambatan sekresi FSH dan LH yang berperan dalam ovulasi.
Pada pria, penyebabnya dapat berupa abnormalitas pada sperma (baik morfologi

144

maupun motilitas sperma), ejakulasi ataupun ereksi, infeksi pada jaringan genital
yang menyebabkan obstruksi saluran genital serta pemakaian obat antikanker dan
pengaruh radiasi.
Pemeriksaan fertilitas sangat penting untuk mengevaluasi ada tidaknya
gangguan fertilitas sehingga dapat menentukan terapi yang tepat. Berdasarkan
laporan American Siciety of Reproduksi Medicine, sepertiga kasus infertilitas
disebabkan oleh gangguan fertilitas pada wanita, sepertiganya gangguan pada
pria, sedangkan sepertiganya lagi disebabkan gangguan fertilitas pada kedua belah
pihak atau adanya gangguan fertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Pemeriksaan
fertilitas meliputi :
Pemeriksaan darah untuk menguji fertilitas seorang pria adalah dengan
mengukur kadar FSH dan testosteron dalam darah. Pada pria, FSH berperan
dalam spermatogenesis (pembentukan sperma). Sedangkan testosteron berperan
dalam spermatogenesis dan stimulasi libido.
Pengujian kadar hormon diindikasikan jika hasil analisis semen menunjukkan
abnormalitas, terutama jika konsentrasi sperma kurang dari 10 juta per millimeter
atau ada indikasi lain yang mengarah pada kelainan hormonal. Biasanya, uji
testosteron dan FSH yang pertama kali diukur. Jika kadar testosteron rendah,
kadar LH diukur.
Lutenizing Hormon / LH
Disekresi oleh hipofisis anterior, berperan pada stimulasi pematangan ovum
dan ovulasi. Kadar LH normal bagi perempuan biasanya antara 6 dan 30 U/L.
Hasil normal untuk pria biasanya antara 7 dan 24 U / L.

145

Kadar LH abnormal dapat memiliki efek banyak pada kesuburan. Lonjakan


LH diperlukan untuk menginduksi ovulasi pada wanita, sehingga kadar LH
rendah dapat mencegah ovulasi. Hal ini akan mencegah kehamilan. Tingginya
kadar LH selama waktu yang salah dari siklus berkontribusi pada infertilitas,
gangguan menstruasi dan ovulasi.
Follicle Stimulating Hormon / FSH
Merupakan hormon glikoproptein yang disekresi oleh kelenjar hipofisis
anterior, berperan pada pematangan sel telur di dalam indung telur.
Kadar FSH normal pada wanita adalah sebagai berikut :
Sebelum pubertas: 0-4,0 mIU / mL
Selama pubertas : 0,3-10,0 mIU / mL
Wanita yang sedang menstruasi : 4,7-21,5 mIU / mL
Postmenopause

: 25,8-134,8 mIU / mL

Tingkat FSH dikendalikan oleh interaksi kompleks dari beberapa hormone.


Tingginya kadar FSH pada hari 3 siklus menstruasi dapat mengindikasikan
terjadinya menopause. FSH harus diukur pada semua wanita untuk mengecualikan
pra-menopause. Tergantung pada laboratorium, tingkat FSH lebih dari 10 mIU /
mL dapat menjadi perhatian. Pada pasien tertentu, Clomid chalange test dapat
memberikan indikasi cadangan ovarium. Pada pasien dapat diberikan dalam dosis
standar 100 mg antara hari lima dan Sembilan. FSH dan estradiol diukur lagi pada
hari ke 10. Tingginya kadar FSH baik pada hari 3 atau hari 10 mengindikasikan
rendahnya peluang untuk hamil.
Prolaktin

146

Merupakan hormon peptida yang fungsi utamanya adalah pada proses laktasi.
Kadar hormon prolaktin yang tinggi dapat menekan FSH. Normalnya, kadar
prolaktin pada hari ketiga siklus adalah <24 ng/mL.

Estradiol
Sebagaian besar hormon estradiol diproduksi dan dilepaskan oleh ovarium
(indung telur) sehingga pemeriksaan ini dapat menilai fungsi ovarium. Kadar
estradiol normal adalah 25-75 pg/mL pada hari tiga siklus.
HCG
Plasenta memiliki kapasitas besar untuk menghasilkan sejumlah hormone
peptide dan steroid yang esensial untuk memelihara kehamilan. Hormone yang
terpenting adalah Human Chorionic Gonodotropin, estrogen dan progresteron.
Plasenta sebagai organ endokrin utama pada kehamilan, bersifat untuk
dibandingkan dengan jaringan endokrin lain dalam dua aspek. Jenis dan kecepatan
sekresi hormon plasenta terutama bergantung pada stadium kehamilan.
Hormon Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon khas kehamilan
(ditemukan dalam darah dan urine perempuan hamil). Hormon yang dibentuk oleh
trofoblast (lapisan bagian luar janin yang terbentuk pada awal pembentukan janin
dan plasenta) ini berfungsi mempertahankan korpus luteum (jaringan berwarna
kuning dalam indung telur yang terbentuk ketika indung telur baru saja
melepaskan sel telur) yang membuat eksogen dan progesterone sampai plasenta
terbentuk seutuhnya. Molekul HCG bersifat dimerik, terdiri dari satu sub unit alfa
dan satu sub unit beta, yang khas untuk HCG dan menentukan individualitas
antigenik.

147

Human chorionic gonadotropin berinteraksi dengan reseptor LHCG dan


mempromosikan

pemeliharaan

korpus

luteum

selama

awal

kehamilan,

menyebabkan ia mengeluarkan hormone progesteron. Progesteron memperkaya


rahim dengan lapisan tebal dan pembuluh darah kapiler sehingga dapat menopang
tumbuh janin. Ini juga telah dihipotesiskan bahwa HCG juga bisa merupakan link
plasenta untuk pengembangan immune toleranceibulokal. Sebagai contoh, sel-sel
endometrium hCG- diperlakukan mendorong peningkatan apoptosis sel T
(pembubaran T-sel). Hasil ini menunjukkan bahwa hCG juga bisa merupakan link
dalam

pengembangan

toleransi

kekebalan

peritrophoblastic,

dan

dapat

memfasilitasi invasi trofoblas, yang dikenal untuk mempercepat perkembangan


janin di endometrium
Procalcitonin
Sejak awal tahun 1990-an procalcitonin (PCT) pertama kali digambarkan
sebagai tanda spesifik infeksi bakteri. Kepekatan serum procalcitonin meningkat
saat inflamasi sistemik, khususnya ketika hal tersebut disebabkan oleh infeksi
bakteri. Procalcitonin ialah prohormon calcitonin, kadarnya meningkat saat sepsis
dan sudah dikenali sebagai petanda penyakit infeksi sebab penyakit berat.
Kepekatan PCT dapat mencapai 1000 ng/ml saat sepsis berat dan syok sepsis.
Namun demikian, sumber asal PCT selama sepsis belum jelas, apakah nilai kadar
PCT dapat membedakan antara penyakit infeksi dan non infeksi. Pada keadaan
fisiologis, kadar procalcitonin rendah bahkan tidak terdapati (dalam ng/ml), tetapi
akan meningkat bila terjadi bakteremia atau fungimia yang timbul sesuai dengan
berat infeksi. Tetapi pada temuan beberapa peneliti peningkatan procalcitonin

148

terdapat juga pada keadaan bukan infeksi, selain itu juga merupakan pengukuran
yang lebih sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain.
5.

Alat dan Bahan


a. Alat
1. VIDAS 1 dan 2
2. Mikropipet
3. Yellow tipe
b. Bahan
1. Reagen biomerieux
2. Serum
6. Cara Kerja
a. Cara Menyalakan Vidas PC
1. Nyalakan secara berurutan
2. UPS
3. Modul Vidas
4. Print dan Monitor
5. Komputer
6. Tunggu beberapa menit hingga komputer selesai melakukan inisial.
7. Masukkan Username dan Password Klik pada icon pada monitor
tampak VIDAS PC is starting...please wait.
8. Pada monitor akan tampak Menu utama dari VIDAS PC.
b. Cara Memasukkan Sampel
1. Masukkan data pasien lewat komputer.
2. Masukkan parameter pemeriksaan yang diinginkan.
3. Letakkan parameter yang sama pada satu section.
4. Masukkan strip dan SPR pada section sesuai dengan jenis dan jumlah
pemerikasaan.
5. Pipet sampel sebanyak 200 L.
6. Teteskan sampel ke reagen.
7. Masukkan reagen ke alat VIDAS.
8. Start sampel lewat komputer.
9. Lamanya pemeriksaan tercantum pada alat.
c. Cara Mematikan Vidas PC
1. Pastikan tidak ada parameter yang diperiksa dan reagen strip dan SPR dalam
alat.
2. Klik tanda X pada bagian kanan atas layar kerja, muncul pertanyaan Do
you want to quit this application?.
3. Tekan Yes, pada monitor tampak Windows NT desktop.
4. Klik Start pada bagian bawah kiri monitor, pilih Shutdown.
7. Hasil Kegiatan

149

Kegiatan pemeriksaan dengan menggunakan alat VIDAS yang dilakukan di


sub lab imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL yang
berasal dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
Jumlah Pasien (orang)
LH
FSH Prolaktin Estradiol HCG
PCT
Senin, 23 Maret 2015
1
9
Selasa, 24 Maret 2015
3
8
Rabu, 25 Maret 2015
2
8
Kamis, 26 Maret 2015
1
3
Jumat, 27 Maret 2015
1
1
1
1
5
Sabtu, 28 Maret 2015
2
6
Senin, 30 Maret 2015
2
8
Selasa, 31 Maret 2015
10
Rabu, 1 April 2015
1
1
5
Kamis, 2 April 2015
3
Jumat, 3 April 2015
6
Sabtu, 4 April
71
Total
1
1
1
2
11
23
Contoh hasil pemeriksaan dengan menggunakan alat VIDAS yang
Hari, Tanggal

dikeluarkan oleh RSUP Sanglah terlampir.


8.

Permasalahan
Permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan immunologi dengan

menggunakan alat automatic VIDAS yaitu mahasiswa masih kesulitan menghafal


volume sampel yang diperlukan untuk masing masing parameter pemeriksaan
karena setiap parameter memerlukan volume sampel yang berbeda. Hal ini
dikarenakan kendala waktu yang singkat yang diperoleh mahasiswa pada PKL ini.
9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Mahasiswa mengatasi masalah tersebut dengan mencatat volume - volume

sampel yang diperlukan pada masing masing pemeriksaan dan diharapkan


pembagian waktu PKL untuk kedepannya dapat diatur dengan baik agar
mahasiswa mendapat ilmu semaksimal mungkin di tempat PKL dalam waktu yang
sesuai.

150

Pemeriksaan ini menggunakan metode ELFA dimana prinsip pemeriksaan


ini adalah kombinasi dari metode imunoenzim dan imunocapture dengan hasil
akhir dibaca menggunakan fluorence (ELFA). Sampel dimasukkan ke dalam alat,
kemudian alat akan membaca secara otomatis dan hasilnya dicetak oleh printer
secara otomatis. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai indeks yang didapat secara
otomatis hasil dari kalkulasi alat terhadap standar yang sudah disimpan dalam
dalam memory alat.

151

J. PEMERIKSAAN CD4
1. Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui kadar CD4 dalam tubuh pasien.
2.
3.

Metode
Metode yang dingunakan pada alat ini adalah Flowcytometri
Prinsip
Sampel yang dimasukkan ke dalam reagen Tubes dihomogenkan dengan

menggunakan vortex mixer lalu diinkubasi selama 1 jam. Kemudian ditambahkan


fixative dan dibaca pada alat BD FACS Count.
4.

Dasar Teori
CD4 (CD four) adalah bagian dari populasi limfosit T yang di sebut

sebagai sel T helper (penolong). CD4 dalam sistem imun ditulis dengan penanda
permukaan CD4+. Fungsi utama CD4 dalam imun, meregulasi sistem imun agar
bekerja dengan baik. Prosesnya dengan merangsang sistem imun nonspesifik
berupa fagosit untuk khemotaksis dan proses fagositosis benda asing, untuk sistem
imun spesifik humoral: merangsang sel B (Limfosit B) untuk menghasilkan
antibodi dan mengatur produksi antibodi. Sedangkan untuk sistem imun seluler
berfungsi dalam mengatur CD8 dan NK membunuh sel sasaran yang terkena
infeksi virus (Sacher,2004).
5.

Alat dan Bahan


a. Alat alat :
1. Micropipet
2. Yellow tipe
3. BD FACS Count
4. Vortex mixer
5. Reagen tubes
b. Bahan :
1. Fixative
2. Darah dengan antikoagulan EDTA
6. Cara Kerja
a. Persiapan sampel
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

152

2. Bolak-balih sampel darah agar tercampur dengan antikoagulan.


3. Siapkan reagen tubes lali divortex.
4. Kemudian dilubangi reagen tubes.
5. Pipet sampel sebanyak 50 L dengan mikropipet.
6. Lalu dimasukkan ke dalam reagen tubes.
7. Kemudian dihomogenkan dengan cara divortex.
8. Inkubasi selama 1 jam dalam ruangan gelap.
9. Setelah diinkubasi, ditambahkan fixative sebanyak 50 L.
10. Lalu vortex dan dilakukan pembacaan dengan BD FACS Count.
b. Running Sampel
1. Tekan Main untuk running sampel.
2. Isi LOT Code, tekan enter.
3. Isi Counts CD4, tekan enter.
4. Tulis no. Sampel.
5. Letakkan tube sampel pada pemegang sampel kemudian enter.
6. Tekan Run.
c. Shut Down
1. Ditekan Utility.
2. Ditekan Shut Down.
3. Diletakkan tabung air destilasi pada pemegang sampel.
4. Ditekan RUN, saat tabung sudah naik, Shut down selesai.
7. Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan CD 4 dengan menggunakan alat BD FACS Count.
yang dilakukan di sub lab imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh
mahasiswa PKL yang berasal dari pasien rawat jalan atau rawat inap, yaitu:
Hari, Tanggal
Jumlah Pasien (orang)
Senin, 23 Maret 2015
1
Selasa, 24 Maret 2015
3
Rabu, 25 Maret 2015
6
Kamis, 26 Maret 2015
12
Jumat, 27 Maret 2015
6
Sabtu, 28 Maret 2015
1
Senin, 30 Maret 2015
3
Selasa, 31 Maret 2015
2
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
34
Contoh hasil pemeriksaan CD4 dengan menggunakan alat BD FACS
Count yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah terlampir.

153

8.

Permasalahan
Permasalahan yang ditemui dalam pemeriksaan CD4 adalah apabila jumlah

sampel yang banyak sedangkan untuk menjalankan satu sampel diperlukan waktu
yang lama sekitar 1 jam, sehingga seringkali pemeriksaan terhadap CD4 ditunda.
9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Penyakit immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan,

dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara kuat, sehingga infeksi lebih sering
terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari
biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir,
anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik,
maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada
sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri
yang tidak biasa
Gejala-gejala yang muncul dari HIV bisa mempengaruhi seseorang secara
bertahap. Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan berkembang dengan
cepat. Virus ini akan menyerang limfosit CD4 (sel T) dan menghancurkan sel-sel
darah putih sehingga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Setiap tahapan dari
infeksi akan menunjukkan gejala yang berbeda. Tahap awal dari infeksi virus ini
biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala apapun, gejala baru akan
muncul setelah dua sampai empat minggu setelah terinfeksi. Seseorang bisa
mengeluh mengalami sakit kepala yang berat dan persisten disertai dengan
demam, ketika seseorang terinfeksi maka gejala awal yang muncul terkadang
mirip dengan flu atau infeksi virus sedang. Gejala dan tanda awal dari HIV
termasuk demam, sakit kepala, kelelahan, mual, diare dan pembengkakan kelenjar

154

getah bening di leher, ketiak atau pangkal paha. Gejala-gejala ini hampir sama
dengan infeksi virus lainnya. Karena itu banyak orang yang terinfeksi HIV tidak
menyadari bahwa dirinya sudah terinfeksi hingga bertahun-tahun sehingga
mencapai stadium lanjut. Pusat pengendalian penyakit (Center for Disease
Control/CDC) mengungkapkan ada beberapa gejala yang menunjukkan stadium
lanjut dari HIV yaitu:
1. Kehilangan berat badan dengan cepat tanpa adanya alasan
2. Batuk kering
3. Demam berulang atau berkeringat saat malam hari
4. Kelelahan
5. Diare yang lebih dari seminggu
6. Kehilangan memori
7. Depresi dan juga gangguan saraf lainnya.
Pemeriksaan CD 4 yang dilakukan di RSUP Sanglah bertujuan untuk
menghitung kadar limfosit T dalam tubuh pasien. Pemantauan CD4 merupakan
langkah yang tepat untuk memantau penyakit HIV/AIDS serta prognosis yang
mungkin terjadi.
Masalah yang dihadapi dalam pemeriksaan CD4 dapat diatasi dengan
meginformasikan kepada bagian pengumpulan sampel karena keterbatasan alat
dan reagen pemeriksaan CD4 hanya bisa dilakukan terbatas dan hasil yang
dikeluarkan cukup lama karena diperlukan waktu inkubasi yang cukup lama pula.

155

K. PEMERIKSAAN SEROLOGI DHF


1.

Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui adanya antibody (IgG, IgM ) pada sampel serum pasien

2.

Metode
Metode yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah Imunochromatography.

3.

Prinsip
Anti-dengue (IgM/IgG) yang terdapat dalam serum pasien akan bereaksi

dengan antigen captured pada strip test dan membentuk kompleks warna.
4. Dasar Teori
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan
malaria terutama di musim hujan yang lembab (Fatma, 2012).
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue yang
merupakan virus dari family flaviridae. Terdapat 4 macam serotype virus dengue
yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus
tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Penularannya melalui
nyamuk betina seperti Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes polynesienses
(Fatma, 2012).
Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang dalam penegakan
diagnosis infeksi virus dengue juga telah mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Mulai dengan pemeriksaan isolasi virus dengue, pemeriksaan PCR
dengue, hingga pemeriksaan cepat seperti IgG-IgM dengue dan NS1Ag dengue.
Masing masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Saat ini yang menjadi
pilihan adalah IgG-IgM dengue dan NS1 dengue karena akurasinya yang bagus,

156

kecepatan selesai hasil yang cepat, mudahnya cara pemakaian, serta biaya yang
relative murah disbanding pemeriksaan yang lain (Anonim, 2010).
5.

Alat dan Bahan

a. Alat
1. Strip test
2. Pipet droper
b. Bahan
1.Serum pasien
2. Buffer
6.

Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Teteskan 10 mikron (1 tetes) serum pada sumur sampel pada strip test
3. Teteskan 2 - 3 tetes buffer pada sumur diluents pada strip test
4. Tunggu 15 menit, amati hasil
Interpretasi hasil:
1. Positif

7.

: Bila terdapat garis pada IgG dan C, IgM dan C,

atau IgG, IgM dan C


2. Negatif
: Bila terdapat garis pada C saja.
3. Invalid
: Bila tidak ada garis pada T dan C.
Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan DHF IgG dan IgM yang dilakukan di sub lab
imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL, yaitu:
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015

Jumlah Pasien (orang)


3
4
6
4
8

157

Sabtu, 28 Maret 2015


Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
Contoh hasil pemeriksaan DHF IgG dan

10
3
13
6
8
5
70
IgM yang dikeluarkan oleh

RSUP Sanglah terlampir.


8.

Permasalahan
Permasalahan yang dialami oleh mahasiswa adalah pada saat melakukan

pemeriksaan ini mahasiswa terkadang bingung karena sering sekali pada strip tes
yang muncul adalah garis T2 saja sedangkan garis yang lain tidak muncul. Hasil
ini tentunya invalid tetapi penjelasan dari pihak laboratorium Sanglah bahwa jika
muncul garis T2 saja artinya pasien positif IgG karena titernya sangat kuat jadi
tidak sanggup menuju garis IgM dan garis C ( kontrol ). Sehingga pada
pengerjaan DHF IgG dan IgM perlu dilakukan pengawasan dari pihak
laboratorium Sanglah agar hasil dari pemeriksaan tidak salah.
9.

Pembahasan
Pemeriksaan DHF IgG, IgM dilakukan untuk dalam mengetahui adanya

antibody dalam tubuh pasien. Antibody IgG bertujuan untuk mengetahui pasien
sebelumnya sudah pernah mengalami sakit yang sama atau tidak sedangkan IgM
untuk mengetahui pasien baru pertama kali megalami sakit (akut). Pemeriksaan
IgG, IgM menggunakan rapid tes dengan metode Immunochromatography.
Apabila dalam pemeriksaan didapatkan hasil negative maka pada strip tes
hanya akan muncul satu garis yaitu pada garis control, apabila hasil menunjukkan

158

positif akan muncul garis pada control dan IgG, control dan IgM, atau
control,IgG,IgM. dan apabila invalid garis control tidak muncul.
Jumlah pasien selama 2 minggu dilakukan praktik di laboratorium imunologi
RSUP Sanglah oleh kelompok 2 yaitu 70 orang.

L. PEMERIKSAAN NS1
1. Tujuan
- Untuk dapat mendeteksi antigen NS1 dengue virus di dalam sampel
-

pasien secara kualitatif.


Untuk dapat melakukan pemeriksaan dengue NS1 Ag tepat untuk

penegakkan diagnosis demam berdarah (dengue fever).


- Untuk dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan dengue NS1 Ag.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan NS1 adalah dengan
metode immunochoromatografi rapid test.
3. Prinsip
Dengue NS1 Ag yang terdapat dalam sampel ( serum, plasma, atau
whole blood ) pasien sebagai antigen bereaksi dengan anti NS1 Ag sebagai
antibodi yang dilapisi koloidal emas pada strip dan membentuk kompleks
antigen antibodi. Kompleks ini bergerak di sepanjang membran secara
kromatografi menuju wilayah test yang dilapisi oleh antibidi spesifik terhadap

159

dengue yang akan membentuk garis warna sebagai kompleks partikel emas
antibodi antigen antibodi.
4. Dasar Teori
Demam dengue maupun penyakit lain akibat virus dengue merupakan
penyakit akibat arbovirus yang endemik terutama di daerah tropik dan
subtropik lainnya. Diagnosis penyakit ini adalah dari gejala klinis yang
menunjukkan panas mendadak tinggi disertai dengan gejala-gejala lain yang
tidak khas kadang menyerupai gejala flu biasa.Dari tanda klinis didapatkan
nyeri mid epigastrik, hepatomegali dan mungkin terdapat tanda-tanda
perdarahan.Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis maupun
evaluasi hasil pengobatan.Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal,
terdapat empat serotipe yang berbeda yaitu DEN1, DEN2, DEN3 dan DEN4
yang semuanya terdapat di Indonesia. Virus dengue memiliki genom 11 kb
yang mengkode 10 macam protein virus yaitu tiga protein struktural
(C/protein core, M/protein membrane, E/protein envelope) dan tujuh protein
nonstruktural (NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, NS5) (Abidfahruddin,
2009).

Struktur Antigen NS1 Virus Dengue


Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan
bahwa serotipe virus DEN-3 sering menimbulkan wabah, sedangkan di
Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN-2. Virus dengue
termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang terdiri dari
10.700 basa di dalam genomnya. Virus dengue terdiri dari single-stranded

160

positive sense RNA (ssRNA sense +). Di dalamgenomnya terdapat sebuah


single Open Reading Frame (ORF ) yang mengkode 2 macam protein yaitu
protein struktural dan protein nonstruktural. Protein struktural terdiri dariC
(protein inti/capsid/core), M (protein membran, termasuk preMembrane)
danE

(protein envelope) serta 7 macam protein nonstruktural yaitu NS1,

NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, NS5 yang ditandai oleh sebuah 5 dan 3
nontranslated region (NTR) pada kedua ujungnya.
NS1 adalah glikoprotein nonstructural dari virus dengue dengan berat
molekul 46-50 kD dan merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada
awalnya NS1 digambarkan sebagai antigen Soluble Complement Fixing
(SCF) pada kultur sel yang terinfeksi. NS1 diperlukan untuk kelangsungan
hidup virus namun belum diketahui aktivitas biologisnya. Dari bukti yang
sudah ada menunjukkan bahwa NS1 terlibat dalam proses replikasi virus.
NS1 sendiri dihasilkan dalam 2 bentuk yaitu membran associated dan
secreted form. NS1 bukan bagian dari struktur virus tapi diekspresikan pada
permukaan sel yang terinfeksi dan memiliki determinan-determinan yang
spesifik group dan tipenya.Peran NS1 dalam imunopatogenesis juga telah
disampaikan berdasarkan temuan anti-SCF antibodies dalam serum pasienpasien dengan infeksi sekunder tapi tidak pada infeksi primer.NS1 dengue
disekresikan ke dalam sistem sirkulasi darah pada individu yang terjangkit
virus dengue dengan konsentrasi yang tinggi pada infeksi primer maupun
sekunder selama fase klinik sakit dan hari-hari pertama masa konvalesen
(pemulihan) (Denthytor, 2011).

161

Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak


terdapat pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di dalam
supernatan dan membran plasma sel selama proses infeksi. NS1 merupakan
gen esensial di dalam sel yang terinfeksi dimana fungsinya sebagai ko-faktor
untuk replikasi virus, yang terdapat bersama di dalam bentuk replikasi RNA
double-stranded (Mackenzie, 1996). Immune recognition dari permukaan sel
NS1 pada sel endotel dihipotesiskan berperan dalam mekanisme kebocoran
plasma yang terjadi selama infeksi virus dengue yang berat. Sampai saat ini,
bagaimana NS1 berhubungan dengan membran plasma, yang tidak berisi
motif sekuens membrane-spanning masih belum jelas.
NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai tipe sel epitelial
dan sel mesensimal, juga menempel secara kurang lekat terhadap berbagai sel
darah tepi.Lebih lanjut, NS1 juga terikat pada biakan sel endotel
mikrovaskuler manusia lebih baik daripada sel endotel aorta atau umbilical
cord. Spesifisitas ikatan ini sudah dibuktikan terdapat pada ikatan NS1 pada
endotel paru dan hati namun tidak pada usus atau otak dari jaringan tikus.
Manifestasi Klinis

Infeksi Virus Dengue

Asimtomatik

Demam tidak

Simtomatik

Demam Dengue

162

Spesifik

Perdarahan (-)

Perdarahan (+)

Syok (-)

Syok (+)
(SSD)

DD

DBD

Gambar 1. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue (dikutip dari WHO, 1997)
Pemeriksaan Non Struktural 1 (NS1) ditujukan untuk mendeteksi
virus dengue lebih awal.Virus dengue memiliki 3 protein structural dan 7
protein non struktural. NS1 adalah glikoprotein non struktural yang
diperlukan untuk kelangsungan hidup virus.Keuntungan mendeteksi antigen
NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita tersebut
pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi.Dengan
demikian kita dapat segera melakukan terapi suportif dan pemantauan pasien.
Hal ini tentunya akan mengurangi risiko komplikasi seperti demam berdarah
dengue dan dengue shock syndrome yang dapat berakibat kematian.
Pemeriksaan Dengue NS1 Antigen sebaiknya dilakukan pada penderita yang
mengalami demam disertai gejala klinis infeksi virus dengue (pada hari 1-3
mulai demam) untuk mendeteksi infeksi akut disebabkan virus dengue.
Positivitas dan kadar Ag NS1 Dengue tertinggi pada hari-hari awal demam
dan akan menurun dengan bertambahnya hari demam, sehingga sebaiknya
dilakukan sebelum hari keempat demam (Prasetyo, 2012).

163

Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan tidak menunggu respon


tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling baik saat panas
hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah pemeriksaan ini dapat mendeteksi
infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah
hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun dan akan hilang setelah
hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun juga tinggi.Bila
ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau seseorang hampir pasti
terkena infeksi virus dengue.Sedangkan kalau hasil NS1 Ag dengue
menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan infeksi virus
dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta pemeriksaan lanjutan. Ini
terjadi karena untuk mendeteksi virus dengue diperlukan kadar yang cukup
dari jumlah virus dengue yang beredar, sedangkan pada fase awal mungkin
belum terbentuk cukup banyak virus dengue tetapi apabila pengambilan
dilakukan setelah munculnya antibodi maka kadar virus dengue juga akan
turun (Abidfahruddin, 2010).
Disinilah diperlukan ketepatan dalam pemilihan waktu dan jenis
pemeriksaan.Apabila panas masih awal pilihan pemeriksaannya adalah NS1
Ag Dengue tetapi apabila sudah melewati hari ke-4 panas maka pilihannya
adalah pemeriksaan IgG/IgM Dengue.Antigen NS1 dianjurkan diperiksa pada
awal demam sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% 93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold
standard kultur virus. Terkadang kedua pemeriksaan ini dilakukan bersamaan
terutama saat waktu borderline atau hari ke-3 hingga hari ke-5 panas. Jadi
apabila ada gejala demam berdarah seperti panas tinggi, kedua pemeriksaan

164

tadi dapat dilakukan disamping pemeriksaan standar seperti pemeriksaan


darah lengkap untuk melihat kadar trombosit (Denthytor, 2011).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis dan laboratoris menurut
kriteria WHO, 1997.Semua kriteria di bawah harus dipenuhi untuk definisi kasus
DBD.
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan salah satu di bawah :

uji Rumpel Leede/RL/tourniquet positif,

petekiae, ekimosis, purpura,

perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis dan atau melena.

c. Trombositopenia (100.000/l atau kurang).


d. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin, atau penurunan hematokrit
20% sesudah terapi cairan.
5. Alat Dan Bahan
A. Alat
1. Disposable dropper
2. Stopwatch
3. Cassette test
B. Bahan
1. Sampel serum
2. Tissue
6. Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan,
2. Cassete test dan sampel dikondisikan pada suhu ruang,
3. Cassete test dikeluarkan dari bungkusnya, dan diletakkan pada
tempat yang permukaannya datar dan kering,
165

4. Sampel serum dihomogenkan,


5. Dengan disposable dropper, ditambahkan tiga tetes sampel serum
ke dalam sumur cassette yang bertanda S ,
6. Kemudian diinkubasi selama 15-20 menit, kemudian dilakukan
pengamatan hasil dan diinterpretasikan hasilnya.
7. Interpretasi Hasil
1.
Negatif : Terbentuk garis berwarna hanya pada tanda C
2.
Positif : Terbentuk garis berwarna pada tanda C dan T
3.
Invalid : Tidak terbentuk garis berwarna pada tanda C dan T
Terbentuk garis berwarna hanya pada tanda T
8. Permasalahan
Pada pemeriksaan NS1 tidak ditemui permasalahan karena sudah pernah
praktikum dikampus sebelumnya.
9. Pembahasan
Prinsip pemeriksaan dengue NS1 Ag ini adalah Dengue NS1 Ag yang ada
pada serum sebagai antigen akan bereaksi dengan anti-NS1 Ag sebagai antibody
yang dilapisi dengan koloidal emas pada strip dan membentuk kompleks antigen
antibody. Kompleks

tersebut

bergerak

di

sepanjang

membrane

secara

imunokromatografi, menuju daerah test yang dilapisi dengan antibody spesifik


terhadap virus dengue, yang akan membentuk kompleks partikel emas antibodyantigen-antibodi dan menghasilkan garis berwarna pada daerah test (T).
sedangkan sisa kompleks antigen-antibodi yang tidak berikatan di daerah test (T)
dan koloidal emas akan berikatan dengan goat anti-mouse IgG sehingga
menghasilkan garis warna pada daerah control (C).
Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan ini dipastikan bersih
dan bebas dari kontaminasi. Cassette dan sampel dikondisikan pada suhu ruang
sebelum digunakan bertujuan agar komponen di dalamnya stabil. Cassette test
diletakkan pada tempat yang datar dengan tujuan agar sampel serum yang
diteteskan tidak tumpah serta distribusi sampel merata sampai daerah control.

166

Serum yang digunakan harus dihomogenkan terlebih dahulu agar komponennya


tercampur merata. Sampel yang dapat digunakan dalam pemeriksaan dengue NS1
Ag adalah serum atau plasma atau whole blood. Ketiga jenis sampel tersebut
dapat digunakan karena sesuai pada kit reagen.
Sampel yang digunakan berupa sampel serum. Sampel serum diteteskan
pada lubang sampel yang bertanda S secara vertical agar tetesan serum tepat
menetes pada lubang dan tidak merembes. Serum akan bergerak sepanjang
membrane secara imunokromatografi serta cassette test diinkubasi selama 15-20
menit. Pembacaan tidak boleh dilakukan kurang dari 15 menit atau lebih dari 20
menit, karena waktu 15-20 menit merupakan waktu efektif (operating time) untuk
membentuk ikatan antigen antibody. Pada pemeriksaan ini juga penting dilakukan
pelabelan pada cassette test agar hasil pemeriksaan tidak tertukar.
Jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan NS1 adalah 2 orang yaitu
pada tanggal 25 dan 30 Maret 2015.

M. PEMERIKSAAN ASTO
1. Tujuan Kegiatan
Untuk determinasi kualitatif dan semikuantitatif adanya ASO (Anti Streptolisin
O) dalam serum secara aglutinasi latex.
2.

Metode
Pada praktikum ini pemeriksaan dilakukan dengan metode slide test

aglutinasi
3.

Prinsip

167

Berdasarkan reaksi aglutinasi antara Streptolisin-O sebagai antigen


yang terikat pada partikel latex polistirene dengan Anti Streptolisin-O (ASO) yang
terdapatdalam serum sebagai antibodi.
4.

Dasar Teori
Titer anti Streptolisin O (ASO/ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostic

standar untuk demam rheumatic, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya
infeksi Streptococcus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit
Tood pada orangdewasa atau 333 unit Tood pada anak-anak diatas usia 5 tahun,
dan dapat dijumpai pada sekitar 70%-80% kasus demam rheumatic akut. Sebagian
besar dari strain-strain serologic dari Streptococcus Group A menghasilkan dua
enzim hemolitik yaitu Streptolisin O dan S. Di dalam tubuh penderita, Streptolisin
O akan merangsang pembentukan antibodi yang spesifik yaitu Streptolisin O
(ASTO) sedangkan yang dibentuk Streptolisin S tidak spesifik (Corwin,2009).
Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di
tabahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O anti
Strepolisin O (SO ASO). Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari
200 IU/ml, maka sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan
menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel
partikel latex . Bila kadar ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml ,
maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan aglutinasi dengan
streptolisin O pada partikel partikel latex. (Handojo,1982)
Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik ,
sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes aglutinasi
latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200 IU/ml. (Handojo ,
1982)

168

5.

Alat dan Bahan


a. Alat

1. Yellow tip
2. Petak slide berwarna hitam
3. Pengaduk
4. Rotator
b. Bahan
1. Reagen latex
2. Kontrol serum positif dan negatif
3. Sampel Serum
6. Cara Kerja
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Alat dan bahan disiapkan


Serum dipipet sebanyak 50 l dan diteteskan pada petak slide
Serum ditambahkan 1 tetes reagen ASO latex
Aduk selama 5 detik dan goyangkan selama 2 menit lalu amati hasilnya
Bandingkan dengan control positif dan negative
Serum dengan hasil positif pada cara kualitatif (screening test) harus
dilakukan titrasi test (semi kuantitatif test) ntuk mengetahui titer ASO

dalam sampel.
Pemeriksaan semi kuantitatif
a. Disiapkan 4 buah sampel cup dan diisi 100 ml buffer
b. Pada sampel cup 1 diisi 100 ml sampel
c. Kemudian dihomogenkan, dari cup 1 dipipet 100 ml campurannya
dipindahkan ke cup 2 demikian selanjutnya sampai pada cup ke 4
dari cup ke 4 dibuang sebanyak 100 ml.
d. Masing-masing serum ditambahkan dengan 1 tetes suspense antigen,
lalu aduk selama 5 detik an goyangkan selama 2 menit kemudian
amati hasilnya
e. Tentukan hasil akhir atau titernya
Pengenceran serum

1/8
1/16
7.

Hasil Kegiatan

169

Titer
400
800
1600
3200

Kegiatan pemeriksaan ASO yang dilakukan di sub lab imunologi RSUP


Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL, yaitu:
Hari, Tanggal
Jumlah Pasien (orang)
Senin, 23 Maret 2015
1
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
2
Selasa, 31 Maret 2015
3
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
2
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
8
Contoh hasil pemeriksaan ASO yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah
terlampir.
8.

Permasalahan
Permasalahan yang ditemui mahasiswa yakni pada saat menggunakan slide

dengan berlatar belakang hitam terkadang kotoran yang ada di slide bereaksi
dengan reagen akan menghalangi aglutinasi sehingga sebelum dilakukan
pemeriksaan dipastikan terebih dahulu bahwa alat alat yang digunakan harus
bersih.
9. Pembahasan
Pemeriksaan ASTO dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya antibody
streptolisin O yang dihasilkan oleh tubuh apabila terjadi infeksi oleh bakteri
golongan streptococcus. Apabila bakteri ini menginfeksi dan hasil pemeiksaan
ASTO terjadi aglutinasi maka dinyatakan di dalam tubuh pasien terdapat Anti
Streptolisin O.

170

Apabila terjadi hasil negative pada serum pasien maka saat serum pasien
dicampur dengan reagen lateks tidak terjadi aglutinasi. Hasil negative ini
menunjukkan di dalam serum pasien memang tidak terdapat Anti Streptolisin O
atau antibody ini terdapat dalam serum namun kurang dari 200 I.U/ml sehingga
memberi hasil negative. Apabila didapatkan hasil positif, pemeriksaan dilanjutkan
dengan pengenceran, pengenceran yang dilakukan yaitu pengenceran 1 : 2 yaitu
dilakukan dengan memipet 100 uL serum ditambah dengan 100 uL NaCl/ buffer,
setelah dihomogenkan campuran dipipet sebanyak 100 uL lalu ditambahkan satu
tetes reagen, apabila hasil ini menunjukkan hasil positif maka titer Asto
menunjukkan hasil 400 I.U/ml dan harus diperiksa lebih lanjut.

171

N. PEMERIKSAAN ANTI HIV


1.

Tujuan Kegiatan
Untuk mengetahui adanya antibody HIV dalam serum pasien.

2.
3.

Metode
Pemeriksaan anti-HIV menggunakan metode Imunocromatography
Prinsip
Ketika sampel serum, plasma, atau whole blood pasien yang mengandung

antibodi spesifik terhadap antigen HIV 1 dan HIV - 2 diteteskan pada sumur uji,
antibodi spesifik terhadap antigen HIV 1 dan HIV 2 pada sampel berikatan
dengan antigen rekombinan HIV- 1 dan 2 (gp41 , p24 , gp36) yang dilapisi gold
koloidal sehingga membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks ini akan
bergerak di sepanjang membrane test secara kromatografi menuju daerah test
( pita 1 yang dilapisisi antigen gp41,p24 dan pita 2 yang dilapisi antigen gp36 )
membentuk garis warna akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi
antigen.
4.

Dasar Teori
AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom/ Sindrom imunodefisiensi

didapat), adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan


klinis yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV yang dulu disebut
sebagai HTLV-III (Human T cell Lymphotropic Virus III) atau LAV
(Lymphadenophaty Virus) adalah virus sitopatik dari famili retrovirus (Price,1992
dikutip dari Mariam 2010).
Virion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut, dikelilingi
oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung
protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA
genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase .

172

Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan target
antibodi dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein
dinamakan p17, yang merupakan lapisan di bawah selubung lipid. Sedangkan
selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam
proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen
gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa
protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein
mature (Jawet, 2001 dikutip dari Mariam 2010).
HIV menunjukkan banyak gambaran khas fisikokimia dari familinya.
Terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik
(evolusioner) dengan lentivirus primata lainnya. Berdasarkan pada deretan gen
env, HIV-1 meliputi tiga kelompok virus yang berbeda yaitu M (main), N (New
atau non-M, non-O) dan O (Outlier). Kelompok M yang dominan terdiri dari 11
subtipe atau clases (A-K). Telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2 yaitu sub tipe A-F
(Jawetz, 2001).
HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama, HIV-1
mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyai vpx, sedangkan sebaliknya HIV-2
mempunyai vpx tetapi tidak mempunyai vpu. Perbedaan struktur genome ini
walaupun

sedikit,

diperkirakan

mempunyai

peranan dalam

menentukan

patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV tersebut.
Karena HIV-1 yang lebih sering ditemukan, maka penelitian-penelitian klinis dan
laboratoris lebih sering dilakukan terhadap HIV-1 (Anonim, 2009).
Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu metode
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium
meliputi uji imunologi dan uji virologi.

173

Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi


dalam dua kelompok yaitu :
a. Uji Imunologi
Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan
digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme
linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji
Western blot atau indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk
memperkuat hasil reaktif dari test krining.
Uji yang menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun meliputi jumlah
dan persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit absolute. Uji ini sekarang tidak
digunakan untuk diagnose HIV tetapi digunakan untuk evaluasi.
- Deteksi antibodi HIV
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV.
ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang
sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA (Indirect
Immunofluorescence

Assays).

Sedangkan

hasil

yang

negatif

tidak

memerlukan tes konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang terinfeksi


pada masa jendela (window period), tetapi harus ditindak lanjuti dengan
dilakukan uji virologi pada tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat
terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi belum mengeluarkan
antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi,
termasuk semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom retroviral yang
akut. Positif palsu dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi atau
kelainan autoimune, wanita hamil, dan transfer maternal imunoglobulin G
(IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu
hasil positif ELISA pada seorang anak usia kurang dari 18 bulan harus di

174

konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum anak dianggap mengidap
-

HIV-1.
Rapid test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi terhadap
HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik),
imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus

dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.


Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes
sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan
keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan
enzimatik). Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil
skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil negative Western blot
menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai
hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1. Hasil Western
blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu dengan

usia lebih dari 18 bulan.


Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit
dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan
penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada
pada sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil

positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.


Penurunan sistem imun
Progresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan CD4+ T limfosit, sebagian
besar sel target HIV pada manusia. Kecepatan penurunan CD4 telah terbukti
dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4

175

menurun

secara

bertahap

selama

perjalanan

penyakit.

Kecepatan

penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun.


b. Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes
amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk
menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk
komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24)).
- Kultur HIV
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam
plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi
dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas
reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus. NAAT HIV-1
(Nucleic Acid Amplification Test) Menemukan RNA virus atau DNA proviral
yang banyak dilakukan untuk diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan.
Karena asam nuklet virus mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak
dalam sampel. Pengujian RNA dan DNA virus dengan amplifikasi PCR,
menggunakan metode enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-1. Level
RNA HIV merupakan petanda prediktif penting dari progresi penyakit dan
-

menjadi alat bantu yang bernilai untuk memantau efektivitas terapi antivirus.
Uji antigen p24
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau dalam
keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada
umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi
RNA atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat
dengan peningkatan teknik yang digunakan untuk memisahkan antigen p24

dari antibodi anti-p24 (Read, 2007, dikutip dari Mariam 2010).


5. Alat dan bahan
a. Alat :

176

1. Oncoprobe Strip Test


2. Intec Strip Test
3. Vikia Strip Test
4. Mikropipet
5. Pipet droper
b. Bahan :
a. Sampel serum
b. Buffer (masing-masing Strip Test)
6. Cara Kerja
a. Pemeriksaan dengan Oncoprobe Strip Test
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel serum dipipet dengan pipet dropper dan diteteskan 1 tetes pada
sumur strip test.
3. Buffer diteteskan sebanyak 1 tetes
4. Ditunggu sampai 5-30 menit
5. Amati hasil
b. Pemeriksaan dengan Intec Strip Test
1.

Alat dan bahan disiapkan

2.

Sampel serum sebanyak satu tetes (30 uL) dipipet pada strip test

3.

Buffer diteteskan sebanyak 2 tetes

4.

Ditunggu sampai 15 menit

5.

Amati hasil

c.

Pemeriksaan dengan Vikia Strip Test

1.

Alat dan bahan disiapkan

2.

Sampel serum dipipet dengan pipet dropper dan diteteskan pada area
sampel sebanyak 3 tetes pada strip test

177

3.

Ditunggu sampai 15 menit

4.

Amati hasil
Interpretasi hasil:

1.

Positif

: Bila terdapat garis pada T1 dan C, T2 dan C, atau T1,

2.
3.

T2 dan C
Negatif : Bila terdapat garis pada C saja.
Invalid : Bila tidak ada garis pada T dan C.
Catatan : Test pertama dilakukan pada Oncoprobe Strip Test apabila pada
Oncoprobe menunjukkan hasil negatif tidak dilanjutkan ke Intec dan Vikia.
Apabila test menunjukkan positif maka dilanjutkan pada Intec dan Vikia.

7.

Hasil Kegiatan
Jumlah pemeriksaan Anti HIV yang telah dilakukan oleh mahasiswa di sub

laboratorium Immunologi dapat dilihat pada tabel berikut :


Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total

Jumlah Pasien (orang)


3
9
1
5
8
9
35

Contoh hasil pemeriksaan terlampir.


8.

Permasalahan
Permasalahan pada pemeriksaan Anti HIV yakni ketika sampel yang

diteteskan kurang menyebabkan garis pada strip tes tidak muncul, terkadang garis
kontrol juga tidak muncul sehingga perlu penambahan serum yang lebih banyak

178

dan apabila garis kontrol tidak muncul dilakukan pemeriksaan ulang dengan
reagen yang baru.
9. Pembahasan
Pemeriksaan Anti-HIV merupakan pemeriksaan darah yang digunakan
untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap HIV. Pada umumnya, antibodi ini
terbentuk dalam waktu sekitar 3-6 minggu setelah terinfeksi atau pada individu
dengan pembentukan antibodi yang lambat dapat terbentuk setelah 3-6 bulan
terinfeksi. HIV meruapakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
dan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun hingga akan lebih mudah
terinfeksi. Individu dengan infeksi HIV akan mengalami beberapa fase, yakni fase
akut - fase laten - AIDS.
Pemeriksaan anti-HIV di sub laboratorium ini dikerjakan dengan
menggunakan tiga reagen yang berbeda, yaitu reagen/cassette test Oncoprobe
yang memiliki sensitivitas tinggi sebagai reagen pertama, cassette test INTEC
yang memiliki spesifisitas tinggi untuk reagen yang kedua dan cassette test VIKIA
yang memiliki sentivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dari reagen kedua
sebagai reagen ketiga. Hal ini dilakukan untuk menentukan keakuratan hasil
pemeriksaan anti-HIV. Hasil pemeriksaan anti HIV tdak dapat di publikasikan
secara umum karena pemeriksaan ini bersifat rahasia. Identitas pasien hanya
diketahui oleh konselor ketika di laboratorium sampel hanya berisi kode khusus
pemeriksaan Anti HIV.
Adapun kelebihan dari pemerksaan anti-HIV rapid test anata lain:
-

Hasil dapat diketahui dengan cepat

Proses pengerjaannya sederhana dan mudah.


Sedangkan kekurangan dari pemeriksaan ini antara lain:

179

Meskipun hasil positif dapat mengindikasikan infeksi HIV-1 atau HIV-2


diagnosis AIDS hanya dapat dilakukan atas dasar klinis, untuk sampel
berulang kali diuji sebagai positif, tes tambahan yang lebih spesifik harus
dilakukan.

Pengujian imunokromatografi saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa


AIDS bahkan jika antibodi HIV-1 dan atau HIV-2 terdapat dalam spesimen
pasien.

Sebuah hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan HIV-1 dan atau HIV2. Spesimen mungkin mengandung antibodi anti-HIV-1 dan atau HIV-2, tapi
kadarnya terlalu rendah.

180

O. PEMERIKSAAN WIDAL DAN IgM Salmonella Tiphy


1.

Tujuan Kegiatan
a. Untuk mengetahui adanya antibodi spesifik terhadap antigen Salmonella
dalam serum secara kualitatif dan semi kuantitatif.
b. untuk mendeteksi deman typhoid yang disebabkan oleh Salmonella.

2.

Metode
a. Pemeriksaan widal menggunakan metode aglutinasi.
b. Pemeriksaan IgM Salmonella Typhi menggunakan metode IMBI
(Inhibition Magnetic Binding Imunoassay).

3.

Prinsip
a. Berdasarkan reaksi aglutinasi secara immunologi antara antibodi dalam
serum dengan suspensi bakteri sebagai antigen yang homolog.
b. Tes ini mendeteksi adanya Antibodi Anti-O9 dalam serum pasien dengan
menilai kemampuan dalam menghambat reaksi antara antigen pada reagen
coklat dan antibodi pada reagen biru. Tingkat penghambatan sebanding
dengan konsentrasi antibodi anti-O9 dalam sampel. Pemisahan diaktifkan
oleh gaya magnet. Hasil dibaca visual terhadap skala warna.

4.

Dasar Teori
Demam typhoid (typhoid fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik
yang disebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonela paratyphi A, B,
dan C yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama
terletak di daerah tropis dan subtropis. Tubuh yang kemasukan Salmonella
akan merangsang pembentukan ntibodi yang bersifat spesifik terhada atigen
yang merangsangpembentukannya. Antibodi yang terbentuk merupakan

181

petanda demam typhoid yang dikategorikan antara lain Aglutinin O, Aglutinin


H (flagellar), Aglutini Vi (Envelop). (Rudy, 2009)
Salah satu pemeriksaan yang bertujuan untuk menegakkan diagnosa
demam typhoid adalah pemeriksaan widal. Widal tau uji widal adalah
prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri Salmonella eneterica yang
mengakibatkan penyakit typhoid. Pemeriksaan widal ditujukan untuk
mendeteksi adanya antibodi (di dalam darah) terhadap antigen kuman
Salmonella typhi/paratyphi (reagen). Uji ini merupakan tes kuno yang masih
amat popular dan paling sering diminati terutama di negara dimana penyakit
ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat
segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena
itu antibodi jenis ini dikenal sebagai febril aglutinin. Untuk menentukan
seseorang menderita demam typhoid atau bukan, tetap harus didasarkan atas
gejala-gejala yang sesuai dengan penyakit tifus. Uji widal hanya dapat
dikatakan sebagai penunjang diagnose. Jika seseorang tanpa gejala dengan uji
widal positif tidak dapat dikatakan menderita tifus. (Risnawati, 2012)
Teknik pemeriksaan uji widal, dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
slide test dan tube test. Perbedaannya uji tabung/tube test membutuhkan waktu
inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal
slide hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja ang biasanya
digunakan dalam prosedur penapisan (screening). Umumnya sekarang lebih
banyak digunakan uji widal slide test. Sensitifitas dan spesifisitas tes ini amat
dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan. (Risnawati, 2012)
Beberapa tahun kebelakang dan sepertinya masih popular hingga saat ini,
pemeriksaan Widal menjadi pemeriksaan laboratorium yang dipercaya bisa

182

mendeteksi penyakit tifus secara dini. Walaupun diketahui belakangan bahwa


Tes Widal memiliki banyak kekurangan. Sehingga di kembangkan metode
baru untuk tes pendeteksian demam tifoid. Pemeriksaan yang dapat dijadikan
alternatif untuk mendeteksi penyakit demam typhoid lebih dini adalah
mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida O9)
melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF).
Pemeriksaan serologi untuk Salmonella typhi telah banyak berkembang,
diantaranya yaitu (Yudhi, 2011):
a. Tubex TF (mendeteksi antibodi IgM tehadap antigen 09 IPS Salmonella
typhi)
b. Typhidot (mendeteksi Antibodi IgG dan IgM terhadap antigen 50 kD
Salmonella typhi)
c. Typhidot M (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD Salmonella
typhi)
d. Dipstick test (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen LPS Salmonella
typhi)
e. TUBEX

TF

(ANTI

Salmonella

typhi

IgM)

Tubex TF adalah pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif yang cepat


dan mudah untuk deteksi demam tifoid akut. Pemeriksaan ini mendeteksi
antibodi IgM terhadap antigen 09 LPS Salmonella typhi. Sensitivitas dan
spesifisitas pemeriksaan adalah > 95% dan > 93%(Yudhi, 2011).

5.

Alat dan Bahan

Widal

183

1. Alat
a. Slide Test
b. Pipet Ukur
c. Ball pipet
d. Mikropipet
2. Bahan

e. Yellow tip
f. Rotator
g. Pengaduk plastik dalam kit

a. Antisera:
Suspensi antigen O:
Salmonella typhi O
- Salmonella paratyphi AO
- Salmonella paratyphi BO
- Salmonella paratyphi CO

Suspensi antigen H:
Salmonella typhi H

b. Serum Pasien

IgM Salmonella
1. Alat
a) Kuvet
b) Cover strip
c) Mikroskop
d) Yellow tip
e) Tempat skala warna

2. Bahan
a) Sampel/ plasma heparin
Bila tidak segera diperiksa maka serum dapat disimpan pada suhu 2-80C
atau suhu -200C sampai 4 minggu. Jangan gunakan sampel lipemik,
ikterik dan lisis.
b) Reagen Biru
c) Reagen coklat
184

d) Kontrol positif
e) Kontrol negatif
6.

Cara Kerja
Widal
1. Cara kerja kualitatif (untuk titer minimal 1/20)
a. Alat dan bahan disiapkan
b. Serum dipipet 20 l dan diteteskan pada slide aglutinasi
c. Serum ditambahkan 1 tetes suspensi antigen
d. Serum dan suspensi antigen diaduk selama 5 detik dengan tusuk gigi
dan goyangkan selama 1 menit lalu amati hasilnya.
e. Serum dengan hasil positif pada cara kualitatif harus dilanjutkan
pada titrasi slide(kuantitatif test) untuk mengetahui titer akhir yang
masih menunjukkan hasil positif
Intrepretasi hasil:

2. Cara kerja kuantitatif


Test
a. Alat
danNegatif
bahan disiapkan
(homogenous)
b. Volume sampel dipipet mulai dari
Volume serum
20 l
10 l
5 l

Test Positif
(flocculent)

Ekuivalen pengenceran
1 : 80
1 : 160
1 : 320

c. Reagen di teteskan 1 tetes pada slide kemudian ditambahkan


serum sesuai dengan pengenceran yang lebih kecil.
d. Dihomogenkan dan di goyang selama 2 menit, apabila ada
aglutinasi dilanjutkan kepengenceran yang lebih kecil hingga
tidak ada aglutinasi lagi.
185

e. Dengan demikian pengenceran terakhir adalah titer sampel


tersebut.

IgM Salmonella typhi


a.

Alat dan bahan disiapkan di meja praktikum

b. Sebelum reagen digunakan, keluarkan dari kulkas dan dihomogenkan


reagen dengan shaker
c. Well diletakkan di atas tempat yang datar (jangan dulu di atas skala
warna), nomor menghadap kedepan
d. Reagen coklat dipipet 45 mikron diteteskan pada kuvet
e. Sampel dipipet 45 mikron diteteskan pada kuvet
f. Sampel dan reagen coklat dicampur dan dihomogenkan dengan pemipetan
nai turun sebanyak 10 x, jangan sampai berbusa
g. Campuran didiamkan 2 menit
h. 90 mikron reagen biru ditambahkan
i. Well ditutup dengan cover strip, tekan yang keras untuk mencegah
kebocoran dan shake selama 2 menit (tujuannya agar larutan mengenai
seluruh permukaan kuvet)
j. Kuvet diletakaan pada skala warna, biarkan selama 5 menit dan baca hasil.

Interpretasi Hasil
2
3

: negatif, tidak terindikasi infeksi demam typhoid


: belum tepat, perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil
masih belum tepat, perlu dilakukan pengambilan sampel ulang

: Positif lemah, indikasi terinfeksi demam typhoid

186

6-10

: Positif kuat, indikasi kuat infeksi demam typhoid

Indeterminate :tidak tentu, perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Jika kualitas


sampel tidak baik, perlu dilakukan pengambilan sampel ulang.
7.

Hasil Kegiatan
Jumlah pemeriksaan Widal dan IgM Salmonella typhi yang telah dilakukan

oleh mahasiswa di sub laboratorium Immunologi dapat dilihat pada tabel berikut :
Hari, Tanggal
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2014
Rabu, 1 April 2014
Kamis, 2 April 2014
Jumat, 3 April 2014
Sabtu, 4 April 2014
Total
8.

Jumlah Pasien (orang)


Widal
2
1
1
2
1
3
2
12

IgM Salmonella
1
1
1
1
1
1
1
7

Permasalahan
Dalam pengerjaan sampel, mahasiswa tidak mengalami kesulitan atau

mendapat kendala. Hal ini karena mahasiswa sudah pernah melakukan


pemeriksaan serupa pada praktikum di kampus. Hanya saja pemeriksaan widal
yang dilakukan di tempat PKL langsung ke pengenceran 20 mikron dan tidak
melalui pemeriksaan kualitatif dengan volume sampel 80 mikron. Hal ini berbeda
dengan teori yang telah diajarkan.
Masalah yang ditemui mahasiswa saat melakukan pemeriksaan IgM
Salmonella typhi adalah terdapat sampel darah mengalami lipemik yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.

187

9.

Pembahasan dan Pemecahan Masalah


Pemeriksaan widal adalah salah satu pemeriksaan serologi yang bertujuan

untuk menegakan diagnosa demam tipoid. Uji widal positif artinya ada antibodi
terhadap

kuman

Salmonella,

menunjukkan

bahwa

seseorang

pernah

kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tertentu.


Prinsip pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum
penderita dicampur dengan suspense antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan
yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(agglutinin). Antigen yang digunakan pada tes widal ini berasal dari suspense
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dalam laboratorium. Dengan jalan
mengencerkan serum, maka kadar anti dapat ditentukan. Pengenceran tertinggi
yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam
serum.
Teknik pemeriksaan widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji
hapusan/ peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji
tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang
lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya membutuhkan waktu inkubasi 1
menit saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Pemeriksaan
widal yang dilakukan di sub lab immunologi ini adalah uji widal dengan metode
slide test (uji hapusan), dan pemeriksaan dilakukan tidak melalui urutan
pengenceran, melainkan langsung menggunakan pengenceran 1:80 dengan
jumlah sampel yang digunakan adalah 20 mikron. Besarnya titer sampel
ditentukan dengan melihat aglutinasi yang terbentuk. Ini tentu berbeda dengan

188

teori yang diajarkan. Mengatasi hal tersebut dilakukan dengan tetap mengikuti
prosedur pemeriksaan yang dilakukan di tempat PKL, namun pembimbing
lapangan tetap mengingatkan prosedur pemeriksaan yang tepat.
Pemeriksaan IgM Salmonella Typhi merupakan salah satu pemeriksaan
yang dilakukan untuk menegakan diagnose penyakit demam typoid. Perbedaan
pemeriksaan ini dengan pemeriksaan widal adalah selain menggunakan metode
yang berbeda, pemeriksaan IgM Salmonella Typhi dapat digunakan untuk pasien
dengan keluhan awal, karena antibody yang dideteksi merupakan antibody primer
yang muncul pada infeksi awal. Untuk metode pemeriksaan yang digunakan
adalah Inhibition Magnetic Binding Immunoassay (IMBI).Antibodi IgM terhadap
antigen 09 LPS dideteksi melalui kemampuannya untuk menghambat interaksi
antara kedua tipe partikel reagen yaitu indikator mikrosfer lateks yang
disensitisasi dengan antibodi monoklonal anti 09 (reagen berwarna biru) dan
mikrosfer magnetik yang disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi (reagen
berwarna coklat).
Setelah sedimentasi partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel
indikator yang tersisa dalam cairan menunjukkan daya inhibisi.Tingkat inhibisi
yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM Salmonella typhi
dalam sampel.Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir
reaksi terhadap skala warna.
Permasalahan yang dihadapi saat pemeriksaan ini adalah terdapat sampel
darah memiliki kadar lemak yang tinggi atau lipemik. Bahan yang lipemik dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Sehingga bahan tersebut sebelum diperiksa
terlebih dahulu dipisahkan antara lemak dengan serum. Pemisahan ini dilakukan

189

dengan cara memutar bahan atau centrifugasi dengan kecepatan tinggi yaitu
10000 rpm selama 15 menit. Sehingga lapisan akan terpisah dari serum yan
berada pada permukaan. Setelah dipisahkan, baru dilanjutkan dengan pemeriksaan
IgM Salmonella Typhi dengan menggunakan sampel serum yang dipipet secara
hati-hati.

190

P. PEMERIKSAAN VDRL DAN TPHA


1. Tujuan
a. Untuk screening test secara kualitatif dan semikuantitatif sifilis.
b. Untuk dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap Treponema pallidum dalam
serum pasien.
2. Metode
a. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan VDRL (Veneral Disease
Research Laboratory) adalah metode flokulasi.
b. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum
Hemaglutination Assay) adalah metode imunokromatografi (ICT) dan indirect
hemaglutinasi.
3. Prinsip
a. Reaksi flokulasi secara imunologis yang terjadi antara antibodi yang terdapat
dalam serum pasien dengan antigen lipoid dimana terdiri dari partikel karbon
yang terdapat pada reagen.
b. Serum dan konjugat akan bermigrasi secara kromatografi di sepanjang strip
menuju daerah test yang dilapisi antigen Treponema pallidum membentuk
kompleks antigen antibodi menghasilkan reaksi warna sedangkan konjugat
akan bereaksi di daerah kontrol.
c. Reagen plasmatec TPHA yang mengandung awetan eritrosit unggas yang
dilapisi dengan komponen antigenik patogen Treponema pallidum yang akan
beraglutinasi dengan antibodi spesifik untuk Treponema pallidum yang ada di
dalam serum pasien.
4. Dasar Teori
Pada tahun 1905, Treponema pallidum ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman. Treponema pallidum termasuk dalam ordo Spirochaetales, familia
Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur,
panjangnya antara 6,15 m, lebar 0,15 m,terdiri atas delapan sampai dua puluh
empat

lekukan.

Gerakannya

berupa rotasi

191

sepanjang aksis

dan maju

seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada


stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat
dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan
dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam (Septyan, 2012).
Klasifikasi Secara klinis, Sifilis terbagi (Nilla, 2012) :
a. Sifilis kongenital (bawaan)
Transmisi Treponema pallidum secara transplasental dapat menyebabkan
sifilis kongenital. Sifilis kongenital dapat dibagi menjadi stadium dini, lanjut, dan
stigmata.
Pada sifilis kongenital stadium dini (3 minggu setelah dilahirkan), kelainan
berupa vesikel dan bula yang pecah membentuk erosi yang ditutupi krusta.
Kelainan ini sering terdapat di telapak kaki dan tangan, disebut pemfigus
sifilitika. Bila kelainan muncul beberapa minggu setelah dilahirkan, kelainan
berupa papul dan skuama (menyerupai sifilis stadium II). Kelainan lain dapat
berupa adanya sekret hidung yang sering bercampur darah, osteokondritis,

serta splenomegali dan pneumonia alba.


Sifilis kongenital lanjut terdapat pada usia lebih dari 2 tahun. Manifestasi
klinis ditemukan pada usia 7-9 tahun dengan adanya Trias Hutchinson
meliputi keratitis interstitial (kelainan pada mata), ketulian N VIII serta gigi
Hutchinson (insisivus I atas kanan dan kiri berbentuk seperti obeng). Dapat
juga terjadi paresis, perforasi palatum durum serta kelainan tulang tibia dan

frontalis.
Pada stadium lanjut dapat terlihat stigmata pada sudut mulut (garis-garis yang

jalannya radier), gigi Hutchinson serta penonjolan tulang orbital.


b. Sifilis akuisita (didapat) terdiri dari :
Stadium I
Tiga minggu setelah pajanan bakteri terdapat lesi primer terjadi pada jalan
masuk. Lesi umumnya hanya satu dan dapat berkembang menjadi papular yang
erosif, berukuran miliar hingga lentikular, serta ada indurasi (pengerasan). Papul
192

ini bisa berkembang menjadi erosi dan ulserasi. Jika berkembang menjadi ulserasi
disebut ulkus durum, dengan tepi merah, lebar 1-2 mm, dapat berkrusta dan
menghasilkan eksudat serosa. Sekitar 3 minggu kemudian terjadi penjalaran ke
kelenjar limfatik inguinal medial. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal,
tidak nyeri, soliter, dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Lesi umumnya
bisa terdapat pada alat kelamin, bisa juga ekstragenital (bibir, lidah, tonsil, putting
susu, jari dan anus). Tanpa pengobatan, lesi dapat sembuh spontan dalam 3-8
minggu tergantung ukuran besar-kecilnya.
Stadium II
Stadium sifilis sekunder dicapai ketika terjadi sifilis primer sudah sembuh;
jarak antara sifilis primer dan sekunder sekitar 6 sampai 8 minggu. Lesi yang
terbentuk dapat menyebar ke seluruh permukaan tubuh (tidak terbatas di tempat
inokulasi bakteri) serta memiliki sifat tidak gatal, tidak memerah serta
terdistribusi secara simetris. Gejala konstitusional mendahului sifilis sekunder,
seperti nyeri kepala, demam, anoreksia dan nyeri sendi.Pada sifilis sekunder dapat
timbul kelainan-kelainan kulit seperti makula, papula, mikropapula dan erupsi
miliar, pustul, alopesia, paronikia, lesi pada membran mukosa, limfadenopatik
generalisata serta gangguan neurologis. Diagnosis untuk sifilis sekunder dapat
ditegakkan melalui hasil pemeriksaan serologik yang reaktif serta pemeriksaan
lapangan gelap positif.
Stadium Laten
Pada sifilis laten tidak terdapat manifestasi klinis, namun tes serologi
menunjukkan hasil yang positif. Pada periode laten awal (2 tahun setelah infeksi),
transmisi secara vertikal masih bisa terjadi meskipun transmisi melalui hubungan
seksual berkurang (karena tidak ada lesi mukokutaneus).
Stadium III

193

Setelah periode laten (yang dapat berlangsung hingga 20 tahun), manifestasi


dari sifilis tersier dapat terlihat. Lesi yang khas adalah guma. Guma dapat satu,
dapat multipel, berukuran miliar hingga beberapa sentimeter. Guma dapat timbul
di semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral dikelilingi jaringan
granulasi dan pada bagian luarnya terdapat jaringan fibrosa. Guma dapat
mengalami supurasi dan pecah menjadi ulkus dengan dinding curam dan dalam,
dasarnya terdapat jaringan nekrostik berwarna kuning putih. Kelainan lain berupa
nodus di bawah kulit, ukuran miliar sampai lentikular, merah dan tidak terdapat
nyeri tekan. Tempat predileksi terutama di permukaan ekstensor lengan, punggung
dan wajah. Permukaan nodus dapat berskuama sehingga menyerupai psoriasis,
tetapi tanda Auspitz negatif. Selain itu terdapat juga lesi pada membran mukosa,
seperti palatum dan lidah.
Stadium kardiovaskular dan neurosifilis
a. Sifilis kardiovaskular
Sifilis kardiovaskular umumnya terjadi 10-20 tahun setelah infeksi. Tandatandanya berupa insufisiensi aorta atau aneurisma dan nekrosis aorta yang
berlanjut ke arah katup. Sekitar 10% pasien sifilis mengalami fase ini.
Pemeriksaan serologis umumnya reaktif.
b. Neurosifilis
Penyakit ini umumnya bermanifestasi 10-20 tahun setelah infeksi.
Neurosifilis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
- Neurosifilis asimtomatik, di mana pemeriksaan serologi reaktif namun tidak
-

terdapat gejala klinis.


Neurosifilis meningovaskular, di mana terjadi kelainan susunan saraf pusat
meliputi kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomasia.
Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein

total, dan tes serologi reaktif.


Neurosifilis parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis.

194

Uji serologik dalam diagnosis, terutama pada kasus dengan manifestasi


klinik yang membingungkan atau bila tidak terdapat bahan eksudat. Selama
bertahun-tahun telah dikembangkan berbagai uji selorogik, yang terbagi dalam
dua kelompok umum, yaitu (Widyantara, 2012) :
1. Uji Nontreponemal
Mengukur kadar antibodi Wassermann, yang timbul sebagai respon terhadap
kardiolipin, kemungkinan berasal dari jaringan hospes. Uji non-treponemal adalah
uji yang mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap materi-materi lipid yang
dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like
antigen) Treponema pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap
keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik. Uji
ini akan menjadi negatif 1-4 minggu setelah pertama kali memberi hasil positif
(seiring dengan pengobatan atau menyembuhnya lesi), sehingga hanya digunakan
untuk melihat keberhasilan pengobatan terhadap penyakit sifilis. Uji nontreponemal meliputi VDRL (Venereal disease research laboratory), USR
(unheated serum reagin), RPR (rapid plasma reagin), dan TRUST (toluidine red
unheated serum test) (Nasution, 2013).
2. Uji Treponemal
Mengukur kadar antibodi yang timbul sebagai respon terhadap komponen
antigenic Treponema pallidum. Uji antobodi spesifik kemungkinannya tinggi
apabila ada infeksi treponemal pada saat ini maupun pada waktu lampau.
Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena
mendeteksi langsung antibodi terhadap antigen Treponema pallidum. Biasanya uji
ini digunakan untuk mengkonfirmasi uji non-treponemal (non spesifik) dan untuk
menilai respon bakteri treponemal tersebut (Nasution, 2013).

195

Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri treponemal atau


ekstraknya,

misalnya

Treponema

Pallidum

Hemagglutination

Assay

(TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay (TPPA), dan Treponema Pallidum


Immunobilization (TPI). Walaupun pengobatan secara dini diberikan, namun uji
treponemal dapat memberi hasil positif seumur hidup (Nasution, 2013).
5. Alat dan Bahan
a. Pemeriksaan VDRL
Alat
1. Mikropipet
2. Yellow tip
3. Rotator
4. Slide test
5. Pipet pengaduk disposible
Bahan
1. Antigen VDRL berupa suspensi keruh atau berupa mikropartikel
karbon mengandung EDTA, cholme chloride dan merthiolate
2. Sampel serum
3. NaCl 0,85%
b. Pemeriksaan TPHA
Alat
1. Mikroplate
2. Mikropipet
3. Yellow tip
4. Strip test TPHA
Bahan
1. Serum
2. Reagen plasmatec TPHA tes kit yang terdiri dari : kontrol negatif,
kontrol positif, TPHA test cell, TPHA diluents dan TPHA kontrol cell.
6. Cara Kerja
a. Pemeriksaan VDRL
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Reagen VDRL dipipet sebanyak 50 L pada slide.
3. Serum pasien dipipet 50 L dan diteteskan pada ring slide.
4. Serum dan suspensi antigen VDRL dihomogenkan. Kemudian diletakkan
pada rotator atau digoyangkan selama 8 menit.
5. Hasil diamati berupa flokulasi. Jika terbentuk flokulasi maka dilanjutkan
menggunakan pengenceran.
6. Serum yang positif diencerkan dengan menggunakan NaCl 0,85% dimana
terdapat pengenceran 1/2, 1/4 , 1/8, 1/16, 1/32.
196

7. Sample cup sebanyak 3 buah disiapkan dan masing-masing ditambahkan


50 L NaCl 0,85%.
8. Serum positif sebanyak 50 L dimasukkan ke dalam sample cup 1 lalu
dihomogenkan.
9. Campuran pada sample cup 1 dipipet sebanyak 50 L lalu dipindahkan ke
dalam sample cup 2 dan seterusnya sampai sample cup 3.
10. Sebanyak 50 L reagen VDRL diteteskan pada slide lalu ditambahkan 50
L campuran pada sample cup 1.
11. Campuran dihomogenkan dan digoyang pada rotator selama 8 menit.
12. Hasil diamati berupa flokulasi. Jika terbentuk flokulasi maka pengujian
dilanjutkan ke pengenceran pada sample cup 2 sampai diperoleh hasil
akhir atau titer.
13. Hasil akhir/titer ditentukan yaitu dengan pengenceran tertinggi yang masih
menunjukan hasil positif
Interpretasi Hasil
Positif : terjadi flokulasi
Negarif : tidak terjadi flokulasi
Negatif

Positif

.
(HOMOGENUS)
(FLOCULLENT)
b. Pemeriksaan TPHA
.
Pemeriksaan Kualitatif
1. Alat dan bahan disiapkan.
. ..
2. Strip TPHA dikeluarkan dari pembungkusnya.
3. Sampel serum dipipet sebanyak 80 L lalu diteteskan
di tempat sampel
. ..

pada strip TPHA.


.
4. Strip diinkubasi selama 15 menit.
. . diamati
5. Hasil pemeriksaan berupa garis berwarna ..merah
. .

Interpretasi hasil :
..
a. Positif : muncul 2 garis berwarna yaitu pada daerah kontrol dan daerah
.

test.
b. Negatif : muncul 1 garis berwarna yaitu pada
. daerah kontrol saja.
.
.

197
.

. ...

...

Hasil pemeriksaan yang positif, dilanjutkan ke uji semi kuantitatif dengan


.

pengenceran sampel.
.
Pemeriksaan Semi Kuantitatif
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Well 2 ditambahkan dengan 100 L diluents..
3. Well 1, 3 sampai 7 ditambahkan dengan 25 L diluents.
4. Serum pasien sebanyak 25 L ditambahkan pada well 1 lalu
dihomogenkan.
5. Campuran tersebut diambil sebanyak 25 L dan dipindahkan ke well 2.
Campuran dari well 2 dipipet sebanyak 25 L dan dipindahkan ke well 3.
6. Campuran sebanyak 25 L dipipet pada well 3 lalu dibuang.
7. Campuran sebanyak 25 L pada well 2 dipipet dan dipindahkan ke well 4
lalu dihomogenkan. Begitu seterusnya sampai well 7.
8. Campuran pada well 7 sebanyak 25 L dibuang.
9. Control cell sebanyak 75 L ditambahkan pada well 3.
10. Test cell sebanyak 75 L ditambahkan pada well 4 sampai 7
11. Well diinkubasi pada suhu ruang selama 45 60 menit.
12. Aglutinasi yang terjadi dibaca dan ditentukan titernya.
Interpretasi hasil :
a. Hemaglutinasi positif : ditandai dengan adanya bulatan berwarna
merah di permukaan well.
b. Hemaglutinasi negatif : terlihat seperti titik berwarna merah di tengah
dasar well.
Titer antibodi :
Sumur
1
Titer Pengenceran
serum

7.

2
Pengenceran

3
Control

4
1:

5
1:

6
1:

7
1:

serum

cell

80

160

320

640

Hasil Kegiatan
Kegiatan pemeriksaan VDRL dan TPHA yang dilakukan di sub

laboratorium imunologi RSUP Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa


PKL, yaitu:
a. Pemeriksaan VDRL dan TPHA
Tanggal pemeriksaan

Jumlah pasien VDRL

198

Jumlah Pasien TPHA

Senin, 23 Maret 2015


Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2014
Rabu, 1 April 2014
Kamis, 2 April 2014
Jumat, 3 April 2014
Sabtu, 4 April 2015
Total

2
1
2
1
6

1
1
1
1
1
1
1
4

Contoh hasil pemeriksaan VDRL dan TPHA yang dikeluarkan oleh RSUP
Sanglah terlampir.
8. Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan yang dihadapi dari pemeriksaan VDRL dan TPHA adalah
pada saat melihat flokulasi pada pemeriksaan VDRL terkadang reagen yang
terlalu berlebihan akan berkumpul dan mengakibatkan flokulasi palsu kemudian
apabila luas penghomogenan antara reagen dengan serum tidak pas maka flokulasi
yang timbul tidak akan terlihat. Maka dari itu perlu adanya konsentrasi dan
ketelitian dari pemeriksa agar hasil menjadi tepat. Kemudian pada pemeriksaan
TPHA yang dikerjakan dirumah sakit Sanglah hanya pemeriksaan TP secara
kualitatif dengan stick sedangkan TPHA tidak dikerjakan karena tidak ada reagen.
9. Pembahasan
Sifilis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum. Penyakit sifilis ini mempunyai empat stadium yaitu stadium
primer, sekunder, laten dan tersier. Uji serologi terhadap sifilis dibagi menjadi dua
kelompok umum yaitu uji nontreponemal dan treponemal. Uji nontreponemal
merupakan uji non spesifik dimana uji ini mendeteksi antibodi IgG dan IgM
terhadap materi-materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap
antigen mirip lipid Treponema pallidum. Contoh uji nontreponemal adalah VDRL

199

(Venereal Disease Research Laboratory). Sedangkan uji treponemal merupakan uji


yang spesifik terhadap sifilis karena mendeteksi langsung antibodi terhadap
antigen Treponema pallidum. Contoh dari uji treponemal yaitu TPHA (Treponema
Pallidum Hemaglutination Assay).
Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan untuk mengetahui ada atau
tidaknya antibodi terhadap kuman Treponema pallidum. Antibodi terhadap sifilis
mulai terbentuk pada akhir stadium pertama, tetapi kadarnya amat rendah dan
seringkali memberi hasil yang negatif pada uji serologi. Pemeriksaan VDRL ini
dilakukan dengan metode flokulasi. Flokulasi yang terbentuk merupakan terjadi
secara imunologis antara antibodi yang terdapat pada serum dengan reagen
VDRL. Pemeriksaan VDRL ini bermanfaat sebagai pemeriksaan skrining cepat
terhadap sifilis.
Reagen VDRL dengan serum yang telah dihomogenkan, digoyang selama 8
menit. Hasil dari reaksi dibaca dan jika terdapat flokulasi dilanjutkan dengan
pengenceran. Pada pengenceran serum dapat diperoleh titer antibodinya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan VDRL antara lain:
a. Alat dan bahan yang digunakan dipastikan bersih dan bebas dari kontaminasi.
b. Reagen VDRL sebelum digunakan harus dikondisikan dengan suhu ruang agar
partikel-partikel di dalamnya stabil.
c. Volume sampel dan reagen dipastikan tepat dan diusahakan tidak timbul
gelembung udara.
d. Slide test digoyang tepat 8 menit dengan menggunakan rotator. Waktu 8 menit
ini merupakan waktu optimal untuk antigen dan antibodi untuk bereaksi. Jika
kurang dari 8 menit, kemungkinan kurang optimalnya reaksi antara antibodi
dengan antigen sehingga dapat menimbulkan negatif palsu. Sedangkan jika
lebih dari 8 menit kemungkinan akan timbul positif palsu.
Treponema Pallidum Hemaglutination Assay (TPHA) merupakan suatu
pemeriksaan serologi untuk sifilis dimana pemeriksaan ini mendeteksi adanya

200

antibodi spesifik terhadap Treponema pallidum. manfaat dari pemeriksaan TPHA


ini adalah sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi
respon serologi spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir
sifilis.
Pengujian TPHA ini diawali menggunakan metode imunokromatografi
dengan strip. Dimana sampel serum pasien sebanyak 80 L diteteskan pada
lubang sampel dan diinkubasi selama 15 menit. Waktu ini merupakan waktu
optimal untuk terbentuknya reaksi warna. Serum pasien dan konjugat yang ada di
tempat sampel akan bermigrasi secara kromatografi di sepanjang strip menuju
daerah test yang dilapisi antigen Treponema pallidum membentuk kompleks
antigen antibodi menghasilkan reaksi warna sedangkan konjugat akan bereaksi di
daerah kontrol.
Prinsip pada pemeriksaan TPHA ini dimana adanya reaksi hemaglutinasi
secara imunologis antara eritrosit burung yang dilapisi oleh antigen Treponema
pallidum (Nichols strain) pada reagen dengan antibodi spesifik terhadap
Treponema pallidum pada sampel serum pasien. Komponen reagen yang
digunakan terdiri dari diluents yang digunakan untuk melakukan pengenceran
sampel, control cell yang fungsinya sebagai validasi terhadap reagen dan teknik
pengerjaan serta mengetahui ada atau tidaknya reaksi non spesifik, dan test cell
sebagai antigen yang berasal dari eritrosit burung dimana dilapisi dengan antigen
Treponema pallidum.
Well 1 dan 2 merupakan tempat pengenceran serum yaitu 1/20. Pada well 3
merupakan control cell, dan well 4 sampai 7 ditambahkan dengan test cell. Setelah
dilakukannya inkubasi selama 45-60 menit dimana waktu tersebut merupakan
waktu optimal untuk terbentuknya hemaglutinasi. Hindari campuran pada well
tersebut dari adanya getaran. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan pada

201

sampel serum pasien Widi Astawa I Wyn (27 tahun, Laki-laki) diperoleh titer
1/320.
Kelemahan dari pemeriksaan TPHA antara lain :
a. Kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal/primer) sifilis.
b. Pada saat pengerjaan diperlukan keterampilan dan ketelitian tinggi.
c. Tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi karena tetap reaktif dalam
waktu yang lama.
Kelebihan dari pemeriksaan TPHA antara lain :
a. Teknis dan pembacaan hasilnya mudah.
b. Memiliki spesifitas tinggi (100%) untuk mendeteksi adanya antibodi
treponemal dan sensitivitas (99,5%) yang tinggi dimana kadar minimum
antibodi treponemal yang dapat dideteksi adalah 0,05 IU/ml.
c. Hasil reaktif atau positif dapat diperoleh lebih dini.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :
a. Semua komponen harus disuhu ruangkan terlebih dahulu sebelum digunakan
agar komponennya stabil.
b. Sampel yang digunakan adalah sampel serum atau plasma yang bebas dari sel
darah, kontaminasi mikroba, tidak hemolisis, dan tidak lipemik/ikterik.
c. Proses penghomogenan harus dilakukan dengan tepat.
d. Ketepatan volume pemipetan sampel dan reagen perlu diperhatikan untuk
memperoleh pengenceran yang sesuai.
e. Control cell harus selalu menunjukkan hasil negatif pada proses pemeriksaan.
f. Waktu inkubasi tidak boleh lebih dari 60 menit dan bebas dari getaran.
g. Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu terbentuknya
chancre.

202

Q. PEMERIKSAAN RA (REUMATOID ARTHRITIS)


1. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kadar Rheumatoid faktor (Rf)
pada sampel serum pasien.
Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan Rheumatoid
Arthritis (Ra) pada sampel serum pasien.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kadar Rheumatoid Arthritis
(Ra) pada sampel serum adalah metode aglutinasi latex secara kualitatif dan
semi-kuantitatif.
3. Prinsip
Reaksi aglutinasi secara imunologis yang terjadi antara IgG yang
menyelimuti reagen latex dengan faktor rheumatoid (anti-antibodi IgG) yang
terdapat dalam sampel serum pasien.
4. Dasar Teori

203

Arthritis rematoid adalah suatu penyakit radang sendi yang ditimbulkan


oleh suatu kelainan pada proses regulasi imun (immune regulation) yang
kelainan imunopatologisnya disebabkan oleh kegagalan dalam koordinasi dari
beberapa fungsi imunitas mediasi seluler (cell mediated immunity) terhadap
suatu antigen di dalam sendi (intra-arthicular) yang berasal dari luar. Antigen
penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan tepat, dan oleh karena
itu sering disebut antigen x ( Anonim, 2010 ).
Antigen x yang masuk kedalam sendi akan diproses oleh beberapa sel
imunokompeten dari sinovia sendi sehingga merangsang pembentukan
antibodi terhadap antigen x tersebut. Antibodi yang dibentuk dalam beberapa
sendi ini terutama dari kelas lgG walaupun kelas dari Ab yang lain juga
terbentuk ( Anonim, 2010 ).
RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang
berlangsung selama minimal 6 minggu, yaitu :
1.

Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit

2.
3.
4.

di pagi hari.
Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan.
Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan.
Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri
pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang
sendi pergelangan tangan.
( Merlin S. 2012 )
Pada tahap yang lebih lanjut, RA dapat dikarakterisasi juga dengan

adanya nodul-nodul rheumatoid, konsentrasi rheumatoid factor (RF) yang


abnormal dan perubahan radiografi yang meliputi erosi tulang. Faktor
204

reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi


dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum,
maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum
diketahui pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF
dengan IgG memegang peranan yang penting pada rematik artritis
(rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif.
Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA
( Merlin S. 2012 )
Menurut Prodia, diagnosis rheumatoid arthritis dapat dilakukan
melalui beberapa macam pemeriksaan laboratorium, diantaranya :
1. Pemeriksaan rheumatoid factor (RF)
2. Pemeriksaan Anti Nuclear Antibody (ANA)
3. Pemeriksaan Anti-cydic Citrullinated Peptide (anti-CCP)
4. Pemeriksaan C-Reaktive Protein (CRP)
5. Pemeriksaan darah lengkap
6. Pemeriksaan laju endap darah (LED)
Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering digunakan tes CRP (C-Reaktive
Protein) dan ANA (Antinuclear Antibodies). Uji RF untuk serum pasien
diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi atau nephelometry.
Faktor rematoid dalam darah dapat diukur dengan 2 cara yaitu:

205

1. Tes Aglutinasi
Suatu metode aglutinasi, dimana serum dicampurkan dengan partikel
lateks yang dilapisi oleh antibodi IgG manusia. Jika serum tersebut
mengandung faktor rematoid, reagen lateks tersebut akan membentuk
gumpalan atau aglutinasi. Metode ini baik digunakan sebagai tes pertama atau
penyaring (Sarliyanti, 2012).
2. Tes Nephelometry
Pada metode ini, menggunakan darah yang telah dicampur dengan reagen.
Saat sinar laser melalui cuvet yang mengandung campuran tersebut, akan
terukur berapa banyak cahaya yang dapat dihalangi oleh sampel dalam cuvet.
Semakin tinggi kadar Rf, maka semakin banyak gumpalan yang terbentuk,
sehingga sampel menjadi keruh, sehingga lebih sedikit cahaya yang dapat
melalui cuvet. Gejala klinik dari RA antara lain nyeri sendi,pembengkakan
sendi,pergerakan terbatas,kekakuan sendi,dan cepat lelah.diagnosa RA dapat
ditegakkan jika memenuhi 4 dari 6 criteria dibawah ini:
1. nyeri sendi pada pagi hari
2. artristis pada 3 sendi atau lebih
3. artritis pada sendi tangan
4. artritis yang bersifat simetris

206

5. serum RF positif
6. perubahan radiologo pada sendi.indikasi tes RF terutama digunakan
untuk membantu mendiagnosis arthritis rematoid.walaupun Rf tidak
sensitive ataupun spesifik untuk RA,tetapi 80% pasien arthritis
rheumatoid memiliki RF yang positif (Merlin S, 2012).
5. Nilai Rujukan
Dewasa :
-

penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan rheumatoid


arthritis dan penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.

Anak : biasanya tidak dilakukan


Lansia : sedikit meningkat

(Lestari. 2011)

Catatan : Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium,


tergantung metode yang digunakan.
6. Masalah Klinis
Peningkatan Kadar : rematik arthritis, LE, dermatomiositis, scleroderma,
mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis, sarkoidosis, sirosis hati,
hepatitis, sifilis, infeksi kronis, lansia.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan rheumatoid factor :
1. Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah
terjadi pemulihan klinis.
207

2. Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit
kolagen, kanker, sirosis hati.
3. Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit
apapun.
4. Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini,
temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam
status klinis pasien (Merlin S, 2012).
7. Alat dan Bahan
Alat :
1. Slide RA (Rhematoid Athritis) (latar hitam)
2. Mikropipet 100 l dan 50 l
3. Batang Pengaduk Disposible
4. Yellow Tip
5. Tabung Reaksi
6. Rak tabung reaksi
i.
Bahan :
1. Sampel serum
2. Buffer Glisin
3. RA Latex control positif
4. RA latex control negative
8. Prosedur Pemeriksaan
- Metode Kualitatif :
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Kondisikan alat, reagen dan sampel dalam suhu ruangan
3. Reagen latex dikocok secara perlahan untuk menghomogenkan
partikelnya.
4. Kemudian reagen latex diteteskan sebanyak satu tetes (40 l) pada
lingkaran slide aglutinasi dengan background hitam
5. Sampel serum diteteskan menggunakan pipet pengaduk yang
disiapkan di sebelah tetesan reagen latex sebanyak satu tetes. Hal
yang sama dilakukan pada positif control dan negative control.

208

6. Sampel serum dan reagen latex dihomogenkan dan dilebarkan


sebesar area lingkaran yang telah ditentukan.
7. Slide digoyang goyangkan selama dua menit.
8. Dibaca aglutinasi yang terbentuk pada tempat yang terang.
9. Apabila hasil uji kualitatif menunjukkan hasil positif, dilanjutkan ke
uji semikuantitatif.
- Metode Semi Kuantitatif
1. Empat buah sampel cup siapkan dan masing masing tabung diisi
dengan 100 l larutan saline.
2. Sampel serum diambil sebanyak 100 l dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi pertama lalu dihomogenkan.
3. 100 l larutan dari tabung pertama dipipet lalu dimasukkan ke tabung
reaksi kedua lalu dihomogenkan dan seterusnya dilakukan hal yang
sama sampai pada tabung keempat.
4. Larutan dari tabung keempat kemudian diambil sebanyak 100 l lalu
dibuang.
5. Reagen latex dihomogenkan dan diteteskan pada masing masing
slide aglutinasi dengan background hitam sebanyak satu tetes.
6. Kemudian 50 l larutan dari masing masing tabung reaksi diambil
dan diletakkan pada masing masing lingkaran slide aglutinasi
tersebut.
7. Larutan pada slide aglutinasi dan reagen RA latex kemudian
dihomogenkan dan dilebarkan sebesar area lingkaran yang telah
ditentukan.
8. Slide aglutinasi kemudian digoyang goyangkan selama dua menit.
9. Diamati aglutinasi yang terbentuk pada tempat yang terang.
9.INTERPRETASI HASIL
Nilai Normal
Dewasa : < 8 I.U./ml
209

Pembacaan Hasil

Positif
- Positif
- Negatif

Pengenceran

Negatif
: terbentuk aglutinasi
: tidak terbentuk aglutinasi

1/8

1/16

Sampel Serum

100 l

Saline

100 l

100 l

100 l

100 l

100 l

100 l

100 l

Volume Sampel

50 l

50 l

50 l

50 l

6xN0.Of dilution

8x2

8x4

8x8

8x16

Mg/I.U./ml

16

32

64

128

Kadar normal RF pada orang dewasa : <8 I.U/ml


Interpretasi hasil : Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan reaksi
aglutinasi merupakan titer dari rheumatoid factor yang terkandung dalam
sampel serum pasien.
10.Hasil Kegiatan

210

Kegiatan pemeriksaan RF yang dilakukan di sub lab imunologi RSUP


Sanglah yang telah dilakukan oleh mahasiswa PKL, yaitu:

Hari, Tanggal
Jumlah Pasien (orang)
Senin, 23 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
1
Kamis, 26 Maret 2015
Jumat, 27 Maret 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
Selasa, 31 Maret 2015
Rabu, 1 April 2015
Kamis, 2 April 2015
1
Jumat, 3 April 2015
Sabtu, 4 April 2015
Total
2
Contoh hasil pemeriksaan RF yang dikeluarkan oleh RSUP Sanglah terlampir.
11.Permasalahan
Permasalahan yang ditemui mahasiswa yakni pada saat menggunakan slide
dengan berlatar belakang hitam terkadang kotoran yang ada di slide bereaksi
dengan reagen akan menghalangi aglutinasi sehingga sebelum dilakukan
pemeriksaan dipastikan terebih dahulu bahwa alat alat yang digunakan harus
bersih.
12.Pembahasan
Pemeriksaan RF (Rheumatoid Factor) dapat digunakan sebagai uji
penyaring terhadap rheumatoid arthritis (RA). Uji RF tidak digunakan untuk
pemantauan pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap positif,
walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6
bulan untuk peningkatan titer yang signifikan.

211

Pada beberapa penderita dengan arthritis rematoid, secara genetic,


didapatkan adanya kelainan dari sel limfosit T-Suppressor-nya sehingga tidak
dapat menekan sel limposit T-Helper. Dengan akibat timbulnya rangsangan
yang berlebihan pada sel plasma sehingga terjadi pembentukan antibodi yang
berlebihan pula. Dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan
gangguan glikosilasi IgG sehingga terbentuk IgG yang abnormal, dan
menimbulkan pembentukan auto-antibodi yang dikenal sebagai factor
rematoid. lgG yang abnormal tersebut akan difagositosis oleh magrofag atau
APC yang lain (Anonim, 2010).
Umumnya factor rematoid baru terbentuk setelah penderita menderita
penyakit lebih dari 6 bulan, tetapi dapat pula terjadi lebih awal. Dalam tahap
selanjutnya antibodi tersebut (terutama IgG) akan mengadakan ikatan dengan
antigen X dalam bentuk kompleks IgG-antigen X atau dengan IgG sendiri
dalam bentuk kompleks IgG-IgG. Kompleks imun yang terjadi akan
mengaktifkan komplemen, dan menimbulkan kemotaksin yang menarik
leukosit PMN ke tempat proses. PMN ini akan mengadakan fagositosis
kompleks imun tersebut, dan mengalami kerusakan atau mati dengan akibat
pengeluaran enzim lysosin yang dapat merusak tulang rawan sendi.
Pengendapan kompleks imun disertai komplomen pada dinding sendi juga
dapat menyebabkan kerusakan sendi ( Arman. 2013 ).
Apabila pada serum pasien yang dicampur dengan reagen lateks tidak
terjadi aglutinasi. Maka hasil negative ini menunjukkan di dalam serum
pasien tidak mempunyai Reumatoid Faktor atau antibody ini terdapat dalam

212

serum namun kurang dari 8 I.U/ml sehingga memberi hasil negative. Apabila
didapatkan hasil positif, pemeriksaan dilanjutkan dengan pengenceran,
pengenceran yang dilakukan yaitu pengenceran 1 : 2 yaitu dilakukan dengan
memipet 100 uL serum ditambah dengan 100 uL NaCl/ buffer, setelah
dihomogenkan campuran dipipet sebanyak 100 uL lalu ditambahkan satu
tetes reagen, apabila hasil ini menunjukkan hasil positif maka titer RF
menunjukkan hasil > 8 I.U/ml dan harus diperiksa lebih lanjut.

213

Anda mungkin juga menyukai