Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGETAHUAN BAHAN PEMERIKSAAN

‘’SPERMA’’

Disusun oleh :
Kelompok 2

Annisa Yuli Andini Muftia Pancarani

Dhea Annisya Pinka Putri

Eva Priyanti Rizka Mustika

Indah Permata Sari Siti Masito

Dosen Pembimbing : Yusneli ,AMAK, S.Pd ,M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG

PRODI DIII ANALIS KESEHATAN

2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan seorang manusia diawali dengan pembuahan , yaitu suatu
proses dimana spermatozoa dari pria dan oosit dari wanita bergabung
membentuk suatu organisme baru yaitu zigot (Sadler , 2002). Spermatogenesis
disebut juga sebagai tahap poliferasi atau perbanyakan. Proses pembentukan
gamet (sel kelamin) disebut gametogenesis. Proses pembentukan spermatozoa
(sel kelamin jantan) berlangsung di dalam testis yang terdapat di scrotum
(Campbell, 1996).
Semen, yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas cairan
dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan semen),
cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari kelenjar prostat (kira-kira
30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa, terutama kelenjar
bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vesikula seminalis,
yangmerupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan berfungsi untuk
mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. pH rata-rata dari
campuran semen mendekati 7,5 cairan prostat yang bersifat basa menetralkan
keasaman yang ringan dari bagian semen lainnya. Cairan prostat membuat semen
terlihat seperti susu, sementara cairan dari vesikula seminalis dan dari kelenjar
mukosa membuat semen menjadi agak kental. Juga, enzim pembeku dari cairan
prostat menyebabkan fibrinogen cairan vesikula seminalis membentuk koagulum
yang lemah, yang mempertahankan semen dalam daerah vagina yang lebih dalam,
tempat serviks uterus. Koagulum kemudian dilarutkan 15 sampai 20 menit
kemudian karena lisis oleh fibrilosin yang dibentuk dari profibrinolisin prostat.
Pada menit pertama setelah ejakulasi, sperma masih tetap tidak bergerak, mungkin
karena viskositas dari koagulum. Sewaktu koagulum dilarutkan, sperma secara
simultan menjadi sangat motil. (Guyton, 1997).

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
BAB II
2.1 Pengertian Sperma
Semen merupakan cairan putih atau abu-abu yang dikeluarkan dari uretra
pada saat ejakulasi. Sperma terdapat atau bagian dari semen disamping cairan-
cairan lainya. Kuantitas dan kualitas penting sekali dalam fungsi reproduksi. Pada
semen yang baik, sperma akan dapat survive, berenang dan akhirnya mencapai sel
ovum di saluran reproduksi wanita. Sperma dan ovum akan bersatu dalam suatu
proses yang disebut fertilisasi (pembuahan) membentuk zygot. Zygot inilah calon
individu baru yang mewarisi setengah sifat ayah dan setengah sifat ibu.

Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau


koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini
akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini
dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction). Liquefaction terjadi karena
daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini
disebut enzim seminim.

Spermatogenesis merupakan peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif


membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan
struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada
tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone.

Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel
ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga
bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Dimensi kepala dengan
panjang 4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 - 3.5 mikrometer, dengan rasio antara panjang
dan lebar yaitu 1.50 - 1.75. Spermatozoa atau sperma dihasilkan oleh testis,
sedangkan cairan seminal diproduksi oleh kelenjar tambahan di sepanjang saluran
reproduksi pria, yaitu kelenjar vesikula seminalis, prostat, kelenjar bulbo urethralis
(Cowper’s) dan kelenjar urethra.

2.2 Komposisi Sperma


Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak
lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan, berasal dari gonosit yang menjadi
spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder dan selanjutnya berubah
menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri
atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor.

Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor
(flagellata). Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini
mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus
lapisan–lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung
mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk pergerakan
sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak.

2.3 Tahap Pembentukan Spermatozoa


1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang
akan menjadi spermatosit primer.

a. Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukanreproduksi (membelah) dengan cara mitosis.
Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan
berkembang menjadi spermatosit primer.
b. Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti
selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan
dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma
makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti
dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih
yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu
jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I,
spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang
meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase
pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua
spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita
“X”.

”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel
somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan.

Ada beberapa faktor hormonal yang merangsang spermatogenesis. Faktor


hormonal memainkan peranan penting dalam spermatogenesis. Beberapa
diantaranya adala sebaga berikut:
1) Testosteron, yang disekresikan sel – sel leydig yang terletak di
interstisium testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel – sel
germinal testis, yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
2) Luteinizing hormone, yang disekresikan olh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel – sel leydig untuk menyekresi testosteron.
3) Hormon perangsang folikel (FSH), yang juga disekresikan oleh sel – sel
kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel – sel sertoli; tanpa
rangsangan ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (proses
spermiogenesis) tidak akan terjadi.

2.4 Persiapan dan Sampling


Analisis semen manusia memiliki beberapa tahapan proses dan parameter
yang dilakukan sebelum dikeluarkannya semen dan pada tahap proses analisis
pemeriksaannya, yaitu :

2.4.1 Pengeluaran dan penampungan semen


Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk
memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut
mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara
pengeluaran dan penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara
pengeluaran, penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium. Sebelum
pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan
sebagai berikut :

a. Melakukan abstinensia selam 3 – 5 hari, paling lama selama 7 hari.


b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus
dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboraturium
paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan.
c. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih
dan steril ( jangan sampai tumpah ), Kemudian botol ditutup rapat-rapat
dan diberi nama yang bersangkutan.
d. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan
pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa
sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis
sperma sekali saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara
produksi sperma dalam satu individu.
e. Sperma dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/masturbasi),
bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus
(koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.
f. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau
kondom.
2.4.2 Tempat Penampung Sperma
Sebenarnya semua alat boleh dipakai asalkan tempat tersebut tidak
mengandung spermatotoxic. Sperma sangat tidak dianjurkan ditampung pada
tempat-tempat yang terbuat dari :

1. Logam, sebab logam bisa mengganggu muatan listrik dan sperma, sehingga
pergerakannya tergaggu.
2. Plastik sebab plastik umumnya mengandung gugus fenol (C6H5OH)
sehingga sperma akan rusak. Pada umumnya tempat yang digunakan
menampung sperma terbuat dari gelas yang bersih tidak mengandung
spermatotoxic. Tetapi sperma dilarang ditempat yang terbuat dari :
 Tempat penampung sperma dianjurkan ditampung pada
tempat yang terbuat dari bahan yang tidak bereaksi apa-apa.
 Tempat penampung sperma harus bermulut lebar supaya
muat pada penis
 Tempat diberi penutup agar tidak terkontaminasi
 Ukuran tempat penampung sperma 50 ml – 100 ml.

2.4.2 Cara Memperoleh Sperma


Adapun cara-cara yang digunakan untuk memperoleh sampel sperma yaitu
dengan :

1. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling dianjurkan.
Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki (penis) berulang-ulang,
sampai terjadi ketegangan dan pada klimaks akan keluar sperma. Sebelum
melakukan masturbasi hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar
oleh kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam
menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly. Tetapi saat
dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya sperma. Kebaikan dari
cara ini, di samping menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung
sperma, juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat
dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol kaca yang
bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan tempat lain dengan
syarat tidak spermatotoksik.
2. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan hubungan saat akan
keluar sperma. Walaupun cara ini banyak dilakukan untuk memperoleh
sampel sperma untuk diperiksa, namun cara ini kurang baik karena hasilnya
kurang dapat dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila hasil
pemeriksaannya mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya di
bawah kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya
dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina sehingga tidak
sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa
sperma yang dikeluarkan pada waktu ejakulasi terbagi menjadi beberapa
tahap, paling sedikit dua tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat
yang mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap yang
kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau bahkan sering tidak
dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung porsi fruktosa yang terbanyak.
Dalam pengendalian orgasme sewaktu melakukan interuptus tidak
menjamin bahwa sebagian besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di
vagina sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang tidak
lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai kondom untuk
menampung mani tidak dianjurkan dan tidak diperkenankan karena zat-zat
pada permukaan karet kondom mengandung suatu bahan yang bersifat
spermicidal yang mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh
spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan. Selain
daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma sewaktu pelepasan
kondom atau menuangkan ke botol penampung. Tetapi ada beberapa
kondom khusus yang dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma,
karena bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma ialah
dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai ukuran, terbuat dari plastik
dengan permukaan halus, dapat digerakkan dengan baterai yang
menghasilkan getaran lembut. Alat ini kalau ditempelkan pada glans penis,
akan menimbulkan rasa seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup
lama, diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak dianjurkan
karena dipergunakan cairan fisiologis untuk pembilasan, dan sperma
tercampur dengan sekret vagina, sehingga akan didapatkan hasil yang tidak
mencerminkan keadaan sesungguhnya.

2.5 Metode Pemeriksaan


2.5.1 Pemeriksaan Makroskopis Semen
Pemeriksaan makroskopis semen meliputi pemeriksaan : warna semen,
volume semen, pH semen, bau semen, Liquefection, dan viskositas (kekentalan)
semen.

1. Warna semen, pada umumnya berwarna putih keruh, ada yang


berwarna jernih, dan ada juga yang berwarna kemerahan.
2. Volume semen, ditentukan dengan menggunakan gelas ukur 10 mL.
3. Viskositas semen, diukur setelah terjadi pencairan (likuifasi) yang
sempurna.
Makna klinis :
 Jika semen terlalu kental (panjang benang > 5 cm) maka enzim
likuefaksi dari prostat kurang berfungsi.
 Jika terlalu encer (panjang benang ≥ 8 maka radang akut pada kelenjar
genitalia tambahan atau epiddiymitis. Sedang pada pH ≥ 6 ml

Hypospermia disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

- Sampel tumpah karena tidak hati-hati, ini disebut kesalahan tehnis.


- Gangguan patologis dan genetis pada organ genitalia
- Vesicula seminalis tidak berfungsi
- Gangguan hormonal atau akibat radang.
Hyperspermia disebabkan oleh abstinensi yang terlalu lama dan kelenjar
genitalia tambahan terlalu aktif.
4. pH semen, penentuan dilakukan setelah likuifasi sempurna, yaitu
dengan kertas pH.
5. Liquefection, setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar
prostat ada gangguan.
Makna Klinis :
Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit atau lebih lama lagi
berarti terjadi gangguan pada kelenjar prostat dan defisiensi enzim
seminin.
6. Bau sperma, bau yang khas atau spesifik.

2.5.2 Pemeriksaan Mikroskopis Semen


Pemeriksaan mikroskopis semen memerlukan ketelitian dan kecermatan
yang tinggi, karena kesimpulan hasil analisis semen banyak ditentukan dari
pemeriksaan mikroskopis semen. Pemeriksaan ini meliputi :

1. Kecepatan gerak sperma (velocity) ; kecepatan gerakan sperma (dalam


detik) ditentukan secara objectif dengan stopwatch. Sperma yang
gerakannya paling cepat dan lurus saja yang dicatat, karena kecepatan
gerakan sperma merupakan salah satu factor penting fertilitas.
2. Motilitas sperma ; pemeriksaan motilitas dilakukan satu jam setelah
ejakulasi. Dengan menggunakan alat hitung ditentukan jenis motilitas
progresif lurus cepat, lurus lambat, gerak ditempat, tidak bergerak.
Berdasarkan mekanisme motilitas tersebut dapat dibedakan dua macam
motilitas spermatozoa, yaitu :
 Spermatozoa Motilitas Baik
Spermatozoa bergerak lurus kedepan, lincah, cepat dengan beat ekor
yang berirama.
 Spermatozoa Motilitas Kurang Baik
Semua motilitas spermatozoa kecuali yang tersebut spermatozoa
motilitas baik, dianggap spermatozoa dengan motilitas kurang baik
ataujelek.
Yang termasuk motilitas spermatozoa kurang baik ialah :
1) Motilitas bergetar atau berputar
Spermatozoa hanya bergetar dalam satu bidang saja dan kadang-
kadang berhenti. Ekor hanya bergetar kekiri atau ke kanan tak
bergetar rotasi meskipun frekuensi getarnya dapat tinggi. Karena
terdapat kelainan morfologis atau kelainan pengantaran energi
gerak melingkar maka spermatozoa dapat menempuh gerakkan
kurva, spematozoa motilitasnya berputar-putar saja.
2) Motilitas tanpa arah
Pada keadaan ini ekor spermatozoa dapat bergetar tinggi atau
rendah. Kepala bergerak tak teratur. Kelainan ini disebabkan
adanya bentuk spermatozoa abnormal maupun distribusi dan
pengantaran energi tak normal pada spermatozoa.
3) Motilitas karena asimetri kepala atau ekor
Motilitas jenis ini disebabkan karena kelainan morfologi
spermatozoa sehingga memyebabkan motilitasnya melingkar
baik searah maupun berlawanan dengan jarum jam. Kalau
morfologi ekor spermatozoa asimetri, amplitudo getaran juga
tidak teratur. Kalau pengantaran energi rotasi ada atau tak teratur
sedang ekor asimetri terjadi motilitas dengan arah melingkar.
4) Motilitas spermatozoa imatur
Spermatozoa imatur mungkin berbentuk normal dan mungkin
pula tidak normal karena adanya beban droplet (sisa) sitoplasma
maka arah gerak kepala berat sebelah. Kalau sistem pengantaran
energi belum masak pula dapat terjadi motilitas yang bemacam-
macam “rocking” melingkar dan gerak tak teratur. Demikian pula
andaikata sisa sitoplasma terletak dibagian tengah atau ekor
spermatozoa motilitas yang timbul akan bermacam-macam.
5) Motilitas spermatozoa teraglutinasi
Motilitas spermatozoa ini terbatas karena spermatozoa melekat
satu dengan yang lain (aglutinasi sejati) atau karena melekat pada
benda lain (sel bulat, kristal, bakteri, protozoa dll) bila terdapat
aglutinasi palsu. Tergantung macam aglutinasi (kepala-kepala,
ekor-ekor, dan ekor-kepala) motilitas yang terjadi akan berlainan
pula.
6) Motilitas spermatozoa terperangkap
Motilitas jenis ini terbatas karena terperangkap oleh sperma yang
belum mengalami likuefaksi total, meskipun telah melewati batas
normal waktu likuefaksi. Hal ini akan terlihat kalau sperma
diperiksa motilitas berurutan yaitu langsung setelah ejakulasi dan
setiap setengah jam setelah ejakulasi.
7) Motilitas spermatozoa yang lemah
Spema yang kekurangan energi mempunyai gerakan lemah,
meskipun arahnya ke depan beat ekor teratur, lurus namun tak
lincah. Hal ini dapat disebabkan karena sperma telah lama tak
diperiksa, sehingga energi untuk motilias berkurang. Dalam hal
ini fruktosa telah banyak dipecah (fruktolisis). Penyebab lain
ialah memang cadangan energi berkurang sejak awal misalnya
pada kelainan vesika seminalis.
 Spermatozoa yang tidak bergerak
Spermatozoa yang sama sekali tidak bergerak dan tetap diam
ditempat.
3. Konsentrasi sperma ; diawali dengan menentukan kerapatan sperma
pada hemositometer Neubauer untuk menentukan factor pengencer dan
kemudian dihitung dengan rumus.
4. Jumlah sperma total ; diperoleh dari mengalirkan sperma dengan
volume ejakulat.
5. Viabilitas sperma ; menentukan jumlah sperma yang masih hidup
dengan pewarnaan supravital dengan menggunakan larutan eosin Y.
6. Morfologi sperma ; untuk mengetahui berapa presentase sperma yang
memiliki morfologi normal dan yang abnormal.
Pemeriksaan morfologi spermatozoa ditujukan untuk melihat
bentuk-bentuk spermatozoa yang didasarkan atas bentuk kepala dari
spermatozoa. Seperti diketahui spermatozoa mempunyai beberapa
macam bentuk. Dengan pemeriksaan ini diketahui beberapa banyak
bentuk spermatozoa normal dan abnormal. Bentuk yang normal adalah
spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval dan mempunyai ekor yang
panjang. Untuk pemeriksaan morfologi ini dimulai dengan pembuatan
preparat smear di atas objek glass, yang dibiarkan kering dalam
temperatur kamar. Setelah preparat smear tersebut kering, maka
selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan.
Agar memperoleh hasil yang baik pemeriksaan morfologi
spermatozoa dilakukan pengecatan khusus. Terdapat berbagai macam
pengecatan guna memeriksa morfologi spermatozoa, diantaranya
Giemsa, Wright, Romanowsky, May Grunwald, Kiewit de Jong.
7. Aglutinasi sperma ; terjadi karena sperma motil saling melekat satu
dengan lainnya, kepala dengan kepala, leher dengan leher, ekor dengan
ekor, atau percampuran antara leher dengan ekor. Ini merupakan bukti
adanya factor immunologi sebagai penyebab infertilitas.
8. Uji HOS (Hipoosmotic swelling test); didasarkan pada sifat
semipermeable membrane ekor sperma.
9. Elemen seluler bukan sperma ; antara lain sel leukosit, eritrosit, dll.

DAFPUS

https://www.scribd.com/document/267981929/Makalah-Sperma

https://www.scribd.com/document/342757012/makalah-pemeriksaan-SPERMA

Anda mungkin juga menyukai