‘’SPERMA’’
Disusun oleh :
Kelompok 2
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah dengan judul “Pengetahuan
Bahan Pemeriksaan Sperma” tepat pada waktunya.Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan Bahan Pemeriksaan jurusan analis
kesehatan Poltekkes Kemenkes Palembang tahun 2018.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah senantiasa meridhai segala usaha kita.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
ii
BAB III ................................................................................................................. 28
PENUTUP ............................................................................................................. 28
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan seorang manusia diawali dengan pembuahan , yaitu suatu proses
dimana spermatozoa dari pria dan oosit dari wanita bergabung membentuk suatu
organisme baru yaitu zigot (Sadler , 2002). Spermatogenesis disebut juga sebagai
tahap poliferasi atau perbanyakan. Proses pembentukan gamet (sel kelamin) disebut
gametogenesis. Proses pembentukan spermatozoa (sel kelamin jantan) berlangsung
di dalam testis yang terdapat di scrotum (Campbell, 1996).
Semen, yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas cairan
dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan semen),
cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari kelenjar prostat (kira-kira
30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa, terutama kelenjar
bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vesikula seminalis,
yangmerupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan berfungsi untuk
mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. pH rata-rata dari
campuran semen mendekati 7,5 cairan prostat yang bersifat basa menetralkan
keasaman yang ringan dari bagian semen lainnya. Cairan prostat membuat semen
terlihat seperti susu, sementara cairan dari vesikula seminalis dan dari kelenjar
mukosa membuat semen menjadi agak kental. Juga, enzim pembeku dari cairan
prostat menyebabkan fibrinogen cairan vesikula seminalis membentuk koagulum
yang lemah, yang mempertahankan semen dalam daerah vagina yang lebih dalam,
tempat serviks uterus. Koagulum kemudian dilarutkan 15 sampai 20 menit
kemudian karena lisis oleh fibrilosin yang dibentuk dari profibrinolisin prostat.
Pada menit pertama setelah ejakulasi, sperma masih tetap tidak bergerak, mungkin
karena viskositas dari koagulum. Sewaktu koagulum dilarutkan, sperma secara
simultan menjadi sangat motil. (Guyton, 1997).
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sperma?
2. Apa struktur sperma?
3. Bagaimana tahap pembentukan spermatozoa?
4. Bagaiman kriteria sel sperma normal?
5. Jelaskan kelaianan yang bisa terjadi pada sel sperma?
6. Apa saja persiapan dan sampling pada sperma?
7. Bagaimana metode pemeriksaan sperma?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sperma
2. Untuk mengetahui struktur sperma
3. Untuk mengetahui bagaimana spermatozoa terbentuk
4. Untuk mengetahui kriteria sel sperma yang normal
5. Untuk mengetahui kelainana yang terjadi pada sel sperma
6. Untuk mengetahui persiapan apa saja dalam sampling pada sperma
7. Untuk mengetahui metode apa yang digunakan dalam pemeriksaan sperma
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sperma
Semen merupakan cairan putih atau abu-abu yang dikeluarkan dari uretra
pada saat ejakulasi. Sperma terdapat atau bagian dari semen disamping cairan-
cairan lainya. Kuantitas dan kualitas penting sekali dalam fungsi reproduksi. Pada
semen yang baik, sperma akan dapat survive, berenang dan akhirnya mencapai sel
ovum di saluran reproduksi wanita. Sperma dan ovum akan bersatu dalam suatu
proses yang disebut fertilisasi (pembuahan) membentuk zygot. Zygot inilah calon
individu baru yang mewarisi setengah sifat ayah dan setengah sifat ibu.
Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel
ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga
bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Dimensi kepala dengan
panjang 4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 - 3.5 mikrometer, dengan rasio antara panjang
dan lebar yaitu 1.50 - 1.75. Spermatozoa atau sperma dihasilkan oleh testis,
sedangkan cairan seminal diproduksi oleh kelenjar tambahan di sepanjang saluran
reproduksi pria, yaitu kelenjar vesikula seminalis, prostat, kelenjar bulbo urethralis
(Cowper’s) dan kelenjar urethra.
3
spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder dan selanjutnya berubah
menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri
atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor.
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor
(flagellata). Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini
mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus
lapisan–lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung
mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk pergerakan
sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak.
Seperti yang telah disebutkan di atas, sperma secara garis besar dibagi menjadi 3
bagian, yaitu :
1. Kepala
Kepala pada sel sperma berbentuk lonjong dan terdapat inti sel (nucleus)
dengan kandungan genetic berupa DNA di dalamnya. Informasi genetic inilah yang
akan bertemu dengan informasi genetic dari sel telur dan akan menentukan apakah
janin nya seorang laki-laki ataupun perempuan.
Pada kepala sel sperma ini juga diselubungi oleh dua enzim yang membantu
sel sperma untuk menembus pertahanan reproduksi wanita. Terdapat enzim
hialuronidase yang berfungsi untuk menembus lapisa korona radiate pada sel telur,
dan enzim akrosin yang berfungsi untuk menembus zona pelusida.
2. Badan
4
Bagian tengah dari sel sperma mengandung banyak mitokondria yang
berguna sebagai sumber energy bagi sel sperma dalam menjalankan aktivitasnya.
Di dalam mitokondria ini, terdapat 11 buah mikrotubulus, serta mempunyai ATP-
ase untuk menghidrolisis (mengolah ATP sebagai bahan utama sumber energi).
3. Ekor
a. Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukanreproduksi (membelah) dengan cara mitosis.
Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan
berkembang menjadi spermatosit primer.
b. Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti
selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan
dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
5
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma
makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti
dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih
yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu
jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I,
spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang
meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase
pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua
spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita
“X”.
”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel
somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan.
6
1) Testosteron, yang disekresikan sel – sel leydig yang terletak di
interstisium testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel – sel
germinal testis, yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
2) Luteinizing hormone, yang disekresikan olh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel – sel leydig untuk menyekresi testosteron.
3) Hormon perangsang folikel (FSH), yang juga disekresikan oleh sel – sel
kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel – sel sertoli; tanpa
rangsangan ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (proses
spermiogenesis) tidak akan terjadi.
2.4 Kriteria Sel Sperma Normal
Untuk mengetahui apakah sel sperma dalam tubuh pria memiliki fungsi
yang normal atau tidak, maka dibutuhkan pemeriksaan mikroskopik (dengan
menggunakan mikroskop) dan makroskopik (tanpa menggunakan mikroskop). Ada
beberapa kriteria yang membuat suatu sel sperma itu menjadi normal, kriteria yang
harus dipenuhi adalah :
1. Liquefaksi Sperma
Liquefaksi adalah tampilan sel sperma apakah tampak cair ataupun kental.
Normalnya, cairan sperma akan mencair dalam waktu 15-20 menit. Hal yang
mempengaruhi factor mengapa cairan ini menjadi kental atau cair adalah factor
enzim seminim yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Jika sel sperma setelah
dikeluarkan tampak mencair, maka terdapat kelainan pada vesicular seminalisnya.
Sedangkan jika sel sperma setelah 20 menit masih juga kental, maka terdapat
kelainan pada kelenjar prostatnya yang menghasilkan enzim seminalis.
2. Volume Sperma
Volume sperma manusia yang dihasilkan pada saat ejakulasi rata-rata
adalah 2-5 ml. apabila volume sperma kurang dari 2 ml, maka disebut dengan
hipospermia, sedangkan jika melebihi volume 5 ml disebut dengan hiperspermia.
Volume sperma yang kurang biasanya disebabkan oleh aktivitas ejakulasi yang
terlalu sering dan juga dapat disebabkan oleh adanya penyempitan pada vesica
seminalis. Sedangkan volume sperma yang tinggi berhubungan dengan aktivitas
berlebihan pada kelenjar prostat, atau aktivitas hormone yang berlebihan.
7
3. Jumlah Sperma
Jumlah sperma yang normal adalah 200 juta/ml. jadi, jika sel sperma kurang
dari jumlah tersebut, maka dikatakan dengan kondisi oligozoospermia. Sedangkan
kondisi azospermia adalah kondisi jika tidak ditemukan sel sperma pada cairan
ejakulasi yang diperiksa. Sedangkan jika tidak dapat terjadi ejakulasi pada
seseorang disebut dengan aspermia.
4. Warna Sperma
Warna sperma yang normal adalah berwarna putih kental seperti susu.
Adapun jika warnanya menjadi putih kekuningan, berarti telah terjadi infeksi pada
saluran genitalia. Sedangkan jika warna sperma menjadi merah, maka dipastikan
telah terjadi perdarahan.
5. Bau Sperma
Bau sperma yang normal adalah seperti bau bunga akasia. Bau ini
disebabkan oleh proses oksidasi spermin yang terjadi pada pembentukan cairan
sperma. Keadaan infeksi dapat menyebabkan kelainan pada bau sperma.
6. pH Sperma
pH normal sperma pada manusia adalah bersifat basa, atau dalam rentang
7,2-7,8. pH yang asam dapat terjadi karena proses ketidaknormalan pada kelenjar
prostat, visicu;a seminalis, ataupun kelenjar uretra.
7. Viskositas Sperma
8. Morfologi Sperma
8
yang diperiksa harus normal dalam bentuk, ukuran, dan penampilannya. Jika
morfologi sperma yang normal kurang dari 30 %, maka disebut dengan
teratozoospermia.
9. Motilitas Sperma
SPERMA ABNORMAL
Cairan yang dikeluarkan pria pada saat ejakulasi sewaktu senggama disebut
cairan semen.Volume normal cairan semen sekitar 2-5 ml. Cairan semen ini
berwarna putih mutiara dan berbau khas langu dengan pH 7-8. Volume cairan
semen dianggap rendah secara abnormal jika kurang dari 1,5 ml. Volume semen
melebihi 5 ml juga dianggap abnormal. Dalam cairan semen inilah jumlah
9
spermatozoa merupakan penentu keberhasilan memperoleh keturunan. Yang
normal, jumlah spermatozoanya sekitar 20 juta/ml. Pada pria ditemukan kasus
spermatozoa yang kurang (oligozoospermia) atau bahkan tak ditemukan sel
sperma sama sekali (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).
Kecuali sel-sel spermatozoa, dalam cairan semen ini terdapat zat-zat lain yang
berasal dari kelenjar-kelenjar sekitar reproduksi pria.Zat-zat itu berfungsi
menyuplai makanan dan mempertahankan kualitas spermatozoa sehingga bisa
bertahan hidup sampai masuk ke dalam saluran reproduksi wanita, (Tri Bowo,
2011).
Sperma yang normal berbentuk seperti kecebong.Terdiri dari kepala, tubuh, dan
ekor. Kelainan seperti kepala kecil atau tak memiliki ekor akan mempengaruhi
pergerakan sperma. Ini tentu saja akan mempersulit sel sperma mencapai sel
telur (Tri Bowo, 2011).
3.Pergerakan Lemah
Untuk mencapai sel telur, sel sperma harus mampu melakukan perjalanan
panjang.Ini pun menjadi penentu terjadinya pembuahan. Jumlah sel sperma
yang cukup, jika tak dibarengi pergerakan yang normal, membuat sel sperma
tak akan mencapai sel telur. Sebaliknya, kendati jumlahnya sedikit namun
pergerakannya cepat, bisa mencapai sel telur (Tri Bowo, 2011).Kasus lemahnya
pergerakan sperma (asthenozoospermia) kerap dijumpai.Adakalanya
spermatozoa mati (necrozoospermia). Gerakan spermatozoa dibagi dalam 4
kategori, yaitu:
* Bergerak cepat dan maju lurus
* Bergerak lambat dan sulit maju lurus
* Tak bergerak maju (bergerak di tempat)
* Tak bergerak
Sperma dikatakan normal bila memiliki gerakan normal dengan kategori a lebih
besar atau sama dengan 25% atau kategori b lebih besar atau sama dengan 50%.
Spermatozoa yang normal satu sama lain terpisah dan bergerak sesuai arahnya
masing-masing. Dalam keadaan tertentu, spermatozoa abnormal bergerombol,
10
berikatan satu sama lain, dan tak bergerak.Keadaan tersebut dikatakan terjadi
aglutinasi. Aglutinasi dapat terjadi karena terjadi kelainan imunologis di mana
sel telur menolak sel sperma.
5.Saluran Tersumbat
Saat ejakulasi, sperma keluar dari testis menuju penis melalui saluran yang
sangat halus.Jika saluran-saluran itu tersumbat, maka sperma tak bisa
keluar.Umumnya hal ini disebabkan trauma pada benturan.Bisa juga karena
kurang menjaga kebersihan alat kelamin sehingga menyuburkan kehidupan
virus atau bakteri.
6.Kerusakan Testis
Testis dapat rusak karena virus dan berbagai infeksi, seperti gondongan,
gonorrhea,sifilis, dan sebagainya. Untuk diketahui, testis merupakan pabrik
sperma. Dengan demikian kesehatannya harus dijaga karena testis yang sehat
akan menghasilkan sperma yang baik secara kualitas dan kuantitas. Testis ini
sangat sensitif.Mudah sekali dipengaruhi oleh faktor-faktor luar.Jika testis
terganggu, produksi sperma bisa terganggu.Mungkin saat berhubungan, pria
tetap mengeluarkan sperma.Hanya saja tanpa sel sperma (azoospermia), (Tri
Bowo, 2011).
11
2.5.1 Pengeluaran dan penampungan semen
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk
memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut
mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara
pengeluaran dan penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara
pengeluaran, penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium. Sebelum
pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
12
1. Logam, sebab logam bisa mengganggu muatan listrik dan sperma, sehingga
pergerakannya tergaggu.
2. Plastik sebab plastik umumnya mengandung gugus fenol (C6H5OH)
sehingga sperma akan rusak. Pada umumnya tempat yang digunakan
menampung sperma terbuat dari gelas yang bersih tidak mengandung
spermatotoxic. Tetapi sperma dilarang ditempat yang terbuat dari :
Tempat penampung sperma dianjurkan ditampung pada
tempat yang terbuat dari bahan yang tidak bereaksi apa-apa.
Tempat penampung sperma harus bermulut lebar supaya
muat pada penis
Tempat diberi penutup agar tidak terkontaminasi
Ukuran tempat penampung sperma 50 ml – 100 ml.
1. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling dianjurkan.
Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki (penis) berulang-ulang,
sampai terjadi ketegangan dan pada klimaks akan keluar sperma. Sebelum
melakukan masturbasi hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar
oleh kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam
menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly. Tetapi saat
dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya sperma. Kebaikan dari
cara ini, di samping menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung
sperma, juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat
dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol kaca yang
bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan tempat lain dengan
syarat tidak spermatotoksik.
2. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan hubungan saat akan
keluar sperma. Walaupun cara ini banyak dilakukan untuk memperoleh
sampel sperma untuk diperiksa, namun cara ini kurang baik karena hasilnya
13
kurang dapat dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila hasil
pemeriksaannya mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya di
bawah kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya
dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina sehingga tidak
sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa
sperma yang dikeluarkan pada waktu ejakulasi terbagi menjadi beberapa
tahap, paling sedikit dua tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat
yang mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap yang
kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau bahkan sering tidak
dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung porsi fruktosa yang terbanyak.
Dalam pengendalian orgasme sewaktu melakukan interuptus tidak
menjamin bahwa sebagian besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di
vagina sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang tidak
lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai kondom untuk
menampung mani tidak dianjurkan dan tidak diperkenankan karena zat-zat
pada permukaan karet kondom mengandung suatu bahan yang bersifat
spermicidal yang mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh
spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan. Selain
daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma sewaktu pelepasan
kondom atau menuangkan ke botol penampung. Tetapi ada beberapa
kondom khusus yang dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma,
karena bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma ialah
dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai ukuran, terbuat dari plastik
dengan permukaan halus, dapat digerakkan dengan baterai yang
menghasilkan getaran lembut. Alat ini kalau ditempelkan pada glans penis,
akan menimbulkan rasa seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup
lama, diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama
14
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak dianjurkan
karena dipergunakan cairan fisiologis untuk pembilasan, dan sperma
tercampur dengan sekret vagina, sehingga akan didapatkan hasil yang tidak
mencerminkan keadaan sesungguhnya.
15
5. Liquefection, setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat
ada gangguan.
Makna Klinis :
Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit atau lebih lama lagi
berarti terjadi gangguan pada kelenjar prostat dan defisiensi enzim
seminin.
6. Bau sperma, bau yang khas atau spesifik.
16
terdapat kelainan morfologis atau kelainan pengantaran energi
gerak melingkar maka spermatozoa dapat menempuh gerakkan
kurva, spematozoa motilitasnya berputar-putar saja.
2) Motilitas tanpa arah
Pada keadaan ini ekor spermatozoa dapat bergetar tinggi atau
rendah. Kepala bergerak tak teratur. Kelainan ini disebabkan
adanya bentuk spermatozoa abnormal maupun distribusi dan
pengantaran energi tak normal pada spermatozoa.
3) Motilitas karena asimetri kepala atau ekor
Motilitas jenis ini disebabkan karena kelainan morfologi
spermatozoa sehingga memyebabkan motilitasnya melingkar
baik searah maupun berlawanan dengan jarum jam. Kalau
morfologi ekor spermatozoa asimetri, amplitudo getaran juga
tidak teratur. Kalau pengantaran energi rotasi ada atau tak teratur
sedang ekor asimetri terjadi motilitas dengan arah melingkar.
4) Motilitas spermatozoa imatur
Spermatozoa imatur mungkin berbentuk normal dan mungkin
pula tidak normal karena adanya beban droplet (sisa) sitoplasma
maka arah gerak kepala berat sebelah. Kalau sistem pengantaran
energi belum masak pula dapat terjadi motilitas yang bemacam-
macam “rocking” melingkar dan gerak tak teratur. Demikian pula
andaikata sisa sitoplasma terletak dibagian tengah atau ekor
spermatozoa motilitas yang timbul akan bermacam-macam.
5) Motilitas spermatozoa teraglutinasi
Motilitas spermatozoa ini terbatas karena spermatozoa melekat
satu dengan yang lain (aglutinasi sejati) atau karena melekat pada
benda lain (sel bulat, kristal, bakteri, protozoa dll) bila terdapat
aglutinasi palsu. Tergantung macam aglutinasi (kepala-kepala,
ekor-ekor, dan ekor-kepala) motilitas yang terjadi akan berlainan
pula.
6) Motilitas spermatozoa terperangkap
Motilitas jenis ini terbatas karena terperangkap oleh sperma yang
belum mengalami likuefaksi total, meskipun telah melewati batas
17
normal waktu likuefaksi. Hal ini akan terlihat kalau sperma
diperiksa motilitas berurutan yaitu langsung setelah ejakulasi dan
setiap setengah jam setelah ejakulasi.
7) Motilitas spermatozoa yang lemah
Spema yang kekurangan energi mempunyai gerakan lemah,
meskipun arahnya ke depan beat ekor teratur, lurus namun tak
lincah. Hal ini dapat disebabkan karena sperma telah lama tak
diperiksa, sehingga energi untuk motilias berkurang. Dalam hal
ini fruktosa telah banyak dipecah (fruktolisis). Penyebab lain
ialah memang cadangan energi berkurang sejak awal misalnya
pada kelainan vesika seminalis.
Spermatozoa yang tidak bergerak
Spermatozoa yang sama sekali tidak bergerak dan tetap diam
ditempat.
3. Konsentrasi sperma ; diawali dengan menentukan kerapatan sperma
pada hemositometer Neubauer untuk menentukan factor pengencer dan
kemudian dihitung dengan rumus.
4. Jumlah sperma total ; diperoleh dari mengalirkan sperma dengan
volume ejakulat.
5. Viabilitas sperma ; menentukan jumlah sperma yang masih hidup
dengan pewarnaan supravital dengan menggunakan larutan eosin Y.
6. Morfologi sperma ; untuk mengetahui berapa presentase sperma yang
memiliki morfologi normal dan yang abnormal.
Pemeriksaan morfologi spermatozoa ditujukan untuk melihat
bentuk-bentuk spermatozoa yang didasarkan atas bentuk kepala dari
spermatozoa. Seperti diketahui spermatozoa mempunyai beberapa
macam bentuk. Dengan pemeriksaan ini diketahui beberapa banyak
bentuk spermatozoa normal dan abnormal. Bentuk yang normal adalah
spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval dan mempunyai ekor yang
panjang. Untuk pemeriksaan morfologi ini dimulai dengan pembuatan
preparat smear di atas objek glass, yang dibiarkan kering dalam
temperatur kamar. Setelah preparat smear tersebut kering, maka
selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan.
18
Agar memperoleh hasil yang baik pemeriksaan morfologi
spermatozoa dilakukan pengecatan khusus. Terdapat berbagai macam
pengecatan guna memeriksa morfologi spermatozoa, diantaranya
Giemsa, Wright, Romanowsky, May Grunwald, Kiewit de Jong.
7. Aglutinasi sperma ; terjadi karena sperma motil saling melekat satu
dengan lainnya, kepala dengan kepala, leher dengan leher, ekor dengan
ekor, atau percampuran antara leher dengan ekor. Ini merupakan bukti
adanya factor immunologi sebagai penyebab infertilitas.
8. Uji HOS (Hipoosmotic swelling test); didasarkan pada sifat
semipermeable membrane ekor sperma.
9. Elemen seluler bukan sperma ; antara lain sel leukosit, eritrosit, dll.
4. Reagensia :
a. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5 g
Ba(OH)2.8H2O dalam 1000 ml aqusdest.
b. Larutan ZnSO4 0,175 M dibuat dari 50 g ZnSO4.7H2O dalam
1000 ml aquadest.
c. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan ini
bertahan 2 bulan bila disimpan dalan lemari es.
19
d. HCl 10 N dibuat dari 1 volume aquadest ditambah 6 volume HCl
pekat.
e. Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100 ml
larutan asam benzoat 0,2%.
f. Standard fruktosa sebagai larutan kerja. 1 ml standard fruktosa
stock diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Pada cara
dicantumkan dibawah, larutan kerja ini sesuai dengan 200 mg
/dl fruktosa mani.
5. Prosedur Kerja :
a. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan
terlebih dahulu mengencerkan 0,1 ml mani dengan 2,9 ml air.
Kemudian tambah 0,5 ml larutan Ba(OH)2, campur, tambahkan
0,5 ml larutan ZnSO4, campur lagi dan pusinglah kuat-kuat.
b. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko). Tabung
T diisi 2 ml cairan atas dari langkah 1, tabung S diisi 2 ml
standard fruktosa larutan kerja dan tabung B diisi 2 ml air/
aquadest.
Blanko Standard Sampel
1) Aquadest 2 ml -- --
2) Standard -- 2 ml –
3) Sampel -- -- 2 ml
4) Resorsinol 2 ml 2 ml 2 ml
5) HCl 6 ml 6 ml 6 ml
c. Kepada tabung T, S dan B masing dibubuhkan 2 ml resorsinol
dan 6 ml HCl.
d. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dalam bejana air
90OC selama 10 menit.
e. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm.
f. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/AS x 200 = mg / dl
fruktosa mani.
Catatan :
20
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450 mg/dl dan fruktosa itu
berasal dari vesiculae seminales. Selain dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam
tubuh, banyaknya fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-
proses dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii, pada hipoplasia dan
radang vesiculae seminales dan pada penyumbatan partial ductuli ejaculatorii
kadar fruktosa menurun. Penyumbatan ductuli ejaculatorii yang total berakibat
kadar fruktosa dalam mani menjadi nol.
Selain itu dapat juga terjadi keadaan autoimun terhadap semen dan komponen
sperma yang biasanya terjadi pada suami yang pernah mengalami proses pada
genitalianya termasuk vasektomi dan infeksi (mumps). Beberapa penyakit
autoimun dapat menyebabkan suatu keadaan infertilitas. Geva dalam tulisannya
tentang autoimunitas dan reproduksi mendapatkan bahwa banyaknya autoantibodi
dalam serum berhubungan dengan kegagalan kehamilan yang berulang,
endometriosis, kegagalan ovarium prematur (prematur ovarian failure/POF),
infertilitas yang tak jelas penyebabnya(unexplained infertility), dan kegagalan
fertilisasi invitro (IVF). Beberapa jenis antibodi yang dapat dideteksi antara lain
antibodi antifosfolipid (APA), antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus,
antibodi antinuklear (ANA), Antibodi anti-DNA, faktor rhematoid, antibodi
antitiroid, autoantibodi anti oavarium, dan antibodi otot polos (smooth muscle
antibodies). Dalam tulisannya Geva berkesimpulan bahwa abnormalitas autoimun
mungkin menyebabkan kegagalan reproduksi (infertilitas) dan sebaliknya
21
kegagalan reproduksi dapat merupakan manifestasi awal dari penyakit autoimun
yang belum terdiagnosis.
22
Tes ini pertama kali dilakukan oleh Kremer dan Jager untuk melihat
antibodi lokal pada pasangan infertil. Hasil positif menunjukkan adanya
antibodi antisperma baik pada seman, cairan serviks atau keduanya. Tas ini
sangat bernilai untuk mendeteksi antibodi lokal dan juga cocok untuk uji silang.
Setetes lendir istri praovulasi dengan tanda-tanda pengaruh estrogen yang baik
dan pH lebih dari 7 diletakkan pada sebuah gelas objek disamping stetes air
mani suami. Kedua tetesan itu dicampur dan diaduk dengan sebuah gelas
penutup, yang kemudian dipakai untuk menutup campuran itu. Setetes air mani
yang sama diletakkan pada gelas objek itu juga, kemudian ditutup dengan gelas
penutup. Penilaian dilakukan dengan membandingkan mobilitas spermatozoa
dari kedua sediaan itu. Sediaan itu kemudian disimpan kedalam tatakan peetri
yang lembab, pad suhu kamar selama 30 menit, untuk kemudian diamati lagi.
Menurut Kremer & Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju
spermatozoa akan berubah menjadi terhenti atau gemetaran ditempat (shaking
movement) kalau bersinggungan dengan lendir serviks. Perangai gemetar
ditempat ini terjadi juga kalu air mani yang normal bersingggungan dengan
lendir serviks wanita yang serumnya mengandung antibodi terhadap
spermatozoa.
23
5 menit pada 500 ppm. Supernatan dibuang dan enadpan sperma dilarutkan lagi
dengan 50 μL PBS segar ditambah 5% BSA.
Dengan 2 slide yang berbeda 5 μL suspensi sperma tadi dicampur dengan 5 μL
immunobead GAM yang mengandung campuran imunoglobulin antihuman
immunobead (IgG, IgA, dan IgM). Slide kemudian diinkubasi selama 10 menit
dan kemudian diperiksa dengan pembesaran 400 kali dengan mikroskop
kontras. Setidaknya 200 sperma motil dihitung, dikelompokkan menjadi 2,
yang dengan dempet imunobead (immunobead attached) dan tanpa dempet
imunobead. Lokalisasi band bead juga diperiksa (misalnya kepala, midpiece,
ekor an ujung ekor). 16,18 Peersentase sperma yang motil dengan GAM
imunobead dihitung. Tes dikatakan positif bila ≥ 20% sperma motil
mempunyai bead attache dan secara klinik bermakna bila ≥ 50% dilapisi bead.
Keuntungan tes ini adalah bersifat semikuantitaf, mampu mendeteksi isotif dan
lokasi fisik ASA, baik dalam hal sensitivitas dan spesifisitas.
Sedangkan kerugiannya yaitu membutuhkan staf yang trampil, mahal,
memerlukan waktu yang banyak, dan sulit dalam interpretasi. Beberapa metode
lain yang dikembangkan dari metode ini yaitu modifikasi metode imunobead
(modified immunobead method), dan mixed immunobead screen.
24
6. Tray aglutination test (TAT)
8. Teknik immunofluresens
Pemeriksaan ini terdiri dari tiga langkah dasar, Subsrat antigen
disiapkan dengan cara membuat apusan spermatozoa yang dikeringkan
diudara. Sediaan kemudian ditetesi serum yang diperiksa (atau cairan serviks
atau plasma semen) dan dilakukan pemeriksaan imunofluresens terhadap
imunoglobulin. Reaksi antigen antibodi antara semen dan cairan saluran
reproduksi dan sel-sel sperma dapat dilihat dan dilokalisasi secara makroskopik
dan penampakannya berhubungan dengan anatomi spermatozoa.
Reaksi pewarnaan yang lemah pada kasus yang meragukan seringkali
didapatkan dan hasil yang dianggap positif bila diadpatkan pada pengenceran
lebih dari 1/16. Beberapa bagian sperma seperti kutub, leher dan bagian tengah
adalah tempet yang menimbulkan warna nonspesifik. Antibodi antisperma
dalam darah bereaksi pada teknik imunofluoresens hanya terhadap antigen
diakrosom dan ekor. Pewarnaan akrosom terjadi karena adanya antibodi IgM
25
dan IgG, dan pewarnaan pada ekor utama hampir selalu disebabkan oleh IgG.
Sedangkan pewarnaan pada ujung ekor disebabkan oleh adanya antibodi IgM.
9. Flow cytometry
Sampel plasma semen sebanyak 50 μL dicampur dengan 40 μL PBS
ditambah 5% albumin serum goat. Sepuluh mikroliter suspensi sperma yang
disiapkan dengan metode renang atas dari donor dengan antibodi anti sperma
(-) mengandung ± 125.000 sperma motil ditambahkan pada tiap sampel.
Kontrol menggunakan sampel yang diketahui positif atau negatif terhadap
ASA. Setelah inkubasi paada suhu 37 C daalam inkubator yang mengandung
CO2 5% selama 1 jam, sperma dicuci sebanyak 2 kali untuk menghilangkan
antibodi yang tidak terikat. Satu mililiter PBS ditambahkan dan campuran
digoyang-goyang teratur. Tabung kemudian disentrifus selama 5 menit pada
500 ppm dan supernatan dipisahkan. Endapan sperma dicampur lagi dengan 1
ml PBS dan kemudian dicuci ulang. Setelah disentrifus, endapan diencerkan
lagi dengan 50 μL larutan fluoresens isotiosianat konjugat (FITC) yang
mengandung imunoglobulin IgA, IgG, IgM dan diinkubasi selama 1 jam pada
suhu 4 C dan terhindar dari sinar. Antibodi yang tidak terikat dihilangkan
dengan mencuci menggunakan PBS sebanyak 2 kali dan sperma dianalisis
dengan flow cytometry. Sebanyak ± 5000 sperma dianalisis dari tiap sampel
menggunakan histogram. Dihitung berapa persen sperma yang dilapisi
antibodi. Bila < 20% dikatakan negatif dan bila ≥ 20% dikatakan positif.
Berdasarkan hasil, metode, dan ketelitian pemeriksaan antibodi antisperma,
beberapa petunjuk untuk langkah pemeriksaan pasangan pasangan infertil
dengan kemungkinan adanya faktor imunologi telah diusulkan oleh Jones. Ia
membuat suatu pedoman meliputi :
a. Tes imobilisasi sperma cocok sebagai tes untuk skrining terhadap
adanya antibodi suami atau isteri dan juga dapat digunakan untuk
pemeriksaan lendir serviks.
b. Tes kontak sperma – lendir serviks untuk melihat faktor imunologis
lokal. Dengan uji silang menggunakan sperma atau lendir serviks
donor dapat ditentukan apakah aktivitas antibodi berasal dari isteri
atau suami.
26
c. Tes aglutinasi dengan gelatin cocok digunakan untuk suami,
khususnya plasma semen, tapi memerlukan interpretasi yang teliti.
d. Antibodi lokal (SIgA) tidak dapat dideteksi pada lendir serviks dan
plasma semen dengan tes konvensional untuk antibodi antisperma
serum.
e. Tes mikroaglutinasi sperma sebaiknya dihindarkan.
f. Tes menggunakan mikroskop imunofluoresens tak langsung bukan
merupakan tes rutin, tapi mungkin bermanfaat untuk menilai sifat
reaksi antigen-antibodi dalam suatu penelitian.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel ini mempunyai ukuran
panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Pemeriksaan sperma (lebih tepatnya analisis
semen) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur jumlah serta kualitas
semen dan sperma seorang pria. Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan
apakah ada masalah pada system produksi seperma atau pada kualitas sperma, yang
menjadi biang ketidaksuburan. Pemeriksaan sperma dibagi menjadi tiga macam
yaitu pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, dan kimiawi sperma. Pemeriksaan
kimiawi sperma sendiri terbatas pada perhitungan kadar fruktosa, yang mana
fruktosa tersebut berasal dari organ vesicular seminalis.
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat dijadikan media bacaan yang
mungkin bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita tentang sel sperma.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Analisis Kimia Sperma dan Imunologi Sperma
2. Hepler OE. 1956. Manual of Clinical Laboratory Methods, 4 ed. Inggris:
SprinfieldIllinois USA: Charles C Thomas Publisher.
3. Gandasoebrata R. 1970. Penuntun Laboratorium Klinic, cetakan k-4.
Jakarta:Penerbit Dian Rakyat.
4. https://www.scribd.com/document/267981929/Makalah-Sperma Diakses
pada tanggal 15 November 2018
5. https://www.scribd.com/document/342757012/makalah-pemeriksaan-
SPERMA Diakses pada tanggal 15 November 2018
6. http://doktersehat.com/waspadai-adanya-darah-pada-cairan-sperma/
Diakses pada tanggal 20 November 2018
7. http://www.atlm.web.id/2014/11/makalah-sperma.html?m=1 Diakses pada
tanggal 20 November 2018
8. http://www.ilmudasar.com/2016/11/Pengertian-Struktur-Pembentukan-
Fungsi-Sperma-Adalah.html?m=1 Diakses pada tanggal 20 November 2018
29