Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PENGETAHUAN BAHAN PEMERIKSAAN

‘’SPERMA’’

Disusun oleh :
Kelompok 2

Annisa Yuli Andini Muftia Pancarani

Dhea Annisya Pinka Putri

Eva Priyanti Rizka Mustika

Indah Permata Sari Siti Masito

Dosen Pembimbing : Yusneli ,AMAK, S.Pd ,M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG

PRODI DIII ANALIS KESEHATAN

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah dengan judul “Pengetahuan
Bahan Pemeriksaan Sperma” tepat pada waktunya.Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan Bahan Pemeriksaan jurusan analis
kesehatan Poltekkes Kemenkes Palembang tahun 2018.

Dalam makalah ini berisikan tentang pemahaman Konsep pengambilan dan


penanganan bahan pemeriksaan mengenai cairan ejakulat. Diharapkan makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, saya menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah senantiasa meridhai segala usaha kita.

Palembang, 22 November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Sperma ........................................................................................ 3

2.2 Struktur Sperma ............................................................................................ 3

2.3 Tahap Pembentukan Spermatozoa ................................................................ 5

2.4 Kriteria Sel Sperma Normal .......................................................................... 7

2.4 Kelainan pada Sel Sperma ........................................................................ 9

2.5 Persiapan dan Sampling ......................................................................... 11

2.5.1 Pengeluaran dan penampungan semen ................................................. 12

2.4.2 Tempat Penampung Sperma ................................................................ 12

2.5.2 Cara Memperoleh Sperma .................................................................... 13

2.6 Metode Pemeriksaan .............................................................................. 15

2.6.1 Pemeriksaan Makroskopis Semen ........................................................ 15

2.5.2 Pemeriksaan Mikroskopis Semen ........................................................ 16

2.5.3 Pemeriksaan Kimia .............................................................................. 19

2.5.4 Pemeriksaan Imunologi ........................................................................ 21

ii
BAB III ................................................................................................................. 28

PENUTUP ............................................................................................................. 28

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 28

3.2 Saran ............................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan seorang manusia diawali dengan pembuahan , yaitu suatu proses
dimana spermatozoa dari pria dan oosit dari wanita bergabung membentuk suatu
organisme baru yaitu zigot (Sadler , 2002). Spermatogenesis disebut juga sebagai
tahap poliferasi atau perbanyakan. Proses pembentukan gamet (sel kelamin) disebut
gametogenesis. Proses pembentukan spermatozoa (sel kelamin jantan) berlangsung
di dalam testis yang terdapat di scrotum (Campbell, 1996).
Semen, yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas cairan
dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan semen),
cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari kelenjar prostat (kira-kira
30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa, terutama kelenjar
bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vesikula seminalis,
yangmerupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan berfungsi untuk
mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. pH rata-rata dari
campuran semen mendekati 7,5 cairan prostat yang bersifat basa menetralkan
keasaman yang ringan dari bagian semen lainnya. Cairan prostat membuat semen
terlihat seperti susu, sementara cairan dari vesikula seminalis dan dari kelenjar
mukosa membuat semen menjadi agak kental. Juga, enzim pembeku dari cairan
prostat menyebabkan fibrinogen cairan vesikula seminalis membentuk koagulum
yang lemah, yang mempertahankan semen dalam daerah vagina yang lebih dalam,
tempat serviks uterus. Koagulum kemudian dilarutkan 15 sampai 20 menit
kemudian karena lisis oleh fibrilosin yang dibentuk dari profibrinolisin prostat.
Pada menit pertama setelah ejakulasi, sperma masih tetap tidak bergerak, mungkin
karena viskositas dari koagulum. Sewaktu koagulum dilarutkan, sperma secara
simultan menjadi sangat motil. (Guyton, 1997).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sperma?
2. Apa struktur sperma?
3. Bagaimana tahap pembentukan spermatozoa?
4. Bagaiman kriteria sel sperma normal?
5. Jelaskan kelaianan yang bisa terjadi pada sel sperma?
6. Apa saja persiapan dan sampling pada sperma?
7. Bagaimana metode pemeriksaan sperma?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sperma
2. Untuk mengetahui struktur sperma
3. Untuk mengetahui bagaimana spermatozoa terbentuk
4. Untuk mengetahui kriteria sel sperma yang normal
5. Untuk mengetahui kelainana yang terjadi pada sel sperma
6. Untuk mengetahui persiapan apa saja dalam sampling pada sperma
7. Untuk mengetahui metode apa yang digunakan dalam pemeriksaan sperma

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sperma
Semen merupakan cairan putih atau abu-abu yang dikeluarkan dari uretra
pada saat ejakulasi. Sperma terdapat atau bagian dari semen disamping cairan-
cairan lainya. Kuantitas dan kualitas penting sekali dalam fungsi reproduksi. Pada
semen yang baik, sperma akan dapat survive, berenang dan akhirnya mencapai sel
ovum di saluran reproduksi wanita. Sperma dan ovum akan bersatu dalam suatu
proses yang disebut fertilisasi (pembuahan) membentuk zygot. Zygot inilah calon
individu baru yang mewarisi setengah sifat ayah dan setengah sifat ibu.

Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau


koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini
akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini
dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction). Liquefaction terjadi karena
daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini
disebut enzim seminim.

Spermatogenesis merupakan peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif


membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan
struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada
tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone.

Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel
ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga
bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Dimensi kepala dengan
panjang 4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 - 3.5 mikrometer, dengan rasio antara panjang
dan lebar yaitu 1.50 - 1.75. Spermatozoa atau sperma dihasilkan oleh testis,
sedangkan cairan seminal diproduksi oleh kelenjar tambahan di sepanjang saluran
reproduksi pria, yaitu kelenjar vesikula seminalis, prostat, kelenjar bulbo urethralis
(Cowper’s) dan kelenjar urethra.

2.2 Struktur Sperma


Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak
lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan, berasal dari gonosit yang menjadi

3
spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder dan selanjutnya berubah
menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri
atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor.

Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor
(flagellata). Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini
mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus
lapisan–lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung
mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk pergerakan
sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak.

Seperti yang telah disebutkan di atas, sperma secara garis besar dibagi menjadi 3
bagian, yaitu :

1. Kepala

Kepala pada sel sperma berbentuk lonjong dan terdapat inti sel (nucleus)
dengan kandungan genetic berupa DNA di dalamnya. Informasi genetic inilah yang
akan bertemu dengan informasi genetic dari sel telur dan akan menentukan apakah
janin nya seorang laki-laki ataupun perempuan.

Pada kepala sel sperma ini juga diselubungi oleh dua enzim yang membantu
sel sperma untuk menembus pertahanan reproduksi wanita. Terdapat enzim
hialuronidase yang berfungsi untuk menembus lapisa korona radiate pada sel telur,
dan enzim akrosin yang berfungsi untuk menembus zona pelusida.

2. Badan

4
Bagian tengah dari sel sperma mengandung banyak mitokondria yang
berguna sebagai sumber energy bagi sel sperma dalam menjalankan aktivitasnya.
Di dalam mitokondria ini, terdapat 11 buah mikrotubulus, serta mempunyai ATP-
ase untuk menghidrolisis (mengolah ATP sebagai bahan utama sumber energi).

3. Ekor

Ekor sperma berbentuk flagella (alat gerak pada mikroorganisme) yang


berbentuk sitoskeleton serta memiliki ukurn yang panjang sekitar 50 mikrometer.
Ukuran panjang dari ekor sel sperma ini sangat menentukan sebuah kecepatan dari
sel sperma. Rata-rata, sel sperma dapat bergerak dengan kecepatan 30 inci/jam.

2.3 Tahap Pembentukan Spermatozoa


1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang
akan menjadi spermatosit primer.

a. Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukanreproduksi (membelah) dengan cara mitosis.
Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan
berkembang menjadi spermatosit primer.
b. Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti
selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan
dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

5
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma
makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti
dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih
yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu
jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I,
spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang
meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase
pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua
spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita
“X”.

Gambar 1. Bagian-bagian sperma

”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel
somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan.

Ada beberapa faktor hormonal yang merangsang spermatogenesis. Faktor


hormonal memainkan peranan penting dalam spermatogenesis. Beberapa
diantaranya adala sebaga berikut:

6
1) Testosteron, yang disekresikan sel – sel leydig yang terletak di
interstisium testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel – sel
germinal testis, yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
2) Luteinizing hormone, yang disekresikan olh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel – sel leydig untuk menyekresi testosteron.
3) Hormon perangsang folikel (FSH), yang juga disekresikan oleh sel – sel
kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel – sel sertoli; tanpa
rangsangan ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (proses
spermiogenesis) tidak akan terjadi.
2.4 Kriteria Sel Sperma Normal
Untuk mengetahui apakah sel sperma dalam tubuh pria memiliki fungsi
yang normal atau tidak, maka dibutuhkan pemeriksaan mikroskopik (dengan
menggunakan mikroskop) dan makroskopik (tanpa menggunakan mikroskop). Ada
beberapa kriteria yang membuat suatu sel sperma itu menjadi normal, kriteria yang
harus dipenuhi adalah :

1. Liquefaksi Sperma

Liquefaksi adalah tampilan sel sperma apakah tampak cair ataupun kental.
Normalnya, cairan sperma akan mencair dalam waktu 15-20 menit. Hal yang
mempengaruhi factor mengapa cairan ini menjadi kental atau cair adalah factor
enzim seminim yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Jika sel sperma setelah
dikeluarkan tampak mencair, maka terdapat kelainan pada vesicular seminalisnya.
Sedangkan jika sel sperma setelah 20 menit masih juga kental, maka terdapat
kelainan pada kelenjar prostatnya yang menghasilkan enzim seminalis.
2. Volume Sperma
Volume sperma manusia yang dihasilkan pada saat ejakulasi rata-rata
adalah 2-5 ml. apabila volume sperma kurang dari 2 ml, maka disebut dengan
hipospermia, sedangkan jika melebihi volume 5 ml disebut dengan hiperspermia.
Volume sperma yang kurang biasanya disebabkan oleh aktivitas ejakulasi yang
terlalu sering dan juga dapat disebabkan oleh adanya penyempitan pada vesica
seminalis. Sedangkan volume sperma yang tinggi berhubungan dengan aktivitas
berlebihan pada kelenjar prostat, atau aktivitas hormone yang berlebihan.

7
3. Jumlah Sperma

Jumlah sperma yang normal adalah 200 juta/ml. jadi, jika sel sperma kurang
dari jumlah tersebut, maka dikatakan dengan kondisi oligozoospermia. Sedangkan
kondisi azospermia adalah kondisi jika tidak ditemukan sel sperma pada cairan
ejakulasi yang diperiksa. Sedangkan jika tidak dapat terjadi ejakulasi pada
seseorang disebut dengan aspermia.

4. Warna Sperma

Warna sperma yang normal adalah berwarna putih kental seperti susu.
Adapun jika warnanya menjadi putih kekuningan, berarti telah terjadi infeksi pada
saluran genitalia. Sedangkan jika warna sperma menjadi merah, maka dipastikan
telah terjadi perdarahan.

5. Bau Sperma

Bau sperma yang normal adalah seperti bau bunga akasia. Bau ini
disebabkan oleh proses oksidasi spermin yang terjadi pada pembentukan cairan
sperma. Keadaan infeksi dapat menyebabkan kelainan pada bau sperma.

6. pH Sperma
pH normal sperma pada manusia adalah bersifat basa, atau dalam rentang
7,2-7,8. pH yang asam dapat terjadi karena proses ketidaknormalan pada kelenjar
prostat, visicu;a seminalis, ataupun kelenjar uretra.

7. Viskositas Sperma

Viskositas atau kekentalan sperma dapat dites dengan menggunakan lidi.


Caranya adalah dengan mengambil sedikit cairan sperma lalu dibentangkan. Jika
viskositas sperma normal, maka akan terbentuk seperti benang dengan panjang 3-
5 cm.

8. Morfologi Sperma

Dalam hal morfologi sperma, penting diperhatikan bentuk, ukuran, dan


penampilan dari sperma itu sendiri. Morfologi ini dapat dilihat di mikroskop.
Menurut WHO, setidaknya harus terdapat 50 % dari jumlah keseluruhan sperma

8
yang diperiksa harus normal dalam bentuk, ukuran, dan penampilannya. Jika
morfologi sperma yang normal kurang dari 30 %, maka disebut dengan
teratozoospermia.

9. Motilitas Sperma

Motilitas atau pergerakan sperma yang normal biasanya bergerak dalam


keadaan maju dalam satu garis lurus dengan kecepatan yang baik. Menurut WHO,
ada 4 macam pengelompokan sperma berdasarkan motolitasnya, yaitu :
 Kelas A, yaitu sperma dengan pergerakan yang maju dalam satu garis lurus
 Kelas B, yaitu sperma dengan pergerakan yang maju dalam garis yang melengkung,
atau maju dalam garis lurus, tetapi lambat
 Kelas C, yaitu sperma dengan pergerakan yang nampak di bagian ekor saja
 Kelas D, yaitu sperma dengan tidak adanya pergerakan sama sekali

Kelainan pada motilitas sperma disebut dengan Asthenozoospermia.

SPERMA ABNORMAL

2.4 Kelainan pada Sel Sperma


1.Jumlah Sperma

Cairan yang dikeluarkan pria pada saat ejakulasi sewaktu senggama disebut
cairan semen.Volume normal cairan semen sekitar 2-5 ml. Cairan semen ini
berwarna putih mutiara dan berbau khas langu dengan pH 7-8. Volume cairan
semen dianggap rendah secara abnormal jika kurang dari 1,5 ml. Volume semen
melebihi 5 ml juga dianggap abnormal. Dalam cairan semen inilah jumlah

9
spermatozoa merupakan penentu keberhasilan memperoleh keturunan. Yang
normal, jumlah spermatozoanya sekitar 20 juta/ml. Pada pria ditemukan kasus
spermatozoa yang kurang (oligozoospermia) atau bahkan tak ditemukan sel
sperma sama sekali (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).
Kecuali sel-sel spermatozoa, dalam cairan semen ini terdapat zat-zat lain yang
berasal dari kelenjar-kelenjar sekitar reproduksi pria.Zat-zat itu berfungsi
menyuplai makanan dan mempertahankan kualitas spermatozoa sehingga bisa
bertahan hidup sampai masuk ke dalam saluran reproduksi wanita, (Tri Bowo,
2011).

2. Kelainan Bentuk (Morfologi)

Sperma yang normal berbentuk seperti kecebong.Terdiri dari kepala, tubuh, dan
ekor. Kelainan seperti kepala kecil atau tak memiliki ekor akan mempengaruhi
pergerakan sperma. Ini tentu saja akan mempersulit sel sperma mencapai sel
telur (Tri Bowo, 2011).

3.Pergerakan Lemah

Untuk mencapai sel telur, sel sperma harus mampu melakukan perjalanan
panjang.Ini pun menjadi penentu terjadinya pembuahan. Jumlah sel sperma
yang cukup, jika tak dibarengi pergerakan yang normal, membuat sel sperma
tak akan mencapai sel telur. Sebaliknya, kendati jumlahnya sedikit namun
pergerakannya cepat, bisa mencapai sel telur (Tri Bowo, 2011).Kasus lemahnya
pergerakan sperma (asthenozoospermia) kerap dijumpai.Adakalanya
spermatozoa mati (necrozoospermia). Gerakan spermatozoa dibagi dalam 4
kategori, yaitu:
* Bergerak cepat dan maju lurus
* Bergerak lambat dan sulit maju lurus
* Tak bergerak maju (bergerak di tempat)
* Tak bergerak
Sperma dikatakan normal bila memiliki gerakan normal dengan kategori a lebih
besar atau sama dengan 25% atau kategori b lebih besar atau sama dengan 50%.
Spermatozoa yang normal satu sama lain terpisah dan bergerak sesuai arahnya
masing-masing. Dalam keadaan tertentu, spermatozoa abnormal bergerombol,

10
berikatan satu sama lain, dan tak bergerak.Keadaan tersebut dikatakan terjadi
aglutinasi. Aglutinasi dapat terjadi karena terjadi kelainan imunologis di mana
sel telur menolak sel sperma.

4.Cairan Semen Terlalu Kental

Cairan semen yang terlalu kental mengakibatkan sel sperma sulit


bergerak.Pembuahan pun jadi sulit karena sel sperma tak berhasil mencapai sel
telur. Pada kasus normal, saat diejakulasikan, cairan semen dalam bentuk yang
kental akan mencair (liquifaksi) antara 15-60 menit.

5.Saluran Tersumbat

Saat ejakulasi, sperma keluar dari testis menuju penis melalui saluran yang
sangat halus.Jika saluran-saluran itu tersumbat, maka sperma tak bisa
keluar.Umumnya hal ini disebabkan trauma pada benturan.Bisa juga karena
kurang menjaga kebersihan alat kelamin sehingga menyuburkan kehidupan
virus atau bakteri.

6.Kerusakan Testis

Testis dapat rusak karena virus dan berbagai infeksi, seperti gondongan,
gonorrhea,sifilis, dan sebagainya. Untuk diketahui, testis merupakan pabrik
sperma. Dengan demikian kesehatannya harus dijaga karena testis yang sehat
akan menghasilkan sperma yang baik secara kualitas dan kuantitas. Testis ini
sangat sensitif.Mudah sekali dipengaruhi oleh faktor-faktor luar.Jika testis
terganggu, produksi sperma bisa terganggu.Mungkin saat berhubungan, pria
tetap mengeluarkan sperma.Hanya saja tanpa sel sperma (azoospermia), (Tri
Bowo, 2011).

2.5 Persiapan dan Sampling


Analisis semen manusia memiliki beberapa tahapan proses dan parameter
yang dilakukan sebelum dikeluarkannya semen dan pada tahap proses analisis
pemeriksaannya, yaitu :

11
2.5.1 Pengeluaran dan penampungan semen
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk
memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut
mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara
pengeluaran dan penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara
pengeluaran, penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium. Sebelum
pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan
sebagai berikut :

a. Melakukan abstinensia selam 3 – 5 hari, paling lama selama 7 hari.


b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus
dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboraturium
paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan.
c. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih
dan steril ( jangan sampai tumpah ), Kemudian botol ditutup rapat-rapat
dan diberi nama yang bersangkutan.
d. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan
pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa
sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis
sperma sekali saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara
produksi sperma dalam satu individu.
e. Sperma dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/masturbasi),
bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus
(koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.
f. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau
kondom.

2.4.2 Tempat Penampung Sperma


Sebenarnya semua alat boleh dipakai asalkan tempat tersebut tidak
mengandung spermatotoxic. Sperma sangat tidak dianjurkan ditampung pada
tempat-tempat yang terbuat dari :

12
1. Logam, sebab logam bisa mengganggu muatan listrik dan sperma, sehingga
pergerakannya tergaggu.
2. Plastik sebab plastik umumnya mengandung gugus fenol (C6H5OH)
sehingga sperma akan rusak. Pada umumnya tempat yang digunakan
menampung sperma terbuat dari gelas yang bersih tidak mengandung
spermatotoxic. Tetapi sperma dilarang ditempat yang terbuat dari :
 Tempat penampung sperma dianjurkan ditampung pada
tempat yang terbuat dari bahan yang tidak bereaksi apa-apa.
 Tempat penampung sperma harus bermulut lebar supaya
muat pada penis
 Tempat diberi penutup agar tidak terkontaminasi
 Ukuran tempat penampung sperma 50 ml – 100 ml.

2.5.2 Cara Memperoleh Sperma


Adapun cara-cara yang digunakan untuk memperoleh sampel sperma yaitu
dengan :

1. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling dianjurkan.
Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki (penis) berulang-ulang,
sampai terjadi ketegangan dan pada klimaks akan keluar sperma. Sebelum
melakukan masturbasi hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar
oleh kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam
menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly. Tetapi saat
dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya sperma. Kebaikan dari
cara ini, di samping menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung
sperma, juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat
dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol kaca yang
bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan tempat lain dengan
syarat tidak spermatotoksik.
2. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan hubungan saat akan
keluar sperma. Walaupun cara ini banyak dilakukan untuk memperoleh
sampel sperma untuk diperiksa, namun cara ini kurang baik karena hasilnya

13
kurang dapat dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila hasil
pemeriksaannya mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya di
bawah kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya
dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina sehingga tidak
sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa
sperma yang dikeluarkan pada waktu ejakulasi terbagi menjadi beberapa
tahap, paling sedikit dua tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat
yang mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap yang
kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau bahkan sering tidak
dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung porsi fruktosa yang terbanyak.
Dalam pengendalian orgasme sewaktu melakukan interuptus tidak
menjamin bahwa sebagian besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di
vagina sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang tidak
lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai kondom untuk
menampung mani tidak dianjurkan dan tidak diperkenankan karena zat-zat
pada permukaan karet kondom mengandung suatu bahan yang bersifat
spermicidal yang mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh
spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan. Selain
daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma sewaktu pelepasan
kondom atau menuangkan ke botol penampung. Tetapi ada beberapa
kondom khusus yang dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma,
karena bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma ialah
dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai ukuran, terbuat dari plastik
dengan permukaan halus, dapat digerakkan dengan baterai yang
menghasilkan getaran lembut. Alat ini kalau ditempelkan pada glans penis,
akan menimbulkan rasa seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup
lama, diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama

14
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak dianjurkan
karena dipergunakan cairan fisiologis untuk pembilasan, dan sperma
tercampur dengan sekret vagina, sehingga akan didapatkan hasil yang tidak
mencerminkan keadaan sesungguhnya.

2.6 Metode Pemeriksaan


2.6.1 Pemeriksaan Makroskopis Semen
Pemeriksaan makroskopis semen meliputi pemeriksaan : warna semen,
volume semen, pH semen, bau semen, Liquefection, dan viskositas (kekentalan)
semen.

1. Warna semen, pada umumnya berwarna putih keruh, ada yang


berwarna jernih, dan ada juga yang berwarna kemerahan.
2. Volume semen, ditentukan dengan menggunakan gelas ukur 10 mL.
3. Viskositas semen, diukur setelah terjadi pencairan (likuifasi) yang
sempurna.
Makna klinis :
 Jika semen terlalu kental (panjang benang > 5 cm) maka enzim
likuefaksi dari prostat kurang berfungsi.
 Jika terlalu encer (panjang benang ≥ 8 maka radang akut pada kelenjar
genitalia tambahan atau epiddiymitis. Sedang pada pH ≥ 6 ml

Hypospermia disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

- Sampel tumpah karena tidak hati-hati, ini disebut kesalahan tehnis.


- Gangguan patologis dan genetis pada organ genitalia
- Vesicula seminalis tidak berfungsi
- Gangguan hormonal atau akibat radang.

Hyperspermia disebabkan oleh abstinensi yang terlalu lama dan kelenjar


genitalia tambahan terlalu aktif.
4. pH semen, penentuan dilakukan setelah likuifasi sempurna, yaitu
dengan kertas pH.

15
5. Liquefection, setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat
ada gangguan.
Makna Klinis :
Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit atau lebih lama lagi
berarti terjadi gangguan pada kelenjar prostat dan defisiensi enzim
seminin.
6. Bau sperma, bau yang khas atau spesifik.

2.5.2 Pemeriksaan Mikroskopis Semen


Pemeriksaan mikroskopis semen memerlukan ketelitian dan kecermatan
yang tinggi, karena kesimpulan hasil analisis semen banyak ditentukan dari
pemeriksaan mikroskopis semen. Pemeriksaan ini meliputi :

1. Kecepatan gerak sperma (velocity) ; kecepatan gerakan sperma (dalam


detik) ditentukan secara objectif dengan stopwatch. Sperma yang
gerakannya paling cepat dan lurus saja yang dicatat, karena kecepatan
gerakan sperma merupakan salah satu factor penting fertilitas.
2. Motilitas sperma ; pemeriksaan motilitas dilakukan satu jam setelah
ejakulasi. Dengan menggunakan alat hitung ditentukan jenis motilitas
progresif lurus cepat, lurus lambat, gerak ditempat, tidak bergerak.
Berdasarkan mekanisme motilitas tersebut dapat dibedakan dua macam
motilitas spermatozoa, yaitu :
 Spermatozoa Motilitas Baik
Spermatozoa bergerak lurus kedepan, lincah, cepat dengan beat ekor
yang berirama.
 Spermatozoa Motilitas Kurang Baik
Semua motilitas spermatozoa kecuali yang tersebut spermatozoa
motilitas baik, dianggap spermatozoa dengan motilitas kurang baik
ataujelek.
Yang termasuk motilitas spermatozoa kurang baik ialah :
1) Motilitas bergetar atau berputar
Spermatozoa hanya bergetar dalam satu bidang saja dan kadang-
kadang berhenti. Ekor hanya bergetar kekiri atau ke kanan tak
bergetar rotasi meskipun frekuensi getarnya dapat tinggi. Karena

16
terdapat kelainan morfologis atau kelainan pengantaran energi
gerak melingkar maka spermatozoa dapat menempuh gerakkan
kurva, spematozoa motilitasnya berputar-putar saja.
2) Motilitas tanpa arah
Pada keadaan ini ekor spermatozoa dapat bergetar tinggi atau
rendah. Kepala bergerak tak teratur. Kelainan ini disebabkan
adanya bentuk spermatozoa abnormal maupun distribusi dan
pengantaran energi tak normal pada spermatozoa.
3) Motilitas karena asimetri kepala atau ekor
Motilitas jenis ini disebabkan karena kelainan morfologi
spermatozoa sehingga memyebabkan motilitasnya melingkar
baik searah maupun berlawanan dengan jarum jam. Kalau
morfologi ekor spermatozoa asimetri, amplitudo getaran juga
tidak teratur. Kalau pengantaran energi rotasi ada atau tak teratur
sedang ekor asimetri terjadi motilitas dengan arah melingkar.
4) Motilitas spermatozoa imatur
Spermatozoa imatur mungkin berbentuk normal dan mungkin
pula tidak normal karena adanya beban droplet (sisa) sitoplasma
maka arah gerak kepala berat sebelah. Kalau sistem pengantaran
energi belum masak pula dapat terjadi motilitas yang bemacam-
macam “rocking” melingkar dan gerak tak teratur. Demikian pula
andaikata sisa sitoplasma terletak dibagian tengah atau ekor
spermatozoa motilitas yang timbul akan bermacam-macam.
5) Motilitas spermatozoa teraglutinasi
Motilitas spermatozoa ini terbatas karena spermatozoa melekat
satu dengan yang lain (aglutinasi sejati) atau karena melekat pada
benda lain (sel bulat, kristal, bakteri, protozoa dll) bila terdapat
aglutinasi palsu. Tergantung macam aglutinasi (kepala-kepala,
ekor-ekor, dan ekor-kepala) motilitas yang terjadi akan berlainan
pula.
6) Motilitas spermatozoa terperangkap
Motilitas jenis ini terbatas karena terperangkap oleh sperma yang
belum mengalami likuefaksi total, meskipun telah melewati batas

17
normal waktu likuefaksi. Hal ini akan terlihat kalau sperma
diperiksa motilitas berurutan yaitu langsung setelah ejakulasi dan
setiap setengah jam setelah ejakulasi.
7) Motilitas spermatozoa yang lemah
Spema yang kekurangan energi mempunyai gerakan lemah,
meskipun arahnya ke depan beat ekor teratur, lurus namun tak
lincah. Hal ini dapat disebabkan karena sperma telah lama tak
diperiksa, sehingga energi untuk motilias berkurang. Dalam hal
ini fruktosa telah banyak dipecah (fruktolisis). Penyebab lain
ialah memang cadangan energi berkurang sejak awal misalnya
pada kelainan vesika seminalis.
 Spermatozoa yang tidak bergerak
Spermatozoa yang sama sekali tidak bergerak dan tetap diam
ditempat.
3. Konsentrasi sperma ; diawali dengan menentukan kerapatan sperma
pada hemositometer Neubauer untuk menentukan factor pengencer dan
kemudian dihitung dengan rumus.
4. Jumlah sperma total ; diperoleh dari mengalirkan sperma dengan
volume ejakulat.
5. Viabilitas sperma ; menentukan jumlah sperma yang masih hidup
dengan pewarnaan supravital dengan menggunakan larutan eosin Y.
6. Morfologi sperma ; untuk mengetahui berapa presentase sperma yang
memiliki morfologi normal dan yang abnormal.
Pemeriksaan morfologi spermatozoa ditujukan untuk melihat
bentuk-bentuk spermatozoa yang didasarkan atas bentuk kepala dari
spermatozoa. Seperti diketahui spermatozoa mempunyai beberapa
macam bentuk. Dengan pemeriksaan ini diketahui beberapa banyak
bentuk spermatozoa normal dan abnormal. Bentuk yang normal adalah
spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval dan mempunyai ekor yang
panjang. Untuk pemeriksaan morfologi ini dimulai dengan pembuatan
preparat smear di atas objek glass, yang dibiarkan kering dalam
temperatur kamar. Setelah preparat smear tersebut kering, maka
selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan.

18
Agar memperoleh hasil yang baik pemeriksaan morfologi
spermatozoa dilakukan pengecatan khusus. Terdapat berbagai macam
pengecatan guna memeriksa morfologi spermatozoa, diantaranya
Giemsa, Wright, Romanowsky, May Grunwald, Kiewit de Jong.
7. Aglutinasi sperma ; terjadi karena sperma motil saling melekat satu
dengan lainnya, kepala dengan kepala, leher dengan leher, ekor dengan
ekor, atau percampuran antara leher dengan ekor. Ini merupakan bukti
adanya factor immunologi sebagai penyebab infertilitas.
8. Uji HOS (Hipoosmotic swelling test); didasarkan pada sifat
semipermeable membrane ekor sperma.
9. Elemen seluler bukan sperma ; antara lain sel leukosit, eritrosit, dll.

2.5.3 Pemeriksaan Kimia


Karbohidrat yang ada dalam mani ialah fruktosa dan kadar fruktosa itu
mempunyai korelasibpositif dengan kadar testosterone dalm tubuh. Penetapan
kadar fruktosa memakai reaksi Selivanoff sebagai dasar. Pada reaksi itu fruktosa
bereaksi dengan resorcinol dengan menyusun warna merah.

1. Parameter : Penetapan Fruktosa


2. Tujuan : Untuk mengetahui dan menentukan kadar fruktosa dalam
semen yang bertalian dengan kadar testosteron.
3. Prinsip : Fruktosa akan berubah menjadi furfural oleh pengaruh HCl dan
pemanasan, furfural yang terjadi akan berkondensasi dengan resorsinol
menyusun senyawa yang berwarna merah.

4. Reagensia :
a. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5 g
Ba(OH)2.8H2O dalam 1000 ml aqusdest.
b. Larutan ZnSO4 0,175 M dibuat dari 50 g ZnSO4.7H2O dalam
1000 ml aquadest.
c. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan ini
bertahan 2 bulan bila disimpan dalan lemari es.

19
d. HCl 10 N dibuat dari 1 volume aquadest ditambah 6 volume HCl
pekat.
e. Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100 ml
larutan asam benzoat 0,2%.
f. Standard fruktosa sebagai larutan kerja. 1 ml standard fruktosa
stock diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Pada cara
dicantumkan dibawah, larutan kerja ini sesuai dengan 200 mg
/dl fruktosa mani.
5. Prosedur Kerja :
a. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan
terlebih dahulu mengencerkan 0,1 ml mani dengan 2,9 ml air.
Kemudian tambah 0,5 ml larutan Ba(OH)2, campur, tambahkan
0,5 ml larutan ZnSO4, campur lagi dan pusinglah kuat-kuat.
b. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko). Tabung
T diisi 2 ml cairan atas dari langkah 1, tabung S diisi 2 ml
standard fruktosa larutan kerja dan tabung B diisi 2 ml air/
aquadest.
 Blanko Standard Sampel
1) Aquadest 2 ml -- --
2) Standard -- 2 ml –
3) Sampel -- -- 2 ml
4) Resorsinol 2 ml 2 ml 2 ml
5) HCl 6 ml 6 ml 6 ml
c. Kepada tabung T, S dan B masing dibubuhkan 2 ml resorsinol
dan 6 ml HCl.
d. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dalam bejana air
90OC selama 10 menit.
e. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm.
f. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/AS x 200 = mg / dl
fruktosa mani.

Catatan :

20
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450 mg/dl dan fruktosa itu
berasal dari vesiculae seminales. Selain dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam
tubuh, banyaknya fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-
proses dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii, pada hipoplasia dan
radang vesiculae seminales dan pada penyumbatan partial ductuli ejaculatorii
kadar fruktosa menurun. Penyumbatan ductuli ejaculatorii yang total berakibat
kadar fruktosa dalam mani menjadi nol.

2.5.4 Pemeriksaan Imunologi


Pada beberapa wanita antigen sperma menyebabkan timbulnya antibodi
terhadap antigen spesifik atau permukaan pada sperma dan menyebabkan
infertilitas. Menurut Burnett, antigen jaringan yang telah ada dalam tubuh sebelum
sistem imunologik berfungsi dikenal sebagai self antigen, sedangkan antigen
jaringan yang timbul setelah sistem imunologik berfungsi sebagai non self antigen.
Spermatozoa dapat digolongkan self antigen karena diproduksi jauh setelah sistem
imunologik berfungsi, sehingga ia dianggap sebagai antigen asing. Antigen tersebut
dapat berasal dari spermatozoa sendiri, atau dari plasma semen.

Selain itu dapat juga terjadi keadaan autoimun terhadap semen dan komponen
sperma yang biasanya terjadi pada suami yang pernah mengalami proses pada
genitalianya termasuk vasektomi dan infeksi (mumps). Beberapa penyakit
autoimun dapat menyebabkan suatu keadaan infertilitas. Geva dalam tulisannya
tentang autoimunitas dan reproduksi mendapatkan bahwa banyaknya autoantibodi
dalam serum berhubungan dengan kegagalan kehamilan yang berulang,
endometriosis, kegagalan ovarium prematur (prematur ovarian failure/POF),
infertilitas yang tak jelas penyebabnya(unexplained infertility), dan kegagalan
fertilisasi invitro (IVF). Beberapa jenis antibodi yang dapat dideteksi antara lain
antibodi antifosfolipid (APA), antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus,
antibodi antinuklear (ANA), Antibodi anti-DNA, faktor rhematoid, antibodi
antitiroid, autoantibodi anti oavarium, dan antibodi otot polos (smooth muscle
antibodies). Dalam tulisannya Geva berkesimpulan bahwa abnormalitas autoimun
mungkin menyebabkan kegagalan reproduksi (infertilitas) dan sebaliknya

21
kegagalan reproduksi dapat merupakan manifestasi awal dari penyakit autoimun
yang belum terdiagnosis.

Berkut adalah test imunologi sperma :

1. Uji Isojima (Sperm immobilization test)


Immobilisasi sperma yang tergantung komplemen merupakan dasar dari
test antibodi sperma ini. Interaksi antara molekul antibodi dan antigen sperma
mengaktifkan sistem komplemen dan mengganggu permeabilitas dan integritas
membran sel sperma (akrosom dan bagian tengah). Pengaruh yang dapat dilihat
secara mikroskopik adalah hilangnya motilitas sperma diikuti kematian sel.
Aktivitas immobilisasi sperma terletak pada faksi IgG dan IgM dari semen yang
positif yang dapt digunakan sebagai dasar pemeriksaan aktivitas antisperma
humoral. Tes immobilisasi sperma ini adalah suatu metode pilihan untuk
skrining antibodi serum wanita dan juga dapat dikerjakan pada pemeriksaan
antibodi serviks. Spermatozoa yang digunakan dalam tes immobilisasi ini
haruslah sperma yang baru diejakulasikan dengan kualitas yang baik. Serum
yang digunakan masih segar. Serum penderita dipanaskan pada suhu 56 C
selama 20 menit untuk mengaktifkan komplemen, kedalam 0,25 ml serum
percobaan yang inaktif tersebut dimasukkan 0,025 ml semen yang segar yang
telah disesuaikan jumlah spermanya sebanyak 60 juta per ml. Kedalamnya
ditambahkan pula 0,05 ml serum manusia sebagai komplemen. Campuran
tersebut diinkubasi dalam penangas air pada 32 C yang lebih sesuai dengan
temperatur testis dalam skrotum. Sebagai kontrol 0,025 ml serum manusia
inaktif tanpa aktivitas imobilisasi 0,05 ml larutan komplemen dan 0,025 ml
suspensi sperma dicampurkan dan diinkubasi. Setelah 60 menit, 1 tetes dari
campuran diletakkan pada gelas objek dasn motilitas sperma dilihat dibawah
mikroskop, dihitung jumlah sperma motil diantara 50 spermatozoa. Cara ini
diulangi sampai 40 lapangan pandangan. Persentase sperma motil diantara 200
spermatozoa dihitung sebagai T% dan kontrol sebagai C%. Nilai ini imobilitas
dihitung sebagai C/T. Hasil dianggap positif apabila T kurang dari ½ C.

2. Uji Kremer & Jager ( Tes kontak sperma-cairan serviks)

22
Tes ini pertama kali dilakukan oleh Kremer dan Jager untuk melihat
antibodi lokal pada pasangan infertil. Hasil positif menunjukkan adanya
antibodi antisperma baik pada seman, cairan serviks atau keduanya. Tas ini
sangat bernilai untuk mendeteksi antibodi lokal dan juga cocok untuk uji silang.
Setetes lendir istri praovulasi dengan tanda-tanda pengaruh estrogen yang baik
dan pH lebih dari 7 diletakkan pada sebuah gelas objek disamping stetes air
mani suami. Kedua tetesan itu dicampur dan diaduk dengan sebuah gelas
penutup, yang kemudian dipakai untuk menutup campuran itu. Setetes air mani
yang sama diletakkan pada gelas objek itu juga, kemudian ditutup dengan gelas
penutup. Penilaian dilakukan dengan membandingkan mobilitas spermatozoa
dari kedua sediaan itu. Sediaan itu kemudian disimpan kedalam tatakan peetri
yang lembab, pad suhu kamar selama 30 menit, untuk kemudian diamati lagi.
Menurut Kremer & Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju
spermatozoa akan berubah menjadi terhenti atau gemetaran ditempat (shaking
movement) kalau bersinggungan dengan lendir serviks. Perangai gemetar
ditempat ini terjadi juga kalu air mani yang normal bersingggungan dengan
lendir serviks wanita yang serumnya mengandung antibodi terhadap
spermatozoa.

3. Indirect immunobead binding (IBD) test


Tes ini menggunakan butir (bead) poliakrilimida yang berikatan dengan
antiimunoglobulin spesifik butir tersebut kemudian dicampur dengan sperma
segar yang viabel dan dicuci atau tidak dicuci. Sampel semen dengan antibodi
antisperma (+) dari donor dan disiapkan dengan cara/metode renang atas untuk
mendapatkan sperma yang mengandung ± 50 x 10 /ml sperma motil. Sepuluh
mikroliter plasma semen masing-masing dilarutkan dalam 40 μL phosphate
buffered saline (PBS) ditambah dengan 5% (50g/L) albumin serum sapi (BSA)
dalam tabung Effendorp, dan 50 μL suspensi sperma ditambahkan pada
masing-masing tabung dan dicampur secara hati-hati. Sampel kemudian
diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 menit dan kemudian disentrifus selama 5
menit pada putaran 500 putaran permenit. Supernataan dibuang dan endapan
sperma dicampur lagi dengan 500 μL PBS + 0,4% BSA dan disentrifus selama

23
5 menit pada 500 ppm. Supernatan dibuang dan enadpan sperma dilarutkan lagi
dengan 50 μL PBS segar ditambah 5% BSA.
Dengan 2 slide yang berbeda 5 μL suspensi sperma tadi dicampur dengan 5 μL
immunobead GAM yang mengandung campuran imunoglobulin antihuman
immunobead (IgG, IgA, dan IgM). Slide kemudian diinkubasi selama 10 menit
dan kemudian diperiksa dengan pembesaran 400 kali dengan mikroskop
kontras. Setidaknya 200 sperma motil dihitung, dikelompokkan menjadi 2,
yang dengan dempet imunobead (immunobead attached) dan tanpa dempet
imunobead. Lokalisasi band bead juga diperiksa (misalnya kepala, midpiece,
ekor an ujung ekor). 16,18 Peersentase sperma yang motil dengan GAM
imunobead dihitung. Tes dikatakan positif bila ≥ 20% sperma motil
mempunyai bead attache dan secara klinik bermakna bila ≥ 50% dilapisi bead.
Keuntungan tes ini adalah bersifat semikuantitaf, mampu mendeteksi isotif dan
lokasi fisik ASA, baik dalam hal sensitivitas dan spesifisitas.
Sedangkan kerugiannya yaitu membutuhkan staf yang trampil, mahal,
memerlukan waktu yang banyak, dan sulit dalam interpretasi. Beberapa metode
lain yang dikembangkan dari metode ini yaitu modifikasi metode imunobead
(modified immunobead method), dan mixed immunobead screen.

4. Mixed antiglobulin reaction (MAR) test


Eritrosit golongan darah O dengan Rh-positif dilapisi oleh IgG atau
IgA, dicampur dengan sperma viabel yang dicuci ataupun tidak dicuci.
Antiserum yang spesifik terhadap imunoglobulin pada eritrosit ditambahkan,
dan akan terjadi aglutinasi sperma eritrosit bila ada antibodi antisperma.
Aglutinasi ini dapat dinilai secara semikuantitatif dengan menggunakan
mikroskop.

5. Elisa (enzym linked immunosorbent assay)


Antibodi spesifik dapat diikat oleh suatu enzim. Komplek antibodi-
enzim imunoglobulin adpat dideteksi dengan menambahkan subsrat enzim
spesifik, yang biasanya menghasilkan perubahan warna. Keuntungan metode
ini adalah spesifik dan kuantitatif.

24
6. Tray aglutination test (TAT)

TAT dignakan untuk mendeteksi adanya antibodi anti sperma dalam


serum atau semen pasien. Cairan yang akan diperiksa dilarutkan secara serial
setelah dilakukan pemanasan untuk menginaktivasi komplemen. Kemudian
ditambahkan sperma motil yang dicuci dari donor yang sehat kedalam contoh
cairaan. Persentase aglutinasi sperma dihitung dengan bantuan mikroskop
cahaya.

7. Gelatin aglutination test


Pada test ini spermatozoa motil dicampur dengan medium gelatin dan
sperma atau cairan ditambahkan kedalam campuran tersebut secara serial.
Aglutinasi dapat dilihat secara mikroskopik. Tes ini digunakan secara luas pada
suami pasangan infertil, sedangkan penggunaan paad isteri kurang memberikan
hasil yang baik. Walaupun tidak dianjurkan lagi aktivitas aglutinasi gelatin
terletaak pada IgG, IgA daan IgM. Metode ini membutuhkan kontrol dan
interpretasi yang teliti.

8. Teknik immunofluresens
Pemeriksaan ini terdiri dari tiga langkah dasar, Subsrat antigen
disiapkan dengan cara membuat apusan spermatozoa yang dikeringkan
diudara. Sediaan kemudian ditetesi serum yang diperiksa (atau cairan serviks
atau plasma semen) dan dilakukan pemeriksaan imunofluresens terhadap
imunoglobulin. Reaksi antigen antibodi antara semen dan cairan saluran
reproduksi dan sel-sel sperma dapat dilihat dan dilokalisasi secara makroskopik
dan penampakannya berhubungan dengan anatomi spermatozoa.
Reaksi pewarnaan yang lemah pada kasus yang meragukan seringkali
didapatkan dan hasil yang dianggap positif bila diadpatkan pada pengenceran
lebih dari 1/16. Beberapa bagian sperma seperti kutub, leher dan bagian tengah
adalah tempet yang menimbulkan warna nonspesifik. Antibodi antisperma
dalam darah bereaksi pada teknik imunofluoresens hanya terhadap antigen
diakrosom dan ekor. Pewarnaan akrosom terjadi karena adanya antibodi IgM

25
dan IgG, dan pewarnaan pada ekor utama hampir selalu disebabkan oleh IgG.
Sedangkan pewarnaan pada ujung ekor disebabkan oleh adanya antibodi IgM.

9. Flow cytometry
Sampel plasma semen sebanyak 50 μL dicampur dengan 40 μL PBS
ditambah 5% albumin serum goat. Sepuluh mikroliter suspensi sperma yang
disiapkan dengan metode renang atas dari donor dengan antibodi anti sperma
(-) mengandung ± 125.000 sperma motil ditambahkan pada tiap sampel.
Kontrol menggunakan sampel yang diketahui positif atau negatif terhadap
ASA. Setelah inkubasi paada suhu 37 C daalam inkubator yang mengandung
CO2 5% selama 1 jam, sperma dicuci sebanyak 2 kali untuk menghilangkan
antibodi yang tidak terikat. Satu mililiter PBS ditambahkan dan campuran
digoyang-goyang teratur. Tabung kemudian disentrifus selama 5 menit pada
500 ppm dan supernatan dipisahkan. Endapan sperma dicampur lagi dengan 1
ml PBS dan kemudian dicuci ulang. Setelah disentrifus, endapan diencerkan
lagi dengan 50 μL larutan fluoresens isotiosianat konjugat (FITC) yang
mengandung imunoglobulin IgA, IgG, IgM dan diinkubasi selama 1 jam pada
suhu 4 C dan terhindar dari sinar. Antibodi yang tidak terikat dihilangkan
dengan mencuci menggunakan PBS sebanyak 2 kali dan sperma dianalisis
dengan flow cytometry. Sebanyak ± 5000 sperma dianalisis dari tiap sampel
menggunakan histogram. Dihitung berapa persen sperma yang dilapisi
antibodi. Bila < 20% dikatakan negatif dan bila ≥ 20% dikatakan positif.
Berdasarkan hasil, metode, dan ketelitian pemeriksaan antibodi antisperma,
beberapa petunjuk untuk langkah pemeriksaan pasangan pasangan infertil
dengan kemungkinan adanya faktor imunologi telah diusulkan oleh Jones. Ia
membuat suatu pedoman meliputi :
a. Tes imobilisasi sperma cocok sebagai tes untuk skrining terhadap
adanya antibodi suami atau isteri dan juga dapat digunakan untuk
pemeriksaan lendir serviks.
b. Tes kontak sperma – lendir serviks untuk melihat faktor imunologis
lokal. Dengan uji silang menggunakan sperma atau lendir serviks
donor dapat ditentukan apakah aktivitas antibodi berasal dari isteri
atau suami.

26
c. Tes aglutinasi dengan gelatin cocok digunakan untuk suami,
khususnya plasma semen, tapi memerlukan interpretasi yang teliti.
d. Antibodi lokal (SIgA) tidak dapat dideteksi pada lendir serviks dan
plasma semen dengan tes konvensional untuk antibodi antisperma
serum.
e. Tes mikroaglutinasi sperma sebaiknya dihindarkan.
f. Tes menggunakan mikroskop imunofluoresens tak langsung bukan
merupakan tes rutin, tapi mungkin bermanfaat untuk menilai sifat
reaksi antigen-antibodi dalam suatu penelitian.

27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel ini mempunyai ukuran
panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Pemeriksaan sperma (lebih tepatnya analisis
semen) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur jumlah serta kualitas
semen dan sperma seorang pria. Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan
apakah ada masalah pada system produksi seperma atau pada kualitas sperma, yang
menjadi biang ketidaksuburan. Pemeriksaan sperma dibagi menjadi tiga macam
yaitu pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, dan kimiawi sperma. Pemeriksaan
kimiawi sperma sendiri terbatas pada perhitungan kadar fruktosa, yang mana
fruktosa tersebut berasal dari organ vesicular seminalis.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat dijadikan media bacaan yang
mungkin bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita tentang sel sperma.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Analisis Kimia Sperma dan Imunologi Sperma
2. Hepler OE. 1956. Manual of Clinical Laboratory Methods, 4 ed. Inggris:
SprinfieldIllinois USA: Charles C Thomas Publisher.
3. Gandasoebrata R. 1970. Penuntun Laboratorium Klinic, cetakan k-4.
Jakarta:Penerbit Dian Rakyat.
4. https://www.scribd.com/document/267981929/Makalah-Sperma Diakses
pada tanggal 15 November 2018
5. https://www.scribd.com/document/342757012/makalah-pemeriksaan-
SPERMA Diakses pada tanggal 15 November 2018
6. http://doktersehat.com/waspadai-adanya-darah-pada-cairan-sperma/
Diakses pada tanggal 20 November 2018
7. http://www.atlm.web.id/2014/11/makalah-sperma.html?m=1 Diakses pada
tanggal 20 November 2018
8. http://www.ilmudasar.com/2016/11/Pengertian-Struktur-Pembentukan-
Fungsi-Sperma-Adalah.html?m=1 Diakses pada tanggal 20 November 2018

29

Anda mungkin juga menyukai