TINJAUAN PUSTAKA
Definisi SKA adalah kumpulan gejala dan tanda klinis yang timbul akibat
adanya iskemia miokard secara mendadak karena penurunan aliran darah menuju
jantung. Sindroma Koroner Akut meliputi angina pectoris tidak stabil (unstable
angina/UA) dan infark miokard akut (IMA). Infark Miokard Akut sendiri dibagi
Insiden SKA di Eropa diperkirakan satu per 80 sampai satu per 170
populasi per-tahun. Pasien SKA yang terdiagnosis menjadi STEMI sebanyak 30%,
nyeri dada di Unit Gawat Darurat (UGD) di Amerika Serikat adalah sebanyak 5,8
Amerika menderita IMA dan 40% diantaranya meninggal dunia. Data insiden
1
terjadinya IMA di Amerika tahun 2004 adalah satu per 250 sampai satu per 500
populasi per tahun. Angka kejadian SKA di Inggris mencapai 150.000 kejadian
pertahun dan menyebabkan kematian 33.000 orang pertahun (Yusuf, 2004). Data
kematian. Data yang dikumpulkan dari UGD Pusat Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita Jakarta pada tahun 2009 terdapat 3862 pasien dan pada
tahun 2010 sejumlah 2529 pasien dengan diagnosis SKA (Irmalita, 2009). Angka
muncul karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner yang berawal dari
terbentuknya plak atherosklerosis (Libby, 2005). Lima proses yang berperan pada
terjadinya SKA adalah (1) ruptur plak atherosklerosis, (2) aktivasi, agregasi, dan
elemen darah, gangguan aliran darah, dan abnormalitas dinding pembuluh darah
2
intima pembuluh darah arteri koroner, aktivasi endotel, pengerahan monosit,
berhubungan dengan efek sitotoksik dari oksidase lipid dan thrombosis yang
seperti infeksi dan stress oksidatif (Ahmad, 2012). Kerusakan sel endotel yang
diikuti dengan migrasi kolesterol LDL ke dalam tunika intima akan menyebabkan
aktivasi molekul adesi dan sekresi sitokin pro inflamasi seperti Interleukin-6 (IL-
protein fase akut seperti C-Reactive Protein (CRP). Interleukin-6 juga memiliki
efek inotropik negatif melalui sintesis Nitrit Oxide (NO) di otot jantung. TNF-α
memiliki efek inhibisi terhadap kontraksi otot jantung secara langsung dan tidak
teroksidasi dan berubah menjadi sel busa (foam cell), selanjutnya membentuk
fatty streaks. Beberapa sel busa mengalami apoptosis dan disintegrasi menjadi
3
busa, debris apoptosis, dan bahan lain seperti kolagen dan faktor von Willebrand
akan membentuk inti dari plak (Kleinschmidt, 2006). Kapsul fibrosis yang
terbentuk dari sel otot polos tunika media yang bermigrasi ke tunika intima, dan
membungkus inti lipid untuk melindunginya dari paparan aliran darah (Grech,
2004).
antara komposisi kapsul fibrosis sel otot polos dan inti lipid. Proses inflamasi
kolagen dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak. Sel otot pembuluh darah pada
Penipisan kapsul fibrosis akibat proses apoptosis akan memicu rupturnya plak
4
Gambar 2.1. Mekanisme terbentuknya plak atherosklerosis. (A) Fase awal disfungsi endotel;
(B) Pembentukan fatty streaks; (C) Pembentukan lesi atherosklerotik yang semakin kompleks;
(D) Ruptur plak (Ross, 1999).
koagulasi. Kaskade koagulasi teraktivasi akibat paparan tissue factor pada tempat
inhibitor-1 meningkat pada pasien dengan faktor risiko penyakit jantung koroner,
5
potensi terbentuknya trombus dalam bentuk yang lebih besar, sehingga
vasokonstriksi thrombin dependent terjadi jika dinding pembuluh darah rusak dan
serotonin dan TXA2 dengan sel otot polos pembuluh darah (Thereoux, 1998).
akibat gangguan perfusi di otot jantung. Sel otot jantung yang kekurangan oksigen
Akumulasi laktat secara lokal akan mengaktifkan reseptor nyeri perifer sehingga
6
2.1.4 Faktor Resiko terjadinya Atherosklerosis
bermanifestasi SKA terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat diubah, dan faktor
risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain usia,
jenis kelamin, riwayat PJK pada keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah antara
lain kadar LDL yang tinggi, HDL yang rendah, hipertensi, merokok sigaret, DM,
atherosklerosis. Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin. Pria dikatakan
atherosklerosis pada wanita pra menopause setara dengan pria berusia 10 tahun
lebih muda. Wanita paska menopause berisiko lebih besar daripada wanita pra
menopause, namun tetap lebih rendah dibandingkan dengan pria yang usianya
sama. Estrogen memiliki peran penting dalam mekanisme penurunan kadar LDL
signifikan terhadap terjadinya PJK pada seseorang. Faktor genetik berperan dalam
7
menyumbang terjadinya SKA melalui fenotipe tertentu, termasuk penurunan yang
berhubungan dengan faktor risiko seperti dislipidemia dan hipertensi. Studi pada
populasi anak kembar menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian yang lebih tinggi
dengan DM berisiko terjadi gangguan kardiovaskuler 2-3 kali lebih besar daripada
akibat kardiovaskular dua sampai enam kali lebih besar dibandingkan dengan
orang tanpa DM. Studi oleh Third Health Nutrition Examination Survey
(TNHNES) pada lebih dari 10.000 subjek menunjukkan bahwa adanya sindroma
metabolik akan meningkatkan risiko terjadinya IMA dua kali lipat lebih besar
2.1.4.4 Hipertensi
dan stress hemodinamik yang mencetuskan ruptur plak serta meningkatkan stress
8
2.1.4.5 Dislipidemia
sebagai suatu faktor protektif, sehingga tingginya kadar kolesterol HDL akan
2.1.4.6 Merokok
Karbon monoksida dan nikotin yang terkandung pada rokok memiliki efek
peningkatan kadar fibrinogen plasma serta agregasi platelet pada dinding endotel
menjadi mudah robek dan ruptur. Spasme fokal yang hebat seperti pada
Prinzmetal’s angina, obstruksi mekanik berat tanpa disertai spasme atau trombus,
9
dapat juga menyebabkan UA. Kondisi yang meningkatkan kebutuhan oksigen
pada otot jantung seperti demam, takikardi, hipotensi, hipoksemia atau anemia
pada pasien dengan PJK kronis dan stabil dapat memicu terjadinya UA
1) nyeri dada pada saat istirahat (rest angina), 2) nyeri dada yang berat (new-onset
severe angina) dalam 1 bulan terakhir, dan 3) nyeri dada yang semakin memberat
dan timbul semakin sering, semakin lama dan semakin berat (crescendo angina)
apabila didapatkan nyeri dada yang spesifik dengan gambaran EKG tidak spesifik
dan tidak didapatkan peningkatan enzim jantung (Grench, 2004; Wright, 2011).
dimana pada NSTEMI sumbatan yang terjadi lebih lama sehingga menyebabkan
iskemia yang berujung pada kerusakan sel otot jantung. Kondisi klinis penderita
ditegakkan bila didapatkan bukti adanya kerusakan otot jantung yang ditandai
didapatkan gambaran yang spesifik. Gambaran EKG yang dapat muncul antara
10
STEMI terjadi karena oklusi arteri koroner total yang menyebabkan
aliran darah koroner berhenti di daerah yang arterinya tersumbat sehingga terjadi
gambaran EKG dan peningkatan penanda jantung (Werf, 2008; Wright, 2011).
Gejala klinis SKA yang klasik adalah nyeri dada atau angina. Karakteristik
nyeri dada pada SKA adalah nyeri dengan atau tanpa penjalaran ke leher, lengan
atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Sifat nyeri berupa rasa sakit seperti
ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas. Nyeri
dapat dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosional, udara dingin dan sesudah
Gejala lain yang menyertai dapat berupa perasaan berat di dada, sesak,
keringat dingin, mual dan nyeri kepala. Perubahan tanda vital dapat terjadi seperti
2.1.7 Diagnosis
IMA, karena IMA merupakan PJK yang sangat mematikan bila tidak segera
beberapa kriteria untuk pendekatan diagnosis SKA menjadi IMA yaitu jika
11
terdapat 2 dari 3 kriteria berikut ini: (1) gejala iskemia akut tipikal seperti nyeri
dada; (2) Pola EKG tipikal termasuk perubahan gelombang Q pada EKG; (3) Pola
CKMB, Troponin I dan T maka diagnosis IMA dapat ditegakkan (Kim, 2004).
Diagnosis STEMI ditegakkan bila minimal terdapat gejala iskemia dan gambaran
elevasi segmen ST atau Q-wave pada EKG. Penderita dengan gejala iskemia tanpa
elevasi segmen ST atau Q-wave pada EKG, tetapi kadar penanda jantungnya
IMA yang terbaru yaitu adanya gejala iskemia, peningkatan dan penurunan kadar
troponin secara konsisten atau ditambah peningkatan dan penurunan yang lebih
arteri koroner (Kim, 2004). ESC dan ACC pada tahun 2007, memperbaharui
cardiac troponin, yang salah satu nilainya di atas 99 persentil dari nilai ambang
batas normal, disertai bukti iskemia miokard minimal satu dari bukti dibawah
ini:
12
b. Perubahan EKG berupa perubahan pada segmen gelombang ST-T atau Left
eksitasi dan kontraksi jaringan otot termasuk otot jantung. Kompleks troponin
terdiri dari 3 subunit, (Gambar 2.2) yaitu troponin T (39kDa), troponin I (26 kDa),
Gambar 2.2 Struktur kompleks troponin dan kontraksi otot bergaris (HyTest,
2016)
2.2.1 Struktur cTnI
13
cTnI adalah troponin I yang dibentuk di jaringan otot jantung merupakan
isoform troponin I (TnI) yang mengandung 209 asam amino dengan berat molekul
sekitar 23-24 kDa. Isoform TnI diketahui ada tiga macam, satu isoform diproduksi
oleh otot jantung disebut cTnI, dan masing-masing satu isoform diproduksi oleh
otot skeletal slow-twitch dan fast-twitch yang disebut slow sTnI dan fast sTnI
(Gaze, 2008). Ketiga bentuk isoform TnI tersebut dikode oleh 3 gen yang
berbeda. Sekuens gen isoform cTnI mirip dengan slow sTnI sebesar 40% sedang
kemiripan cTnI dengan fast sTnI lebih kecil daripada persentase tersebut.
terdapat pada cTnI tapi tidak ditemui pada isoform sTnI. Pengetahuan ini dapat
dipakai sebagai dasar uji antibodi yang dipilih pada tes TnI untuk memastikan
tidak adanya reaksi silang antara cTnI dengan sTnI (Apple, 2012).
vivo dengan bantuan protein kinase A. Fosforilasi cTnI mengubah formasi protein
dan memodifikasi ikatannya dengan antibodi anti-cTnI dan troponin lain dalam
Beberapa peneliti meyakini bahwa kadar troponin I juga dapat berkurang karena
kontraktil yaitu sekitar 4-6 mg/g jaringan, dan dilepaskan ke sirkulasi karena
14
Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih
molekul yang relatif kecil dan terdapat dalam 2 bentuk. Sebagian besar dalam
bentuk kompleks troponin yang secara struktural berikatan pada miofibril dan
bentuk tipe sitosolik bebas yaitu sekitar 6-8% berupa TnT dan 2,8-4,1% berupa
pelepasan troponin lebih dini yaitu segera setelah jejas iskemia, diikuti oleh
pelepasan troponin yang berikatan dengan miofibril yang lebih lama. Pola
pelepasan TnT biasanya bifasik sedangkan TnI monofasik karena jumlah bentuk
sitosolik TnI lebih sedikit. Kadar TnI mulai meningkat 3-5 jam setelah terjadi
jejas. Kadar TnI mencapai puncak pada 14-18 jam setelah jejas dan tetap
meningkat selama 5-7 hari. Kadar TnI kembali normal setelah 7 hari. Troponin I
jantung dapat diukur sebagai unit bebas cTnI yang dilepas selama stadium dini
IMA atau sebagai bagian dari kompleks troponin seperti cTnT-I-C, cTnI-C dan
IMA jika pasien masuk rumah sakit beberapa hari setelah onset nyeri dada.
Kekurangannya adalah sulit untuk mendeteksi terjadinya reinfark. Selain itu ada
beberapa keadaan selain IMA bisa menjadi sebab peningkatan cTnI (Tabel 2.1).
Nilai cut off cTnI untuk mendiagnosis IMA sangat bervarisasi tergantung pada
15
kemampuan tes untuk memisahkan antara pasien IMA dan orang sehat. Nilai cut
off bisa ditentukan dengan menggunakan sensitivitas dan spesifisitas suatu alat
diagnotik atau dengan menentukan kadar persentil 99 pada populasi orang sehat.
16
Pemeriksaan cTnI sebagian besar menggunakan metode immunoassay.
pemeriksaan cTnI berdasarkan persentasi sampel yang positif pada populasi orang
sehat dengan kadar cTnI melebihi batas deteksi (limit of Detection = LOD).
pertama kali dikembangkan. Metode ini dicetuskan oleh Cummins et al. pada
tahun 1987 dan perkenalkan secara komersil pertama kali pada tahun 1996 oleh
Dade Behring dengan alat Stratus I analyzer. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
cTnI tidak mencapai batas minimal kadar yang dapat dideteksi maka banyak
lebih tinggi sedikit daripada kadar cTnI populasi orang sehat pada persentil 99
tetapi jumlah persentasinya kecil. Target coefficient variation (CV) yang harus
dicapai oleh suatu pemeriksaan cTnI pada 99 persentil populasi orang sehat
17
untuk membantu diagnosis karena dari penelitian diketahui CV ≤ 20% pada
kriteria yaitu 1) impresisi total (CV) pada nilai presentil 99 populasi sehat harus ≤
terdeteksi oleh tes diatas Limit Of Detection (LOD) minimal 50% (idealnya
memenuhi kriteria definisi IMA Universal tahun 2007 adalah pemeriksaan yang
suatu cTnI next generation. Definisi next generation disini belum jelas.
diukur dengan alat Alere Triage Meter. Alere Triage Troponin I adalah
sampel darah EDTA atau plasma EDTA. Beberapa tetes darah EDTA atau plasma
18
test device (Gambar 2.3A). Setelah penambahan sampel, sel dalam whole blood
akan dipisahkan dengan filter pada test device. cTnI dalam sampel plasma akan
selanjutnya mengalir ke seluruh bagian test device dengan gaya kapiler. Kompleks
cTnI-antibodi berlabel floresens akan ditangkap pada zona deteksi oleh antibodi
2.3A) untuk diukur jumlah floresens yang ada pada zona deteksi dan dihitung
A. B
Gambar 2.3. A. Test device Alere Triage Troponin I; B. Alere Triage MeterPro
(Alere, 2016)
(HAMA), antibodi heterofilik, adanya hemoglobin > 100 mg/dl, kolesterol 280
yang hemolisis harus dihindari. Sensitivitas analitik pada persentil 99 untuk cTnI
menurut kit insert Alere Triage adalah <0,02 ng/mL dengan CV < 20%. Rentang
19
Karakteristik analitik Alere Triage Troponin I menurut penelitian Apple et
al. tahun 2012 adalah LOD cTnI 0,05 ng/mL, kadar cTnI pada persentil 99
populasi sehat adalah 0,05 ng/L dengan CV yang tidak diketahui. Epitop yang
40 (Apple, 2012).
untuk mendeteksi kadar cTnI pada sampel whole blood atau plasma Li-heparin,
reagent (Gambar 2.4) pada alat PATHFAST (Gambar 2.5). Kemudian sampel
katrigde reagen bisa kosong sebagai tempat reaksi atau berisi reagen yang akan
monoklonal anti-cTnI. Kedua antibodi tersebut akan berikatan pada molekul cTnI
pada dua epitop yang berbeda dan membentuk kompleks imun sandwich. Magnet
(PATHFAST, 2011).
20
Gambar 2.4. Katridge reagen pemeriksaan cTnI high sensitive dengan PATHFAST
(Pathfast, 2016).
bilirubin terkonjugasi > 60 mg/dL, trigliserida > 1000 mg/dL, hemoglobin >1000
mg/dL dan faktor reumatoid > 500 mg/dL. Sensitivitas analitik pada persentil 99
untuk cTnI hs menurut kit insert PATHFAST adalah <0,0031 ng/mL dengan CV
21
≤ 10% . Sensitivitas analitik sebesar 0,001 ng/mL. Rentang kadar pemeriksaan
Apple et al. tahun 2012 adalah LOD 0,008 ng/mL, kadar cTnI pada persentil 99
adalah 0,029 ng/mL dengan CV 5%. Konsetrasi cTnI pada CV 10% adalah 0,014
ng/mL. Epitop yang dipakai untuk mengikat antibodi penangkap cTnI adalah
22