Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNOSEROLOGI I
PEMERIKASAAN TITER ASTO ( ANTI STERTOLISIN-O)

OLEH
Nama : Thesa Alonika Gombo
Nim : 18071021
Prodi : Teknologi Laboratorium Medik
Hari / Tanggal :
Dosen Penggampu :

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABOLATORIUM MEDIK


UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2019
PRAKTIKUM III
PEMERIKSAAN TITER ASTO (ANTI STREPTOLISIN-O)

II. TUJUAN
Untuk menentukan ada tidaknya antibody terhadap streptococcus β
hemolyticus yang dikenal dengan nama Anti Streptolisin O (ASTO).

II. METODE
1. Aglutinasi lansung / Aglutinasi direk lateks.

III. PRINSIP
Aglutinasi indirek yaitu terjadi aglutinasi antara serum penderita
yang mengandung anti streptolisin O dengan partikel lateks yang telah
dilapisi dengan antigen streptolysin O apabila kadar ASTO > 200 UI/mL.

IV. DASAR TEORI


Streptokokus grup A (Streptokokus beta hemolitik) dapat
menghasilkan berbagai produk ekstraseluler yang mampu merangsang
pembentukan antibodi. Antibodi itu tidak merusak kuman dan tidak
memiliki daya perlindungan, tetapi adanya antibodi tersebut dalam
serum menunjukkan bahwa di dalam tubuh baru saja terdapat
Streptokokus yang aktif. Antibodi yang terbentuk adalah
Antistreptolisin O, Antihialuronidase (AH), antistreptokinase (Anti-
SK), anti – desoksiribonuklease B (AND-B), dan anti nikotinamid
adenine dinukleotidase (anti-NADase) (Rusepro,1985).
Demam rematik merupakan penyakit vascular kolagen multisystem
yang terjadi setelah infeksi Streptokokus grup A pada individu yang
memiliki faktor predisposisi. Penyakit ini masih merupakan penyebab
terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart disease) pada anak
dan dewasa muda di banyak negara terutama Negara berkembang.
Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh adanya
inflamasi endokardium dan mmiokardium melalui suatu proses
autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringan (Behman,1999).
Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara
umur 5 – 15 tahun. Demam reumatik jarang menyerang anak dibawah
umur lima tahun. Demam reumatik akut menyertai faringitis
Streptokokus beta hemolitik grup A yang tidak diobati. Pengobatan
yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan risiko terjadinya
demam reumatik. Diperkirakan hanya 3 % dari individu yang belum
pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini
setelah menderita faringitis Streptokokus yang tidak diobati (Behman,
1999).
ASTO (Anti Streptolisin O) merupakan antibodi yang paling banyak
dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi
Streptokokus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik
menunjukan peningkatan titer antibodi terhadap Streptokokus.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen Streptokokus yang lain
memiliki rekativitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi
silang imunologik di antara karbohidrat Streptokokus dan glikoprotein
katup, diantaranya membran protoplasma Streptokokus dan jaringan
saraf subtalamus serta nuclei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan
kartilago artikular. Reakivitas silang imunologik multipel tersebut
dapat menjelaskan keterlibatan organ multipel pada demam rematik
(Riswanto,2009)
Faktor predisposisi penyakit ini antara lain :
1. Faktor genetik : sebagian besar demam reumatik terjadi pada satu
keluarga atau anak-anak kembar. Oleh karena itu diduga variasi
genetic mempengaruhi sebagian pasien yang terkena infeksi
Streptokokus menderita demam reumatik.
2. Jenis kelamin : manifestasi tertentu mungkin lebih sering
ditemukan oada salah satu jenis kelamin, misalnya gejala korea jauh
lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan
katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga
menunjukkan perbedaan jenis kelamin.
3. Golongan etnis dan ras : di Negara barat umumnya stenosis
mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung
reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis
mitral organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang
relatif singkat, hanya 6 bulan – 3 tahun setelah serangan pertama.
4. Umur : paling sering pada umur 5 – 15 tahun dengan puncak sekitar
umur 8 tahun
5. Keadaan gizi dan adanya penyakit lain : penderita sickle sel
anemia jarang menderita demam rematik. Faktor predisposisi juga
meliputi lingkungan (Riswanto,2009).
V. METODELOGI
A. Alat :

1. Mikropipet 50 ul
2. Lempeng kaca/slide
3. Yellow tip
4. Tabung reaksi dan rak tabung
5. Batang Pengaduk
6. Rotator

B. Bahan :
1. Reagen latex yang telah dilekati dengan streptolysin O
2. kontrol positif
3. kontrol negatif
4. Sampel serum
5. Sampel plasma

C. Prosedur kerja :
 Pemerikssan kualitatf
1) Letakan slide pada posisi horizontal dan rata
2) Botol reagen berisi latex di goyang perlahan agar latex
homogen
3) Ambil 500 µl latex, masukkan kedalam slide
4) Ambil serum sebanyak 50 ul dan teteskan disamping
latex yang telah diletakan di slide
5) Campurkan serum dengan latex perlahan-lahan dengan
batang pengaduk
6) Goyangkan slide dirotator perlahan-lahan selama kurang
lebih 5 menit
7) Baca hasil dengan melihat ada tidaknya aglutinasi

VI. DATA PENGAMATAN

Sampel Positif Negatif


Serum - 
Interprestasi hasil : (Negatif tidak terlihat aglutinasi)
atau ASTO < 200 Iu/ml
VII. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan praktikum ASTO
(Anti Streptolisin O) pada sampel serum. Pemeriksaan ini
didasarkan pada rekasi antigen-antibodi (imunnokimia).
Metode yang digunakan adalah aglutinasi menggunakan latex.
Sebelum dilakukan praktikum, meja kerja praktik seharusnya
didisinfeksi terlebih dahulu dengan larutan alkohol 70% atau
khlorit yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi atau zat
pengganggu yang dapat mempengaruhi hasil. Penggunaan alat
pelindung diri juga sangat diperlukan agar tidak terjadi
penularan dari spesimen kepada praktikan ( Riswanto,2009).
Tahap awal pemeriksaan yaitu pengambilan sampel
darah atau whole blood probandus. Kemudian dilakukan
sentrifugasi terhadap spesimen untuk memperoleh serum.
Serum harus dipisahkan dari sel darah merah karena yang
dibutuhkan dalam pemeriksaan ini adalah antibodi yang
terdapat dalam serum tersebut. kemudian, proses pereaksian
antara serum dengan reagen latex polisterene. Serum dengan
volume 50µl pertama direaksikan dengan reagen latex
merupakan serum utuh tanpa penipisan yang dikelompokkan
menjadi pemeriksaan kualitatif. Pemeriksaan ini bernilai titer
200 iU/ml ( Behman,1999).

Pada pencampuran tersebut tidak ditemukan


aglutinasi atau diperoleh hasil negatif (titer ASTO dibawah
200 IU/ml) pada sampel serum probandus. Oleh karena itu
pemeriksaan tidak dilanjutkan ke pemeriksaan semikuantitatif.
Pemeriksaan ini masih dinilai kurang spesifik untuk
menentukan tingkat virulensi Streptokokus karena titer dapat
berubah sewaktu-waktu tergantung dari infeksi Streptokokus
tersebut. Tetapi, pemeriksaan ini dapat dijadikan acuan dalam
penanganan penyakit ini lebih dini.
VIII. KESIMPULAN
Berdasrkan hasil percoban yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Tidak ditemukan adanya Antistreptolisin O
dalam sampel probandus.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Behman, R.E. Nelson.1999. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 edisi


15. EGC; Jakarta; halaman 929-935
Rusepro, Hasan. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid
dua edisi keempat. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UI; Jakarta; hal 734-752
Pusponegoro, HD. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak edisi I. Badan Penerbit IDAI; Jakarta; hal 149-
153
Riswanto. 2009. Anti Streptolisin O (ASO), Tes Immuno-
Serologi. Https :// Id Scribd. Com.
Sastroasmoro S, Madiyono B. 1994. Buku Ajar
Kardiologi Anak. Binarupa Aksara; Jakarta; hal. 279-
314

X. LAMPIRAN

Gambar1. Hasil pemeriksaan titer asto tidak terlihat aglutinasi.


Gambar 2. Laporan sementara

Anda mungkin juga menyukai