Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI-SEROLOGI

PEMERIKSAAN TYFOID PADA UJI WIDAL

OLEH

KELOMPOK 3 (A1)

NAMA :

 RAHMADINI M. MUKALAP (2320191002)

 TRISNANDA PERMATA ALI (2320191003)

 CANTIKA OKTAVIA DUKALANG (2320191009)

 SRI RAHMATIA RAUF (2320191012)

 JUNELAN NINGSIH A.S PANDJU (2320191013)

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


ESESHATAN
ONTALO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Imunologi-Serologi dengan judul Pemeriksaan Tyfoid Pada

Uji Widal yang disusun oleh :

NAMA : KELOMPOK 3

KELAS : A1

PRODI : D- III ANALIS KESEHATAN

Pada hari ini....................... tanggal........... bulan .................................... telah di

periksa dan disetujui oleh asisten, maka dengan ini dinyatakan diterima dan dapat

mengikuti percobaan berikutnya.

Gorontalo, .........................2021

Asisten I Asisten II

Rusdin, S.ST Fauziah Hasan, Amd.Kes


LEMBAR ASISTENSI

NAMA : KELOMPOK 3

KELAS : A1

PROGRAM : D-III ANALIS KESEHATAN

PRAKTIKUM : IMUNOLOGI-SEROLOGI

Hari/tanggal Koreksi Paraf


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatulahi wabarokatuh..

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segalah limpahan nikmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan praktikum dan penyusunan

laporan ini sebagai salah satu syarat untuk nilai praktikum pada mata kuliah

Bakteriologi III program studi D-III Analis kesehatan. Sholawat serta salam

senantiasa kita curahkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW dan

para pengikutnya yang sampai sekarang mengikuti ajaran-ajaran beliau.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan teman-teman dan

pembimbing dalam mengikuti praktikum di laboratorium sehingga praktikum

berjalan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini sepenuhnya masih

ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa.apabila

pembaca belum puas dengan laporan yang kami buat, kami memohon kritik

dan saran yang membangun agar kami bisa membuat laporan yang lebih bagus

dan lebih baik.

Penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini bermanfaat bagi bangsa

dan negara yang khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’allaikum warrahmatulahi wabarokatuh

Gorontalo, April 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Praktikum....................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................4
2.1 Definisi Uji Widal...................................................................................4
2.1.1 Karakteristik Uji Widal……………….………………………..…..7
2.1.2 Kelemahan Uji Widal..……………….…………………....…...…..8
2.2 Jenis - Jenis Uji Widal..…...…...………………………………….....…9
2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Uji Widal………………..……..10
BAB III METODE PRAKTIKUM..............................................................12
3.1 Waktu dan Tempat................................................................................12
3.2 Pra Analitik...........................................................................................12
3.3 Analitik………...…………………………………………………...….12
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................13
4.1 Tabel Hasil Pengamatan........................................................................13
4.2 Pembahasan...........................................................................................13
BAB V PENUTUP.........................................................................................16
5.1 Kesimpulan............................................................................................16
5.2 Saran......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi akut sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis dan subtropics. Gejala

klinik dari salmonella typhi demam > 37 celsius, gangguan pencernaan mual,

muntah, nyeri perut, serta atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini juga

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena

penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar

higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. (Prasetyo RV,

Ismoedijanto, 2011).

Menurut data WHO tahun 2003, diprediksikan sekitar 17 juta kasus

demam tifoid di seluruh dunia dengan angka insiden 600.000 kasus kematian

tiap tahun. Di Indonesia kasus demam tifoid masih merupakan penyakit

endemik. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat

sporadik yang terpencar – pencar di suatu daerah. Frekuensi kejadian demam

tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi

peningkatan menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Insiden demam tifoid di

Indonesia bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan. Pada daerah pedesaan ( Jawa Barat) insidennya sekitar 157 kasus

per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah perkotaan ditemukan 760-810

kasus per 100.000 penduduk per tahun. (World Health Organization, 2003).

1
Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun

pada 91% kasus demam tifoid. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat

bervariasi dari ringan sampai berat dan ada yang disertai dengan komplikasi.

Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi

akut pada umumnya, yaitu demam nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,

mual, munta, obstipasi dan atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan

epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya di dapatkan peningkatan suhu

badan. Dalam minggu keuda gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,

bradiakardi relatif, lidah tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

tremor), hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen,

stupor, koma, delirium, atau psikosis. ( Widodo, Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi 2006).

Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah uji

serologis. Kultur salmonella merupakan gold standard dalam menegakkan

diagnosis demam tifoid. Tes serologis lain yang dapat digunakan dalam

menentukan diagnosis demam tifoid adalah tes Widal, dan tes IgM

Salmonella typhi. Pada kultur darah, hasil biakan yang positif memastikan

demam tifoid. Pada uji Widal, akan dilakukan pemeriksaan reaksi antara

antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran

berbeda-beda terhadap antigen somatic (O) dan flagela (H) yang ditambahkan

dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi

yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukaan titer anti bodi dalam

serum. (A. Fatmawati Rachman, Nahwa Arkhesi, Hardian, 2011).

2
Prinsip tes Widal adalah pasien dengan demam tifoid atau demam enteric

akan memiliki antibodi di dalam serumnya yang dapat bereaksi dan

beraglutinasi dilusi ganda. Pada daerah endemis demam typhoid sering

ditemukan level antibodi yang rendah pada populasi normal. Penentuan

diagnosis yang tepat untuk hasil positif dapat menjadi sulit pada area yang

berbeda. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan level antibodi pada

populasi normal di daerah atau area khusus supaya penentuan nilai ambang

batas atas titer antibodi signifikan. Hal tersebut khususnya penting jika hanya

ada sampel serum akut tanpa ada sampel serum periode convalescence untuk

pengetesan Widal. (Kulkarni M, Rego S, 2007).

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas kami dapat memperoleh rumusan

masalah sebagai berikut

1. Bagaimana cara mendiagnosa seseorang terrserang Salmonella typhi ?

2. Bagaimana prosedur pengerjaan dalam pemeriksaan widal ?

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum yang akan di laksanakan adalah untuk

memahami bagaimana cara pemeriksaan widal menggunakan metode slide

kualitatif

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Uji widal

Uji widal pertama kali ditemukan oleh Grunbaum dan Georges

Fernand Isidore Widal pada tahun 1896. Grunbaum dan Widal berusaha

menentukan kuantitas antibodi di serum pasien demam tifoid. Metode yang

dipelopori oleh Grunbaum dan Widal ini masih bertahan sampai kini dan

telah dikembangkan tidak hanya untuk demam tifoid tetapi bisa pula untuk

penyakit lain (Benson, 2011).

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap Salmonella typhi.

Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella typhi

dengan antigen yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan adalah

suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium.

Uji widal merupakan uji aglutinasi yang menggunakan suspensi

kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi sebagai antigen untuk

mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi atau Salmonella

paratyphi di dalam serum penderita (Kalma, 2014).

Tes widal adalah tes yang menggunakan antigen Salmonella jenis O

(somatic) dan H (Flagella) untuk menetukan tinggi rendahnya titer antibodi

titer antibodi pada penderita infeksi tifus akan meningkat pada minggu ke 2.

Titer antibodi O akan menurun setelah beberapa bulan, dan titer antibodi H

akan menetap sampai beberapa tahun (2 tahun). Titer antibodi O meningkat

4
setelah demam, menunjukan adanya infeksi Salmonella strain O, demikian

juga untuk H (Kalma, 2014).

Maksud uji widal adalah untuk menetukan adanya aglutinin dalam

serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :

a. Antigen H (antigen flagela)

Dibuat dari stain Salmonella typhi yang motil dengan permukaan

koloni yang licin. Kuman di matikan dengan larutan formalin

0,1%.

b. Antigen O (antigen somatik)

Dibuat dari strain Salmonella typhi yang tidak motil. Untuk

membunuh kuman dipakai alkohol absolut dan sebagai pengawet

di pakai larutan phenol 0,5%. Sebelum dipakai konsentrasi alkohol

harus diencerkan sampai menjadi 12%.

c. Antigen AH (paratyphi A)

Dibuat dari strain Salmonella paratyphi A. Untuk membunuh

kuman dipakai formalin 0,1%.

d. Antigen BH (S. paratyphi B) Dibuat dari strain Salmonella

paratyphi B. Untuk membunuh kuman dipakai formalin 0,1%

(Handojo, 2014).

Demam tifoid hanya menggunakan aglutinin O dan H untuk

diagnosis. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan

terinfeksi kuman ini. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O,

5
kemudian diikuti dengan aglutinin H (Antibodi O muncul pada hari ke

6-8 dan antibodi H muncul pada hari ke 10-12) (Widodo, 2010).

Interprestasi hasilnya adalah sebagai berikut : (1) titer O yang

tinggi atau meningkat (≥1:60) menandakan adanya infeksi aktif; (2)

titer H yang tinggi (≥1:60) menunjukan riwayat imunisasi atau infeksi

masa lampau; dan (3) titer antigen yang tinggi terdapat antigen Vi

timbul pada beberapa carrier. Hasil pemeriksaan serologi pada infeksi

salmonella harus dinterprestasikan dengan hati-hati. Kemungkinan

adanya antibodi yang bereaksi silang, membatasi penggunaan serologi

dalam diagnosis infeksi salmonella (jawets 2010).

Penyebab pengujian widal menjadi positif yaitu:

a. Pasien memang menderita demam tifoid

b. Riwayat vaksinasi

c. Reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella

d. Infeksi dengan malaria, dengue atau Enterobacteriaceae

lainya (Widodo, 2010).

Penyebab pengujian widal menjadi negatif yaitu:

a. Tidak terjadi infeksi Salmonella

b. Pasien karier sehat

c. Inokulum antigen bakteri di dalam penjamu tidak akurat untuk

mempengaruhi pembentukan antibodi

d. Adanya kesalahan atau kesulitan teknis dalam melakukan

pengujian

6
e. Pemberian antibodi sebelumnya

f. Adanya variabilitas antigen yang tersedia secara komersial

(Hardjoeno, 2012).

2.1.1 Karakteristik uji widal

a. Validitas

1. Validitas internal

Detektabilitas; seperti halnya uji aglutinasi yang lain, daya

lacak dari uji widal tergolong sedang. Akurasi : pada uji semi

kuantitatif, dijamin oleh adanya kontrol positif dan kontrol

negatif. Presisi : kurang baik, ketidaksesuaian antar pembaca

cukup besar. Ketidaksesuaian antar laboratorium bervariasi

antara 7- 29%.

2. Sensitivitas diagnostik uji widal lempeng dengan antigen yang

berasal dari 5 faga Salmonella typhi yang prevalen lokal adalah

82,98%. Di Afrika Selatan, didapatkan sensivitas untuk antigen

O sebesar 71% dan untuk Ag H sebesar 82%. Dengan

sensitivitas ; di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sensivitasnya

cukup tinggi, yaitu 66,7% Untuk ambang atau titer rujukan 1/60

(Thalib, 2011).

b. Kepraktisan

Cukup praktis, hanya membutuhkan waktu inkubasi selama 24

jam pada 37OC.

c. Biaya pemeriksaan

7
Cukup murah, masih terjangkau oleh masyarakat kita.

(Handojo, 2014).

2.1.2 Kelemahan Uji widal

a. Antigenya

1. Strain Salmonella typhi yang dipakai sangat berpengaruh pada

hasil uji widal. Ag yang dibuat dari strain Salmonella typhi

yang bukan berasal dari daerah endemis yang bersangkutan

dapat memberikan hasil yang negatif maupun positif semu.

2. Kekeruhan suspensi antigen yang kurang tepat dapat

menimbulkan fenomena Prozone maupun Postzone. Biasanya

dipakai derajat kekeruhan sebesar 3 U Mc. Farland. Cara yang

terbaik untuk menetukan kekeruhan antigen yaitu dengan cara

spektrofotometris, nefilometris, atau turnbidometris.

b. Kadar aglutinin dalam serum

Kadar aglutinin yang amat tinggi dapat menimbulkan

fenomena Prozone sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam

pembacaan hasil uji widal.

c. Cara pembacaan hasil uji widal

Pembacaan dilakukan dengan mata telanjang sehingga amat

subjektif dan dapat memberikan ketidaksesuaian hasil pembacaan

(discrepancy) yang cukup besar.

d. Warna aglutinat

8
Umumnya tidak berwarna sehingga dapat menyukarkan

pembacaan hasil uji widal (Handojo, 2014).

2.2 Jenis-Jenis Uji Widal

Uji widal lempeng (Slide aglutination test) Prinsip dasar : 1 tetes serum

+ 1 tetes antigen → aglutinasi. Awalnya uji laboratoris ini hanya dipakai

untuk uji penyaring dan amat berguna untuk laboratorium yang memeriksa

banyak bahan serum.

Cara pengenceran serum yang dipakai oleh berbagai macam uji widal

lempeng, baik yang impor maupun yang lokal untuk mendapatkan titer

tertentu berbeda antara kit, namun tercantum dalam petunjuk pemeriksaan

yang terdapat didalam kit tertentu.

Titer awal pengenceran serum juga berbeda antara kit yang satu dengan

yang lain. Sebagai contoh yaitu pengenceran serum awal yang dianjurkan

oleh kit tersebut diatas, dipakai titer awal 1:20 untuk aglutinin paratyphi A

(PA). Bila pada titer awal tes positif maka harus diteruskan dengan

pengencer selanjutnya namun bila tes negatif maka uji widal lempeng

dilaporkan negatif (Handojo, 2014).

Tiap seri pemeriksaan disertai dengan serum kontrol, baik positif

maupun negatif. Untuk pemeriksaan, serum kontrol diencerkan 2 kali batas

atas titer normalnya (cut-off-value). Batas titer normal (cut-offvalue)

berbeda untuk berbagai kit uji widal lempeng (Handojo, 2014).

Belakangan ini, karena kemajuan teknologi dan kepraktisanya, uji widal

lempeng telah menjadi salah satu sarana penunjang diagnosis demam tifoid

9
seperti halnya uji widal tabung. Uji widal lempeng yang impor lebih muda

dibaca oleh karena menggunakan partikel lateks berwarna, namun dua kali

lebih mahal harganya. Disamping itu oleh karena antigen yang dipakai

untuk uji widal lempeng yang import berasal dari strain atau Phogerype

diluar daerah endemis (tidak prefalen di indonesia) maka sensivitasnya, dan

terutama speksitifisitasnya kurang baik bila dibandingkan dengan uji widal

lempeng lokal yang menggunakan lima phoge-types Salmonella typhi yang

prefalen di indonesia sebagai antigen (Suwahyo, 2011).

Cara pengenceran serum yang dipakai oleh berbagai macam kit uji

widal lempeng, baik yang impor maupun yang lokal, untuk mendapatkan

titer tertentu berbeda antar kit namun tercantum dalam petunjuk

pemeriksaan yang terdapat di dalam kit tersebut. Titer awal pengenceran

serum juga berbeda antara kit yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh

yaitu pengenceran serum awal yang dianjurkan oleh kit tersebut diatas,

dipakai titer awal 1:40 untuk aglutinin O, H dan paratyphi A (PA). Bila pada

titer awal tersebut tes positif, maka harus diteruskan dengan pengencer

selanjutnya namun bila tes negatif maka uji widal lempeng dilaporkan

negatif ( Handojo, 2014).

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan widal

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita yaitu keadaan

umum gizi penderita, Gizi buruk dapat menghambat pembentukan

antibodi, Waktu pemeriksaan, Aglutinin baru dijumpai dalam darah

setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai

10
puncaknya pada minggu 32 kelima atau keenam sakit, Pengobatan dini

dengan antibiotik, Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat

menghambat pembentukan antibodi, Penyakit-penyakit tertentu, Pada

beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan

antibodi (Handojo 2014).

Faktor-faktor teknis yaitu Aglutinasi silang, karena beberapa

spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka

reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi

aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab

infeksi tidak dapat ditentukan dengan pemeriksaan widal, konsentrasi

suspensi antigen, Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada

pemeriksaan widal akan mempengaruhi hasilnya dan Strain Salmonella

yang digunakan untuk suspensi antigen dari strain Salmonella setempat

lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain (Handojo, 2014).

11
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu Dan Tempat


Pada pratikum Imunologi-serologi tentang pemeriksaan tyfoid pada Uji

Widal yang dilaksanakan pada hari rabu 30 Maret 2012 pada pukul 13.00 –

16.00 wita di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Bina Mandiri

Gorontalo.

3.2 Pra Analitik

Alat dan bahan yang digunakan pada pratikum ini yaitu : slide, aplikator,

serum, reagen S. typhi O dan H, S.paratifi, AH, BH,

3.3 Analitik

1. Letakkan 1 tetes positif control pada lingkaran slide (PC)

2. Letakkan 1 tetes negative control pada lingkaran (NC)

3. Letakkan 1 tetes serum pada serum lingkaran (O), (H), (AH), dan (BH)

4. Teteskan 1 reagen pada masing – masing lingkaran slide sesuai seri Ag

5. Campurkan dengan menggunakan aplikator bersih pada masing – masing

lingkaran slide, goyang pelan– pelan dengan menggunakan tangan selang

1-3 menit (Pembacaan sesuai dengan prosedu rmasing- masing).

12
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan pada hari Rabu tanggal

30 Maret 2021 pukul 13.00 sampai dengan selesai. maka diperoleh hasil

adalah sebagai berikut :

No Data Gambar Hasil Keterangan


1. Nama : Ny. Nurain O = (-) Negatif Dinyatakan

Umur : 24 Tahun H = (-) Negatif negatif

BH = (-) Negatif karena tidak

AH = (-) Negatif terjadi

aglutinasi

pada semua

lingkaran

slide.

4.2 Pembahasan

Tes widal adalah suatu pemeriksaan serologi yang berarti bahwa seseorang

pernah  terinfeksi kuman Salmonella tipe tertentu. Untuk menentukan

seseorang menderita demam  tifoid atau bukan, tetap harus didasarkan atas

gejala-gejala yang sesuai dengan penyakit tifus.Tes widal hanya dapat

dikatakan sebagai penunjang diagnosa yang lama sehingga uji widal tidak

dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan seseorang.

Hasil untuk pemeriksaan widal positif telah mendapat pengobatan tifus, bukan

indikasi untuk mengulang pengobatan bila mana tidak didapatkan lagi gejala

13
yang sesuai. Hasil uji negative dianggap tidak menderita tifus. Uji widal

umumnya menunjukkan hasil positif 5 hari atau lebih setelah infeksi. Karena 

itu bila infeksi baru berlangsung beberapa hari sering kali hasilnya negatif dan

baru akan positif bila mana pemeriksaan diulang. Dengan demikian hasil uji

widal negatif terutama pada beberapa hari pertama demam belum dapat

menyingkirkan kemungkinan tifus.Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi

antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami

pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang

ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer

antibodi dalam serum. Dan Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi

sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi.

Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan typoid dengan tes widal

untuk mengetahui seseorang tersebut pernah atau tidak terinfeksi bakteri

penyebab typoid, langkah pertama yang dilakukan yaitu meletakkan 1 tetes

positif control pada lingkaran slide (PC) kemudian teteskan 1 tetes negative

control pada lingkaran (NC) dan teteskan 1 tetes serum pada serum lingkaran

(O), (H), (AH), dan (BH), lalu teteskan 1 reagen pada masing – masing

lingkaran slide sesuai seri Ag. Setelah itu, campurkan dengan menggunakan

aplikator bersih pada masing – masing lingkaran slide, goyang pelan– pelan

dengan menggunakan tangan selang 1-3 menit (Pembacaan sesuai dengan

prosedur masing- masing).

14
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada sampel darah diperoleh hasil negative

(-) karena tidak terjadi aglutinasi pada pemeriksaan, hal ini menunjukan bahwa

pasien tidak mengalami demam typoid atau sama sekali belum penah

mengalami demam typoid. Adanya hasil negatif pada hasil praktikum

menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara antigen dengan antibody.

Antibodi dapat menimbulkan penolakan sehingga interaksi tidak terjadi. Proses

penolakkan ini dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu penolakkan hiperakut

terjadi bila antibodi anti donor yang terbentuk sebelumnya sudah ada di dalam

sirkulasi resipien serta pada individu yang tidak dibuat peka, antibodi humoral

anti-HLA berkembang bersama penolakkan yang diperantarai sel T.

Maka hasil yang di peroleh pada praktikum kali ini yaitu Ny.N tidak

menderita typoid ( negative ).

15
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum tentang gambaran hasil pemeriksaan widal

metode slide menggunakan pipet tetes pada pasien 2 orang yang diduga

terserang Salmonella typhi dapat di ketahui bahwa pemeriksaan widal slide

baik menggunakan pipet tetes di dapatkan hasil yang sama yaitu pasien

negatif terserang Salmonella typhi.

5.2 Saran
Berdasarkan praktikum ini kami dapat memberikan saran kepada

mahasiswa analis, Sebagai mahasiswa analis kesehatan senantiasa bekerja

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku agar

didapatkan hasil yang teliti dan tepat, dan bagi institusi pendidikan,

Diharapkan hasil praktikum ini dapat dijadikan bahan bacaan atau

tambahan kepustakaan bagi pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Benson HJ. 2011. Microbilogical Applications : Laboratory Manual In General


Microbiology. Edisi VII.

Handojo 2014. Comparison Of The Diagnostic Value Of Local Widal Slide Test
Wiith Imported Widal Slide Test, In Department Of Clinical Medical
Faculty. Airlangga: Malang.

Handojo,. 2014. Imunologi Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya:


Airlangga University Press.

Hardjoeno, 2012 Interprestasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Jakarta : EGC.

Jawetz, 2010. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 16, EGC Penerbit Buku


Kedokteran, Jakarta.

Kalma, 2014. Imunologi Terapan. Edisi II. Kemenkes RI Poltekkes Makassar.

Suwahyo, 2011, Perbandingan daya aglutinasi antigen Salmonella dari dalam


dan luar daerah endemik Surabaya untuk pemeriksaan Widal Surabaya,
Unair. Karya Akhir.

Thalib, 2010. Uji Widal tabung sebagai penunjang diagnosis ES., 1986, Aspek
Imunologis demam tifoid.

Widodo, 2010. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai