Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN)

Rossy Ayu Tejaningrum (20119092)

Hilda Jahrotul Jannah(20119093)

Fajar Wisa Kelana(20119094)

Winda Muliawati(20119095)

Jani Awaludin(20119096)

Angga Wiwaha(20118015)

TLM 2B

I. Pendahuluan
Test C-Reaktive Protein (CRP) pertama kali ditemukan sebagai bahan
dalam serum pasien dengan peradangan akut yang bereaksi dengan
polisakarida C-(kapsuler) dari pneumococcus. Ditemukan oleh Tillet dan
Francis Pada tahun 1930. Pada awalnya diperkirakan bahwa CRP adalah
sekresi pathogen seperti peningkatan CPR pada orang dengan berbagai
penyakit termasuk kanker. Namun penemuan sintesis hati menunjukan
bahwa CPR adalah protein asli. Gen CRP terletak pada pertama kromosom
(1q21-Q23). CRP adalah protein 224-residu dengan massamolar dari
monomer 25.106 Da. Protein ini merupakan disc pentametric annular dalam
bentuk dan anggota dari kecil family pentraxins(Pengetesan, n.d.)
C-Reaktive Protein (CRP) adalah protein yang ditemukan dalam darah
yang meningkat sebagai respon terhadap peradangan. Peran fisiologinya
adalah untuk mengikat fosfokolin yangdi ekspresikan pada permukaan sel-
sel mati atau sekarat (dan beberapa jenis bakteri) untuk mengaktifkan system
pelengkap melalui kompleks C1q. CRP disintesis oleh hati dalam
menanggapi factor yang dilepaskan oleh makrofag dan sel-sel lemak
(adipocytes). CRP diklasifikasikan sebagai reaktan fase akut, yang berarti
bahwa tingkat protein akan naik sebagai respon terhadap peradangan.
Reaktan umum lainnya adalah fase akut termasuk tingkat sedimentasi
eristosit (ESR) dan jumlah trombosit darah(Kalma, 2018)
CPR memiliki peran sebagai responfase akut yang berkembang dalam
berbagai kondisi inflamasi akut dan kronis seperti bakteri, infeksi virus, atau
jamur, penyakit inflamasi rematik dan lainnya. Peningkatan tingkat CRP
dapat memberikan dukungan untuk kehadiran penyakit inflamasi seperti
rheumatoid arthritis, polimyalgia rheumatica atau raksasa-sel arteritis.
Penggunaan CRP dalam test diagnostic, CRP digunakan terutama
sebagai penanda peradangan. Selain gagal jantung, ada factor-faktor
diketahui beberapa yang mengganggu produksi CRP. Mengukur dan
mencatat nilai CRP berguna dalam menentukan perkembangan penyakit atau
efektifitas pengobatan(Siregar, 2017)
II. Tinjauan Pustaka
C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang
terdapat dalam serum normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil.
Dalam keadaan tertentu dengan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan
baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi,
konsentrasi CRP dapat meningkat sampai 100 kali. Sehingga diperlukan
suatu pemeriksaan yang dapat mengukur kadar CRP.
High sensitivity C-Reactive Protein ( hs-CRP) adalah pengukuran
konsentrasi CRP secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai <
0,2 – 0,3 mg/L.5 Sedangkan untuk pengukuran secara kualitatif biasanya
dengan metode aglutinasi(Bischoff, 1930)
Pada tahun 1930 William Tillet dan Thomas Francis di Institut
Rockefeller mengobservasi substansi dalam serum penderita Pneumonia
pneumokokkus. Serum penderita membentuk presipitasi ketika dicampur
dengan Capsular (C) Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Aktivitas
‘C-reactive’ ini tidak dijumpai pada orang yang sehat. MacLeod dan Avery
kemudian menemukan substansi ini suatu protein dan menambahkan nama
‘acute phase’ di akhir . Lofstrom menemukan respon fase akut yang mirip
pada keadaan inflamasi akut dan kronik, dan kemudian diakui menjadi CRP
yaitu protein fase akut yang nonspesifik.
CRP dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati terutama
dipengaruhi oleh Interleukin 6 (IL-6).22,23 CRP merupakan marker
inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin-
sitokin seperti IL-6,Interleukin 1 (IL-1), dan Tumor Necroting Factor α
(TNF-α).9,22 Beberapa obat seperti colchicine dapat menghambat produksi
CRP sedangkan obat immunosupresif saperti cortikosteroid dan yang lainnya
atau obat anti radang (Non Steroid Anti Inflamation Drug) tidak dapat
menghambat sekresinya(Siregar, 2017)
Sintesa CRP di hati berlangsung sangat cepat setelah ada sedikit
rangsangan, konsentrasi serum meningkat diatas 5mg/L selama 6-8 jam dan
mencapai puncak sekitar 24-48 jam. Waktu paruh dalam plasma adalah 19
jam dan menetap pada semua keadaan sehat dan sakit, sehingga satu-satunya
penentu konsentrasi CRP di sirkulasi adalah menghitung sintesa IL-6 dengan
demikian menggambarkan secara langsung intensitas proses patologi yang
merangsang produksi CRP. Kadar CRP akan menurun tajam bila proses
peradangan atau kerusakan jaringan mereda dan dalam waktu sekitar 24-48
jam telah mencapai nilai normal kembali .Kadar CRP stabil dalam plasma
dan tidak dipengaruhi variasi diurnal(Alwafi Ridho Subarkah, 2018)
Eisenhardt dkk pada tahun 2009 menemukan bahwa C-Reactive Protein
terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bentuk pentamer (pCRP) dan monomer
(mCRP). Bentuk pentamer dihasilkan oleh sel hepatosit sebagai reaksi fase
akut dalam respon terhadap infeksi, inflamasi dan kerusakan jaringan.
Bentuk monomer berasal dari pentamer CRP yang mengalami dissosiasi dan
mungkin dihasilkan juga oleh sel-sel ekstrahepatik seperti otot polos dinding
arteri, jaringan adiposa dan makrofag.
III. Prinsip Reaksi
AIM CRP Lateks test merupakan suspensi dari partikel polystirene yang
direaksikan dengan Anti Human C-Reaktive Protein. Ketika reagent
dicampur dengan sampel serum yang mengandung C-Reaktive Protein, maka
akan terjadi reaksi antigen-antibody yang dapat dilihat dengan adanya
aglutinasi lateks tersebut. Reaksi positif akan terjadi apabila konsentrasi CRP
di dalam serum lebih dari 0,8 mg/dl.
IV. Alat dan Bahan
a. AIM CRP Latex
b. Control positif
c. Control negative
d. Glass slide
e. Pengaduk
f. Pengencer/buffer
g. Pengocok/rotoator
V. Karakteristik KIT
a. Disimpan dalam suhu ruang sebelum digunakan.
b. Dihomogenkan hingga terlarut sempurna.
c. Diteteskan control negative sebanyak satu tetes pada bagian tengah
lingkaran papan aglutinasi.
d. Diteteskan control positif sebanyak satu tetes pada bagian tengah
lingkaran papan aglutinasi.
e. Sensitifitas 95,6% dan spesitifitas nya 96,2%
f. Tidak ada efek prozone yang terdeteks lebih dari 1600 mg/L
VI. Hal Yang Harus Diperhatikan
a. Slide test yang digunakan harus bersih, bebas dari kotoran sehingga tidak
mengganggu pengamatan aglutinasi.
b. Pada saat menggoyangkan slide test untuk tujuan homogenisasi,
diusahakan agar campuran tidak keluar dari garis lingkaran, sehingga
tidak tercampur dengan sampel lainnya pada satu slide test.
c. Pembacaan hasil dilakukan tidak kurang dan tidak lebih dari 2 menit.
Bila waktu inkubasi kurang, kemungkinan antibodi-CRP pada reagen
latex belum berikatan dengan antigen CRP di dalam sampel serum yang
diperiksa. Sedangkan jika pembacaan dilakukan lebih dari 2 menit, maka
kemungkinan antigen lain di dalam sampel serum yang seharusnya tidak
bereaksi dengan antibodi anti CRP di dalam reagen lateks akan beraksi,
sehingga terjadi aglutinasi. Kedua hal ini akan menyebabkan hasil palsu.
d. Kontrol positif dan negative harus diperiksa dalam waktu yang
bersamaan.
e. Pembacaan hasil sebaiknya dilakukan pada pencahayaan terang,
sehingga aglutinasi dapat diamati secara jelas.
f. Setelah selesai digunakan, slide test harus dibilas bersih menggunakan
aquadest, lalu dikeringkan dilap dengan tissue untuk mencegah
kontaminasi pada pemeriksaan selanjutnya.
VII. Cara Penyimpanan Reagen
a. Jenis reagen yang digunakan yaitu AIM CRP Lateks
b. Disimpan dalam suhu ruang sebelum digunakan.
c. Dihomogenkan hingga terlarut sempurna. Hal ini penting dilakukan
untuk mengoptimalkan reaksi antara antigen pada sampel serum yang
diperiksa dan antibodi anti CRP pada reagen lateks.
d. Reagen yang tersedia telah siap digunakan, sehingga tidak dilakukan
pengenceran lebih lanjut.
e. Diteteskan reagen lateks CRP sebanyak satu tetes pada papan aglutinasi
(ujung pipet reagen tidak boleh menyentuh control maupun sampel).
f. Penetesan reagen dilakukan secara vertikal agar tetesan benar-benar satu
tetes penuh.
VIII. Sampel (Jenis, Cara Pengambilan Sampel, Syarat Sampel)
a. Jenis sampel yang digunakan adalah serum.
b. Disimpan dalam suhu ruang sebelum digunakan
c. Dihomogenkan hingga terlalu sempurna
d. Diteteskan sampel sebanyak 1 tetes pada bagian tengah lingkaran papan
aglutinasi.
e. Sampel serum yang digunakan harus jernih sehingga tidak akan
menganggu pengamatan aglutinasi. Sebelum diteteskan, serum
dihomogenkan terlebih dahulu untuk meratakan penyebaran partikel-
partikel sampel serum tersebut. Sehingga reaksi antigen dalam serum dan
antibodi anti-CRP dalam reagen lateks dapat terjadi dengan optimal.
f. Penetesan sampel dilakukan secara vertikal agar tetesan benar-benar satu
tetes penuh. Petugas/praktiakan yang meneteskan sampel untuk setiap
pengujian harus orang yang sama agar hasil penetesan dari awal sampai
terakhir stabil sebab tekanan setiap orang berbeda-beda.
IX. Cara Kerja
Cara kualitatif :
a. Biarkan sampel dan reagen mencapai suhu ruang sebelum digunakan.
b. Teteskan 1 tetes (50ul) serum tanpa pengenceran ke dalam lingkaran
glass slide menggunakan mikropipet.
c. Teteskan 1 tetes penuh control positif dan control negative pada
lingkaran kaca slide.
d. Kocok AIM CRP lateks tes sebelum digunakan teteskan masing-masing
1 tetes (50ul) AIM CRP lateks test ke lingkaran berisi sampel dan
control.
e. Aduk campuran tersebut dengan menggunakan batang pengaduk,
sebarkan cairan dalam masing-masing lingkaran dengan menggunakan
ujung pipet pengaduk yang datar.
f. Baca hasil test selama 2 menit.
g. Lalu catat hasil pengetesan.

Cara Semi-Kuantitatif

a. Siapkan sedikitnya 5 tabung test dan beri tanda 1:2, 1:4, 1:8, 1:16, 1:32
dan seterusnya.
b. Biarkan sampel dan reagen mencapai suhu ruang sebelum digunakan.
c. Teteskan 50ul saline pada lingkaran 2 dan seterusnya.
d. Teteskan 50ul sampel pada lingkaran 1.
e. Teteskan 50ul sampel serum pada lingkaran 2 yang sudah berisi 50ul
saline. Lakukan seri pengenceran. Caranya dengan mencampur rata
larutan saline dan specimen pada lingkaran 2 dengan pipet. Kemudian
pindahkan 50ul cairan ke lingkaran 2 dengan pipet. Kemudian pindahkan
50ul cairan ke lingkaran 3. Campur rata lagi, dan pindahkan 50ul cairan
ke lingkaran 4 dan seterusnya. Buanglah cairan pada seri pengenceran
terakhir. Hindari terjadinya gelembung udara pada saat pengenceran
berlangsung.
f. Atau buatlah terlebih dahulu seri atau titer pengenceran sampel serum
1:2, 1:4, 1:8, 1:16, 1:32 etc. lalu teteskan 1 tetes 50ul serum yang telah
diencerkan tersebut ke slide test.
g. Kocok AIM CRP Lateks test sebelum digunakan, teteskan masing-
masing 1 tetes 50ul ke setiap lingkaran berisi seri pengenceran.
h. Aduk campuran tersebut dengan menggunakan batang pengaduk.
Sebarkan cairan dalam masing-masing lingkaran dengan menggunakan
ujung pipet pengaduk yang datar. Mulailah dengan pengeceran terbesar
ke pengenceran terkecil.
i. Baca hasil test pada 3 menit.
j. Lalu catat hasil pengetestan.

X. Interpretasi Hasil

Kontrol Sampel Kontrol


Negative Positif

XI. Pembahasan
Peningkatan kadar CRP>6 mg/L menandai adanya infeksi atau
peradangan akut karena CRP akan dihasilkan oleh interleukin pada sel
parenkim hati ketika terjadi peradangaan atau infeksi akut. Sehingga, CRP
ini dijadikan sebagai indikator terjadinya infeksi akut akibat bakteri maupun
virus. Kadar CRP yang berlebih merupakan tanda adanya peradangan akut.
Respon peradangan berhubungan dengan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, pembentukan sel-sel peradangan (terutama
neutrofil pada peradangan akut), pelepasan mediator peradangan seperti
amina vasoaktif, prostanoiddan intermedier oksigen reaktif dan pelepasan
sitokin. Sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan Interluekin-6 (IL-6) terutama
dihasilkan sebagai respon akut, suatu perubahan produksi protein plasma
oleh sel-sel hati. Peningkatan CRP di sel-sel parenkim hati diduga
dicetuskan oleh IL-1, yang berasal dari makrofag yang testimulir. Tingkat
normal CRP dapat ditemukan pada orang dewasa dan anak-anak yang dalam
kondisi sehat. Tingkat CRP dapat meningkat secara signifikan (> 10 kali
lipat) di atas nilai normal dengan timbulnya stimulus inflamasi substansial
(Saxtad et al.,2012)
PFA (protein fase akut) merupakan bahan bahan anti mikrobial dalam
serum yang meningkat dengan cepat setelah sistem imun nonspesifik
diaktifkan. Protein yang meningkat atau menurun selama fase akut juga
disebut APRP yang berperan dalam pertahanan dini. Macam macam protein
fase akut yaitu C-Reactive Protein (CRP), Lektin, α1-anti-tripsin, amiloid
serum A, haptoglobin, C9, faktor B dan fibrinogen yang  juga berperan
dalam peningkatan laju endap darah akibat infeksi, namun dibentuk jauh
lebih lambat dibandingkan dengan CRP (Kapur, Rick. 2015).
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar C-Reaktif Protein
(CRP) pada sampel serum. Pemeriksaan ini dilakukan dengan dua metode
yaitu metode kualitatif dan metode semi-kuantitatif. Pada setiap pemeriksaan
imunoserologi, semua sampel harus dianggap infeksius dan praktikan harus
menggunakan alat pelindung diri (APD) demi menjaga keamanan dan
kesehatan pemeriksa dari risiko terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium.
Penghomogenan reagen CRP latex bertujuan untuk memastikan bahwa
partikel-partikel pada reagen tersebar secara merata. Jika tidak
dihomogenkan, dikhawatirkan reagen yang terpipet hanya mengandung
sedikit partikel latex, sehingga beresiko mendapatkan hasil pemeriksaan
yang palsu.
Pada saat meneteskan reagen, CRP latex ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Diteteskan sebanyak 1 tetes dengan posisi pipet yang tegak lurus.
Jika dimiringkan, dapat berpengaruh pada volume penetesan (volume
penetesan berkurang/berlebih)
b. Saat meneteskan reagen, posisi ujung pipet tidak menyentuh slide
test, hal tersebut untuk menghindari kontaminasi pada seluruh reagen
apabila pipet yang terkontaminasi dimasukkan kembali ke dalam
botol reagen
c. Reagen lebih baik diteteskan terlebih dahulu, baru kemudian
diteteskan serum. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kontaminasi
d. Reagen diteteskan di bagian pinggir dalam lingkaran slide test dan
diusahakan saat meneteskan serum tidak langsung bercampur dengan
reagen, karena akan mempengaruhi waktu inkubasi, dimana waktu
inkubasi harus dimulai bersamaan sehingga reaksi yang terjadi lebih
awal.
Penggunaan serum kontrol positif dan serum kontrol negative digunakan
untuk memverifikasi hasil pemeriksaan serta kontrol terhadap reagen.
Apabila hasil pemeriksaan pada serum control tidak sesuai dengan yang
diharapkan, maka hasil pemeriksaan tidak valid karena ada kesalahan pada
reagen. Pada pemeriksaan kualitatif terhadap sampel serum , diperoleh hasil
positif yang ditandai dengan terbentuknya butiran seperti pasir berwarna
putih dan diamati pada tempat yang terang agar terlihat jelas. Selain itu,
tujuan dari penggoyangan slide test selama 2 menit adalah untuk
mengoptimalkan reaksi imunologis antara antigen pada sampel dengan
partikel latex pada reagen CRP.
Pada pemeriksaan kualitatif didapatkan hasil positif maka di lanjutkan ke
semikuantitatif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan CRP latex, yakni:

a. Slide test yang digunakan harus bersih, bebas dari kotoran, sehingga
tidak mengganggu pengamatan aglutinasi.

b. Sebelum digunakan, reagen dan sampel harus dikondisikan pada suhu


ruang dan dihomogenkan. Hal ini penting dilakukan untuk
mengoptimalkan reaksi antara antigen pada sampel serum yang diperiksa
dan antibodi CRP pada reagen lateks.

c. Reagen yang tersedia telah siap untuk digunakan, sehingga tidak


diperlukan pengenceran lebih lanjut.

d. Serum yang digunakan harus jernih (tidak liparmic, ikterik, lisis)


sehingga tidak akan mengganggu pengamatan aglutinasi. Sebelum
diteteskan, serum dihomogenkan terlebih dahulu untuk meratakan
penyebaran partikel-partikel sampel serum tersebut, sehingga reaksi
antigen dalam serum dan antibodi anti-CRP dalam reagen lateks dapat
terjadi dengan optimal.

e. Penetesan reagen maupun sampel serum dilakukan secara vertikal agar


tetesan benar-benar satu tetes penuh. Petugas/praktikan yang meneteskan
reagen dan sampel untuk setiap pengujian harus orang yang sama agar
hasil penetesan dari awal sampai terakhir stabil sebab tekanan setiap
orang berbeda-beda.

f. Ujung pipet penetes tidak boleh menyentuh slide test untuk mencegah
terjadinya kontaminasi. Apabila reagen lateks terkontaminasi oleh serum
dengan CRP positif, maka reagen akan rusak dan akan menimbulkan
reaksi yang palsu untuk pemeriksaan selanjutnya.
g. Pada saat menggoyang-goyangkan slide test untuk tujuan homogenisasi,
diusahakan agar campuran tidak keluar dari garis lingkaran, sehingga
tidak tercampur dengan sampel lainnya pada satu slide test.

h. Pembacaan hasil dilakukan tidak kurang dan tidak lebih dari 2 menit.
Bila waktu inkubasi kurang, kemungkinan antibodi anti-CRP pada
reagen lateks belum berikatan dengan antigen CRP di dalam sampel
serum yang diperiksa. Sedangkan jika pembacaan dilakukan lebih dari 2
menit, maka kemungkinan antigen lain di dalam sampel serum yang
seharusnya tidak bereaksi dengan antibodi anti CRP di dalam reagen
lateks akan bereaksi, sehingga terjadi aglutinasi. Kedua hal ini akan
menyebabkan hasil palsu.

i. Kontrol positif dan negatif harus diperiksa dalam waktu yang bersamaan.

j. Reagen kontrol positif dan negatif tersedia dalam keadaan siap untuk
digunakan dan tidak memerlukan pengenceran lebih lanjut.

k. Pembacaan hasil sebaiknya dilakukan pada pencahayaan terang,


sehingga aglutinasi dapat diamati dengan jelas.

l. Setelah selesai digunakan, slide tes harus dibilas bersih menggunakan


aquadest, dikeringkandan dilap dengan tissue untuk mencegah
kontaminasi pada pemeriksaan selanjutnya.

XII. Soal
1. mikroParameter pemeriksaan CRP dilakukan pada spesimen yang
berasal dari pasien wanita usia 30 tahun dengan penyakit sepsis. Hasil
pemeriksaan laboratorium CRP kualitatif adalah positif. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan tes semi kuantitatif. Pengenceran terakhir yang
memperlihatkan aglutinasi adalah pengenceran 1/32. Diketahui
sensitivitas reagen yang digunakan adalah 6 mg/dL. Berapakah kadar
CRP (mg/dL) pasien tersebut?
a. 0 (benar)
b. 6
c. 32
d. 98
e. 192
2. Seorang pasien datang dengan rujukan pemeriksaan C-reactive protein.
ATLM melakukan pemeriksaan tersebut dengan metode aglutinasi.
Setelah 2 menit terbentuk gumpalan pada papan aglutinasi. Apa
komponen reagensia yang digunakan dalam pemeriksaan tersebut?
a. Kardiolipin
b. Anti-CRP(benar)
c. Anti-S. typhi
d. Partikel karbon
e. Reagin
3. Atas permintaan dokter, seorang ATLM melakukan pemeriksaan CRP
pada seorang pasien yang baru saja menjalani operasi. Ketika dilakukan
pemeriksaan, tidak ada gumpalan yang terbentuk pada papan aglutinasi.
Namun ketika dilakukan pemeriksaan ulang menggunakan spesimen
yang diencerkan, gumpalan terbentuk. Apa yang telah terjadi pada
pemeriksaan tersebut?
a. Fenomena Prozone
b. Kesalahan teknis
c. Reagen terkontaminasi
d. Kerusakan specimen(benar)
e. Sensitivitas reagen rendah
4. Jenis sampel yang digunakan pada pemeriksaan CRP adalah?
a. Darah
b. Urine
c. Serum/plasma(benar)
d. Sputum
e. Feses
5. Hasil warna aglutinasi pada pemeriksaan CRP adalah?
a. Aglutinasi hitam
b. Aglutinasi merah muda
c. Aglutinasi putih pasir(benar)
d. Aglutinasi ungu
e. Aglutinasi biru
XIII. Kesimpulan
CRP adalah protein yang menandakan terjadinya inflamasi di dalam tubuh.
Peningkatan kadar CRP dapat disebabkan beberapa hal, seperti :
- kerusakan jaringan
- infeksi bakteri dan virus
- inflamasi
- transfusi darah
- operasi bedah
- luka bakar
- pemphigus vulgaris

Prinsip pemeriksaan CRP menggunakan metode aglutinasi adalah


mendeteksi antigen CRP menggunakan antibodi anti – CRP yang terikat
pada partikel lateks. Kehadiran CRP dalam spesimen ditandai dengan
terbentuknya gumpalan setelah dirotasi selama 2 menit.

Hasil positif palsu dalam pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh kehadiran
Rheumatoid Factor dengan kadar > 100 IU/ml.

Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kesalahan
teknis dan fenomena yang disebut prozone effect.

Prozone effect adalah fenomena dimana kadar CRP dalam spesimen terlalu
tinggi sehingga menyebabkan hasil negatif pada pemeriksaan. Hal ini bisa
diatas dengan cara melakukan pengenceran spesimen.

XIV. Istilah Penting


1. CRP
Karakteristik kinerja
a. Rentang pemeriksaan
Kalibrasi multipoin : Rentang pengukuran adalah 0,3 mg/L hingga
konsentrasi kalibrator yang tertinggi, maksimal hingga 350 mg/L. Jika
nilai yang didapat
melebihi rentang, sampel harus diencerkan 1 + 1 dengan larutan NaCl (9
g/L) dan hasilnya dikalikan 2.
b. Batasan prozone
Tidak ada efek prozone yang terlihat hingga konsentrasi 1000 mg/L
CRP.
c. Spesifisitas/interferensi
CRP U-hs adalah pemeriksaan CRP berbasis imunologi yang spesifik
terkait
antibodi yang digunakan. Pada kadar 1,0 mg/L CRP, interferensi
lipemia adalah
<10 % hingga 2000 mg/dL trigliserida (Intralipid). Tidak ada
interferensi yang
teramati hingga kadar 700 IU/mL RF, 40 mg/dL bilirubin dan 1000
mg/dL
hemoglobin.
d. Sensitivitas/batas deteksi
Batas bawah deteksi adalah 0,3 mg/L.
XV. Daftar Pustaka

Alwafi Ridho Subarkah. (2018). No Title 空間像再生型立体映像の 研究動向. Nhk 技


研, 151(2), 10–17.

Bischoff. (1930). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指


標に関する共分散構造分析 Title. Bahasa Sebagai Objek Kajian Linguistik,
36(1926), 812–815.

Kalma, K. (2018). Studi Kadar C-Reactive Protein (Crp) Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Jurnal Media Analis Kesehatan, 1(1).
https://doi.org/10.32382/mak.v1i1.222
Pengetesan, P. (n.d.). DALF C-REACTIVE PROTEIN ( CRP ) LATEX TEST. 96.

Siregar, I. R. (2017). EXAMINATION OF CRP ( C-Reactive Protein ) IN OBESE


TEENAGERS IN SMA MUHAMMADIYAH 02 MEDAN. Jural Ilmiah
PANNMED, 12(2), 102–106.

Anda mungkin juga menyukai