Anda di halaman 1dari 13

PARASITOLOGI

“ENTAMOEBA HARTMANI”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 11

Ni Putu Denia Sari (P07134018011)


Luh Gede Dewi Yanti (P07134018022)
Kadek Della Darmiyani (P07134018034)
I Putu Krisna Dinata (P07134018045)
Ni Made Putri Sumyarini (P07134018056)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2020
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Entamoeba hartmani termasuk ke dalam genus Entamoeba Sp. yang
terdiri dari 6 spesies yang hidup di lumen usus manusia. Spesies-spesies
tersebut antara lain Entamoeba histolytica, Entamoeba dispar, Entamoeba
moshkovskii, Entamoeba poleki, Entamoeba coli, dan Entamoeba
hartmanni. Entamoeba dispar dikelompokkan sebagai komensal parasit
pada sistem pencernaan manusia, Entamoeba hartmanni hidup di sedimen
anoxide, sedangkan Entamoeba histolytica dapat dikategorikan sebagai
pathogen (Irda, 2017)
Entamoeba hartmani adalah spesies amoeba milik genus entamoeba,
dianggap non patogenik, tidak memiliki tahan invasif, atau mengkonsumsi
sel darah merah (Stefano, 2010).

Parasit ini, menyerang pada bagian usus besar manusia. Adapun


taksonominya adalah sebagai berikut (Stefano, 2010) :
Kingdom Protista
Sub Kingdom Protozoa
Phylum Sarcomastigophora
Subphylum Sarcodina
Class Labosea
Ordo Amoebida
Family Endamoebidae
Genus Entamoeba
Species Hartmani

B. Morfologi
Pada dasarnya, karakteristik morfologis amoeba ini ada pada tahap-
tahapnya, diantaranya :
1. Trofozoit
Selama fase ini organisme menyajikan bentuk dan ukuran bulat
atau amoeboid yang berkisar antara 5 hingga 12 μm, dengan rata-rata
8 hingga 10 μm. Pergerakannya, secara umum tidak berubah menjadi
progresif dan satu-satunya nukleus yang muncul tidak terlihat ketika
diamati dalam persiapan tanpa tingtur (Koesmadji, 2007).
Pada fase ini dimungkinkan untuk mengamati kariosom dengan
proporsi kecil, padat dan terletak di area sentral. Namun, pada
beberapa kesempatan mungkin di luar pusat. Demikian pula, kromatin
perinuklear, yang berbentuk butiran kecil dan halus dengan ukuran
dan distribusi yang merata.
2. Kista
Kista pada umumnya memiliki bentuk bulat, dengan diameter yang
bervariasi dari 5 hingga 10 μm, dengan rata-rata antara 6 dan 8 μm.
Dalam hal ini, kista yang paling matang menunjukkan 4 nukleus, tidak
terlihat ketika sampel yang diamati melalui mikroskop tidak terwarna
dengan baik. Kista yang belum berkembang, dengan 1 atau 2 inti,
lebih umum dalam analisis daripada kista dewasa. Ketika diamati pada
preparat yang diwarnai, nukleus menyajikan kariosom sentral kecil
dan kromatin perinuklear yang menyebar secara merata dengan
butiran halus. Seperti halnya dengan spesies lain dari Entamoeba,
glikogen dapat terdiferensiasi dengan kurang baik dan tersebar dalam
kista dewasa.Namun, pada kista yang belum matang lebih pendek dan
tubuh kromatid dapat berbentuk klaster, serta memanjang dengan
ujung yang sedikit membulat. Mirip dengan Entamoeba histolytica.
(Jawet, 1995)
3. Nukleus
Tidak terlihat dalam spesimen baru. Dalam spesimen lama, dan
terwarnai, diameternya berkisar 1,5-3μm. (Brotowidjoyo, 1987)
 Karyosome: kecil dan padat, dalam posisi sentral, sub-sentral atau
posisi eksentrik, seperti Entamoeba histolytica.
 Kromatin perifer: butiran kecil, terdistribusi secara merata, namun
dalam beberapa kasus butiran tidak teratur dan tidak merata.
(Jawetz, 1995)
4. Sitoplasma
Kemungkinan mengandung vakuola kecil atau inklusi, tetapi secara
umum memiliki tampilan yang seragam. Dengan pewarnaan
trichrome, pewarnaan trofozoit ini terlihat kurang intens dan nampak
lebih halus daripada Entamoeba histolytica. (Jawetz, 2005)
5. Bentuk
Bulat, kadang berbentuk oval.
6. Tampilan
Bersih dan refraktil pada spesimen baru.
7. Vakuola
Kecil, tidak terwarnai dengan baik dengan larutan yodium Lugol
(Pelczar, 1988).
8. Badan kromatoid
Berjumlah banyak, memanjang, dengan ujung membulat, lebih
kecil dari Entamoeba histolytica. Mungkin juga berbentuk runcing
atau bulat. Tampak bahkan dalam kista dewasa. Dengan banyaknya
benda-benda kromatoid, sering mencegah nukleus terlihat. (Jawetz,
1995).

C. Siklus Hidup
Negara berkembang memiliki prevalensi tinggi untuk amoebiasis dan
infestasi cacing karena tidak adanya suplai air bersih yang baik, kurang
nya fasilitas sanitasi yang memadai dan higienis serta terbatasnya sumber
makanan dan air yang aman. Berdasarkan siklus hidupnya, kista
Entamoeba Sp. harus melalui air untuk mengalami proses pematangan.
Kista Entamoeba Sp.dapat bertahan beberapa bulan di air dengan
temperatur 0°C, 3 hari pada temperatue 30°C, 30 menit pada temperatur
45°C, 5 menit pada temperatur 50°C, dan sangat resistan terhadap
pemberian klorin (Irda, 2017).
Amuba nonpathogenik seperti E. hartmanni, E. coli, E. polecki,
Endolimax nana dan Iodamoeba buetschlii secara umum menunjukkan
siklus kehidupan di mana kista dan trofozoit dapat ditularkan melalui feses
dan dianggap dapat didiagnosis di sana. Pada gambar dibawah dapat
dilihat bahwa pada fase 1 kista umumnya ditemukan pada tinja padat,
sedangkan trofozoit biasanya ditemukan pada tinja diare. Dalam hal ini,
kolonisasi amoeba non-patogen terjadi setelah konsumsi kista dewasa
dalam makanan, air atau fomit yang terkontaminasi dengan feses
(Postlethwait, 2006).
Demikian pula, fase 2 terjadi di usus kecil, di mana fase 3 terjadi,
dilepaskan dan trofozoit bermigrasi ke usus besar. Jadi, trofozoit
mereplikasi aseksual yang memproduksi kista. Karena perlindungan yang
dilakukan oleh konfigurasi di dinding selnya, kista bertahan beberapa hari
atau minggu di luar organisme inang yang bertanggung jawab untuk
transmisi. Trofozoit yang melewati tinja dihancurkan dengan cepat begitu
mereka berada di luar tubuh, dan jika dicerna mereka tidak akan bertahan
dari paparan lingkungan lambung. (Robert, 2000).

Gambar Siklus Hidup Entamoeba Hartmani

D. Potologis
Patologis dari Entamoeba secara umum tergantung pada lokalisasi dan
beratnya infeksi. Gejala yang sering dialami adalah nyeri pada bagian
perut bawah dan kanan bawah, sering terasa ingin buang air besar, diare
dengan tinja lunak, berair dan berisi sejumlah darah dan lendir. Gejala
akan muncul setelah 1-4 minggu menelan kista, ketika tropozoit masuk ke
dinding usus mereka akan masuk ke peredaran darah dan menyerang
berbagai organ dan menyebabkan infeksi, sakit dalam, bahkan kematian
(Fotedar et. al., 2007).
Ada beberapa jenis Entamoeba yang menginfeksi lumen intestinum
seperti E. histolytica, E. dispar, E. moshkovskii, E. polecki, E. coli, dan E.
hartmanni. E. histolytica merupakan spesies tunggal yang menjadi patogen
definitif pada manusia. Entamoeba hartmani dapat ditemukan dengan
melakukan pemeriksaan feses, namun Entamoeba ini jarang menimbulkan
gejala klinis.

E. Gejala Klinis
E. Hartmanni tidak menyebabkan penyakit simtomatik pada manusia
atau disebut dengan asimtomatik, kolonisasi tidak invasive, serta tidak
memerlukan adanya perawatan dan hal ini yang menyebabkan sering kali
tidak disadari. Namun, keberadaan trofozoit atau kista amuba dalam tinja
menunjukkan bahwa specimen yang diperoleh terdapat E. Hartmanni.
Amuba ini hanya ditemukan pada usus dan tidak membahayakan tubuh,
dan juga tidak membuat orang sakit dan karenanya dipanggil
nonphatogenik (R. Elshdown, 1959).
Namun, secara umum gejala juga dapat berupa infeksi simtomatik.
Infeksi simtomatik dapat memiliki gejala berupa:
1. Diare dengan tinja yang berlendir atau disertai dengan darah.
2. Tenesmus usus (nyeri ketika buang air besar).
3. Perasaan tidak enak diperut serta mulas (Boris R, 1994).

F. Diagnosis Laboratorium
Pemeriksaan mikroskopik langsung pada specimen tinja merupakan
metode diagnostic yang paling awal ditemukan dan hingga kini merupakan
cara yangpaling banyak dilakukan dalam mendiagnosis infeksi berbagai
parasite usus. Namun pemeriksaan ini dapat memberikan hasil positif
palsu jika terdapat kesalahan indentifikasi makrofag sebagai trofozoit dan
polimorfonuklear sebagai kista. Pemeriksaan mikroskopik juga kurang
dapat membedakan E. hartmanni dengan E. histolytica.
Diagnosis laboratorium dibuat dengan menemukan karakteristik kista
dalam pewarnaan iodine, metode formol-eter konsentrasi atau dengan
mendeteksi trofozoit karakteristik dalam preparat basah atau preparat
pewarnaan permanen. E. hartmanni secara morfologis mirip dengan E.
histolytica, tetapi memiliki kista yang lebih kecil (10 μm pada preparat
basah, 9 μm pada apusan pewarnaan permanen) dan trofozoit yang lebih
kecil (12 μm pada preparat basah; 11 μm pada apusan pewarnaan
permanen) dibandingkan dengan E. histolytica (R. Elshdown, 1959).

G. Epidemiologi
1. Sumber
Manusia adalah satu – satunya sebagai reservoir. Kista yang lolos
dari feses dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang lembab
dari minggu ke bulan. Trofozoit juga biasanya ditemukan pada tinja
penderita diare tetapi tidak menular karena tingginya kerentanan
terhadap asam lambung.

2. Kejadian
Di seluruh dunia. Prevalensi lebih tinggi di daerah dengan
kepadatan, perumahan dan sanitasi buruk, kebersihan yang tidak benar
dan iklim tropis. Di Amerika Serikat, epidemi jarang terjadi, dan
hanya kelompok kecil yang dilaporkan dari lembaga dan rumah
tangga. Orang paling tinggi risikonya adalah imigran atau pelancong
dari daerah endemis, mereka yang ada di institusi dan pria yang
berhubungan seks dengan pria.
Daerah pedesaan yang luas di Brazil timur laut ditandai oleh defisit
dalam infrastruktur sanitasi. Selain itu, pembuangan limbah yang tidak
tepat sering terjadi. Daerah semi kering ini juga mengalami tekanan air
karena kekeringan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, pendekatan
pengelolaan air alternatif telah diterapkan di wilayah ini (Rasella
2013). Dalam konteks ini, skenario epidemiologis spesifik yang terkait
dengan kelangkaan air dapat mendukung penularan patogen enterik.
Misalnya, air harus disimpan selama berbulan-bulan selama musim
kemarau.
3. Mode Transmisi

Terutama dengan menelan makanan atau air yang terkontaminasi


dengan tinja yang mengandung kista dan kontak dengan tangan atau
benda yang terkontaminasi. Penularan dari orang ke orang dapat terjadi
melalui kontak seksual oral – anal.
4. Masa Inkubasi
Biasanya 2-4 minggu, tetapi bervariasi dari beberapa hari hingga
beberapa bulan atau tahun (Burrows, 1959).

H. Pencegahan Infeksi oleh Entamoeba


Ada dua aspek utama pencegahan yaitu dari aspek higiene perorangan
dan sanitasi lingkungan. Higiene perorangan lebih terfokus dalam hal
perilaku individu dalam upaya memutus rantai penularan. Sedangkan
sanitasi lingkungan fokus pencegahan terletak dalam hal rekayasa
lingkungan dalam mengisolir sumber infeksi.
 Pencegahan terhadap aspek higiene perorangan adalah:
1. Mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari kamar kecil dan
sebelum menjamah makanan.
2. Mengkonsumsi air minum yang sudah dimasak (mendidih). Jika
minum air yang tidak dimasak, dalam hal ini air minum kemasan
hendaknya diperhatikan tutup botol atau gelas yang masih tertutup
rapi dan tersegel dengan baik.
3. Tidak memakan sayuran, ikan dan daging mentah atau setengah
matang.
4. Mencuci sayuran dengan bersih sebelum dimasak.
5. Mencuci dengan bersih buah-buahan yang akan dikonsumsi.
6. Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan secara
teratur dan menggunting kuku.
7. Mencuci alat makan (piring, sendok, garpu) dan alat minum (gelas,
cangkir) dengan menggunakan sabun dan dikeringkan dengan udara.
Jika menggunakan kain lap, hendaknya menggunakan kain lap yang
bersih dan kering.
8. Mencuci dengan bersih alat makan-minum bayi/anak-anak dan
merendam dalam air mendidih sebelum digunakan.
9. Bagi para pengusaha makanan (restoran, katering) menerapkan aturan
yang ketat dalam penerimaan terhadap calon penjamah makanan (food
handler) yang akan bekerja dengan mensyaratkan pemeriksaan tinja
terhadap kemungkinan adanya carrier atau penderita asimptomatik
pada para calon penjamah makanan. Selama para penjamah makanan
tersebut bekerja, minimal 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan tinja.
10. Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik dengan
tidak membuangnya secara sembarangan.
11. Segera berobat ke petugas kesehatan jika frekuensi buang air
meningkat, sakit pada bagian abdomen dan kondisi tinja encer,
berlendir dan terdapat darah. Sebelum berobat atau minum obat,
minum cairan elektrolit guna mencegah timbulnya kekurangan cairan
tubuh (James Chin, 2006).
 Pencegahan terhadap aspek sanitasi lingkungan adalah:
1. Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat. Prinsip
pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat adalah tinja
yang dibuang terisolir dengan baik sehingga tidak dihinggapi serangga
(lalat, kecoak! lipas), tidak mengeluarkan bau, dan tidak mencemari
sumber air.
2. Menggunakan air minum dari sumber air bersih yang sanitair (air
ledeng, pompa sumur dangkal atau dalam, penampungan air hujan).
3. Menghindari pemupukan tanaman dengan kotoran manusia dan
hewan. Jika menggunakan pupuk kandang dan kompos, pastikan
bahwa kondisi pupuk kandang atau kompos tersebut benar-benar
kering.
4. Menutup dengan baik makanan dan minuman dari kemungkinan
kontaminasi serangga (lalat, kecoak), hewan pengerat (tikus), hewan
peliharaan (anjing, kucing) dan debu (DepKes, 1999).
PENUTUP
KESIMPULAN

Entamoeba hartmani termasuk ke dalam genus Entamoeba Sp. yang terdiri


dari 6 spesies yang hidup di lumen usus manusia. Entamoeba hartmani adalah
spesies amoeba milik genus entamoeba, yang dianggap non patogenik, dan tidak
memiliki tahan invasif, atau mengkonsumsi sel darah merah. Berdasarkan siklus
hidupnya, kista Entamoeba Sp. harus melalui air untuk mengalami proses
pematangan. Kista Entamoeba Sp. dapat bertahan beberapa bulan di air dengan
temperatur 0°C, 3 hari pada temperatue 30°C, 30 menit pada temperatur 45°C, 5
menit pada temperatur 50°C, dan sangat resistan terhadap pemberian klorin.
E. Hartmanni tidak menyebabkan penyakit simtomatik pada manusia atau
disebut dengan asimtomatik, kolonisasi tidak invasive, serta tidak memerlukan
adanya perawatan dan hal ini yang menyebabkan sering kali tidak disadari.
Namun, ada beberapa gejala yang secara umum terjadi, diantaranya : diare dengan
tinja yang berlendir atau disertai dengan darah, nyeri ketika buang air besar, dan
perasaan tidak enak diperut serta mulas. Adapun hal yang dapat dilakukan untuk
mencegahnya yaitu meliputi dua aspek utama : aspek higiene perorangan dan
sanitasi lingkungan.
Diagnosis laboratorium yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
Entamoeba Hartmani adalah Pemeriksaan mikroskopik langsung pada specimen
tinja yang merupakan metode paling awal ditemukan dan hingga kini merupakan
cara yang paling banyak dilakukan dalam mendiagnosis infeksi berbagai parasite
usus.
DAFTAR PUSTAKA

Boris Reisberg. "Infeksi Parasit Intestinal yang Lazim". Dalam "Dasar Biologis
Klinis Penyakit Infeksi" oleh Stanford T. Shulman dkk. Alih Bahasa:
Samik Wahab. Gadjah Mada University Press. Cetakan Pertama. 1994.
Yogyakarta
Brotowidjoyo, MD. 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta.
Burrows, Robert B. 1959. Morphological Differentiation of Entamoeba
Hartmanni and E. Polecki from E. Histolytica. The American Journal of
Tropical Medicine and Hygiene, Volume 8, Issue 5.
Dew, R. Elshdon. 1959. Entamoeba histolytica and Entamoeba hartmanni.  South
African Journal of Science, Volume 55, Issue 2.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999. "Buku Ajar Diare".
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Fotedar R, Stark D, and Beebe N. 2007. Laboratory diagnostic Techniques for
Entamoeba Species. Clinical Microbiological Review. 20(3) : 511-32
Irda, S. Y. (2017). Deteksi entamoeba sp. dan telur cacing pada sumber air bersih
di wilayah kumuh perkotaan di kota bandung. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas Diterbitkan, (38), 26–32.
James Chin. "Manual Pemberantasan Penyakit Menular". Editor Penterjemah: I
Nyoman Kandun. Infomedika. Edisi 17. Cetakan 11.2006. Jakarta
Jawetz, E., 1995, Mikrobiologi, edisi 16, 367-372, EGC, Jakarta
Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran Edisi
20, Terjemahan oleh Nani Widarini, EGC, Jakarta
Koesmadji Wirjosoemarto, dkk. 2007. Teknik Laboratorium. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston.
Texas.
Rasella D 2013. Impact of the water for all program (PAT) on childhood
morbidity and mortality from diarrhea in the Bahia state, Brazil.Cad
Saude Publica 29: 40-50.
Roberts, L.S. & Janovy Jr, J. 2000. Foundations of parasitology. Sixth edition.
W.B. Saunders, Co. Philadelphia.
Stefano. 2010. Entamoeba hartmani. Diperoleh dari http://www.atlas-
protozoa.com/Entamoebahartmanni.php. Diakses pada 7 februari 2020

Anda mungkin juga menyukai