TROMBOSIT
by HENDRO | in Hematologi at Jumat, September 07, 2012
Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk
melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama
trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma
kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah.
Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-
endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel trombosit).
Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami
perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak
dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan
kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan normal jika jumlah
trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus.
Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi
trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji
laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan
hitung trombosit
Jumlah trombosit normal adalah 150.000 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia
ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah
trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika
jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi
dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi
trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari
40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari
10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah
trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya
resiko perdarahan.
Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung
dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil,
mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran.
Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung
dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya
(Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang dianjurkan adalah penghitungan dengan
mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dilakukan karena
bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik.
Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan
apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis.
Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi
kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di
dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi
trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan
mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang
pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung
trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah
palsu.
Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA.
Antikoagulan ini mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat
menghambat agregasi trombosit.
Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya.
Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung
Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan
menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak
refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat,
lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%,
penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit
bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang
tidak merata.
Metode fase-kontras
Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium
oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan
kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar
dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila
terang. Bila fokus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan
dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 10%.
Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan
yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah
pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.
Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma.
Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma
diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada
metode fase-kontras.
Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau
May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara
merata dan tidak saling tumpang tindih.
Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan
dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini
sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit,
juga harus dilakukan hitung eritrosit.
Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan apus dilakukan dalam
10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk
populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosis). Korelasinya dengan metode otomatis dan
bilik hitung cukup erat. Sedangkan untuk populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah
100.000 per mmk, penghitungan trombosit dianjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Korelasi dengan metode lain cukup erat.
Masalah Klinis
Bahan Bacaan :
1. Dacie, S.J.V. dan Lewis S.M., 1991, Practical Hematology, 7th ed., Longman Singapore
Publishers Ptc. Ltd., Singapore.
2. Gandasoebrata, R., 1992, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung.
3. Koepke, J.A., 1991, Practical Laboratory Hematology, 1st ed., Churchill Livingstone,
New York.
4. Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, 1995, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian
Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta.
5. Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992, Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis, dalam :
Setiabudy, R. (ed.), 1992, Hemostasis dan Trombosis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Ratnaningsih, T. dan Setyawati, 2003, Perbandingan Antara hitung Trombosit Metode
Langsung dan Tidak Langsung Pada Trombositopenia, Berkala Kesehatan Klinik, Vol.
IX, No. 1, Juni 2003, RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
7. Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005, Pengaruh Konsentrasi Na2EDTA Terhadap
Perubahan Parameter Hematologi, FK UGM, Yogyakarta.
8. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi
Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
9. Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992, Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hlm. 117-132.
10. Kee, Joyce LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi
6, EGC, Jakarta.