Oleh :
Nama : KOMANG WAHYU JUNYATMIKA
NIM : P07134018101
Kelas : II B
I. TUJUAN
a. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menghitung jumlah eritrosit
darah probandus.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung jumlah eritrosit
darah probandus.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan cara menghitung jumlah eritrosit
darah probandus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah eritrosit per µl darah
probandus.
II. METODE
Metode yang digunakan adalah metode Manual/Konvensional
(menggunakan bilik hitung)
III. PRINSIP
Darah diencerkan dalam pipet eritrosit dengan larutan isotonis,
kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit
dihitung dalam volume tertentu, dengan menggunakan faktor konersi
jumlah eritrosit per µl darah dapat diperhitungkan.
IV. DASAR TEORI
Pemeriksaan darah atau pemeriksaan hematologi secara umum dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pemeriksaan hematologi rutin dan
hematologi lengkap. Pemeriksaan hematologi rutin terdiri dari
hemoglobin/Hb, hematokrit (HCT), hitung jumlah sel darah
merah/eritrosit, hitung jumlah sel darah putih/leukosit, hitung jumlah
trombosit dan indeks eritrosit. Pemeriksaan hematologi lengkap (complete
blood count) terdiri dari pemeriksaan darah rutin ditambah hitung jenis
leukosit dan pemeriksaan morfologi sel/sediaan apus darah tepi
(SADT)/Gambaran darah tepi (GDT)/morfologi darah tepi (MDT) yaitu
ukuran, kandungan hemoglobin, anisositosis,poikilositosis, polikromasi.
(Kemenkes RI, 2011)
Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin
eritrosit. Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks korpusculer.
Indeks eritrosit terdiri atas volume atau ukuran eritrosit. Nilai eritrosit
rerata dipakai untuk mengetahui volume eritrosit rerata yang di ketahui
dari nilai VER dan banyaknya hemoglobin dalam satu eritrosit rerata dapat
dilihat dari nilai HER serta untuk mengetahui konsentrasi hemoglobin
rerata dalam satu eritrosit dilihat pada nilai KHER. (Riadi, 2011)
Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis
tengah 7,5 μm dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning - kuningan dan
dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna
merah berupa Hemoglobin. (Ira P , 2012)
Fungsi utama dari eritrosit, adalah mengangkut hemoglobin, dan
seterusnya mengangkut oksigen dari paru - paru ke jaringan. Eritrosit juga
berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah
mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di
dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan
menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
(Maria K, 2009)
Eritrosit dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, misalnya di
tulan dada, tulang selangka, dan di dalam ruas-ruas tulang belakang.
Pembentukannya terjadi selama tujuh hari. Pada awalnya eritrosit
mempunyai inti, kemudian inti lenyap dan hemoglobin terbentuk. Setelah
hemoglobin terbentuk, eritrosit dilepas dari tempat pembentukannya dan
masuk ke dalam sirkulasi darah. (Ira P, 2012).
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian
dirombak di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi
bilirubin dan biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu.
Zat besi hasil penguraian hemoglobin dikirim ke hati dan limpa,
selanjutnya digunakan untuk membentuk eritrosit baru. Kira-kira setiap
hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak. Jumlah ini kurang
dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan. (Ira P, 2012).
Masalah kesehatan yang sering timbul dimasyarakat adalah
kekurangan darah. Kondisi yang menjadi keluhan diantaranya adalah
kurangnya jumlah eritrosit dalam tubuh atau lebih dikenal dengan sebutan
anemia. Menurut Ardian (2010) bahwa jumlah eritrosit normal dalam
tubuh sekitar 5 juta sel dan jumlah leukosit sekitar 6000-9000 sel. Apabila
kedua jumlah sel darah tersebut menurun, maka akan menimbulkan
gangguan misalnya anemia dan turunnya sistem kekebalan tubuh. Anemia
adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah merah
(eritrosit) yang terlalu sedikit. Jumlah sel darah merah itu mengandung
hemoglobin (Hb) yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh
jaringan tubuh (WHO, 2005; Proverawati, 2013). Menurut WHO (2008),
secara global prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah
sebesar 41,8 %. Prevalensi anemia pada ibu hamil diperkirakan di Asia
sebesar 48,2 %, Afrika 57,1 %, Amerika 24,1 %, dan Eropa 25,1 %.
V. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Pipet thoma eritrosit (skala 0,5 - 101)
Kamar hitung Improved Neubaeuer
Cover glass khusus
Mikroskop Binokuler
b. Bahan / Reagen
Larutan pengencer dapat digunakan salah satu dari larutan berikut :
a. Larutan hayem
Natrium – sulfat ………………………….2,50 g
Natrium – chlorida ………………….........0,50 g
Merkuri – chlorida ……………………….0,25 g
Akuades ………………………………….ad 100ml
Pada keadaan hyperglobulinemia, larutan ini tak dapat
dipergunakan karena akan mengakibatkan presipitas protein,
rouleoux, aglutinasi.
b. Larutan Gower
Natrium – sulfat ………………………….12,5 g
Asam asetat glasial ……………………….33,3 ml
Akuades …………………………………..ad 200 ml
Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleoux sel-sel eritrosit
c. Larutan Formal Sitrat.
d. Formalin 40% …………………………….10ml
Larutan sodium sitrat 0,109 M ……………1000 ml
Larutan ini mudah dibuat dan tidak berubah dalam jangka
lama. Bentuk diskoid eritrosit dipertahankan dan tidak
menyebabkan terjadinya aglutinasi.
VI. CARA KERJA
a. Membuat pengenceran
1. Cara pipet :
Tindakan – tindakan sama seperti cara mengisi pipet leukosit,
darah diisap sampai garis tanda 0.5 dan larutan pengencer sampai
garis tanda 101 (Pengencer 1 : 200). Homogenkan selama 3 menit.
2. Mengisi Kamar Hitung
Larutan pengencer sebanyak 4 ml dimasukkan ke dalam tabung
ukuran 75 x 10 mm. Dibuat pengencer darah 1 : 200 dengan
menambahkan 20 µl darah EDTA / darah kapiler ke dalam
tabung yang telah berisi larutan pengencer. Tindakan
selanjutnya sama seperti yang telah diterangkan pada hitung
lekosit.
b. Mengisi Kamar Hitung
Prosedur sama dengan lekosit, tetapi untuk eritrosit Kamar
Hitung dibiarkan selama 2 menit agar eritrosit mengendap, tetapi
tidak lebih lama dari 2 menit sebab mengeringnya larutan pada tepi
kamar hitung akan menimbulkan arus yang dapat menyebabkan
pergerakan eritrosit yang telah mengendap. Bila penghitungan
jumlah sel di dalam kamar hitung ditunda, sebaiknya kamar hitung
dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi kapas atau kertas
saring basah.
c. Menghitung Jumlah Sel
1. Lensa kondensor diturunkan atau diafragma dikecilkan. Meja
mikroskop harus dalam sikap rata air.
2. Focus diatur terlebih dahulu dengan memakai lensa obyektif
kecil (10%), kemudian lensa itu diganti atau digeser dengan
lensa obyektif besar (40%), sampai garis bagi dalam bidang
besar tengah jelas tampak.
3. Semua eritrosit dihitung yang terdapat dalam 5 bidang yang
tersusun dari 16 bidang kecil, umpamanya pada keempat sudut
bidang besar ditambah yang ditengah – tengah. Cara
menghitung sama seperti untuk menghitung jumlah leukosit,
yaitu mulai dari kiri ke kanan kemudian dari kanan ke kiri dan
seterusnya.
4. Kepastian untuk menghitung atau tidaknya eritrosit yang
menyinggung garis batas sama seperti untuk leukosit.
X. SIMPULAN
Pada pemeriksaan menggunakan metode Manual/Konvensial,
dengan probandus Wayan Sumi, umur 44 thn, jenis kelamin
perempuan, dengan hasil pada metode Manual/Konvensional 3,09 x
106 sel/mm3. Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Profil Data Kesehatan Dasar Indonesia 2011.
Jakarta: Kemenkes RI
Wirawan, Riadi. (2011). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Edisi Pertama,
FKUI:Jakarta. Hal 32-33
Ardian. 2010. Jumlah eritrosit dan leukosit. [Online]
Tersedia:http://repository.ipb.ac.Id/bitstream/handle/12345679/51319/
Bab%20II%20Tipus2D10zpe4.pdf?sequence=6.html [20 maret 2017].
Babadoko AA, Ibrahim IN, Musa U, & Usman N. (2016). Reproducibility of
Hemato-logical Parameters: Manual Versus Au-tomated Method. Sub-
Saharan African Journal of Medicine, 3(2), 65–70.
Bakhubaira S. (2013). Automated Versus Manual Platelet Count in Aden. J Clin
Exp Pathol, 3(149).
Maulidha SR. (2006). Perbandingan Jumlah Trombosit Metode Reesecker Dengan
Hematology Analyzer. Poltekkes Ke-menkes Banjarmasin Jurusan
Analis Kesehatan.
Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Penerbit Nuha
Medika. Yogyakarta.
WHO. 2005. Iron deficiency anaemia assesment, prevention and control a guide
for programme managers. WHO.
WHO. 2008. Worldwide prevalence of anemia 1993-2005.
http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596657eng.pdf .
Kiswari R. (2014). Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Erlangga.
Pandit A, Kolhar S, & Patil P. (2015). Survey on Automatic RBC Detection and
Counting. International Journal of Ad-vanced Research in Electrical,
Electron-ics and Instrumentation Engineering, 4(1), 128–131.
Patel N. (2009). Why is EDTA The Antocoag-ulant of choice for Hematology
Use? Tech Talk, 7(1).
Ranjan R, Singh RK, & Rigvardhan. (2016). Cost effectiveness & accuracy
analysis of mannual versus automated methods of estimation of basic
haematological parameters in a resource poor setting. Indian Journal
of Basic and Applied Medical Research, 5(4), 121–127.
Thabit MR. (2006). Perbandingan Nilai Hematokrit Pada Penggunaan Metode
Mikrohematokrit Dan Metode Hematolo-gy Analyzer Bulan April
2006. Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Analis Kesehatan.
Wahid AA, & Purwaganda W. (2015). Per-bandingan Hasil Pemeriksaan Hitung
Jenis Leukosit Menggunakan Metode Manual dengan Laser-Based
Flowcy-tometry. Jurnal Kesehatan Rajawali, 5(9), 24–27.
Zandecki M, Genevieve F, Gerald J, & Gor-don A. (2007). Spurious counts and
spurious results on hematology analys-ers. International Journal of
Laboratory Hematology, 29(1), 21–41.