Anda di halaman 1dari 5

Hati adalah organ kelenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 gram.

Terletak
di abdomen kuadrat kanan atas menyatu dengan saluran bilier dan kandung empedu. Hati
menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung aliran
darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi usus.Secara
mikroskopis, hati tersusun oleh banyak lobulus dengan struktur serupa yang terdiri dari
hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel kupffer yang
merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial (Rosida, n.d., 2016).

Hati memiliki peran sangat penting dalam metabolisme glukosa dan lipid, membantu
proses pencernaan, absorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, serta detoksifikasi
tubuh terhadap zat toksik. Interpretasi hasil pemeriksaan uji fungsi hati tidak dapat
menggunakan hanya satu parameter tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil
pemeriksaan, karena keutuhan sel hati dipengaruhi juga faktor ekstrahepatik. Pemeriksaan
fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya kelainan atau penyakit hati,
membantu menengakkan diagnosis, memperkirakan beratnya penyakit, membantu mencari
etiologi suatu penyakit, menilai hasil pengobatan, membantu mengarahkan upaya diagnostik
selanjutnya serta menilai prognosis penyakit dan disfungsi hati (Rosida, n.d., 2016).

Hati merupakan organ intestinal terbesar sebagai pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks. Pemeriksaan uji fungsi hati sering diminta klinisi untuk
penapisan dan deteksi adanya kelainan atau penyakit hati, menegakkan diagnosis, menilai
hasil pengobatan, serta menilai prognosis penyakit hati. Salah satu pemeriksaan uji fungsi
hati yaitu alkali fosfatase (Ariefta et al., 2018).

Salah satu enzim yang dipakai adalah alkali fosfatase (ALP). Alkali fosfatase adalah
sekelompok enzim-enzim yang mengkatalisir berbagai monoester fosfat dalam suasana basa
secara optimum, secara khusus fungsi ALP adalah membebaskan fosfat anorganik dari ester
fosfat organik bersamaan dengan produksi alkohol. Peranan ALP secara fisiologis tidak jelas,
tetapi ALP didapatkan pada saluran empedu, epitel hati, osteoblast (yakni sel-sel pembentuk
tulang baru), usus, tubuli proksimalis ginjal, plasenta, dan kelenjar susu yang sedang
membuat air susu. Peningkatan aktivitas ALP, terkait dengan hepatobiliair, penurunan massa
tulang, obstruksi saluran empedu, sirrosis biliair, penyakit hodgkins, gagal jantung kongestiv,
infeksi hepatitis, dan masalah abdominal.

Aktivitas enzim ALP digunakan untuk menilai fungsi kolestasis. Enzim ini terdapat di
tulang, hati, dan plasenta. ALP di sel hati terdapat di sinusoid dan memberan salauran
empedu yang penglepasannya difasilitasi garam empedu, selain itu ALP banyak dijumpai
pada osteoblast. Kadar ALP tergantung umur dan jenis kelamin. Aktivitas ALP lebih dari 4
kali batas atas nilai rujukan mengarah kelainan ke arah hepatobilier dibandingkan
hepatoseluler (Rosida, n.d., 2016).

Alkalin Phosphatase (ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama oleh epitel
hati dan osteoblas (sel-sel pembentuk tulang baru). Peran ALP dalam proses mineralisasi
adalah mempersiapkan suasana alkalis (basa) pada jaringan osteoid yang terbentuk, agar
kalsium dapat dengan mudah terdeposit pada jaringan tersebut. Pada tulang, enzim ini
menyebabkan meningkatnya konsentrasi fosfat, sehingga terbentuklah ikatan kalsium fosfat
dalam bentuk kristal hidroksiapatit dan akan mengendap di dalam tulang (Herdiana, 2013).

Alkali fosfatase merupakan metaloenzim yang mengandung Zn sebagai bagian


integral molekul, serta memerlukan Co2+, Mg2+ atau Mn2+ sebagai aktivatornya. Alkali
fosfatase ditemukan sebagian besar di hati, tepatnya di dalam mikrovili dari kanalikuli
empedu dan pada permukaan sinusoidal dari hepatosit. Alkali fosfatase disekresi melalui
saluran empedu serta kadarnya meningkat dalam darah, apabila terjadi sumbatan saluran
empedu, penyakit tulang dan hati. Pemeriksaan alkali fosfatase merupakan pemeriksaan
aktivitas enzim yang harus dilakukan dengan teliti, sehingga aktivitas yang terukur
berbanding lurus dengan jumlah enzim yang ada di dalam sampel (Ariefta et al., 2018).

Pemeriksaan alkali fosfatase dapat menggunakan spesimen berupa serum dan plasma
heparin. Pemeriksaan alkali fosfatase sering menggunakan spesimen serum, karena dapat
mempertahankan kadar enzim alkali fosfatase tetap stabil. Pemeriksaan alkali fosfatase tidak
diperkenankan menggunakan antikoagulan plasma sitrat, plasma oksalat maupun plasma
EDTA, karena dapat mempengaruhi reaksi dengan mengikat kofaktor Zn dan menyebabkan
inaktivasi enzim yang ireversibel, sehingga aktivitas enzim alkali fosfatase tidak dapat
diukur. Plasma heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang dapat digunakan tanpa
mempengaruhi reaksi, sehingga aktivitas enzim alkali fosfatase tetap terukur. Pemeriksaan
alkali fosfatase sering menggunakan spesimen serum, namun plasma heparin memiliki waktu
penyediaan TAT (turn around time) lebih cepat dibandingkan serum, karena plasma tidak
memerlukan proses clotting (penggumpalan) dulu sebelum sentri-fugasi. Efisiensi waktu bagi
laboratorium klinik perlu diperhatikan agar petugas laboratorium dapat menghemat waktu
pemeriksaan, sehingga pasien dapat menerima hasil pemeriksaan laboratorium dalam waktu
yang singkat (Ariefta et al., 2018).
Serum ALP dalam keadaan tinggi juga ditemukan pada pasien dengan penyakit arteri
perifer, yang merupakan penyakit vaskular sistemik, terkait dengan aterosklerosis arteri luas
dan peradangan pembuluh darah. Alkalin phosphatase juga digunakan sebagai penanda awal
diferensiasi osteoblastik. Pada lesi aterosklerosis terdapat deposit kalsium yang terdiri dari
mineral apatit tulang, selain itu adanya vesikel matriks, tulang morfogenetik protein,
osteopontin, osteocalci, kolagen, termasuk penanda osteoblast telah diidentifikasikan dalam
plak aterosklerosis (Herdiana, 2013).

Pada proses pemeriksaan dibuat working reagen dari reagen R1 dan R2. Pembuatan
working reagen ini bertujuan untuk membuat enzim alkaline fospat berikatan atau bereaksi
dengan adanya working reagen ini. Karena perekasi ini juga mengandung system buffer ion
logam untuk menjaga konsentrasi Zinc dan Magnesium yang optimal. Buffer ion logam juga
dapat mengikat ion lainnya yang mungkin berpotensi menghambat reaksi. Pada pemipetan
working reagen juga harus tetap rasionya sebesar 4:1 (4 untuk R1 dan 1 untuk R2). Hal ini
dilakukan untuk mengurangi terjadinya reaksi yang dilakukan oleh R2, karena R2 dapat
mengikat komponen dari R1 jika R2 terlalu banyak dimasukkan.

Sampel dimasukkan ketika alat sudah dalam keadaan siap digunakan, jika sampel
sudah dimasukkan ke dalam working reagen sebelum alat siap digunakan maka hasil yang
dikeluarkan ketika pengukuran dapat rendah palsu. Hal ini disebabkan reaksi yang
ditimbulkan di working reagen dan sampel sudah berjalan sehingga pada pengukuran
didapatkan hasil yang rendah, dan juga pada pengukuran dialat akan menginkubasi sampel
dan working reagen selama 1 menit sebelum dibaca selama 3 menit. Maka sebaiknya sampel
dimasukkan atau dicampurkan pada working reagen setelah alat siap digunakan. Sebelum
pengukuran pada sampel dibuat blanko terlebih dahulu agar mengecek apakah working
reagen tidak terkontaminasi, karena blanko akan menghasilkan hasil pengukuran 0 – 1 U/I.
Hal ini penting dilakukan untuk pengkalibrasian alat agar mengetahui bahwa alat dalam
kondisi yang baik sehingga tidak menghasilkan pengukuran yang salah. Pada pemipetan
dengan menggunakan mikropipet diharuskan tegak lurus, karena jika tidak tegak lurus akan
mengubah volume yang sudah ditetapkan dan mempengaruhi reaksi yang terjadi.

Pada saat selesai pengukuran satu sampel di wash terlebih dahulu alat
spektrofotometernya. Hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa sampel yang
kemungkinan masih pada alat. Pencucian ini menggunakan aquades agar steril karena jika
menggunakan air tanpa penyulingan, bakteri atau mikroba yang ada di air tersebut dapat
menyangkut atau berada di dalam alat sehingga memperngaruhi pengukuran. Pada saat
pengukuran digunakan tabung serologis yang steril, agar tidak terjadinya kontaminasi yang
dapat mempengaruhi dari hasil.

Semua yang dilakukan pada pemeriksaan ini dilakukan dengan steril dan bersih, agar
tidak mengalami kontaminasi pada hasil pengukuran. Pengukuran alkaline phospat ini dapat
dipengaruhi dengan keadaan pasien yang stress. Karena stress dapat mengganggu system
metabolism tubuh. Dan alkaline phospat ini juga merupakan sebuah pemeriksaan hati yang
penting dilakukan dalam diagnosis penyakit hati kolestatik. Alkaline phospat juga
dipengaruhi dengan pola hidup yang dijalankan pasien dan juga riwayat diabetes pada pasien.
Karena alkaline phospat terhambat karena adanya kolesterol jahat yang menghambat jalannya
alkaline phospat ini.

Serum alkaline phosphatase (ALP) terdiri dari beberapa isoensim yang terdapat pada
banyak organ seperti hati, tulang, ginjal, usus dan placenta. ALP hati dan tulang kadarnya
tinggi dalam serum sehingga banyak dipakai untuk menilai proses metabolisme tulang
khususnya menilai dan memantau aktivitas osteoblas dan untuk menilai kelainan pada
hepatobilier. Nilai normal: pria 90–239 μ/L dan wanita di bawah 45 tahun 76–196 μ/L dan
wanita >45 tahun 87–250 μ/L. Lebih spesifik lagi bila melakukan pemeriksaan isoensim dari
ALP karena akan menggambarkan kelainan masing-masing isoensim yang diproduksi oleh
organ tertentu. Pemeriksaan pertanda tulang ini dapat digunakan sebagai marker osteoblas
pada pengobatan penyakit Paget dengan bisphosphonat. Pemeriksaan isoensim dilakukan
dengan cara khusus yaitu teknik elektroforesis dan kadar isoensim ALP tulang adalah 20–120
μ/L (Priyana, 2007).

Ariefta, D., Herlisa, P., Zulfikar, A., & Faruq, H. (2018). Perbedaan Alkali Fosafatase Serum
dan Plasma Heparin. 1, 163–165.

Herdiana. (2013). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and Modeling,


53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Priyana, A. (2007). Peran pertanda tulang dalam serum pada tatalaksana osteoporosis Role
of serologic bone marker in osteoporosis management. 26(3).
Rosida, A. (n.d.). Pemeriksaan laboratorium penyakit hati. 123–131.

Seita, A., 2013. Biochemistry Tests Section. Healt Department. Amman : Lab Guide.

William, D.L & Vincent Marks. 2014. Scientific Foundation of Biochemistry in Clinical
Practice. Butterworth-Heinemann Publishing.

Anda mungkin juga menyukai