Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PEMERIKSAAN UREA

OLEH :
KELOMPOK 1 GANJIL

NI KADEK PRIDAYANTI

(P07134014001)

PUTU NIKHITA FEBRYANTI

(P07134014003)

IGA. AYU SATWIKHA DEWI

(P07134014005)

KOMANG NINA SHINTARINI

(P07134014009)

NI LUH CANDRA WATI

(P07134014011)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN 2016

PEMERIKSAAN UREA
I.

TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui dan menjelaskan cara pemeriksaan urea.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk dapat melakukan cara pemeriksaan urea pada serum atau plasma pasien.
2. Untuk dapat menentukan kadar urea pasien dan menginterpretasikan hasilnya.

II. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah kinetic enzimatik talke and sehubert
III. PRINSIP
Urea + 2H2O

Urase

2NH4+ + CO32-

NH4+ + 2-Oxoglutarate + NADH GLDH


L-Glutamete + NAD+ + H2O
Rentang nilai absorbansi berubah pada panjang gelombang 340 nm, panjang gelombang
ini sesuai untuk konsentrasi urea
IV. DASAR TEORI
Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam cairan ekstrasel,
tetapi pada akhirnya dipekatkan dalm urin dan diekskresikan. Jika keseimbangan nitrogen
dalam keadaan mantap ekskresi ureum kira-kira 25 mg per hari
Ureum juga merupakan produk akhir dari metabolism nitrogen yang penting pada
manusia, yang disintesis dari ammonia, karbon dioksida dan nitrogen amida aspartat
(Riswanto.2013).
Definisi lain dari ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam
amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan
rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg ~ 40 mg setiap 100
ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati
dalam pembentukan ureum
Rumus bangun ureum:

Rumus molekul ureum adalah , dengan berat molekul 60 (Anonim. 2010)


Pemeriksaan ureum dipakai sebagai parameter tes fungsi faal ginjal. Ureum merupakan
senyawa kimia yang menandakan fungsi ginjal masih normal. Oleh karena itu, tes ureum
selalu digunakan untuk melihat fungsi ginjal kepada pasien yang diduga mengalami gangguan
pada organ ginjal (Gandasoebrata, R. 2006)
Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup. Ginjal memiliki
berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi
osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa,
ekskresi sisa metabolisme dan bahan kimia asing; pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan
glukoneogenesis. Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, akan terlihat dua bagian utama
yaitu korteks di bagian luar dan medulla di bagian dalam. Unit terkecil dari ginjal adalah
nefron. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru sehingga apabila terjadi trauma pada ginjal,
penyakit ginjal, atau terjadi penuaan normal, akan terjadi penurunan jumlah nefron secara
bertahap
Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, menyebabkan mereka kehilangan
kapasitas penyaringan mereka. Kerusakan pada nefron bisa terjadi dengan cepat, sering
sebagai akibat dari cedera atau keracunan. Tetapi penyakit ginjal yang paling merusak nefron
adalah yang perlahan-lahan dan diam-diam. Hanya setelah tahunan atau bahkan puluhan tahun
akan terlihat jelas kerusakannya. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang kedua ginjal
secara bersamaan (NIDDK, 2009).
Dua penyebab paling umum dari penyakit ginjal adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi. Orang dengan riwayat keluarga apapun masalah ginjal juga di risiko untuk penyakit
ginjal (NIDDK, 2009).Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan gagal ginjal yang tidak
sepenuhnya dipahami. Para peneliti masih mempelajari bagaimana protein dalam diet dan
tingkat kolesterol dalam darah mempengaruhi fungsi ginjal (NIDDK, 2009).
Karena seseorang dapat memiliki penyakit ginjal tanpa gejala, dokter mungkin pertama
mendeteksi kondisi melalui darah rutin dan tes urin. National Kidney Foundation

merekomendasikan tiga tes sederhana untuk skrining penyakit ginjal: tekanan darah
pengukuran, cek spot untuk protein atau albumin dalam urin, dan perhitungan laju filtrasi
glomerulus (GFR) berdasarkan pengukuran kreatinin serum. Mengukur urea nitrogen dalam
darah memberikan informasi tambahan (NIDDK, 2009).
Metabolisme ureum terjadi dengan rangkaian sebagai berikut. Gugusan amino dilepas dari
asam amino bila asam amino ini didaur ulang menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan
dikeluarkan dari tubuh, aminotransferase yang ada di berbagai jaringan mengkatalisis
pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi
sintetsis. Deaminasi oksidatifmemisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan
amino yang dilepaskan itu diubah menjadi ammonia. Amonia diangkut ke hati dan diubah
menjadi reaksi-reaksi bersambung. Hampir seluruh urea dibentuk di dalm hati, dari
katabolisme asam-asam amino dan merupakan produk ekskresi metabolisme protein yang
utama. Konsetrasi urea dalam plasma darah terutama menggambarkan keseimbangan antara
pembentukkan urea dan katabolisme protein serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea
dimetabolisme lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses
Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada
di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan
rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat
rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan bertambahnya
usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal. Pada orang normal ureum diekskresikan melalui
urine. Konsentrasi nitrogen / urea dalam darah bukan untuk mengukur fungsi glomerulus yang
ideal, karena peningkatannya dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor diluar ginjal
1. Urea Plasma yang tinggi (Azotemia)
Urea plasma yang tinggi merupakan salah satu gambaran abnormal yang utama dan
penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Peningkatan katabolisme protein jaringan disertai dengan keseimbangan nitrogen yang
negative. Misalnya terjadi demam, penyakit yang menyebabkan atrofi, tirotoksikosis,
koma diasbetika atau setelah trauma ataupun operasi besar. Karena sering kasus
peningkatan katabolisme protein kecil, dan tidak ada kerusakan ginjal primer atau
sekunder, maka ekskresi ke urin akan membuang kelebihan urea dan tidak ada
keanikan bermakna dalam urea plasma.

b) Pemecahan protein darah yang berlebihan Pada leukemia, pelepasan protein leukosit
menyokong urea plasma yang tinggi.
c) Pengurangan ekskresi urea Merupakan penyebab utama dan terpenting bias prerenal,
renal atau postrenal. Penurunan tekanan darah perifer adatau bendungan vena atau
volume plasma yang rendah dan hemokonsentrasi, mengurangi aliran plasma ginjal.
Filtrasi glomelurus untuk urea turun dan terdapat peningkatan urea plasma, pada kasus
yang ringan, bila tidak ada kerusakan struktur ginjal yang permanen, maka urea plasma
akan kemabli normal bila keadaan prerenal dipulihkan ke yang normal.
d) Penyakit ginjal yang disertai dengan penurunan laju filtrasi glomelururs yang
menyebabkan urea plasma menjadi tinggi.
e) Obstruksi saluran keluar urin menyebabkan urea plasma menjadi tinggi (Riswanto.
2010).
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua
senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal.
Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal.
Uremia prarenalterjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh
glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi :
a) Penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi;
b) Peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai

pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan,


perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia
(pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam,.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan
gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis,
hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal
kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter,
kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh
batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih
atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin
dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.

Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik;
diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic (basitrasin,
sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin,
vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide; propanolol,
morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat menurunkan kadar urea
misalnya fenotiazin (Riswanto. 2010).
2. Urea plasma yang rendah (Uremia)
Uremia kadang-kadang terlihat pada kehamilan, bias karena peningkatan filtrasi
glomelurus, diversi nitrogen ke foetus atau karena retensi air. Pada nekrosis hepatic akuta,
sering urea plasma rendah karena asam-asam amino tak dimetabolisme lebih lanjut. Pada
sirosis hepatis, urea plasma yang rendah sebagian disebabkan oleh kecepatan anabolisme
protein yang tinggi, bias timbul selama pengobatan dengan androgen yang intensif, juga
pada malnutrisi protein jangka panjang.
Ureum digunakan untuk menentukan tingkat keparahan status azotemia/uremia pasien,
menentukan hemodialisis (BUN serum . 40 mmol/l atau lebih dari 120 mg). Hemodialisis
tidak adekuat apabila rasio reduksi ureum ,65%. Reduksi ureum yang tidak adekuat
tersebut meningkatkan angka mortalitas pasien hemodialisa. Penurunan BUN (,50 ml/dl
predialisis tidak menunjukkan dialysis yang baik, tetapi justru adanya malnutrisi dan
penurunan massa otot karena dialysis inadekuat (Nyoman, 2008)
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis
hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut.
Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh
sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen yang
intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir
kehamilan, kadar urea kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi
glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga
dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan darah jangka
panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat
pengenceran.

Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan
dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan
suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab
uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar
BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah
nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun
lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar
yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat
akskresi melalui saluran cerna.
Kadar ureum dalam serum/ plasma mencerminkan keseimbangan antara produksi dan
ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen, di Amerika Serikat hasil
penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam
serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25 mg/dl, dan kadar ureum dalam serum normal
adalah 10-50 mg/dl. Nitrogen menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi
ureum dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan factor perkalian 2,14 (Widman, 1995).

V. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Tabung serologi
2. Spektrofotometer
3. Mikropipet
4. Yellow tip
5. Blue tip
b. Bahan
1. Reagen
a) Reagen 1
Tris Buffer (pH 8) 100 mmol/l
Urase
10 ku/l
GLDH
2,5 ku/l
Oxaglutarate
5,49 mmol/l
b) Bahan Reagen 2
NADH
2. Urea calibrator
3. Aquadest

4. Sampel serum atau plasma


VI.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

CARA KERJA
Alat dan bahan disiapkan pada meja praktikum.
Dua buah tabung disiapkan dan diberi label Standar, dan Sampel.
Reagen urea (Erba) dipipet sebanyak 500l dan dimasukkan ke dalam masing-masing
tabung.
Masing-masing tabung ditambahkan dengan :
Tabung I (standar) : ditambahkan 5 l larutan standar urea.
Tabung II (sampel) : ditambahkan 5 l sampel serum pasien.
Masing-masing tabung dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit.
Kadar urea pada sampel dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang
gelombang 340 nm.
* Pembacaan kadar urea pada sampel menggunakan spektrofotometer :
a) Sebelum digunakan alat diwarming up selama 15 menit setelah ditekan tombol
power ON, kemudian ditunggu sampai semua indikator menunjukkan tanda
centang.
b) Dilakukan pembersihan alat menggunakan aquadest. Aquadest dimasukkan ke
dalam pipa kapiler lalu ditekan tombol wash/fn sehingga proses pembersihan akan
c)

berjalan. Tekan kembali tombol wash/fn untuk menghentikan proses pembersihan.


Dipilih menu Run Test pada alat dengan menekan tombol 1. Tekan page 1 (jika
menggunakan reagen Erba) untuk mencari parameter pemeriksaan yang diinginkan.

Untuk pengukuran kadar urea dipilih UREA lalu tekan enter.


d) Apabila waktu inkubasi telah selesai, maka proses pemeriksaan dimulai. Larutan
blanko dimasukkan ke dalam pipa kapiler dengan posisi tegak lurus lalu tekan
tombol di bawah pipa kapiler untuk menghisap cairan larutan blanko ke dalam alat
spektrofotometer sehingga diperoleh nilai absorbansinya.
Dicatat nilai absorbansi yang muncul pada layar dan dibersihkan pipa kapiler
dengan tisu sebelum kembali digunakan.
e) Lakukan langkan seperti nomor 4 untuk larutan standar dan sampel. Dicatat nilai
absorbansi dan konsentrasi yang dihasilkan oleh larutan standar dan sampel pada
f)

panjang gelombang 340 nm.


Apabila pengukuran sudah selesai, ditekan tombol Prev untuk kembali ke menu
awal. Alat dan bahan yang telah selesai digunakan lalu dibersikan dan disimpan
pada tempat semula.

VII. INTERPRETASI HASIL


Serum atau plasma
: 13-45 mg/dl

VIII. HASIL PENGAMATAN


a. Data Serum
Nama
Jenis Kelamin
Kondisi Sampel
Hasil Pemeriksaan
Absorbansi Standar
Absorbansi Sampel
Konsentrasi Sampel

: Fatimah
: Perempuan
: Kuning jernih
: -0,045
: -0,210
: 199,7 mg/dl

Gambar Pengamatan
SAMPEL SERUM

STANDAR

REAGEN

CHOLESTEROL ERBA

CHOLESTEROL ERBA

Pemipetan Reagen/Standar/Serum secara Proses

Pengukuran

vertikal

Spektrofotometer

Reaksi Warna Pada Standar, dan Serum

Hasil Pengukuran Standart

Hasil Pengukuran Sampel

Dengan

IX.

PEMBAHASAN

X.

SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Ureum. [online] tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Kreatinin [diakses: 8
Oktober 2016]

Gandasoebrata, R. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan Keduabelas, Jakarta : Dian


Rakyat.

NIDDK. 2009. The Kidneys and How They Work. [online] tersedia:
http://kidney.niddk.nih.gov/Kudiseases/pubs/yourkidneys/ [diakses: 8 Oktober 2016]

Nyoman, Suci W. 2008. Kadar Ureum dalam Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi
Hemodialisis. [online] tersedia: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimusgdl-tantikurni-5215-2-bab2.pdf [diakses: 8 Oktober 2016]

Riswanto. 2010. [online] tersedia : http://labkesehatan.blogspot.co.id/2010/03/ureum-darahserum.html. [diakses: 8 Oktober 2016]

Anda mungkin juga menyukai