MAKALAH
TEKNIK DIAGNOSIS PEMERIKSAAN FESES
Disusun Oleh :
Nama : Nawang Prima Ilmiafee
NIM : 20118056
Tingkat : III / B
Prodi : D4 Teknologi Laboratorium Medis
ASSALAMUALAIKUM WR.WB
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “TEKNIK DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FESES”
Dalam penulisan makalah ini penulis telah berusaha sebaik - baiknya dalam
menyelesaikan tugas ini, tetapi penulis tetap manusia biasa yang masih memiliki kekurangan
dalam hal penulisan maupun teknik pembuatan makalah. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ;
1. Ibu Siti Munawaroh, S.Pd., S.ST., M.Si selaku dosen mata kuliah parasitologi yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.
Tentunya ada saja kekurangan dalam pembuat makalah ini, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga dapat
melengkapi kekurangan - kekurangan tersebut. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. TUJUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Feses
Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakansalah satu sumber
penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare, kolera dan
infeksi cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces). Seperti halnya
sampah, tinja juga mengundang kedatangan lalat dan hewan-hewan lainnya. Lalat
yang hinggap di atas tinja (faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat
menularkan kuman-kumanitu lewat makanan yang dihinggapinya, dan manusia lalu
memakan makanantersebut sehingga berakibat sakit. Beberapa penyakit yang dapat
disebarkan akibat tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam
cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, dan sebagainya.
Pengerasan tinja atau feses dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan
menurunnya frekuensi buang air besar antara pengeluarannya atau pembuangannya
disebut dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau
feses terganggu, menyebabkan menurunnya waktu dan meningkatnya frekuensi buang
air besar disebut dengan diare atau mencret.
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat
hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak,
urobilin, debris, celulosa gas indol, skatol, sterkobilinogen dan bahan patologis.
Normal : 100 – 200 gram / hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari – 3x / minggu.
24. Batu tinja : dari batu empedu yang mungkin masuk kedalam usus.
25. Parasit : bentuk dewasa Ascaris lumbrucoides, Oxyuris vermicularis,
cacing tambang, cestoda (skoleks, proglotid).
1. Sisa makanan
a. Hidrat arang : butiran biru (lugol)
b. Protein : serabut kuning muda (asam cuka 30%)
c. Lemak : butiran jingga (sudan III)
26. Sel-sel
a. Epitel
b. Leukosit
c. Eritosit
27. Kristal : Kalsium oxalat, kalsium carbonat, kalsium sulfat, asam lemak,
kolesterol, bilirubin.
28. Parasit usus
a. Helminthes, bentuk : dewasa, larva, telur
b. Protozoa, bentuk : tropozoit, kista
29. Amoeba
Pemeriksaan telur cacing dari feses dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
sediaan langsung (sediaan basah) dan sediaan tidak langsung (konsentrasi). Metode
pemeriksaan tinja juga dibagi menjadi metode kuantitatif dan metode
kualitatif.Metode kualitatif berguna untuk menentukan positif atau negatif cacingan.
Metode yang biasa digunakan untuk pemeriksaan kualitatif adalah metode direct
slide, metode flotasi dan metode sedimentasi. Metode kuantitatif berguna untuk
menentukan intensitas infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui
jumlah telur per gram tinja. Metode yang biasa digunakan untuk pemeriksaan
kuantitatif adalah metode Kato-Katz dan metode stoll (Natadisastra2009).
1. Pemeriksaan Konsentrasi
2. Pemeriksaan Biakan
3. Pemeriksaan Darah
4. Pewarnaan
Pemeriksaan konsentrasi tinja terdiri atas dua metode, yaitu :
1. Metode pengapungan (flotasi)
2. Metode pengendapan (sedimentasi)
Pada kedua metode tersebut, protozoa dan helminthes dipisahkan dari debris
dan material tinja dengan dasar perbandingan gaya berat. Macam-macam metode
pengapungan:
1. Teknik pengapungan garam pekat.
2. Teknik pengapungan gula jenuh.
3. Teknik pengapungan NaCl + MgCl2.
4. Teknik pengapungan ZnSO4.
Pada metode pengendapan baik dengan menggunakan prinsip gaya berat
maupun pemusingan (centrifugasi) menyebabkan semua protozoa telur dan larva
helminths terkonsentrasikan karena mengendap, tetapi di sini masih banyak
mengandung debris. Macam-macam metode pengendapan antara lain:
1. Teknik penyaringan dengan pengendapan.
2. Teknik pengendapan dengan centrifugasi.
3. Teknik pengendapan dengan formalin-eter.
4. Teknik MIF.
5. Teknik MIFC.
6. Teknik Buffer Citrat Tween 80.
7. Teknik AMS III.
Berat jenis (BJ) parasit dan larutan :
1. Larutan :
a. Larutan garam pekat = 1,120 - 1,210 (konsentrasi = 34%)
b. Larutan gula jenuh = 1,180
c. Larutan ZnSO4 = 1,180 (konsentrasi = 33%)
d. Larutan NaCl + MgCl2 = 1,160 - 1,250
2. Golongan Nematoda :
a. Telur Ascaris lumbricoides fertil = 1,090 - 1,170
b. Telur Ascaris lumbricoides infertil = 1,160 - 1,250
c. Telur Enterobius vermicularis = 1,100 - 1,180
d. Cacing tambang (hookworms) = 1,040 - 1,150
3. Golongan Protozoa :
a. Kista Entamoeba histolytica = 1,065 - 1,070
b. Kista Entamoeba coli = 1,070 - 1,075
c. Kista Giardia lamblia = 1,060
4. Golongan Trematoda darah = > 1,180
G. Macam - Macam Metode Pengapungan (flotasi)
Teknik flotasi menunjukkan sensitivitas yang tinggi sebagai alat diagnosis
infeksi soil transmitted helminth dengan tingat infeksi rendah. Karenanya banyak
digunakan sebagai diagnosis pasti dalam lingkungan rumah sakit dan lingkup survei
epidemiologi. Di satu sisi, teknik ini cukup komplek dan mahal dikarenakan
menggunakan sentrifugi didalamnya tetapi masih terbaik diantara metode lainnya
(Limpomo dan Sudaryanto 2014).
Pemeriksaan ini berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistoma,
Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari family Taenidae, telur-telur
Achantocephala maupun telur Ascaris yang interfil. Tetapi tidak untuk telur Ascaris
Lumbricoides yang belum dibuahi serta spesimen faeces yang mengandung lemak
dalam jumlah besar (Limpomo dan Sudaryanto 2014).
Secara umum efektivitas pemeriksaan faeces flotasi di pengaruhi oleh jenis
larutan pengapung, berat jenis, waktu apung (periode flotasi) dan homogenisitas
larutan setelah proses sentrifugasi. Larutan pengapung berperan penting dalam
menyebabkan telur cacing dapat pengapung sehingga mudah diamati. Cara kerjanya
didasarkan atas perbedaan berat jenis larutan kimia tertentu (1,120 - 1,210) dan telur
larva cacing (1,050 - 1,150), sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga
untuk memisahkan partikel - pertikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Bahan
pengapung yang lazim digunakan dalam pemeriksaan tinja metode flotasi adalah
larutan NaCl jenuh, glukosa, MgSO4, ZnSO4 proanalis, NaNO3 dan millet jelly
(Limpomo dan Sudaryanto 2014).
1. Metode Flotasi Pasif
Metode ini dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi parasit sebagai
bagian dari pemeriksaan rutin ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada tinja
atau ketika tanda klinis menunjukkan terjadi peningkatan kecurigaan infeksi
parasit (Limpomo dan Sudaryanto 2014) Kelebihan dari metode ini adalah
cukup mudah dalam pegerjaannya. Lebih murah daripada metode sentrifugi dan
dapat dilakukan meskipun tidak alat sentrifugasi (Levecke et al. 2009)
Kekurangan dari metode ini yaitu kurang efektif dibandingkan dengan metode
sentrifugasi, menemukan telur lebih sedikit sehingga sering mendapatkan hasil
negative palsu (Levecke et al. 2009).
Metode ini merupakan metode yang baik untuk memeriksa sampel feses yang
sudah lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifugal dapat
memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur cacing dapat
terendapkan(Dharma 2016) Metode sedimentasi kurang efesien dibandingkan dengan
metode flotasi dalam mencari kista protozoa dan banyak macam telur cacing
(Natadisastra 2009)
I. Metode Selotip
J. Metode Stoll
Metode ini menggunakan NaOH 0,1N sebagai pelarut tinja, Metode ini baik
digunakan untuk infeksi berat dan sedang. Metode ini kurang baik untuk pemeriksaan
ringan (Natadisastra 2009)
K. Metode Merthiolate Iodine Formaldehyde (MIF)
Metode ini menyerupai metode sedimentasi. Metode ini baik dipakai untuk
mendiagnosis secara laboratories adanya telur cacing (Nematoda, Trematoda dan
Cestoda), Amoeba dan Giadia lamblia didalam tinja (Natadisastra 2009)
BAB III
TEKNIK DIAGNOSIS PEMERIKSAAN FESES
1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva)
b. Prinsip : Dengan pembuatan preparat secara langsung dengan cat
(eosin 2% / lugol 5% / PZ) dan diperiksa secara mikroskopis terhadap sampel
feses, maka dapat diketahui morfologi atau bentuk-bentuk yang terkandung
dalam sampel feses tersebut.
c. Alat : Object glass, cover glass, lidi dan mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Cat eosin 2%, lugol 5% dan PZ (NaCl 0,85%).
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
35. Analitik
a. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet.
b. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
37. Catatan
a. Keuntungan Eosin yaitu parasit terwarnai dan kerugiannya yaitu parasit akan
mati.
b. Keuntungan lugol 5% yaitu parasit terwarnai dan kerugiannya yaitu parasit
akan mati.
c. Keuntungan PZ yaitu parasit hidup dan dapat melihat pergerakan parasit.
Sedangkan kerugiannya yaitu parasit tidak terwarnai dan sediaan cepat
kering
1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
c. Alat : Tabung venoject, lidi, object glass, cover glass, rak tabung
dan mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Larutan garam pekat ( larutan NaCl 34%)
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
38. Analitik
a. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet.
b. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja ± 2 cm3 / 2 ml dimasukkan ke dalam tabung venoject
2) Ditambahkan larutan garam pekat dan diaduk sampai rata, ditambahkan
larutan garam pekat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai hampir
memenuhi tabung.
3) Diletakkan tabung di rak, ditambahkan pelan-pelan larutan garam pekat
sampai permukaan di mulut tabung cembung
4) Ditunggu 30 - 40 menit
5) Diletakkan cover glass diatas permukaan larutan pada mulut tabung
sampai menyentuh permukaan larutan, kemudian cover glass diambil dan
diletakkan pada kaca benda
6) Diberi label keterangan pada kaca benda dan diamati di bawah mikroskop
dengan lensa obyektif 10x/45x
7) Hasil diamati dan digambar
39. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
40. Catatan
a. Konsentrasi larutan garam pekat = 34%
b. BJ larutan garam pekat = 1,120 - 1,210
c. Keuntungan :
1) Mudah ditemukan bentuk protozoa dan nematoda.
2) Memuaskan untuk telur-telur Ascaris lumbricoides, cacing tambang,
Trichuris trichiura, Taenia sp, Hymenolepis nana.
3) Parasit yang mempunyai BJ < 1,120 akan mudah mengapung.
4) Prosedurnya cepat sehingga baik untuk kerja lapangan.
d. Kerugian :
1) Bila konsentrasi garam kurang dari atau lebih dari 34% parasit akan rusak.
2) Bila BJ parasit > 1,210 parasit akan tenggelam.
3) Sediaan mudah mengkristal, sehingga harus cepat diperiksa.
4) Tidak memuaskan untuk telur Trematoda, larva helminthes dan protozoa.
M. Teknik Pemeriksaan Pengapungan Gula Jenuh (SUGAR FLOTATION TECHNIC)
1. Pra Analitik
g. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva).
h. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
i. Alat : Tabung venoject, lidi, object glass, cover glass, rak tabung
dan mikroskop.
j. Bahan : Feses
k. Reagent : Larutan gula jenuh
l. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
41. Analitik
c. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet.
d. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja ± 2 cm3 / 2 ml dimasukkan ke dalam tabung venoject.
2) Ditambahkan larutan gula jenuh dan diaduk sampai rata, ditambahkan
larutan gula jenuh sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai hampir
memenuhi tabung.
3) Diletakkan tabung di rak, ditambahkan pelan-pelan larutan gula jenuh
sampai permukaan di mulut tabung cembung.
4) Ditunggu 30 - 40 menit.
5) Diletakkan cover glass diatas permukaan larutan pada mulut tabung
sampai menyentuh permukaan larutan, kemudian cover glass diambil dan
diletakkan pada kaca benda.
6) Diberi label keterangan pada kaca benda dan diamati di bawah mikroskop
dengan lensa obyektif 10x/45x.
7) Hasil diamati dan digambar
42. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
43. Catatan
a. BJ larutan gula jenuh = 1,180
b. Keuntungan :
1) Keuntungan dari teknik ini adalah telur-telur helminthes dan kista untuk
protozoa dapat dikonsentrasikan dengan pengapungan. Untuk protozoa,
larutan gula jenuh lebih memuaskan dari pada dengan larutan garam
pekat, sebab dengan larutan garam pekat sering menyebabkan pecahnya
kista protozoa dan beberapa telur helminthes.
2) Mudah sekali ditemukan parasit nematoda yang BJ nya < 1,180
3) Prosedurnya cepat dan simple/sederhana.
c. Kerugian :
1) Banyak debris-debris yang ikut mengapung pada sediaan sehingga sediaan
terlihat kotor.
2) Parasit yang mempunyai BJ > 1,180 tidak bisa ditemukan.
1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
c. Alat : Tabung venoject, tabung centrifuge, lidi, object glass, cover
glass, rak tabung, kain kasa, corong, centrifuge, pipet pasteur/pipet tetes dan
mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Larutan ZnSO4 33%
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
44. Analitik
e. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet
f. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja kurang lebih sebesar kelereng, diencerkan dengan air kurang
lebih 10 ml dan diaduk sampai homogen dalam tabung venoject.
2) Disaring larutan tinja tersebut melalui 2 lembar kain kasa, dan ditampung
larutan tinja dalam tabung centrifuge.
3) Dicentrifugasikan dengan 1.500 rpm selama 1 – 2 menit.
4) Dibuang larutan yang jernih bagian atas, ditambahkan 2 - 3 ml air dan
dikocok sampai endapan larut lagi.
5) Diulangi prosedur 3 - 4x sampai supernatan menjadi jernih.
6) Sesudah supernatan terakhir dibuang, ditambahkan ZnSO4 dan diaduk
sampai endapan terlarut, ditambahkan lagi ZnSO4 sampai kurang lebih 1 cm
dari ujung atas tabung centrifuge.
7) Dicentrifugasikan lagi selama 1-2 menit
8) Diambil material yang mengapung dengan pipet, diteteskan pada kaca
benda dan ditutup dengan cover glass.
9) Diperiksa dan diamati di bawah mikroskop dengan lensa obyektif 10x/45x.
10) Hasil diamati dan digambar
45. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
46. Catatan
a. Konsentrasi larutan ZnSO4 = 33%
b. BJ larutan ZnSO4 = 1,180
c. Keuntungan :
1) Baik untuk melacak kista protozoa, telur dan cacing dengan BJ < 1,180
2) Kista, larva, telur cacing yang didapatkan tidak rusak.
3) Kista, protozoa, telur dan larva cacing yang bisa ditemukan dalam teknik ini
antara lain: telur Ascaris lumbricoides fertil, telur Enterobius vermicularis,
cacing tambang, kista Entamoeba histolytica, kista Entamoeba coli dan
kista Giardia lamblia.
d. Kerugian :
1) Telur Ascaris lumbricoides infertil, telur beroperkulum, telur trematoda
darah dan telur yang BJ nya > 1,180 tidak bisa ditemukan
1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa, larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
c. Alat : Tabung venoject, tabung centrifuge, lidi, object glass, cover
glass, rak tabung, kain kasa, corong, centrifuge, pipet pasteur/pipet tetes dan
mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Larutan NaCl + MgCl2
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air
47. Analitik
g. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet
h. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja kurang lebih sebesar kelereng, diencerkan dengan air kurang
lebih 10 ml dan diaduk sampai homogen dalam tabung venoject.
2) Disaring larutan tinja tersebut melalui 2 lembar kain kasa, dan ditampung
larutan tinja dalam tabung centrifuge.
3) Dicentrifugasikan dengan 1.500 rpm selama 1-2 menit.
4) Dibuang larutan yang jernih bagian atas, ditambahkan 2 - 3 ml air dan
dikocok sampai endapan larut lagi.
5) Diulangi prosedur 3 - 4x sampai supernatan menjadi jernih.
6) Sesudah supernatan terakhir dibuang, ditambahkan larutan NaCl + MgCl2
dan diaduk sampai endapan terlarut, ditambahkan lagi larutan NaCl +
MgCl2 sampai kurang lebih 1 cm dari ujung atas tabung centrifuge.
7) Dicentrifugasikan lagi selama 1-2 menit.
8) Diambil material yang mengapung dengan pipet, diteteskan pada kaca
benda dan ditutup dengan cover glass.
9) Diperiksa dan diamati di bawah mikroskop dengan lensa obyektif 10x/45x.
10) Hasil diamati dan digambar.
1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa, larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih besar daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengendap pada lapisan bawah tabung.
c. Alat : Tabung venoject, tabung centrifuge, lidi, object glass, cover
glass, rak tabung, kain kasa, corong, pipet pasteur/pipet tetes dan mikroskop
d. Bahan : Feses dan air kran
e. Reagent :-
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air
50. Analitik
i. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet
j. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil kurang lebih 1 gram tinja dan dimasukkan kedalam tabung
venoject.
2) Ditambahkan air kran sampai volumenya menjadi 20 kali volume tinja
semula.
3) Diaduk sampai menjadi bubur.
4) Ditambah air lagi sampai hampir memenuhi tabung.
5) Disiapkan tabung centrifuge, corong dan kain kassa.
6) Diletakkan kain kasa didalam corong dan diletakkan corong di atas tabung
centrifuge.
7) Disaring larutan tinja.
8) Air hasil penyaringan dibiarkan di dalam tabung centrifuge dengan posisi
tegak lurus selama 1 jam.
9) Dengan pipet diambil larutan bagian bawah dengan hati-hati, diteteskan
pada kaca benda, ditutup dengan cover glass, dan diperiksa di bawah
mikroskop dengan lensa obyektif 10x/45x.
10) Hasil diamati dan digambar.
51. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
52. Catatan
a. Cara ini dianjurkan untuk melacak telur Schistosoma, Clonorchis,
Opistorchis dan Trematoda dari family Heterophyidae
b. Fungsi penyaringan :
1) Untuk memisahkan debris-debris dari parasit.
2) Memudahkan pemeriksaan karena sediaan tetap bersih.
3) Mempercepat pengendapan.
c. Keuntungan :
1) Parasit mudah ditemukan karena sudah terpisah dari debris-debrisnya.
2) Sediaan bersih.
3) Prosedur mudah dan cepat.
4) Telur tidak mengalami perubahan morfologi.
d. Kerugian :
1) Adanya parasit yang tersangkut pada kain kasa, menyebabkan sulit
ditemukan adanya bentuk-bentuk parasit
DAFTAR PUSTAKA
Arsanti. 2014. Infeksi Cacing (Penyakit Kecacingan), BBTKL PPM. Jurnal Media
Informasi Kegiatan. 9.
Dachi RA. 2015. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar Terhadap Infeksi Cacing Perut Di
Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2005. Jurnal Mutiara
Kesehatan Indonesia. 1 (2), Hal 1-7.
Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah
Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Heryy. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas
kedokteran UI, Jakarta.