Anda di halaman 1dari 26

PRAKTIKUM PARASITOLOGI II

MAKALAH
TEKNIK DIAGNOSIS PEMERIKSAAN FESES

Disusun Oleh :
Nama : Nawang Prima Ilmiafee
NIM : 20118056
Tingkat : III / B
Prodi : D4 Teknologi Laboratorium Medis

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS TEKNOLOGI, MANAJEMEN DAN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR

ASSALAMUALAIKUM WR.WB

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “TEKNIK DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FESES”
Dalam penulisan makalah ini penulis telah berusaha sebaik - baiknya dalam
menyelesaikan tugas ini, tetapi penulis tetap manusia biasa yang masih memiliki kekurangan
dalam hal penulisan maupun teknik pembuatan makalah. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ;

1. Ibu Siti Munawaroh, S.Pd., S.ST., M.Si selaku dosen mata kuliah parasitologi yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.
Tentunya ada saja kekurangan dalam pembuat makalah ini, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga dapat
melengkapi kekurangan - kekurangan tersebut. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
.

Kediri, 19 April 2021


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi merupakan penyakit sosial ekonomi dan insiden penyakit


yang masih tinggi di dunia. Menurut data dari World Health Organization (WHO),
ada sekitar 800 juta – 1 milyar penduduk terinfeksi dan prevalensi tertinggi ditemukan
di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Hal ini juga dikuatkan
oleh Rehulina (2015) yang menyatakan infeksi cacingan menjadi masalah kesehatan
terbesar di negara Indonesia. Di Indonesia, Infeksi parasit yang disebabkan oleh
cacing umumnya berasal dari soil transmitted helminths (cacing yang ditularkan
melalui tanah). Jenis cacing ini adalah cacing usus seperti Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan Ancylostoma duodenale. Selain cacing, Protozoa juga menjadi
penyebab infeksi parasit seperti Giardia lamblia dan Blastocystis hominis (Finca,
2016).
Parasit dapat dibedakan, menjadi Endo-parasit (Helminth (cacing), yang terdiri
dari cacing Nematoda (cacing gilik), Cestoda (cacing pita) dan Trematoda (cacing
daun). Selain cacing juga terinfeksi oleh Protozoa darah dan protozoa saluran cerna,
serta Ekto-parasit artropoda kelas Insekta, (kutu, pinjal, lalat dan nyamuk), dan kelas
araknida (caplak dan tungau). Sebagian besar infeksi dengan parasit cacing
berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang berdasarkan gejala klinis
kurang akurat. Pemeriksaan feses diperlukan untuk menemukan adanya telur, larva,
ookista , tropozoit dan kista dari parasit. Identifikasi parasit yang tepat memerlukan
pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan
juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak
yang mungkin dikira suatu parasit.
Pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah
lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern
dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan
oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang
memerlukan pemeriksaan feses, cara pengumpulan sampel yang benar serta
pemeriksaan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang
dilakukan oleh klinisi. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan umum maupun
khusus, dilakukan juga pemeriksaan feses dan pemeriksaan darah untuk mendukung
hasil diagnosis. Oleh karena itu pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan sebagai
upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit infeksi cacingan dengan berbagai
teknik diagnosis pemeriksaan feses.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan pemeriksaan makroskopis feses dan mikroskopis
feses ?
2. Apa sajakah macam – macam pemeriksaan makroskopis feses ?
3. Apa sajakah macam – macam pemeriksaan mikroskopis feses ?
4. Bagaimanakah cara pemeriksaan direct feses ?
5. Bagaimanakah cara pemeriksaan pengapungan garam pekat ?
6. Bagaimanakah cara pemeriksaan pengapungan gula jenuh ?
7. Bagaimanakah cara pemeriksaan pengapungan ZnSO4 ?
8. Bagaimanakah cara pemeriksaan pengapungan NaCl dan MgCl2 ?
9. Bagaimanakah cara pemeriksaan pengendapan dan penyaringan ?

C. TUJUAN

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pemeriksaan makroskopis feses dan


mikroskopis feses
10. Mengetahui macam – macam pemeriksaan makroskopis feses
11. Mengetahui macam – macam pemeriksaan mikroskopis feses
12. Mengetahui bagaimana cara pemeriksaan direct feses
13. Mengetahui bagaimana cara pemeriksaan pengapungan garam pekat
14. Mengetahui bagaimana cara pemeriksaan pengapungan gula jenuh
15. Mengetahui bagaimana pemeriksaan pengapungan ZnSO4
16. Mengetahui bagaimana pemeriksaan pengapungan NaCl dan MgCl2
17. Mengetahui bagaimana pemeriksaan pengendapan dan penyaringan\

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Feses

Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakansalah satu sumber
penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare, kolera dan
infeksi cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces). Seperti halnya
sampah, tinja juga mengundang kedatangan lalat dan hewan-hewan lainnya. Lalat
yang hinggap di atas tinja (faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat
menularkan kuman-kumanitu lewat makanan yang dihinggapinya, dan manusia lalu
memakan makanantersebut sehingga berakibat sakit. Beberapa penyakit yang dapat
disebarkan akibat tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam
cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, dan sebagainya.
Pengerasan tinja atau feses dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan
menurunnya frekuensi buang air besar antara pengeluarannya atau pembuangannya
disebut dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau
feses terganggu, menyebabkan menurunnya waktu dan meningkatnya frekuensi buang
air besar disebut dengan diare atau mencret.
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat
hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak,
urobilin, debris, celulosa gas indol, skatol, sterkobilinogen dan  bahan patologis.
Normal : 100 – 200 gram / hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari – 3x / minggu.

B. Macam – Macam Pemeriksaan Makroskopis Tinja


Pemeriksaan makroskopis tinja meliputi pemeriksaan terhadap :

1. Bentuk dan konsistensi


Normalnya tinja berbentuk dan konsistensi agak padat. Pada tinja yang agak
padat mungkin mengandung kista, telur, larva. Pada tinja yang lunak mungkin
mengandung tropozoit, kista, telur, larva. Pada tinja yang cair mungkin mengandung
khususnya tropozoit, sedikit kista, telur, larva.
18. Bau : busuk, amis, tengik, asam.
19. Warna
a. Normal ok stercobilin : coklat muda atau coklat kuning.
b. Normal ok makanan : hijau (sayuran), kuning (susu).
c. Abnormal :
1) kuning keemasan (bilirubin)
2) merah (darah segar)
3) hitam (darah tak segar)
4) pucat (lemak)
5) seperti dempul (stercobilin)
20. Darah
a. Merah segar, dari perdarahan saluran cerna bagian bawah.
b. Hitam, dari perdarahan saluran cerna bagian atas.
21. Lendir
a. Normal jumlahnya sedikit.
b. Abnormal jumlahnya banyak, bila lendir : Diluar tinja peradangan di usus
besar, Bercampur dengan tinja peradangan di usus halus, Tanpa tinja
hanya lendir saja, sering bercampur dengan darah disentri, dll.
22. Nanah : pada peradangan usus besar.
23. Sisa makanan dan benda asing
Sayuran, daging, kulit, buah-buahan, biji buah-buahan dan benda asing
yang mungkin tertelan.

24. Batu tinja : dari batu empedu yang mungkin masuk kedalam usus.
25. Parasit : bentuk dewasa Ascaris lumbrucoides, Oxyuris vermicularis,
cacing tambang, cestoda (skoleks, proglotid).

C. Macam – Macam Pemeriksaan Mikroskopis Tinja


Pemeriksaan mikroskopis tinja meliputi pemeriksaan terhadap :

1. Sisa makanan
a. Hidrat arang : butiran biru (lugol)
b. Protein : serabut kuning muda (asam cuka 30%)
c. Lemak : butiran jingga (sudan III)
26. Sel-sel
a. Epitel
b. Leukosit
c. Eritosit
27. Kristal : Kalsium oxalat, kalsium carbonat, kalsium sulfat, asam lemak,
kolesterol, bilirubin.
28. Parasit usus
a. Helminthes, bentuk : dewasa, larva, telur
b. Protozoa, bentuk : tropozoit, kista
29. Amoeba

D. Metode Pemeriksaan Tinja

Pemeriksaan telur cacing dari feses dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
sediaan langsung (sediaan basah) dan sediaan tidak langsung (konsentrasi). Metode
pemeriksaan tinja juga dibagi menjadi metode kuantitatif dan metode
kualitatif.Metode kualitatif berguna untuk menentukan positif atau negatif cacingan.
Metode yang biasa digunakan untuk pemeriksaan kualitatif adalah metode direct
slide, metode flotasi dan metode sedimentasi. Metode kuantitatif berguna untuk
menentukan intensitas infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui
jumlah telur per gram tinja. Metode yang biasa digunakan untuk pemeriksaan
kuantitatif adalah metode Kato-Katz dan metode stoll (Natadisastra2009).

E. Pemeriksaan Langsung ( Direct )

Pemeriksaan langsung (Direct examination, Direct smear, Direct film;


Temposari smear) adalah pemeriksaan mikroskopis tinja yang paling sederhana paling
awal dan harus selalu dikerjakan sebelum melakukan pemeriksaan tak langsung.
Pemeriksaan langsung tanpa pemulasan, hanya menggunakan larutan isotonis
memungkinkan untuk melacak parasit bentuk tropozoit, kista, telur dan larva.
Pemeriksaan langsung dengan pemulasan, menggunakan larutan cat :
1. Eosin, untuk melacak parasit bentuk tropozoit, kista, telur dan larva.
2. Iodine dan iodine eosin, untuk melacak parasit bentuk kista, telur dan larva,
bentuk tropozoit akan rusak dengan iodine.
3. Methylen blue, memungkinkan pemulasan susunan inti tropozoit dan kista
secara lengkap.
F. Pemeriksaan Tak Langsung (Indirect)

Pemeriksaan tinja tak langsung adalah pemeriksaan laboratories yang bersifat


pemeriksaan penyaringan dan dan pemeriksaan khusus yang biasanya dan seharusnya
dikerjakan setelah pemeriksaan langsung. Ada banyak macam pemeriksaan tak
langsung, antara lain :

1. Pemeriksaan Konsentrasi
2. Pemeriksaan Biakan
3. Pemeriksaan Darah
4. Pewarnaan
Pemeriksaan konsentrasi tinja terdiri atas dua metode, yaitu :
1. Metode pengapungan (flotasi)
2. Metode pengendapan (sedimentasi)
Pada kedua metode tersebut, protozoa dan helminthes dipisahkan dari debris
dan material tinja dengan dasar perbandingan gaya berat. Macam-macam metode
pengapungan:
1. Teknik pengapungan garam pekat.
2. Teknik pengapungan gula jenuh.
3. Teknik pengapungan NaCl + MgCl2.
4. Teknik pengapungan ZnSO4.
Pada metode pengendapan baik dengan menggunakan prinsip gaya berat
maupun pemusingan (centrifugasi) menyebabkan semua protozoa telur dan larva
helminths terkonsentrasikan karena mengendap, tetapi di sini masih banyak
mengandung debris. Macam-macam metode pengendapan antara lain:
1. Teknik penyaringan dengan pengendapan.
2. Teknik pengendapan dengan centrifugasi.
3. Teknik pengendapan dengan formalin-eter.
4. Teknik MIF.
5. Teknik MIFC.
6. Teknik Buffer Citrat Tween 80.
7. Teknik AMS III.
Berat jenis (BJ) parasit dan larutan :
1. Larutan :
a. Larutan garam pekat = 1,120 - 1,210 (konsentrasi = 34%)
b. Larutan gula jenuh = 1,180
c. Larutan ZnSO4 = 1,180 (konsentrasi = 33%)
d. Larutan NaCl + MgCl2 = 1,160 - 1,250
2. Golongan Nematoda :
a. Telur Ascaris lumbricoides fertil = 1,090 - 1,170
b. Telur Ascaris lumbricoides infertil = 1,160 - 1,250
c. Telur Enterobius vermicularis = 1,100 - 1,180
d. Cacing tambang (hookworms) = 1,040 - 1,150
3. Golongan Protozoa :
a. Kista Entamoeba histolytica = 1,065 - 1,070
b. Kista Entamoeba coli = 1,070 - 1,075
c. Kista Giardia lamblia = 1,060
4. Golongan Trematoda darah = > 1,180
G. Macam - Macam Metode Pengapungan (flotasi)
Teknik flotasi menunjukkan sensitivitas yang tinggi sebagai alat diagnosis
infeksi soil transmitted helminth dengan tingat infeksi rendah. Karenanya banyak
digunakan sebagai diagnosis pasti dalam lingkungan rumah sakit dan lingkup survei
epidemiologi. Di satu sisi, teknik ini cukup komplek dan mahal dikarenakan
menggunakan sentrifugi didalamnya tetapi masih terbaik diantara metode lainnya
(Limpomo dan Sudaryanto 2014).
Pemeriksaan ini berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistoma,
Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari family Taenidae, telur-telur
Achantocephala maupun telur Ascaris yang interfil. Tetapi tidak untuk telur Ascaris
Lumbricoides yang belum dibuahi serta spesimen faeces yang mengandung lemak
dalam jumlah besar (Limpomo dan Sudaryanto 2014).
Secara umum efektivitas pemeriksaan faeces flotasi di pengaruhi oleh jenis
larutan pengapung, berat jenis, waktu apung (periode flotasi) dan homogenisitas
larutan setelah proses sentrifugasi. Larutan pengapung berperan penting dalam
menyebabkan telur cacing dapat pengapung sehingga mudah diamati. Cara kerjanya
didasarkan atas perbedaan berat jenis larutan kimia tertentu (1,120 - 1,210) dan telur
larva cacing (1,050 - 1,150), sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga
untuk memisahkan partikel - pertikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Bahan
pengapung yang lazim digunakan dalam pemeriksaan tinja metode flotasi adalah
larutan NaCl jenuh, glukosa, MgSO4, ZnSO4 proanalis, NaNO3 dan millet jelly
(Limpomo dan Sudaryanto 2014).
1. Metode Flotasi Pasif
Metode ini dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi parasit sebagai
bagian dari pemeriksaan rutin ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada tinja
atau ketika tanda klinis menunjukkan terjadi peningkatan kecurigaan infeksi
parasit (Limpomo dan Sudaryanto 2014) Kelebihan dari metode ini adalah
cukup mudah dalam pegerjaannya. Lebih murah daripada metode sentrifugi dan
dapat dilakukan meskipun tidak alat sentrifugasi (Levecke et al. 2009)
Kekurangan dari metode ini yaitu kurang efektif dibandingkan dengan metode
sentrifugasi, menemukan telur lebih sedikit sehingga sering mendapatkan hasil
negative palsu (Levecke et al. 2009).

30. Metode Flotasi Sentrifugasi


Menurut (Levecke et al. 2009) Metode ini digunakan untuk
mendiagnosis infeksi parasit ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada tinja.
Berguna sebagai bagian dari pemeriksaan rutin atau ketika tanda klinis
menunjukkan terjadi peningkatan kecurigaan infeksi parasit. Kelebihan dari
metode ini adalah pada beberapa studi dan publikasi menyebutkan bahwa
metode ini mampu menemukan jumlah telur lebih banyak dan lebih jarang
mendapatkan hasil negatif palsu dibandingkan dengan metode flotasi pasif.
Kekurangan metode ini adalah membutuhkan alat sentrifus, membutuhkan biaya
yang lebih mahal, dan pengerjaannya lebih rumit dibandingkan metode flotasi
pasif.

31. Metode Me Master


Metode ini biasa digunakan untuk pemeriksaan tinja hewan.Metode ini
cukup menjanjikan untuk penilaian efektivitas. Karena memberikan perkiraan
jumlah telur yang akurat dan sangat mudah dilakukan, sehingga sangat cocok
untuk digunakan pada laboratorium yang tidak memiliki peralatan yang lengkap
dan laborat yang sedikit (Levecke et al. 2009).

32. Metode Flotac


Metode ini cukup menjajikan untuk pemeriksaan soil transmitted
helminth pada manusia. Metode FLOTAC memiliki kelebihan yakni selama
proses pengapungan, telur cacing akan berkumpul di atas didaerah kolom flotasi
dipisahkan dari kotoran-kotoran tinja sehingga dapat dengan mudah dibaca.
Namun metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam prosesnya dan
membutuhkan biaya yang cukup mahal (Limpomo dan Sudaryanto 2014).

33. Natrium Chlorida (NaCl)


Istilah "garam" dalam masyarakat luas dikenal sebagai sebutan untuk
garam dapur yang berfungsi untuk bumbu masak. Garam dapur jenisnya ada
bermacam-macam,diantaranya adalah garam krosok (garam rakyat), garam meja
dan garam cetak. Segala jenis garam dapur tersebut sebenamya berasal dari
garam krosok. Garam NaCl murni dalam sediaan farmasi merupakan kristal
yang berbentuk heksahedral, berwarna putih dan memiliki rasa asin.NaCl
merupakan jenis garam yang mudah larut dalam air dan juga glisero Natrium
klorida, juga dikenal sebagai garam dan garam meja, senyawa ionik dengan
rumus NaCl dan berat jenis (s.g) 1.200. Natrium klorida biasanya bening dan
tidak berbau padatan dan larut dalam gliserol, etilena glikol, dan asam format,
tetapi tidak larut dalam HCl. Natrium klorida adalah yang paling mempengaruhi
salinitas lautan dan cairan ekstraselular dari banyak organisme multisel.
Natrium klorida kadang-kadang digunakan sebagai agen pengering yang murah
dan aman karena memiliki karakteristik higroskopis, membuat penggaraman
menjadi salah satu metode yang efektif untuk pengawetan makanan.Produksi
natrium klorida umumnya dilakukan oleh penguapan air laut atau air payau dari
berbagai sumber air, seperti sumur dan danau garam, dan dengan penambangan
bebatuan garam yang disebut halit.Selain digunakan dalam memasak, natrium
klorida juga digunakan dalam banyak aplikasi, seperti dalam pembuatan pulp
dan kertas, untuk menyesuaikan tingkat warna dalam tekstil dan kain, dan untuk
menghasilkan sabun, deterjen dan produk lainnya.Natrium klorida adalah
sumber utama klorin industri dan natrium hidroksida, dan digunakan di hamper
setiap industri. Natrium klorida digunakan sebagai solusi flotasi karena mudah
tersedia dan relatif murah (Sudaryanto & Rosnia W.D 2014).

34. Zink Sulfat (ZnSO4)


Seng sulfat merupakan garam anorganik dengan rumus kimia ZnSO4.
Zat ini padat dan tidak berwarna. Zat ini bisa dicampur dengan air dan tidak bisa
dibakar. Zat ini sangat beracun bagi organisme air (organisme yang hidup di
air), dapat menyebabkan efek buruk dalam lingkungan akuatik untuk jangka
waktu yang lama. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus untuk
pembuangannya, dengan mengikuti prosedur yang dibuang sebagai limbah
berbahaya. Hindari menggunakan dengan bebas di lingkungan. Zat ini juga
memberi efek akut. Zat ini juga berbahaya jika tertelan melalui jalur oral dan
berisiko menyebabkan kerusakan mata yang serius jika zat tersebut terkena
mata.Pertolongan pertama diberikan dengan memaksa untuk muntah jika
tertelan, cuci mata dengan air mengalir jika itu melekat pada kulit atau mata.
Seng sulfat digunakan sebagai solusi flotasi karena mudah tersedia dan relatif
murah (Sudaryanto & Rosnia W.D 2014).

H. Metode Sedimentasi Formol Ether (Ritchie)

Metode ini merupakan metode yang baik untuk memeriksa sampel feses yang
sudah lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifugal dapat
memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur cacing dapat
terendapkan(Dharma 2016) Metode sedimentasi kurang efesien dibandingkan dengan
metode flotasi dalam mencari kista protozoa dan banyak macam telur cacing
(Natadisastra 2009)

I. Metode Selotip

Metode ini digunakan untuk pemeriksaan telur Enterobius vermicularis.


Pemeriksaan dilakukan pada pagi hari sebelum anak kontak dengan air, anak yang
diperiksa berumur 1 sampai 10 tahun. Cara pemeriksaan adalah dengan menggunakan
plester plastik yang tipis dan bening dan plester tersebut ditempelkan pada lubang
anus kemudian plester terebut ditempelkan pada permukaan objek glass (Limpomo
dan Sudaryanto 2014)

J. Metode Stoll

Metode ini menggunakan NaOH 0,1N sebagai pelarut tinja, Metode ini baik
digunakan untuk infeksi berat dan sedang. Metode ini kurang baik untuk pemeriksaan
ringan (Natadisastra 2009)
K. Metode Merthiolate Iodine Formaldehyde (MIF)

Metode ini menyerupai metode sedimentasi. Metode ini baik dipakai untuk
mendiagnosis secara laboratories adanya telur cacing (Nematoda, Trematoda dan
Cestoda), Amoeba dan Giadia lamblia didalam tinja (Natadisastra 2009)

BAB III
TEKNIK DIAGNOSIS PEMERIKSAAN FESES

A. Teknik Pemeriksaan Direct Feses

1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva)
b. Prinsip : Dengan pembuatan preparat secara langsung dengan cat
(eosin 2% / lugol 5% / PZ) dan diperiksa secara mikroskopis terhadap sampel
feses, maka dapat diketahui morfologi atau bentuk-bentuk yang terkandung
dalam sampel feses tersebut.
c. Alat : Object glass, cover glass, lidi dan mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Cat eosin 2%, lugol 5% dan PZ (NaCl 0,85%).
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
35. Analitik
a. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet.
b. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis

1) Disediakan object glass yang bersih dan kering.


2) Diteteskan satu tetes cat (eosin 2% / lugol 5% / PZ) pada object glass.
3) Ditambahkan feses di atas object glass yang ada catnya tersebut.
4) Diaduk hingga merata.
5) Ditutup dengan cover glass.
6) Diperiksa di bawah mikroskop dengan lensa obyektif 10x/45x.
7) Hasil diamati dan digambar

36. Pasca Analitik


Pencatatan hasil pemeriksaan

37. Catatan
a. Keuntungan Eosin yaitu parasit terwarnai dan kerugiannya yaitu parasit akan
mati.
b. Keuntungan lugol 5% yaitu parasit terwarnai dan kerugiannya yaitu parasit
akan mati.
c. Keuntungan PZ yaitu parasit hidup dan dapat melihat pergerakan parasit.
Sedangkan kerugiannya yaitu parasit tidak terwarnai dan sediaan cepat
kering

L. Teknik Pemeriksaan Pengapungan Garam Pekat (BRAINE FLOTATION TECHNIC)

1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
c. Alat : Tabung venoject, lidi, object glass, cover glass, rak tabung
dan mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Larutan garam pekat ( larutan NaCl 34%)
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
38. Analitik
a. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet.
b. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja ± 2 cm3 / 2 ml dimasukkan ke dalam tabung venoject
2) Ditambahkan larutan garam pekat dan diaduk sampai rata, ditambahkan
larutan garam pekat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai hampir
memenuhi tabung.
3) Diletakkan tabung di rak, ditambahkan pelan-pelan larutan garam pekat
sampai permukaan di mulut tabung cembung
4) Ditunggu 30 - 40 menit
5) Diletakkan cover glass diatas permukaan larutan pada mulut tabung
sampai menyentuh permukaan larutan, kemudian cover glass diambil dan
diletakkan pada kaca benda
6) Diberi label keterangan pada kaca benda dan diamati di bawah mikroskop
dengan lensa obyektif 10x/45x
7) Hasil diamati dan digambar
39. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
40. Catatan
a. Konsentrasi larutan garam pekat = 34%
b. BJ larutan garam pekat = 1,120 - 1,210
c. Keuntungan :
1) Mudah ditemukan bentuk protozoa dan nematoda.
2) Memuaskan untuk telur-telur Ascaris lumbricoides, cacing tambang,
Trichuris trichiura, Taenia sp, Hymenolepis nana.
3) Parasit yang mempunyai BJ < 1,120 akan mudah mengapung.
4) Prosedurnya cepat sehingga baik untuk kerja lapangan.
d. Kerugian :
1) Bila konsentrasi garam kurang dari atau lebih dari 34% parasit akan rusak.
2) Bila BJ parasit > 1,210 parasit akan tenggelam.
3) Sediaan mudah mengkristal, sehingga harus cepat diperiksa.
4) Tidak memuaskan untuk telur Trematoda, larva helminthes dan protozoa.
M. Teknik Pemeriksaan Pengapungan Gula Jenuh (SUGAR FLOTATION TECHNIC)

1. Pra Analitik
g. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva).
h. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
i. Alat : Tabung venoject, lidi, object glass, cover glass, rak tabung
dan mikroskop.
j. Bahan : Feses
k. Reagent : Larutan gula jenuh
l. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
41. Analitik
c. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet.
d. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja ± 2 cm3 / 2 ml dimasukkan ke dalam tabung venoject.
2) Ditambahkan larutan gula jenuh dan diaduk sampai rata, ditambahkan
larutan gula jenuh sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai hampir
memenuhi tabung.
3) Diletakkan tabung di rak, ditambahkan pelan-pelan larutan gula jenuh
sampai permukaan di mulut tabung cembung.
4) Ditunggu 30 - 40 menit.
5) Diletakkan cover glass diatas permukaan larutan pada mulut tabung
sampai menyentuh permukaan larutan, kemudian cover glass diambil dan
diletakkan pada kaca benda.
6) Diberi label keterangan pada kaca benda dan diamati di bawah mikroskop
dengan lensa obyektif 10x/45x.
7) Hasil diamati dan digambar
42. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
43. Catatan
a. BJ larutan gula jenuh = 1,180
b. Keuntungan :
1) Keuntungan dari teknik ini adalah telur-telur helminthes dan kista untuk
protozoa dapat dikonsentrasikan dengan pengapungan. Untuk protozoa,
larutan gula jenuh lebih memuaskan dari pada dengan larutan garam
pekat, sebab dengan larutan garam pekat sering menyebabkan pecahnya
kista protozoa dan beberapa telur helminthes.
2) Mudah sekali ditemukan parasit nematoda yang BJ nya < 1,180
3) Prosedurnya cepat dan simple/sederhana.
c. Kerugian :
1) Banyak debris-debris yang ikut mengapung pada sediaan sehingga sediaan
terlihat kotor.
2) Parasit yang mempunyai BJ > 1,180 tidak bisa ditemukan.

N. Teknik Pemeriksaan Pengapungan ZnSO4

1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa,
larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
c. Alat : Tabung venoject, tabung centrifuge, lidi, object glass, cover
glass, rak tabung, kain kasa, corong, centrifuge, pipet pasteur/pipet tetes dan
mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Larutan ZnSO4 33%
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air.
44. Analitik
e. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet
f. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja kurang lebih sebesar kelereng, diencerkan dengan air kurang
lebih 10 ml dan diaduk sampai homogen dalam tabung venoject.
2) Disaring larutan tinja tersebut melalui 2 lembar kain kasa, dan ditampung
larutan tinja dalam tabung centrifuge.
3) Dicentrifugasikan dengan 1.500 rpm selama 1 – 2 menit.
4) Dibuang larutan yang jernih bagian atas, ditambahkan 2 - 3 ml air dan
dikocok sampai endapan larut lagi.
5) Diulangi prosedur 3 - 4x sampai supernatan menjadi jernih.
6) Sesudah supernatan terakhir dibuang, ditambahkan ZnSO4 dan diaduk
sampai endapan terlarut, ditambahkan lagi ZnSO4 sampai kurang lebih 1 cm
dari ujung atas tabung centrifuge.
7) Dicentrifugasikan lagi selama 1-2 menit
8) Diambil material yang mengapung dengan pipet, diteteskan pada kaca
benda dan ditutup dengan cover glass.
9) Diperiksa dan diamati di bawah mikroskop dengan lensa obyektif 10x/45x.
10) Hasil diamati dan digambar
45. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
46. Catatan
a. Konsentrasi larutan ZnSO4 = 33%
b. BJ larutan ZnSO4 = 1,180
c. Keuntungan :
1) Baik untuk melacak kista protozoa, telur dan cacing dengan BJ < 1,180
2) Kista, larva, telur cacing yang didapatkan tidak rusak.
3) Kista, protozoa, telur dan larva cacing yang bisa ditemukan dalam teknik ini
antara lain: telur Ascaris lumbricoides fertil, telur Enterobius vermicularis,
cacing tambang, kista Entamoeba histolytica, kista Entamoeba coli dan
kista Giardia lamblia.
d. Kerugian :
1) Telur Ascaris lumbricoides infertil, telur beroperkulum, telur trematoda
darah dan telur yang BJ nya > 1,180 tidak bisa ditemukan

O. Teknik Pemeriksaan Pengapungan NaCl + MgCl2

1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa, larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih kecil daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengapung pada lapisan teratas.
c. Alat : Tabung venoject, tabung centrifuge, lidi, object glass, cover
glass, rak tabung, kain kasa, corong, centrifuge, pipet pasteur/pipet tetes dan
mikroskop.
d. Bahan : Feses
e. Reagent : Larutan NaCl + MgCl2
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air
47. Analitik
g. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet
h. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil tinja kurang lebih sebesar kelereng, diencerkan dengan air kurang
lebih 10 ml dan diaduk sampai homogen dalam tabung venoject.
2) Disaring larutan tinja tersebut melalui 2 lembar kain kasa, dan ditampung
larutan tinja dalam tabung centrifuge.
3) Dicentrifugasikan dengan 1.500 rpm selama 1-2 menit.
4) Dibuang larutan yang jernih bagian atas, ditambahkan 2 - 3 ml air dan
dikocok sampai endapan larut lagi.
5) Diulangi prosedur 3 - 4x sampai supernatan menjadi jernih.
6) Sesudah supernatan terakhir dibuang, ditambahkan larutan NaCl + MgCl2
dan diaduk sampai endapan terlarut, ditambahkan lagi larutan NaCl +
MgCl2 sampai kurang lebih 1 cm dari ujung atas tabung centrifuge.
7) Dicentrifugasikan lagi selama 1-2 menit.
8) Diambil material yang mengapung dengan pipet, diteteskan pada kaca
benda dan ditutup dengan cover glass.
9) Diperiksa dan diamati di bawah mikroskop dengan lensa obyektif 10x/45x.
10) Hasil diamati dan digambar.

48. Pasca Analitik


Pencatatan hasil pemeriksaan
49. Catatan
e. BJ larutan NaCl + MgCl2 = 1,160 - 1,250
f. Fungsi NaCl :
1) Sebagai medium.
2) Mempercepat pengapungan.
g. Fungsi MgCl2 :
1) Sebagai medium.
2) Untuk menambah BJ medium.
3) Mencegah pengkristalan.
4) Mencegah larutan cepat jenuh.
h. Keuntungan :
1) MgCl2 ditambahkan untuk mencegah kristalisasi dari NaCl.
2) MgCl2 untuk menambah BJ medium, sehingga telur cacing cambuk dan
telur trematoda atau parasit yang mempunyai BJ < 1,250 dapat ditemukan.
i. Kerugian : Parasit dengan BJ > 1,250 tidak dapat ditemukan.
e. Protozoa yang ditemukan dengan metode ini :
1) Entamoeba histolytica
2) Entamoeba coli
3) Balantidium coli
4) Giardia lamblia
f. Nematoda yang ditemukan dengan metode ini :
1) Ascaris lumbricoides
2) Enterobius vermicularis
3) Cacing tambang (hookworms)
g. Pengapungan tidak berlangsung sempurna, bila:
1) Pengambilan sampel yang terlalu banyak.
2) Tinja tidak diaduk sampai homogen, karena telur terhalang dengan material
tinja.
3) Waktu < 30 menit atau > 60 menit, oleh karena telur belum mengapung
atau telur akan tenggelam lagi.

P. Teknik Pemeriksaan Pengendapan dan Penyaringan

1. Pra Analitik
a. Tujuan : Untuk diagnosa terhadap infeksi yang disebabkan oleh parasit
atau untuk mengetahui ada tidaknya parasit dalam tinja (telur, protozoa, larva).
b. Prinsip : Dengan perbandingan berat jenis (BJ) parasit dengan BJ
larutan medium, dimana BJ parasit lebih besar daripada BJ medium sehingga
parasit dapat mengendap pada lapisan bawah tabung.
c. Alat : Tabung venoject, tabung centrifuge, lidi, object glass, cover
glass, rak tabung, kain kasa, corong, pipet pasteur/pipet tetes dan mikroskop
d. Bahan : Feses dan air kran
e. Reagent :-
f. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah feses, diambil kira-kira 100 gram feses
dalam wadah yang bersih, kering dan tanpa pengawet. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sampel tidak boleh
terpapar udara dalam waktu lama tanpa penutup, tidak boleh tercampur urin
dan air
50. Analitik
i. Pemeriksaan Makroskopis
Feses diamati secara langsung atau tanpa bantuan alat meliputi
konsistensi, bau, warna, dan adanya sisa makanan, serta cacing parasit.
Pengamatana makroskopis pada feses segar, bukan feses yang telah diberi
larutan pengawet
j. Prosedur Pemeriksaan Mikroskopis
1) Diambil kurang lebih 1 gram tinja dan dimasukkan kedalam tabung
venoject.
2) Ditambahkan air kran sampai volumenya menjadi 20 kali volume tinja
semula.
3) Diaduk sampai menjadi bubur.
4) Ditambah air lagi sampai hampir memenuhi tabung.
5) Disiapkan tabung centrifuge, corong dan kain kassa.
6) Diletakkan kain kasa didalam corong dan diletakkan corong di atas tabung
centrifuge.
7) Disaring larutan tinja.
8) Air hasil penyaringan dibiarkan di dalam tabung centrifuge dengan posisi
tegak lurus selama 1 jam.
9) Dengan pipet diambil larutan bagian bawah dengan hati-hati, diteteskan
pada kaca benda, ditutup dengan cover glass, dan diperiksa di bawah
mikroskop dengan lensa obyektif 10x/45x.
10) Hasil diamati dan digambar.
51. Pasca Analitik
Pencatatan hasil pemeriksaan
52. Catatan
a. Cara ini dianjurkan untuk melacak telur Schistosoma, Clonorchis,
Opistorchis dan Trematoda dari family Heterophyidae
b. Fungsi penyaringan :
1) Untuk memisahkan debris-debris dari parasit.
2) Memudahkan pemeriksaan karena sediaan tetap bersih.
3) Mempercepat pengendapan.
c. Keuntungan :
1) Parasit mudah ditemukan karena sudah terpisah dari debris-debrisnya.
2) Sediaan bersih.
3) Prosedur mudah dan cepat.
4) Telur tidak mengalami perubahan morfologi.
d. Kerugian :
1) Adanya parasit yang tersangkut pada kain kasa, menyebabkan sulit
ditemukan adanya bentuk-bentuk parasit
DAFTAR PUSTAKA

Arsanti. 2014. Infeksi Cacing (Penyakit Kecacingan), BBTKL PPM. Jurnal Media
Informasi Kegiatan. 9.

Dachi RA. 2015. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar Terhadap Infeksi Cacing Perut Di
Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2005. Jurnal Mutiara
Kesehatan Indonesia. 1 (2), Hal 1-7.

Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah
Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Heryy. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas
kedokteran UI, Jakarta.

Kadarsan, S. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai