Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih,
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Cairan yang tersisa mengandung urea
dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun
yang akan dibuang keluar tubuh (Ganong, 2003). Urin berwarna kuning jernih karena
adanya urobilin, suatu pigmen empedu yang diubah di usus, direabsorbsi, kemudian
diekskresikan oleh ginjal. Berat jenis urin antara 1.020 dan 1.030, sedangkan pH urin
sekitar 6 (rentang normal 4,5-8). Orang dewasa yang sehat mengeluarkan 1.000-
1.500 ml urin per hari. Jumlah urin yang diasilkan dan berat jenisnya tergantung pada
asupan cairan dan jumlah larutan yang diekskresi. Produksi urin berkurang saat tidur
dan latihan. Urin manusia mengandung berbagai zat diantaranya adalah garam
mineral (natrium, clorida, dan kalium), asam urat, vitamin, sisa metabolisme, racun,
hormon, dan pada kondisi tidak sehat dapat mengandung gula dan / atau albumin
(Setiadi, 2007).
Infeksi saluran kemih berdasarkan bagian yang terinfeksi dibagi atas infeksi
saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah. Infeksi saluran kemih atas yaitu
infeksi pada ureter dan ginjal. Infeksi saluran kemih bawah yaitu disebabkan oleh
infeksi oleh mikroorganisme pada kandung kemih dan uretra Infeksi Saluran Kemih
(ISK) adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal akibat
poliferasi mikroorganisme. Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi cystitis dan
pielonefritis. Cystitis adalah infeksi kandung kemih sedangkan pielonefritis adalah
infeksi pada ginjal yang dapat bersifat akut atau kronik (Corwin, 2000). Infeksi
saluran kemih merupakan penyakit kedua tersering setelah infeksi saluran napas
bagian atas (Betz, 2009). Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25–
35% semua perempuan dewasa mengalami ISK selama hidupnya. Saat infeksi
saluran kemih, mikroorganisme dapat berkembang biak dalam saluran kemih, yang
dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki–laki maupun perempuan dari semua
umur baik pada anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut akan tetapi dari
kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi
umum, kurang lebih 5–15%. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih
pendek sehingga bakteri lebih mudah berkembang hingga kandung kemih (Corwin,
2000).
Pernyataan ini didukung oleh sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa
urin wanita UUI (Urgency Urinary Incontinence) lebih cenderung mengandung
Actinomyces, Aerococcus, Gardnerella, dan Lactobacillus daripada urin wanita tanpa
UUI. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa kantung kemih UUI memilih
beberapa bakteri, dan keberadaan organisme ini di kantung kemih bisa menjadi
penanda disbiosis. Kemungkinan lain adalah bahwa bakteri ini berkontribusi
terhadap gejala UUI, sebuah anggapan yang didukung oleh pengamatan bahwa
masing-masing genera yang terkait dengan kohort UUI mengandung setidaknya satu
spesies patogen (Pearce et al., 2014). Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria
usia lanjut meskipun jarang terjadi, penyebab paling sering ialah prostatitis dan
hyperplasia prostat (Corwin, 2000). Hasil penelitian pada tahun 2002 sampai 2003
didapatkan bakteri yang terbanyak ialah Escherichia coli (14%), dan kedua
terbanyak adalah Acinetobacter calcoaceticus (8%) (Sumolang et al., 2013). ISK
dinyatakan positif apabila ditemukan bakteri di dalam urin, mikroorganisme yang
paling sering menyebabkan ISK adalah jenis aerob. Saluran kemih yang normal tidak
dihuni oleh bakteri aerob atau mikroba yang lain, karena itu urin dalam ginjal dan
buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian, uretra bagian bawah terutama pada
wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang
mendekati kantung kemih. Escherichia coli, organisme anaerobik yang banyak
terdapat didaerah usus bagian bawah, menduduki persentasi biakan paling tinggi
yaitu sekitar 50–90% (Kumala et al., 2009).
Enterobacteriaceae (termasuk Escherichia coli) dan Enterococcus faecalis,
merupakan agen penyebab yang mencakup >95% dari ISK. Bakteri penyebab ISK
lain yang paling banyak antara lain Enterococcus spp., Klebsiella, Enterobacter spp.,
Proteus spp., dan Pseudomonas sp. Selain itu, ditemukan pula Streptococcus group
B, Neisseria gonorrhoeae, dan Chlamydia sp. yang ditularkan melalui kontak seksual
(Carreno & Funai, 2002). Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus bisa ditemukan
(Syarif, 2007).
Bakteriuria signifikan ketika urine aliran tengah yang steril memiliki bakteri
melebihi 105 CFU’s/mL. Banyak mikroorganisme diketahui menyebabkan infeksi
saluran kemih, tetapi agen penyebab yang paling umum adalah bakteri yaitu
Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus mirabilis, dan Staphylococcus sp.
Candiduria sama seperti bakteriuria biasanya tidak ditemukan pada orang sehat.
Candiduria sebagian besar ditemukan pada pasien dengan imunosupresi dan
immunocompromised. Candida albicans adalah jamur yang paling sering
menyebabkan ISK pada pasien. Candiduria sebagai terjadi ketika Candida albicans
lebih dari 104 CFU’s/mL dalam urin (Bodunrinde et al., 2019).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah kondisi ketika organ yang termasuk dalam
sistem kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra, mengalami infeksi.
Umumnya, ISK terjadi pada kandung kemih dan uretra. Berawal dari ginjal, zat sisa di
dalam darah disaring dan dikeluarkan dalam bentuk urine. Kemudian, urine dialirkan
dari ginjal melalui ureter, menuju kandung kemih. Setelah ditampung di kandung
kemih, urine kemudian dibuang dari tubuh melalui saluran pelepasan yang disebut
uretra, hingga bermuara ke lubang kencing. Berdasarkan bagian yang terinfeksi, ISK
terbagi menjadi ISK atas dan ISK bawah. ISK atas merupakan infeksi yang terjadi di
bagian atas kandung kemih, yaitu di ginjal dan ureter. Sedangkan ISK bawah adalah
infeksi pada kandung kemih bagian bawah, yaitu kandung kemih dan uretra. ISK atas
lebih berbahaya dan dapat memicu urosepsis, yaitu kondisi ketika bakteri di ginjal
yang terinfeksi menyebar ke darah. Urosepsis bisa mengakibatkan tekanan darah
turun hingga syok, bahkan kematian (Miesien et al., 2006).
Metode yang digunakan untuk mendeteksi mikroorganisme dalam urine
yaitu metode Bacturcult adalah sebuah tabung plastik steril sekali pakai yang bagian
dalamnya dilapisi dengan suatu media khusus untuk medeteksi bakteriuria dan
identifikasi bakteri saluran kemih. Setelah inkubasi biakan urin Bacturcult, bakteriuri
dideteksi dengan penghitungan bakteri. Hal ini dilakukan dengan menempatkan strip
penghitung di sekeliling tabung Bacturcult pada suatu daerah yang menunjukan
distribusi koloni bakteri yang merata dan kemudian menghitung jumlah koloni dalam
lingkaran. Jumlah rata-rata koloni terhitung diinterpretasikan (Carreno & Funai,
2002)
Pengobatan untuk infeksi saluran kemih adalah menggunakan antibiotik.
Antibiotik yang biasa digunakan ada empat macam yaitu kosfomisin, nitropurantoin,
trimetoprim, dan cepriaxon. Pemilihan jenis antibiotik dan berapa lama
pemberiannya tergantung pada dua hal yaitu jenis bakteri yang menyebabkan infeksi
dan seberapa berat infeksinya. Biasanya untuk infeksi salurah kemih yang belum
menjadi komplikasi, hanya dibutuhkan terapi antibiotik selama 1-3 hari. Tetapi jika
infeksi lebih berat atau terjadi komplikasi, beberapa orang membutuhkan antibiotik
sampai 7-10 hari bahkan bisa lebih lama. Antibiotik bekerja melawan bakteri
penyebab infeksi di saluran kemih. Biasanya gejala berangsur menghilang setelah
pemberian antibiotik. Meskipun gejala sudah membaik, antibiotik harus dihabiskan
sampai tuntas sesuai dosis dan mengikuti petunjuk dokter atau apoteker, agar bakteri
sepenuhnya mati. Jika bakteri tidak sampai mati karena pengobatan yang tidak tuntas,
bakteri akan menjadi resisten terhadap antibiotik. Artinya saat pasien mengalami
infeksi yang sama, antibiotik yang sama menjadi tidak efektif lagi, sehingga
dibutuhkan jenis antibiotik yang berbeda serta pengobatan lebih lama (Collee et al.,
1996).
Tujuan praktikum analisis mikrobiologi sampel urin diantaranya yaitu:
1. Mengetahui mikroorganisme yang umumnya dapat menyebabkan infeksi saluran
urin.
2. Mengetahui metode deteksi bakteriuria dan identifikasi mikroorganisme yang
berasosiasi dengan saluran urin.
II. MATERI DAN CARA KERJA
A. Materi
Alat yang digunakan yaitu botol steril, cawan petri, tabung reaksi, pipet
tetes, pembakar bunsen, pipet ukur 1 mL, filler, batang drugalsky, wrapper, label,
dan tissue.
Bahan yang digunakan yaitu sampel urin, akuades steril, medium Triptic
Soy Agar (TSA), medium Blood Agar Plate (BAP), medium Phenol Red Lactose
Broth, alkohol 70%, dan korek api.
B. Cara Kerja
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan Sampel Urin
Pratikan yang urinnya akan dijadikan sampel yaitu sampel urine
protandus usia 17+, lalu botol steril disiapkan. Kucuran urin pertama dibuang,
kemudian kucuran urin berikutnya ditampung dalam botol steril. Pengambilan
sampel urin dilakukan 1 jam sebelum praktikum.
2. Isolasi
Tiga tabung pengenceran dan tiga medium Triptic Soy Agar (TSA)
disiapkan. Sampel urin diambil sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades steril sebagai pengenceran
pertama. Pengenceran dilakukan hingga 10-3. Platting dilakukan pada tiap
pengenceran dengan metode spread plate pada medium Triptic Soy Agar (TSA)
secara duplo, lalu diratakan dengan batang drugalsky. Selanjutnya, diinkubasi
1 x 24 jam pada suhu 37oC. Lalu, dilakukan perhitungan koloni secara TPC
dengan rumus :
1 1
CFU’s/ml = Rata-rata koloni x p x sp
Hasil perhitungan dicocokkan dengan tabel berikut :
Rata-rata Perkiraan Jumlah Diagnosis
Jumlah Koloni Bakteri per mL
3. < 25 < 25.000 Negatif bacteriuria
25-50 25.000-100.000 Suspicious
> 50 > 100.000 Positif bacteriuria
Uji Duga
Sampel urin dimasukkan sebanyak 1 ml ke dalam medium Phenol
Red Lactose Broth, lalu diiinkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37 oC. Hasil diamati
dengan intepretasi berikut yaitu medium berwarna kuning mengindikasikan
adanya bakteri Enterococcus; medium berwarna orange atau jingga
mengindikasikan adanya bakteri Staphylococcus dan Streptococcus, medium
berwarna merah mengindikasikan adanya bakteri Pseudomonas, medium
berwarna merah muda mengindikasikan adanya bakteri Proteus, medium
berwarna kuning + gas mengindikasikan adanya bakteri Escherichia coli, dan
medium berwarna orange + gas mengindikasikan adanya bakteri Klebsiella.
4. Uji Hemolisis
Sampel urin diambil sebanyak 1 ose kedalam medium cawan Blood
Agar Plate (BAP), dilakukan streak setengah cawan, dan diinkubasi 1 x 24
jam pada suhu 37oC. Hasil diamati dengan interpretasi berikut yaitu α
hemolisis interpretasinya perubahan warna media menjadi hijau, β hemolisis
interpretasinya perubahan warna media menjadi transparan, dan γ hemolisis
interpretasinya tidak terjadi perubahan warna pada cawan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data Penghitungan:
1. Uji TPC pengenceran 10-1
Cawan 1 = 10 koloni & cawan 2 = 34 koloni
Rata-rata koloni = (10 + 34) : 2
= 22 koloni
CFU’s/mL = 22 x _1_ x _1_ = 22 x 102
10-1 10-1
2. Uji TPC pengenceran 10-2
Cawan 1 = 3 koloni & cawan 2 = 61 koloni
Rata-rata koloni = (3 + 61) : 2
= 32 koloni
CFU’s/mL = 32 x _1_ x _1_ = 320 x 102
10-2 10-1
3. Uji TPC pengenceran 10-3
Cawan 1 = 37 koloni & cawan 2 = 2 koloni
Rata-rata koloni = (37 + 2) : 2
= 19,5 koloni
CFU’s/mL = 19,5 x _1_ x _1_ = 1950 x 102
10-3 10-1
Total = 22 x 102 + 320 x 102 +1950 x 102
= 229200 (Positif bacteriuria)
Berdasarkan data tabel dan penghitungan di atas, kelompok 4 rombongan I
memiliki hasil yaitu uji isolasi sampel urin TPC pada pengenceran 10 -1 didapatkan
hasil penghitungan 22x102 CFU’s/mL, pengenceran 10-2 didapatkan hasil
penghitungan 320 x 102 CFU’s/mL, dan pengengenceran 10-3 didapatkan hasil
penghitungan 1950 x 102. Hasil uji duga yaitu medium berubah menjadi warna
kuning dan tidak terdapat gas dengan interpretasi bakteri Enterococcus. Hasil uji
hemolisis didapatkan hasil γ haemolisis dengan indikasi adanya bakteri
Staphylococcus epidermidis. urin yang mempunyai bakteri lebih besar dari
100.000 dalam satu cc dari urin dipertimbangkan sebagai infeksi saluran urin
secara diagnostik. Selain itu, pada beberapa setting klinik, perhitungan yang
kurang dari 100.000 bakteri dalam satu cc urin mungkin jugamengindikasikan
infeksi (Sumolang et al., 2013).
A B
A B
A B
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran dalam praktikum kali ini adalah sebaiknya setiap praktikan
selalu konsentrasi agar dalam pelaksanaan praktikum alat-alat dan bahan-
bahan laboratorium aman dan tidak rusak sehingga tidak perlu memikirkan
ganti rugi memecahkan alat karena akan menggangu konsentrasi untuk
mengikuti inhal kuis di hari berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: Penerbit EGC.
Bodunrinde, R. E., Olubukola, O. M., & Muftau, K. O., 2019. Prevalence and
Antibiogram Characteristics of Bacteriuria and Cadidiuria among Indigenes of
Selected Parts of Akure North, Ondo State. Journal of Advances in
Microbiology, 18(4), pp. 1-12.
Carreno, C. A., & Funai, E. F., 2002. Urinary Tract Infection in Pregnancy. Journal
Up to Date, 10(2), pp. 1-2.
Collee, J. G., Fraser, A. G., Marmion, B. P., & Simmons, A., 1996. Practical
Medical Microbiology 14th Edition. England: Churchill Livingstone.
Corwin, E. J., 2000. Hand Book Pathophysiology. Jakarta: Penerbit EGC.
Engelkirk, D., Paul, G., & Janel, L., 2007. Laboratory Diagnosis of Infectious
Diseases: Essentials of Diagnostic. Pennsylvania: Lippincott Williams and
Wilkins Company.
Ganong., 2003. Fisiologi Kedokteran. Yogyakarta: UGM Press
Inayati, R., & Falah, K., 2014. Uji Diagnostik Urinalisis Lekosit Esterase terhadap
Kultur Urin pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan Kateterisasi
Uretra. Jurnal Kedokteran Syifa Medika, 4(2), pp. 100-108.
Kumala, S., Raisa, N., Rahayu, L., & Kiranasari, A., 2009. Uji Kepekaan Bakteri
yang Diisolasi dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) terhadap
Beberapa Antibiotika pada Periode Maret-Juni 2008. Majalah Ilmu
Kefarmasian, 6(2). pp. 45-55.
Miesien, T. T., & Munasir, Z., 2006. Profil Klinis Infeksi Salurah Kemih pada Anak
di RS. dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, 7(4), pp. 200-206.
Nua, A. R., Fatimawali, S., & Bodhi, W., 2016. Uji Kepekaan Bakteri yang Diisolasi
dan Diidentifikasi dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Terhadap Antibiotik Cefixime, Ciprofloxacin
dan Cotrimoksazole. PHARMACON, 5(4), pp. 174-181.
Pearce, M. M., Hilt, E. E., Rosenfeld, A. B., Zilliox, M. J., White, K. T., Fok, C.,
Kliethermes, S., Schreckenberger, P. C., Brubaker, L., Gai, X., & Wolfe, A. J.
2014. The Female Urinary Microbiome: A Comparison of Women with and
without Urgency Urinary Incontinence. mBio, 5(4), pp. 1-12.
Pranoto, E., Kusumawati, A., & Hapsari, I., 2012. Infeksi Saluran Kemih di Instalasi
Rawat Inap RSUD Banyumas Periode Agustus 2009-Juli 2010. Jurnal
Pharmacy, 9(2), pp. 9-18.
Setiadi, R., 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syarif, A., 2007 .Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.
Trinadi, I., Arguni, E., & Hermawan, K., 2016. Validasi Kriteria Diagnosis Saluran
Kemig Berdasarkan American Academy of Pediatrics 2011 pada Anak Usia 2-24
Bulan. Sari Pediatri. 18(1), pp. 17-19.