Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN IMUNO-SEROLOGI

PEMERIKSAAN RHEUMATOID FACTOR (RF)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

CYNDRA DINATA O. ABDULLAH 85AK17037

DEVRIYANTI OSKAR BAU 85AK17038

KURNIA EKA PUTRI UNO 85AK15023

SAPRIN OTOLUWA 85AK17059

SRI RAHMA A. SADINGO 85AK17065

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

STIKES BINA MANDIRI GORONTALO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Imunoserologi dengan judul praktikum “Pemeriksaan

Rhematoid Factor (RF)”, yang disusun oleh :

Kelompok : 4 (Empat)

Prodi : D-III Analis Kesehatan

Kelas : B / Angkatan 4

Pada hari ini …........... tanggal …..... bulan …..................... tahun 2019 telah

diperiksa dan disetujui oleh asisten, maka dengan ini dinyatakan diterima dan dapat

mengikuti percobaan berikutnya.

Gorontalo, …...................... 2019

Asistens I Asisten II

Rusdin S.ST Wahyu Mubarak Hasan


LEMBAR ASISTENSI

Laporan lengkap ini di susun sebagai salah satu syarat mengikuti praktikum
Imunoserologi, T.A 2019.

KELOMPOK : 4 (Empat)

PRODI : D-III ANALIS KESEHATAN

KELAS : B / ANGKATAN 4

No. Hari/Tanggal Koreksi Paraf


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala

limpahan rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Imunoserologi dengan judul “Pemeriksaan RF“ sesuai yang

di harapkan.

Laporan telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu

penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar

kami dapat memperbaiki laporan ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Imunoserologi dapat bermanfaat

untuk masyarakan maupun inpirasi terhadap pembaca.

Gorontalo , November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan Percobaan .................................................................... 2
1.4 Manfaat Percobaan ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Rheumatoid Arthritis .................................................. 3
2.2 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis ............................................. 3
2.3 Epidemiologi Rheumatoid Arthritis ......................................... 4
2.4 Etiologi Rheumatoid Arthritis .................................................. 5
2.5 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis .......................................... 6
2.6 Faktor Resiko ........................................................................... 6
2.7 Manifestasi Klinis .................................................................... 8
2.8 Diagnosa ................................................................................... 10
2.9 Hal-hal Yang Dapat Mempengaruhi Pemeriksaan ................... 10
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksaan .................................................. 11
3.2 Metode....................................................................................... 11
3.3 Prinsip ....................................................................................... 11
3.4 Pra Analitik ............................................................................... 11
3.5 Analitik...................................................................................... 11
3.6 Pasca Analitik............................................................................ 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .......................................................................................... 13
4.2 Pembahasan .............................................................................. 13
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 16
5.2 Saran .......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan

nyeri, kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak

sendi. Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil

di tangan dan kaki cenderung paling sering terlibat. Pada rheumatoid arthritis

kekakuan paling sering terburuk di pagi hari. Hal ini dapat berlangsung satu

sampai dua jam atau bahkan sepanjang hari. Kekakuan untuk waktu yang lama di

pagi hari tersebut merupakan petunjuk bahwa seseorang mungkin memiliki

rheumatoid arthritis, karena sedikit penyakit arthritis lainnya berperilaku seperti

ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan kekakuan pagi

yang berkepanjangan (Widmann, F. K.1995).

Penyakit arthritis bukan penyakit yang mendapat sorotan seperti penyakit

hipertensi, diabetes atau AIDS, namun penyakit ini menjadi masalah kesehatan

yang cukup mengganggu dan terjadi dimana-mana. Rheumatoid arthritis dapat

mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di tangan dan kaki cenderung

paling sering terlibat. Pada rheumatoid arthritis kekakuan paling sering terburuk

di pagi hari. Hal ini dapat berlangsung satu sampai dua jam atau bahkan

sepanjang hari. Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari tersebut

merupakan petunjuk bahwa seseorang mungkin memiliki rheumatoid arthritis,

karena sedikit penyakit arthritis lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya


osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan kekakuan pagi yang

berkepanjangan, (Harti, A. S, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masaalah pada praktikum ini ialah bagimana cara pemeriksaan RF

menggunakan metode aglutinasi Lateks?

1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan pada praktikum ini yaitu untuk mengetahui bagimana cara

pemeriksaan RF menggunakan metode aglutinasi Lateks.

1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu agar dapat mengetahui bagimana

cara pemeriksaan RF menggunakan metode aglutinasi Lateks


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rheumaoid Arthritis

Kata arthritis mempunyai arti inflamasi pada sendi (“arthr” berarti sendi

“itis” berarti inflamasi). Inflamasi menggambarkan tentang rasa sakit, kekakuan,

kemerahan, dan pembengkakan. Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit

autoimun, dimana target dari sistem imun adalah jaringan yang melapisi sendi

sehingga mengakibatkan pembengkakan, peradangan, dan kerusakan sendi

(Gordon, N. F. 2002).

Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian

(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan,

sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan

kerusakan bagian dalam sendi, (Suarjana, I Nyoman.2009).

2.2 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Suarjana, I Nyoman.2009 mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4

tipe, yaitu:

1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan

gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan

gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu

3
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan

gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan

gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 3 bulan.

2.3 Epidemiologi Rheumatoid Arthritis

Arthritis rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan dunia, diperkirakan

0,5-1 % dari populasi global menderita AR. Peluang terjadinya penyakit hati

pada penderita AR dua kali lebih besar dari yang tidak menderita. America

Arthritis Fondation melaporkan, penderita AR berisiko dua kali lebih besar

terkena penyakit jantung sehingga meningkatkan angka kematian penderita

Cardiovascular dan infeksi. Lima puluh persen pasien AR mengalami kecacatan

fungsional sementara setelah 20 tahun, 80 % cacat dan dapat mengurangi usia

harapan hidup 3-18 tahun, (Aletaha D, 2010).

Studi epidemiologi melaporkan berbagai faktor risiko yang dihubungkan

dengan terjadinya penyakit AR, seperti faktor kerentanan terhadap penyakit dan

faktor inisiasi yaitu faktor yang diduga meningkatkan risiko berkembangnya

penyakit. Faktor kerentanan seperti :

1. Jenis kelamin

2. Usia. Dapat terjadi pada usia muda 30-50 tahun, usia lanjut terutama pada

wanita kasus AR meningkat.

3. Obesitas. Memacu meningkatnya oksidan melalui berbagai mekanisme

11
4. Genetik. Keluarga yang memiliki anggota keluarga terkena AR memiliki

risiko lebih tinggi, dan dihubungkan dengan gen HLA-DR4. Faktor inisiasi

adalah perokok, infeksi bakteri atau virus menjadi inisiasi dari AR, pil

kontrasepsi, gaya hidup stres dan diet mengawali inflamasi sendi, (Aletaha D,

2010).

2.4 Etiologi Rheumatoid Arthritis

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan

dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan

1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki

angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%

2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental

Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron

(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.

Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2)

dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih

dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang

berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini.

3. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk

semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul

timbulnya penyakit RA.

4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon

terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino

homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan

12
sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa

menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga

mencetuskan reaksi imunologis.

5. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok, (Aletaha D, 2010).

2.5 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid arthritis merupakan akibat disregulasi komponen humoral dan

dimediasi oleh sel imun. Pada pasien RA menghasilkan antibodi yang disebut

dengan faktor reumatoid (RF). Pasien yang mempunyai RF seropositif cenderung

memiliki perjalanan penyakit yang lebih agresif dari pasien yang seronegatif. RA

termasuk penyakit autoimun sistemik yang menyerang persendian. Reaksi

autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim

dalam sendi, kemudian enzim memecah kolagen sehingga terjadi edema,

proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus (Grafindo, 2006).

Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu

gerak sendi. Otot juga terkena karena serabut otot mengalami perubahan

degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot

(Grafindo, 2006).

2.6 Faktor Resiko

Penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui, tetapi penelitian telah

menunjukkan bahwa beberapa faktor yang dapat menyebabkan RA yaitu

(Grafindo, 2006) :

13
1. Riwayat keluarga.

Apabila terdapat anggota keluarga yang terkena RA, maka beresiko tinggi

terkena RA.

2. Jenis kelamin.

Perempuan memiliki resiko 2 sampai 3 kali lebih sering terkena RA

dibandingkan pria.

3. Hormon.

Peningkatan hormon juga dapat berpengaruh misalnya gejala RA

meningkat selama kehamilan, wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi

oral memiliki penurunan dalam resiko RA. Hal ini karena adanya perubahan

profil hormon, placental corticotropinreleasing hormone secara langsung

menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan

androgen utama pada wanita yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus.

DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis (Th2) dan menghambat

respon imun seluler (Th1). Oleh karena pada rheumatoid arthritis Th1 lebih

dominan sehingga estrogen dan progesteron memiliki efek yang berlawanan

terhadap perkembangan rheumatoid arthritis.

4. Umur.

RA umumnya mulai berkembang pada saat usia 40 – 60 tahun. Tetapi

pada anak kecil bisa juga terjadi yang biasa disebut dengan Juvenile

rheumatoid arthritis.

5. Lingkungan.

Perubahan iklim dapat memperburuk gejala pada RA.

14
6. Merokok.

Kebiasaan merokok dapat memicu peningkatan terkena RA dan

kekambuhan pada RA.

2.7 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis RA dibagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular

dan manifestasi ekstraartikular. Manifestasi artikular dibagi menjadi 2 kategori,

yaitu gejala inflamasi akibat aktivitas sinovitis yang bersifat reversibel dan gejala

akibat kerusakan struktur persendian yang bersifat ireversibel. Sinovitis

merupakan kelainan yang umumnya bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan

pengobatan medikamentosa atau pengobatan non surgical lainnya (Watts, H.

D.1984).

Gejala klinis yang berhubungan dengan aktivitas sinovitis adalah kaku pagi

hari. Beberapa aspek lain yang berhubungan dengan sendi yaitu (Watts, H.

D.1984) :

1. Vertebrata Servikalis, merupakan segmen yang sering terlibat pada RA.

Proses inflamasi ini melibatkan persendian diatrodial yang tidak tampak oleh

pemeriksaan. Gejala dini umumnya bermanifestasi sebagai kekakuan pada

seluruh segmen leher disertai dengan berkurangnya lingkup gerak sendi secara

menyeluruh.

2. Gelang bahu, pergelangan gelang bahu akan mengurangi lingkup gerak sendi

gelang bahu.

15
3. Kaki dan pergelangan kaki, keterlibatan persendian metatarsophalangeal

(MTP), telonavikularis dan pergelangan kaki merupakan gambaran yang khas

pada RA.

4. Tangan, keterlibatan persendian pergelangan tangan, metacarphophalangeal

(MCP), dan proximal inerphalageal (PIP) hampir selalu dijumpai pada RA.

Manifestasi ekstraartikular pada RA meliputi (Watts, H. D.1984) :

1. Konstitusional, 100% terjadi pada pasien RA dengan ditandai adanya

penurunan berat badan, demam >38,30 C, kelelahan dan pada banyak kasus

sering terjadi kaheksia (malnutrisi) yang secara umum merefleksi derajat

inflamasi dan biasanya mendahului terjadinya gejala awal pada kerusakan

sendi.

2. Nodul, merupakan level tertinggi pada penyakit ini dan terjadi 30 – 40% pada

penderita.

3. Sjogren’s syndrome, terjadi hanya 10% pasien dengan ditandai adanya

keratoconjutivitas sicca (dry eyes).

4. Vaskulitis, hanya terjadi <1% pada penderita dengan penyakit RA yang sudah

kronis.

5. Limfoma, resikonya pada pasien RA mencapai 2–4 kali lebih besar

dibandingkan populasi umum. Hal ini disebabkan karena penyebaran B-cell

lymphoma secara luas.

16
2.8 Diagnosa

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosa RA antara lain,

pemeriksaan serum untuk IgA, IgM, IgG , antibodi anti-CCP dan RF, analisis

cairan sinovial, foto polos sendi, MRI, dan ultrasound, (Widmann, F. K, 2011).

2.9 Hal-hal Yang Dapat Mempengaruhi Pemeriksaan

Menurut Bresnihan B, (2002). Beberapa hal-hal yang dapat mempengaruhi

pemeriksaan yaitu :

1. Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah

terjadi pemulihan klinis.

2. Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit

kolagen, kanker, sirosis hati.

3. Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit

apapun.

4. Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini,

temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam

status klinis pasien

17
BAB III

METODEPRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada tanggal 28 November 2019 pada pukul 13.00

WITA, dan bertempat di laboratorium STIKES Bina MAndiri Gorontalo.

3.2 Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan Rheumatoid Faktor

(RF) yaitu Aglutinasi lateks.

3.3 Prinsip Kerja

Reaksi Ag-Ab yang ditandai dengan adanya aglutinasi, dimana adanya Ag

berbentuk partikel/lateks bereaksi Ab spesifik membentuk reaksi aglutinasi

(gumpalan).

3.4 Pra Analitik

1. Konfirmasi Jenis pemeriksaan

2. Menanyakan identitas pasien

3. Persiapan pasien

4. Persiapan alat dan bahan yang digunakan pada praktikum yakni tabung tutup

merah, centrifuge, holder, disposible, torniquet, mikropipet, pipet tetes, slide,

KIT LR (Lateks Reagens), serum, kapas alkohol 70% dan kapas kering.

3.5 Analitik

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

18
2. Mengambil darah vena dengan menggunakan holder dan disposable kemudian

dimasukkan darahnya pada tabung tutup merah.

3. Masukkan kedalam centrifuge dan diputar selama 15 menit.

4. Reagen antihuman RF antibodi disesuaikan dengan temperature ruang dan

dikocok pelan-pelan sampai homogen.

5. Serum sampel, serum kontrol positif, serta serum kontrol negatif dipipetkan

pada plate RF di tempat berbeda sebanyak 20µl.

6. Reagen antihuman RF antibodi dipipetkan pada masing-masing sampel

sebanyak 40µl.

7. Campuran sampel dan reagen dicampur dengan batang pengaduk berbeda dan

dilebarkan sepanjang sisi lingkaran, kemudian digoyangkan selama 2 menit.

8. Campuran sampel dan reagen dalam plate diamati, terbentuk aglutinasi atau

tidak.

3.6 Pasca Analitik

1. Positif (+) : Terjadi aglutinasi.

2. Negatif (-) : Tidak terjadi aglutinasi.

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil yang telah di dapatkan pada praktikum pemeriksaan RF adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Rheumatoid Factor (RF)

Metode Sampel Hasil Keterangan

Tidak adanya reaksi Ag-

Ab Yang di tandai dengan


Aglutinasi Telah di dapatkan
Serum adanya aglutinasi
lateks (slide) hasil Negatif (-)
(gumpalan)

Sumber : Data Primer Laboratorium STIKES Bina Mandiri Gorontalo

4.2 Pembahasan

Penyakit rematik adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat

sistemik progressif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat

sendi secara simetris. Rhematoid arthritis adalah penyakit sistemik kronis

terutama menyerang sendi-sendi, biasanya dengan prubahan-perubahan

degeneratif dan pereadangan di dalam selaput synopial, tulang rawan dan otot-

otot. Diagnosis arthritis rhematoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya

4 dari 6 kriteria ini terpenuhi. 4 dari kriteria tersebut harus telah berlangsung

selama sekurang-kurangnya 6 minggu. Banyak kenyataan bahwa factor tersebut

14
terdiri dari suatu kelompok antibody dari kelas IgM, yang diarahkan terhadap

antigeniksites pada IgA, terdapat kenyatan bahwa pada rhematoid arthritis plasma

Rf terdiri dari tiga tipe. Sampel plasma tidak dapat digunakan karena fibrinogen

dalam plasma dapat menyebabkan hasil aglutinasi non-spesifik.

Radang sendi reumatik adalah penyakit sistemik kronis, yang mana umumnya

memiliki gejala: pembengkakan dan rasa sakit pada persendian, inflamasi, proses

degeneratif pada tulang rawan, membran synovial, atau pada otot. Umumnya

penyakit ini mulai menyerang orang dewasa di usia 30 – 40an. Sementara ini

belum ditemukan penyembuhan spesifiknya, terapi dini membantu menghentikan

atau meminimalisir kerusakan permanen pada sendi. Untuk alasan ini, diagnosis

yang jitu menjadi hal yang penting.

Salah satu ciri radang sendi reumatik adalah munculnya sekumpulan protein

yang reaktif di dalam darah dan cairan synovial yang secara kolektif dikenal

sebagai Rheumatoid factors. Mereka adalah macroglobulins yang memiliki 1 juta

berat molecular.Menurut pendapat para penyelidik, RF adalah antibodi yang

diarahkan untuk melawan gamma globulin manusia yang dibedakan. RF

ditemukan pada 70 – 100% kasus dari radang sendi reumatik yang mana

keakuratannya bergantung pada prosedur tes yang dipakai untuk mendeteksi RF.

Karena efek RF yang menyebar luas, kemunculannya merupakan kriteria

laboratoris yang berguna untuk diagnosa dari kasus yang dicurigai adanya radang

sendi reumatis. Sebagai perbandingan adanya RF dalam penyakit osteoarthritis

atau demam reumatik secara berturut-turut kurang dari 2% dan 3%. Harus dicatat

bahwa penyebaran RF telah dilaporkan dalam penyakit-penyakit non-reumatik

15
seperti pulmonary tuberculosis, bakterial endocarditis, syphilis dan pada penyakit

yang lain. Adanya kejadian RF yang signifikan juga dialami oleh kelompok

lansia.

Aglutinasi dari suspensi partikel latex merupakan hasil negarif.

(Pengelompokan yang dapat dilihat muncul dalam waktu 3 menit.) Serum yang

bereaktif lemah menghasilkan butiran-butiran yang sangat halus atau

pengelompokan parsial. Hasil harus dibaca dalam jangka 3 menit, karena reaksi

non spesifik dapat terjadi setelah periode waktu yang ditentukan. Serum yang

positif dalam tes pengecekan harus dites ualng dalam tes titrasi untuk

menghasilkan sebuah verifikasi untuk penginterpretasian garis batas. Pengenceran

terbesar dari sampel tes yang menunjukkan aglutinasi dianggap sebagai nilai

akhir. Pengalian dari faktor pengenceran dengan 20IU/ml akan menghasilkan

level perkiraan dari RF.

16
17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pasien Nn. AP hasil

pemeriksaannya yaitu negatif dikarenakan tidak terdapat aglutinasi pada area

slide. Dimana Ag berbentuk partikel/lateks tidak bereaksi Ab spesifik sehingga

tidak membentuk reaksi aglutinasi (gumpalan).

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam praktikum selanjutnya ialah lebih

memperhatikan kualitas dan kadarluarsa reagen serta dalam penggunaan slidenya

juga perhatikan kebersihannya agar tidak menghasilkan positif palsu

15
DAFTAR PUSTAKA

Aletaha D, Neogi T, Silman A J, Funovits J, Felson DT, BinghamCO, et al. 2010


Rheumatoid Arthritis Classification Criteria.American College of
Rheumatology. Arthritis Rheum.2010;62(9):2569-81

Bresnihan B, 2002. Rheumatoid Arthritis: Principles of Early Treatment. The Journal


of Rheumatology, vol.29, no.66, pp.9-12

Gordon, N. F. 2002. Radang Sendi. Jakarta: PT Raja

Grafindo, 2006. Imunologi Serologi II. Surakarta: Fakultas Biologi D III Analis
Kesehatan USB.

Suarjana, I Nyoman.2009. Artritis Reumatoid Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam Edisi V. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, Idrus, et al. Interna
Publishing. Jakarta.

Watts, H. D.1984. Terapi Medik. Jakarta: EGC.

Widmann, F. K.2011. Tinjauan Klinis Atas Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai