Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Streptococcus

Streptococcus adalah bakteri gram positif yang khasnya berpasangan atau

membentuk rantai selama pertumbuhannya. Spesies yang virulen

mungkin menghasilkan kapsul yang terdiri dari acid hialuronik dan protein

M, habitat dari spesies ini ialah saluran pernapasan atas (rongga hidung dan

faring). Antar infeksi-infeksi yang di sebabkan oleh spesies ini adalah demam

scarlet, faringitis, impetigo, demam rheumatic, dan lain-lain. (Bratawidjaya,

2012)

2.2 Pengertian Antistreptolisin-O (ASO)

Anti streptolisin O adalah suatu antibodi yang dibentuk oleh tubuh terhadap

suatu enzim proteolitik. Streptolisin O yang diproduksi oleh β-hemolitik

Streptococcus A group A dan mempunyai aktivitas biologic merusak dinding sel

darah merah serta mengakibakan terjadinya hemolisis.

Streptolisin O adalah toksin yang merupakan dasar sifat β-hemolitik

organisme ini. Streptolisin O ialah racun sel yang berpotensi mempengaruhi

banyak tipe sel termasuk netrofil, platelets dan organel sel, menyebabkan respon

imun dan penemuan antibodinya.

Anti-Streptolisin O bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksi

yang baru saja. Antibodi itu tidak merusak kuman dan tidak mempunyai dampak

perlindungan, tetapi adanya antibody itu dalam serum menunjukkan bahwa

didalam tubuh baru saja terdapat streptococcus yang aktif (Jawetz, 2005)
2.3 Patogenesis

Streptococcus adalah bakteri gram positif yang khasnya berpasangan atau

membentuk rantai selama pertumbuhannya. Spesies yang virulen mungkin

menghasilkan kapsul yang terdiri dari acid hialuronik dan protein M, habitat dari

spesies ini ialah saluran pernapasan atas (rongga hidung dan faring). Antar infeksi-

infeksi yang di sebabkan oleh spesies ini adalah demam scarlet, faringitis,

impetigo, demam rheumatic, dan lain-lain.

Penyakit demam rematik diawali dengan infeksi bakteri Streptococcus beta-

hemolyticus golongan A pada kerongkongan. Infeksi ini menyebabkan penderita

mengeluh nyeri kerongkongan dan demam.

Jika infeksi tidak segera diobati, bakteri Streptococcus yang ada akan

melakukan perlengketan yang kuat (adherence) di daerah sekitarnya dan

merangsang pengeluaran antibodi (Ig-G). Antibodi yang dihasilkan akan mengikat

kuman Streptococcus dan membentuk suatu kompleks imun dan akan menyebar

ke seluruh tubuh, terutama ke jantung, sendi, dan susunan saraf.

1. Demam Rematik pada jantung

kompleks imun ini akan menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi

yang bermanifestasi sebagai peradangan otot jantung (myocarditis),

peradangan lapisan jantung (pericarditis), dan peradangan katup-katup

jantung (valvulitis).
Bila proses penyebaran penyakit telah menyerang jantung, penderita akan

mengalami kelainan jantung (carditis), ditandai dengan batuk-batuk, kesulitan

bernapas, berdebar-debar, serta adanya tanda-tanda pembesaran jantung

2. Demam Rematik menyerang pada sendi

Keluhan yang paling sering muncul pada fase ini adalah gangguan sendi

berupa rasa nyeri dan pembengkakan yang biasanya berpindah-pindah dari

satu sendi ke sendi lainnya (polyartritis migran), kesulitan menggerakkan

sendi dan berjalan.

3. Demam Rematik menyerang susunan saraf

kelainan ini menyebabkan gangguan pergerakan dan kepribadian serta

psikologis berupa kepribadian yang agresif, depresi, dan obsessive-

compulsive.

Jika Asto menyerang susunan saraf dan menimbulkan ketidakstabilan

emosi, gerakan-gerakan involunter tangan yang tidak teratur, kesulitan

menulis dan berbicara, kecemasan, dan perilaku agresif (Kresno, 2010)

2.4 Gejala

Gejala demam rheumatic dapat terjadi secara mendadak dan secepat kilat,

dengan demam, takikardi, dan rasa sakit pada sendi yang membengkak atau

dapat tersamar dan tidak nyata, hanya bergejala malaise dan demam ringan. Bila

di dahului oleh infeksi Streptococcus tersamar secara klinik, biasanya akan

mereda sebelum mulai gejala demam rheumatic. Tidak ada gambaran klinik atau

laboratorium demam rheumatic yang khas untuk penyakit ini. Gejala-gejalanya

mencakup (Soemarno, 2000):


1. Riwayat nyeri tenggorokan, positif untuk Streptococcus β-hemolisa grup

A apabila di biakkan. Riwayat infeksi biasanya berupa nyeri kepala,

demam, pembengkakan kelenjar limpa di sepanjangrahang dan nyeri perut

atau mual.

2. Timbul polyarthritis migratonile, termasuk peradangan sendi-sendi di

sertai pembengkakan, kemerahan dan kalor (panas). Yang sering terkena

adalah sendi-sendi besar di siku, lutut dan pergelangan tangan dan kaki.

3. Terbentuk nodus-nodus subkutis yang keras dan terletak di atas otot dan

sendi-sendi yang terkena. Nodus-nodus ini tidak nyeri dan transient.

4. Eritema marginatum (suatu ruang transien), terutama di badan, lengan

bagian dalam dan paha (Soemarno, 2000).

2.5 Pemeriksaan Antistreptolisin-O (ASO)

Pemeriksaan ASTO (Anti Streptolisin O) merupakan suatu pemeriksaan darah

yang berfungsi untuk mengukur kadar antibodi terhadap streptolisin O, suatu zat

yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus grup A. Pemeriksaan ASO (anti-

streptolisin O) adalah suatu pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar

Anti streptolisin O secara kualitatif/semi kuantitatif. ASO (anti-streptolisin O)

merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk

indikator terdapatnya infeksi Streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam

reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASO ini,

bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada

95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian

atau lebih antibodi terhadap Streptococcus.


Ada dua prinsip dasar penetuan ASO, yaitu:

1. Netralisasi/penghambat hemolisis

Streptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah,

akan tetapi bila Streptolisin O tersebut di campur lebih dahulu dengan

serum penderita yang mengandung cukup anti streptolisin O sebelum di

tambahkan pada sel darah merah, maka streptolisin O tersebut akan di

netralkan oleh ASO sehingga tidak dapat menibulkan hemolisis lagi.

Pada tes ini serum penderita di encerkan secara serial dan di

tambahkan sejumlah streptolisin O yang tetap (Streptolisin O di

awetkan dengan sodium thioglycolate). Kemudian di tambahkan

suspensi sel darah merah 5%. Hemolisis akan terjadi pada pengenceran

serum di mana kadar/titer dari ASO tidak cukup untuk menghambat

hemolisis tidak terjadi pada pengencaran serum yang mengandung titer

ASO yang tinggi.

2. Aglutinasi pasif

Streptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar dapat

menyebabkan aglutinasi dengan ASO. Maka Streptolisin O perlu

disalutkan pada partikel-partikel tertentu. Partikel yang sering dipakai

yaitu partikel lateks. Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat

mengikat 200 IU/ml ASO) di tambahkan pada serum penderita sehingga

terjadi ikatan Streptolisin O – anti Strepolisin O (SO – ASO).


Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200 IU/ml, maka

sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan menyebabkan

aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel – partikel

latex . Bila kadar ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml ,

maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan aglutinasi

dengan streptolisin O pada partikel – partikel latex.

Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik,

sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes

aglutinasi latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200

IU/ml. Penetapan ASO umumnya hanya memberi petunjuk bahwa telah

terjadi infeksi oleh streptokokus. Yang lebih penting diperhatikan

adanya kenaikan titer. Meskipun semula titer rendah tetapi bila terjadi

peningkatan dan tetap tinggi pada pemeriksaan berikutnya, adanya

infeksi oleh Streptokokus (Utari. D, 2016).

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan

Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pemeriksaan Anti-Streptolisin O yaitu:

1. Reagen ASO latex harus dikocok secara hati-hati untuk menghomogenkan

partikelnya

2. Biarkan reagen kit dan sampel mencapai suhu ruang (2-25°C) sebelum

digunakan.

3. Reagen latex disimpan pada suhu 2-8°C

4. Pastikan reagen belum melewati tanggal kadarluasa (Utari. D, 2016).


DAFTAR PUSTAKA

Bratawidjaya K G, 2012. Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jawetz, Melnick. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Kresno S B, 2010. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Badan


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinis. Yogyakarta: Akademi Analis
Kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Utari, D., Mudiharso., Nurindah, T. 2016. Imunoserologi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai