Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK

ANALISIS PARACETAMOL DALAM KEMASAN JAMU

Dosen Pengampu:

Devi Etivia Purlinda, SST., M.Si

Nur Patria T, S.Si., Apt., M.Si.Med

Disusun Oleh:

Mely Farah Nabila P1337434121060

Rosyifa Nurul Zakia P1337434121072

Widya Putri Rahmawati P1337434121076

Asfar Fajri P1337434121104

Willyanto Aris Prakoso P1337434121108

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN AKADEMIK 2023


BAB V PARASETAMOL

A. Pendahuluan 18
B. Toksisitas Parasetamol 19
C. Tes Laboratorium dan Tujuan Pemeriksaan . 20
D. Jenis Spesimen
1. Darah
2. Urin
3. Cairan Lambung
4. Spesimen Jaringan
E. Persaratan Wadah
F. Bahan pengawet
G. Pelabelan
H. Penyimpanan
I. Jenis Pemeriksaan Laboratorium Keracunan Parasetamol
Skrining Obat dalam urin
Metode Liebermann
Metode Alphanaftol
Metode O-Cressol
Metode KLT
Tes Fungsi Hati keracunan parasetamol Kadar AST
Gas Darah Arteri
Profil Koagulasi
J. Pelaksanaan Praktikum/Unjuk Kerja 11
Dikerjakan Metode KLT yang dilakukan
1. Judul Praktikum
2. Alat dan Bahan 12
3. Langkah Kerja 13
4. Hasil Unjuk Kerja 14
5. Deskripsi Amatan dan Simpulan Kegiatan Praktikum 15
6. Verifikasi Hasil Pemeriksaan
K. Rangkuman 16
L. Latihan/Tugas/Eksperimen 17
LAPORAN PRAKTEK PARASETAMOL

A. Pendahuluan

Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang
banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007). Parasetamol
digunakan secara luas di berbagai negara termasuk Indonesia baik dalam bentuk sediaan tunggal
maupun kombinasi dengan obat lain seperti dalam obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual
secara bebas. Oleh karena itu, risiko untuk terjadinya keracunan akibat overdosis parasetamol
menjadi lebih besar akibat mudahnya mendapat parasetamol dan perilaku masyarakat yang
cenderung mengonsumsi obat sendiri tanpa melalui resep dokter (Apparavoo, 2012).

Penggunaan parasetamol dalam dosis toksik merupakan salah satu kasus yang paling sering
ditemukan di Amerika Serikat. Pada tahun 2005, telah dilaporkan sebanyak 165.000 kasus yang
67.000 diantaranya adalah akibat pemakaian dalam sediaan tunggal, sedangkan 98.000 kasus
dalam bentuk kombinasi dengan obat lain. Parasetamol merupakan obat bebas dan sangat mudah
didapatkan, sehingga risiko penyalahgunaan parasetamol menjadi lebih besar. Pada tahun 2006,
setidaknya di Indonesia terdapat 305 jenis obat yang mengandung parasetamol sebagai salah satu
komposisinya, data ini sangat jauh meningkat dibanding pada tahun 2002 yang hanya 60 jenis obat
saja.

Parasetamol juga disebut dengan asetaminofen telah digunakan secara luas sebagai obat
analgesik dan antipiretik. Penggunaan akut parasetamol dengan dosis yang berlebih berpotensi
menyebabkan gagal hati dan ginjal yang fatal dan pada beberapa kasus hingga menyebabkan
kematian. Nefrotoksisitas akut oleh parasetamol dicirikan dengan perubahan morfologi dan
fungsional dari ginjal yang dibuktikan dengan kerusakan tubulus proksimal pada manusia dan
binatang percobaan, sedangkan penggunaan parasetamol dosis terapi berisiko menyebabkan gagal
ginjal akut pada pecandu alkohol. Oleh karena itu, pemakaian parasetamol telah direkomendasikan
hanya untuk jumlah dan waktu yang terbatas. Gagal ginjal akut akan mulai tampak 7 hari setelah
pemberian parasetamol, relatif lebih lambat dibanding kerusakan hepar yang terjadi maksimal 2-
4 hari.
B. Toksisitas Parasetamol

Paracetamol merupakan obat golongan analgesik non narkotik dan antipiretik. Obat ini
bekerja melalui tiga mekanisme: blokade aktivasi impuls nyeri, inhibisi pusat suhu pada
hipotalamus, dan inhibisi sintesis prostaglandin (PG). Paracetamol merupakan obat yang relatif
aman digunakan over the counter, tetapi juga dapat dengan mudah menyebabkan toksisitas jika
dikonsumsi dalam jumlah banyak atau melebihi dosis maksimal. Hal ini penting karena
paracetamol merupakan obat yang memiliki akses yang sangat bebas dan luas sehingga membuat
obat ini sering digunakan secara berlebihan hingga menyebabkan terjadinya intoksikasi obat.

Intoksikasi atau overdosis paracetamol dapat menimbulkan komplikasi yang cukup berat,
seperti hepatotoksisitas, ensefalopati, perdarahan, hingga kematian. Intoksikasi paracetamol
merupakan salah satu penyebab kematian karena keracunan obat padahal kondisi ini dapat dengan
mudah ditangani. Tingginya mortalitas akibat intoksikasi paracetamol ini disebabkan karena
manifestasi klinis yang sering kali berbeda-beda atau asimtomatik. Dalam keadaan normal,
metabolisme paracetamol akan menghasilkan 5% NAPQI (N-acetyl-p-benzoquinone imine) dan
diekskresikan dalam urin. Pada keadaan overdosis, produksi NAPQI berlebih dan terakumulasi
dalam hepar, sehingga menyebabkan toksisitas. Efek toksik ini dapat dicegah atau diatasi dengan
pemberian antidot N-acetylcysteine (NAC).

Jumlah obat yang dikonsumsi oleh pasien merupakan hal yang penting untuk ditanyakan.
Perlu diketahui juga sediaan paracetamol yang dikonsumsi, misalnya tablet 500 gram atau sirup
125 mg/ml, dan sebagainya. Setelah mengetahui jumlah dan sediaan obat yang dikonsumsi, dapat
dihitung total obat yang dikonsumsi per kilogram berat badan pasien.

Dosis maksimal paracetamol adalah sekitar 75 mg/kg atau 4 gram dalam 24 jam. Namun
demikian, konsumsi paracetamol yang melebihi dosis maksimal belum tentu menyebabkan efek
toksik. Rata-rata toksisitas terjadi apabila konsumsi paracetamol melebihi 150 mg/kg per 24 jam
baik pada pasien anak maupun dewasa. Pada konsumsi berulang paracetamol, hitung dosis per 24
jam konsumsi. Misal, pasien mengkonsumsi paracetamol sebanyak 4 gram pada pukul 4 pagi, 4
gram pada pukul 12 siang, dan 4 gram pada pukul 6 sore lalu datang ke IGD pada pukul 8 malam,
maka dianggap sebagai konsumsi 12 gram paracetamol 16 jam sebelum kedatangan.
C. Tes Laboratorium dan Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan setelah penilaian risiko adalah pemeriksaan


serum paracetamol. Pemeriksaan ini dilakukan paling cepat 4 jam setelah konsumsi paracetamol.
Hasil pemeriksaan ini kemudian diplot pada nomogram Rumack-Matthew. Selain pemeriksaan
serum paracetamol, tes lain yang penting dilakukan adalah tes fungsi hati (SGOT, SGPT, PT, INR,
bilirubin) dan fungsi ginjal (kreatinin dan urea). Pada 24 jam pertama intoksikasi paracetamol,
akan ditemukan peningkatan SGOT dan SGPT subklinis. Dalam 12-72 jam setelah konsumsi,
terdapat peningkatan SGOT dan SGPT serta perburukan fungsi renal. Selain itu, tes fungsi hati
juga perlu dilakukan pada kondisi intoksikasi untuk melihat ada tidaknya hepatotoksisitas akibat
intoksikasi parasetamol.

Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible.


Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible.
Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai
sumber UVdan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator tujuannya untuk
mengetahui kadar paracetamol dalam sampel D yang mengandungibufropen, kafein dan
paracetamol dengan metoode spektrofotometri UV-Vis.

D. Jenis Spesimen
1. Darah

Penelitian ini dilanjutkan dengan proses ekstraksi sampel darah dan serum
menggunakan SPE (Solid Phase Extraction). Masing-masing sebanyak 3 cc darah
dan serum, dimasukkan ke dalam catridge yang sudah berisi kertas whatman dan
silica gel. Setelah sampel mencapai batas bawah, kemudian dielusi dengan
kloroform sebanyak 15 mL, ditunggu sampai terdapat tetesan hasil ekstraksi.

Hasil ekstraksi kemudian dikeringkan di dalam laminar airflow sampai


tersisa 1 mL. Sebanyak 1 mL eluat disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan
5000 rpm. Supernatan yang diperoleh kemudian ditampung di dalam tabung mikro
kemudian diderivatisasi. Supernatan diderivatisasi dengan ditambahkan BSTFA
sebanyak 10 µl. Tabung disegel menggunakan aluminium foil kemudian
dipanaskan dengan suhu 60oC selama 30 menit. Setelah dipanaskan, sampel
didinginkan sampai suhu kamar, kemudian siap diinjeksikan pada GC-MS.

2. Urine
Urine atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang
diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekulmolekul
sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan.
Urine atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Eksreksiurin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh tubuh.

3. Cairan Lambung

Penggunaan parasetamol sebagai alat untuk menentukan pengosongan


lambung dievaluasi dalam studi silang. Dua belas sukarelawan sehat dimasukkan
dan masing-masing dari mereka mengonsumsi dua makanan rendah kalori dan dua
makanan berkalori tinggi. Parasetamol dicampur dengan makanan cair dan
diberikan melalui selang makanan nasogastrik. Kurva waktu konsentrasi plasma
parasetamol post prandial pada semua peserta dan konsentrasi parasetamol dalam
isi lambung pada enam peserta ditentukan.

Ditemukan bahwa setelah parasetamol keluar dari lambung, berdasarkan


analisis isi lambung, masih terdapat peningkatan yang substansial pada kurva
waktu konsentrasi parasetamol plasma. Selain itu, perbedaan pengosongan
lambung antara makanan berkalori tinggi dan rendah terlewatkan dengan
menggunakan kurva waktu konsentrasi parasetamol plasma. Kurva yang terakhir
menunjukkan bahwa (i) sebagian parasetamol dapat meninggalkan lambung lebih
cepat daripada waktu makan dan (ii) sebagian parasetamol mungkin relatif lambat
diserap di duodenum. Hal ini dapat dijelaskan dengan pemisahan campuran
parasetamol-makanan homogen di lambung dalam fase berair dan bolus padat.
Fase berair meninggalkan lambung dengan cepat dan parasetamol pada fase
ini dengan cepat diserap di duodenum, sehingga menimbulkan peningkatan tajam
konsentrasi parasetamol dalam plasma. Bolus meninggalkan lambung relatif
lambat, dan enkapsulasi oleh bolus menghasilkan penyerapan parasetamol yang
relatif lambat dari bolus di duodenum. Temuan ini berimplikasi bahwa parasetamol
bukanlah penanda post prandial yang akurat untuk pengosongan lambung.

4. Spesimen Jaringan
Spesimen ini meliputi muntahan, aspirasi lambung dan cairan lambung serta
isi perut pada postmortem. Sifat sampel ini bisa sangat bervariasi dan prosedur
tambahan seperti homogenisasi diikuti dengan penyaringan dan / atau sentrifugasi
mungkin diperlukan untuk menghasilkan cairan yang dapat diperiksa.Spesimen
histologi biasanya dikumpulkan ke dalam bahan pengawet formalin (larutan
formaldehyde dalam air). Perlakuan awal semacam itu harus diingat jika analisis
toksikologi dilanjutkan. Sampel jaringan yang diperoleh postmortem biasanya
disimpan pada suhu 4 derajat sebelum analisis

E. Persaratan Wadah

Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah
yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini
hendaklah dirancang agar pencemaran peralatan oleh agens pembersih atau sanitasi dapat dicegah.
Prosedur ini setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode, peralatan dan
bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode pembongkaran dan perakitan kembali
peralatan yang mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika
perlu, prosedur juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas bets sebelumnya serta
perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap pencemaran sebelum digunakan. Syarat wadah
untuk menyimpan spesimen yaitu:

a. Tidak Basah
b. Harus dalam keadaan steril
c. Tidak pecah
d. Harus tertutup rapat
F. Bahan pengawet

Bahan pengawet diperlukan jika spesimen harus dirujuk ke laboratorium pemeriksaan yang
lebih mampu dan berjarak cukup jauh, atau ke laboratorium lainnya untuk pemeriksaan konfirmasi
dan harus mencatumkan bahan pengawet.

Tabel Bahan Pengawet Yang Diperbolehkan

G. Pelabelan
Pelabelan dilakukan agar sampel atau spesimen antar pasien tidak tertukar, karena apabila
tertukar akan berakibat fatal yaitu hasilnya tidak sesuai dengan pemilik spesimen. Dan pelabelan
dilakukan sebelum diisi sampel.
H. Penyimpanan
Sebagian besar spesimen, terutama darah dan urin, dapat dikirim melalui pos jika aman
dikemas sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Namun, jika terkait dengan tujuan untuk
tindakan hukum kemungkinan akan diambil atas dasar hasil, maka penting untuk menjamin
identitas dan integritas spesimen dari saat dikumpulkan hingga pelaporan hasil. Jadi, sampel
seperti itu harus dilindungi selama pengangkutan dengan menggunakan segel anti rusak dan
idealnya yang demikian harus diserahkan langsung ke laboratorium oleh petugas atau personel
penyelidik lainnya.Spesimen biologis harus disimpan pada suhu 2–8 ◦C sebelum analisis, jika
memungkinkan, dan idealnya setiap spesimen yang tersisa setelah analisis harus disimpan pada
suhu 2–8 ◦C selama 3–4 minggu jika diperlukan analisis lebih lanjut.
Mengingat medicolegal implikasi dari beberapa kasus racun (misalnya jika tidak jelas
bagaimana racun diberikan atau jika pasien meninggal) maka spesimen yang tersisa harus
disimpan (sebaiknya pada suhu -20 ◦C) sampai penyelidikan atas insiden itu selesai. Berkenaan
dengan obat-obatan, beberapa senyawa seperti klonazepam, kokain, nifedipin, nitrazepam, obat
tiol, dan banyak fenotiazin dan metabolitnya tidak stabil dalam sampel biologis pada suhu kamar.
Paparan sinar matahari dapat menyebabkan hilangnya clonazepam hingga 99%. Serum setelah 1
jam pada suhu kamar maka harus bagian luar tabung sampel dilapisi dengan aluminiumFoil
sebagai tindakan pencegahan sederhana dalam kasus seperti itu N-Glucuronides seperti
nomifensine N glucuronide yang tidak stabil dan mungkin terdapat dalam plasma pada konsentrasi
tinggi.
I. Jenis Pemeriksaan Laboratorium Keracunan Parasetamol
Skrining obat dalam urin
Skrining obat urin dapat dengan cepat dan efektif mendeteksi keberadaan obat-obatan ilegal atau
resep dalam tubuh. Skrining ini dapat memeriksa berbagai obat, termasuk mariyuana, nikotin,
barbiturat, dan opioid, seperti heroin dan metadon. Beberapa obat tetap dapat dilacak di dalam
tubuh lebih lama dari yang lain. Paracetamol adalah obat untuk meredakan demam dan nyeri
ringan hingga sedang, misalnya sakit kepala, nyeri haid, atau pegal-pegal. Paracetamol atau
acetaminophen tersedia dalam bentuk tablet, sirop, tetes, suppositoria, dan infus.
Tes urine dapat menunjukkan kadar alkohol dalam tubuh seseorang. Namun, jika seseorang
mencurigai konsumsi alkohol, mereka lebih cenderung meminta tes napas atau darah. Skrining
urin juga dapat mendeteksi nikotin dan kotinin, yang diproduksi tubuh saat nikotin dipecah.
Skrining obat urine menggunakan batas level. Artinya hasil hanya akan positif jika jumlah obat di
atas level tertentu. Jumlah obat akan muncul pada hasil dalam nanogram per mililiter: ng / ml.
Memiliki batas level membantu mencegah hasil positif palsu. Ini dapat terjadi jika seseorang tidak
mengonsumsi obat-obatan terlarang, tetapi telah makan makanan yang mengandung rami, coca,
atau opium dalam jumlah yang legal. Misalnya, makan biji poppy sebelum pemeriksaan obat urine
dapat, dalam kasus yang jarang terjadi, menyebabkan tes untuk mendeteksi keberadaan opium.
1. Metode Lieberman
Kadar kolesterol diukur dengan menggunakan metode Lieberman-Burchard. Metode ini
merupakan analisis konsentrasi kolesterol secara kimiawi. Prinsip metode ini adalah ekstrak
kloroform yang berisi kolesterol akan bereaksi dengan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat
membentuk reaksi berwarna. Hasil positif pada uji Lieberman-Burchard ditandai dengan
terbentuknya cincin hijau yang berasal dari reaksi antara sterol tidak jenuh atau triterpen dengan
asam (CH3 COOH dan H2SO4). Uji Kedde dilakukan untuk menunjukkan adanya lakton tidak
jenuh (Santos, 1978). Kandungan terpenoid/steroid dalam tumbuhan diuji dengan menggunakan
metode Liebermann-Buchard (asam asetat) yang nantinya akan memberikan warna merah jingga
atau ungu untuk terpenoid dan biru untuk steroid. Pereaksi Lieberman Burchard dan meningkatkan
konjugasi dari ikatan tak jenuh dalam cincin yang berdekatan. Warna hijau ini menandakan hasil
yang positif.
2. metode Alphanaftol
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi adanya paracetamol pada sampel menggunakan
metode alphanaftnoi. Naftol, atau α-naftol, adalah senyawa bahan organik berpendar dengan
rumus kimia C10H7OH. Senyawa ini adalah padatan berwarna berwarna putih dan merupakan
isomer 2-naftol dengan letak gugus hidroksil yang berbeda pada cincin naftalena. Naftol adalah
senyawa yang tidak larut dalam air yang terdiri dari dua komponen dasar yaitu gugus AS naphtol
(Anilid Acid) dan komponen generator warnanya adalah golongan diazonium atau biasa disebut
garam. Dengan reaksi parasetamol diasamkan dengan HCl 10%, direaksikan dengan NaNO2
dalam larutan basa dengan penambahan alphanapathol untuk membentuk senyawa berwarna
merah.
3. Metode O-Cressol
Parasetamol adalah analgesik antipiretik ringan dengan sifat antiinflamasi ringan tidak
berpengaruh pada agregasi platelet. Tidak ada efek iritasi pada mukosa lambung dan dapat
digunakan dengan aman dan efektif pada sebagian besar individu yang tidak toleran terhadap
aspirin. Ini adalah analgesik dan antipiretik standar pada anak-anak karena, tidak seperti aspirin,
dan dapat diformulasikan dalam bentuk suspensi yang stabil. Dosis dewasa yang biasa adalah 0,5-
1 g diulang dengan interval empat sampai enam jam jika diperlukan (Ritter, et al., 2008). Untuk
mengidentifikasi adanya kandungan parasetamol dalam sampel menggunakan metode O-Cressol
dengan reaksi parasetamol dan metabolitnya dihidrolisis dalam media asam menjadi
paraAminophenol, dengan asam kresol untuk membentuk senyawa biru muda
4. Metode KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan
campuran yang tidak mudah menguap. Kromatografi lapis tipis dilakukan pada selembar kaca,
plastik, atau aluminium foil ditutupi dengan lapisan tipis bahan adsorben, biasanya gel silika,
aluminium oksida, atau selulosa. Lapisan tipis penyerap dikenal sebagai fase diam (atau fase
diam).
Setelah sampel dioleskan ke pelat, pelarut atau campuran pelarut (diketahui sebagai fase gerak)
dialirkan melalui pelat dengan gaya kapiler. Oleh karena analit yang berbeda mengalir ke pelat
TLC dengan laju yang berbeda, jadi pemisahan komponen dalam analit terjadi. Kromatografi lapis
tipis bisa digunakan untuk memantau pergerakan reaksi, mengidentifikasi senyawa yang ada di
dalam campuran, dan menentukan kemurnian bahan.
5. Tes Fungsi Hati Keracunan Parasetamol Kadar AST
Keracunan parasetamol, juga dikenal sebagai keracunan acetaminophen, adalah keracunan
disebabkan oleh terlalu sering menggunakan parasetamol (acetaminophen). Kebanyakan orang
memiliki sedikit atau tidak ada gejala spesifik dalam 24 jam pertama kali setelah overdosis. Gejala
ini bisa berupa rasa lelah, sakit perut, atau mual. Setelah beberapa hari tanpa gejala, kulit
kekuningan, masalah pembekuan darah biasanya muncul darah, dan kebingungan akibat gagal
hati. Komplikasi tambahan termasuk gagal ginjal, pankreatitis, gula darah rendah, dan asidosis
laktat. Jika tidak terjadi Dalam kematian, penderita cenderung pulih sepenuhnya dalam waktu
lebih dari beberapa minggu. Jika pasien tidak dirawat, dalam beberapa kasus ia akan pulih dengan
sendirinya, tetapi dalam kasus lain dapat menyebabkan kematian.

Pasalnya, dosis toksik parasetamol sangat bervariasi. Secara umum dosis harian maksimum yang
disarankan untuk orang dewasa yang sehat adalah 4 gram. Dosis Tingkat yang lebih tinggi
menyebabkan peningkatan risiko toksisitas. Pada orang dewasa, dosis dosis tunggal di atas 10
gram atau 200 mg/kg berat badan, kemungkinan dapat menyebabkan toksisitas. Toksisitas juga
dapat terjadi bila obat digunakan berkali-kali dalam dosis lebih kecil dalam 24 jam sehingga
melebihi dosis di atas.

Aspartate aminotransferase (AST) merupakan enzim yang terdapat di beberapa bagian tubuh
seperti jantung, hati, dan saluran empedu. AST dikenal juga dengan nama SGOT (serum glutamic
oxaloacetic transaminase) Jika tes AST dilakukan dan hasilnya tinggi, mungkin ini bisa menjadi
pertanda adanya gangguan fungsi hati atau organ lain. Untuk memastikan adanya gangguan fungsi
hati, dokter akan melihat kadar ALT.
Enzim AST berperan dalam metabolisme alanine. AST ditemukan dalam kadar yang tinggi di sel-
sel hati, jantung, dan otot-otot lainnya. Namun jika AST tersebut ditemukan dengan kadar yang
tinggi di dalam darah, ini mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati. AST adalah
enzim yang membantu metabolisme asam amino. Peningkatan kadar AST dapat mengindikasikan
kerusakan hati, penyakit atau kerusakan otot.
6. Gas darah Arteri
Gas darah adalah pengukuran berapa banyak oksigen dan karbon dioksida dalam darah Anda.
Mereka juga menentukan keasaman (pH) darah Anda. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi
penyakit pernapasan dan kondisi yang mempengaruhi paru-paru. Ini membantu menentukan
efektivitas terapi oksigen atau ventilasi non-invasif (BiPAP). Tes Ini juga memberikan informasi
tentang keseimbangan asam/basa tubuh, yang bisa mengungkapkan petunjuk penting tentang
fungsi dan kondisi paru-paru dan ginjal metabolisme tubuh secara umum. Hasil abnormal mungkin
karena paru-paru, ginjal, penyakit metabolik, atau obat-obatan. Cedera kepala atau leher atau
cedera lain yang memengaruhi pernapasan juga bisa menyebabkan hasil yang tidak normal.
7. Profil Koagulasi
Profil koagulasi dapat mencakup sejumlah tes darah yang memberikan informasi kepada dokter
tentang kemampuan pembekuan darah. Tes tipikal yang dilakukan disebut PT, aPTT, INR,
Fibrinogen, dan Trombosit. Tes koagulasi mengukur kemampuan tubuh Anda untuk membentuk
gumpalan. Namun, ini adalah fungsi penting saat Anda mengalami pendarahan mungkin menjadi
tidak seimbang karena sakit, dan Anda mungkin mengalami pendarahan berlebihan yang dapat
menyebabkan perdarahan atau pembekuan berlebihan yang dapat menyebabkan serangan jantung
dan stroke. Ketika Anda mengalami cedera atau kerusakan pada kulit (perlindungan terbesar kita
terhadap lingkungan), tubuh Anda langsung merespons dengan mengirimkan zat ke area tersebut
untuk membentuk penghalang atau bekuan. Ada banyak faktor dalam tubuh kita yang membantu
pembentukan gumpalan, dan semuanya itu harus dalam keseimbangan yang tepat agar gumpalan
yang sehat terbentuk. Masalah ini terjadi secara bertahap atau bertahap dan membutuhkan waktu.
Oleh karena itu, beberapa Uji profil koagulasi yang akan kita bahas mengukur waktu yang
diperlukan pembentukan gumpalan atau waktu perdarahan kita. Jelas, jika waktu perdarahan
tertunda, ini tidak baik karena Anda kehilangan darah dan cairan berharga, dan bisa menyebabkan
konsekuensi serius seperti pendarahan atau kematian
J. Pelaksanaan Praktikum/Unjuk Kerja
Dikerjakan Metode KLT yang dilakukan
1. Judul Praktikum
Identifikasi Cemaran Parasetamol dalam Sampel Jamu Serbuk
2. Alat dan Bahan
Alat :
● KLT ● Spatula
● Lempeng KLT ● Pipet kapiler
● Erlenmeyer 50 ml ● Timbangan analitik
● Pipet tetes ● Beaker glass
● Gelas ukur 25 ml ● Cawan porselin
● Gelas ukur 10 ml ● Mortir dan stamper
● Gelas ukur 5 ml ● Clingwar
● Pipet volume 50 ml
Bahan
● Paracetamol
● Plat KLT, silika gel
● Solven PA : aseton, etanol, kloroform
3. Langkah Kerja
1) Prosedur Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak dimasukkan dalam chamber /bejana kromatografi sebanyak 10 ml, sehingga
membutuhkan 9 mL kloroform dan 1 mL etanol.
2) Prosedur Praktikum
Mula mula bejana kromatografi/chamber dijenuhkan dulu dengan kertas saring dan ditutup
rapat. Tujuannya supaya uap fase gerak memenuhi ruang chamber sehingga pemisahan
bisa optimal karena perambatan sampel tidak terlalu cepat
Sementara itu dipersiapkan lempeng KLT berukuran 4 cm X 7 cm.

Persiapan sampel jamu serbuk yang dicurigai mengandung Parasetamol (Larutan


Sampel) dan Baku Parasetamol.
Larutan Sampel (S)
Sejumlah serbuk jamu, kira kira ¼ wadah jamu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang
bertutup ukuran 50ml ditambah 10mL etanol, digojog selama 10 menit, diencerkan dengan
etanol 15 mL dan disaring. (S)
Larutan Baku (B)
Dibuat larutan baku parasetamol 0,05% b/v parasetamol dalam etanol (B) 50 mg
parasetamol dalam 100 mL etanol.
Lempeng KLT yang sudah dipersiapkan diberi tanda S dan B pada garis bagian bawah.
Totolkan sampel dan baku pada tempat yang sudah ditentukan. Penotolan dilakukan 3
kali untuk sampel pada tempat yang sama. Demikian juga dengan baku.
Sesudah Sampel (S) dan baku (B) ditotolkan kemudian lempeng KLT dimasukkan dalam
bejana/ Chamber. Jangan sampai bercak sampel dan baku terendam fase gerak. Tutup
bejana kromatografi dan jangan digerakkan. Amati gerakan fase gerak sampai dengan
batas atas lempeng KLT yang sudah ditandai.
Bila sudah sampai dengan batas atas, ambil lempeng KLT dan dilihat bercaknya pada
sinar UV. Tandai bercaknya dan dihitung Rf nya.

Keterangan ( contoh hasil praktikum identifikasi parasetamol


secara KLT) :
A = Jarak rambat sampel jamu = 4,2 cm
B = Jarak rambat baku parasetamol = 4,3 cm
C = Jarak rambat fase gerak = 5 cm
Perhitungan Rf = Retardaction Factor = Faktor pemisahan Rf
tidak mempunyai satuan.

Rx = 0,84 / 0,86 = 0,98

Dilihat dari nilai Rf sampel dan Rf baku nya mendekati untuk memastikan dilihat
perbandingan Rxnya nilainya 0,98.
4. Hasil Unjuk Kerja

Diketahui : a : 3,4 cm
b : 3 cm a : jarak rambat sampel
c : 4 cm b : jarak rambat baku
Keterangan : c : jarak rambat fase gerak
Perhitungan :
𝑎
Rf S = 𝑎
3.4
= = 0,85 cm
4
𝑎
Rf B = 𝑎
3
= 4 = 0,75 cm
𝑎𝑎 𝑎
Rx =
𝑎𝑎 𝑎
0,85
= = 1,13 cm
0,75

5. Deskripsi Amatan dan Simpulan Kegiatan Praktikum


Jadi pada pemeriksaan uji KLT pada sampel jamu serbuk diperoleh hasil nilai Rf sampel yaitu
0,85 cm dan Rf baku yaitu 0,75 sehingga didapatkan nilai Rx yaitu 1,13 cm. Dapat
disimpulkan bahwa sampel serbuk jamu positif mengandung parasetamol.
6. Verifikasi Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan tiap prosedur. Saat
penotolan sampel dan baku pada lempeng KLT sudah benar saat proses fase gerak sampel dan
baku dapat merambat ke atas sehingga mendapatkan hasil yang baik dan dipastikan benar saat
pembacaan dengan cahaya UV.
K. Rangkuman

Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang
banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).Paracetamol
merupakan obat yang relatif aman digunakan over the counter, tetapi juga dapat dengan mudah
menyebabkan toksisitas jika dikonsumsi dalam jumlah banyak atau melebihi dosis maksimal.
Intoksikasi atau overdosis paracetamol dapat menimbulkan komplikasi yang cukup berat, seperti
hepatotoksisitas, ensefalopati, perdarahan, hingga kematian. spesimen yang dapat digunakan
untuk pemeriksaan parasetamol adalah darah, urin, cairan lambung dan jaringan. Syarat wadah
untuk menyimpan spesimen yaitu:
● Tidak Basah
● Harus dalam keadaan steril
● Tidak pecah
● Harus tertutup rapat

pemeriksaan yang digunakan dalam menganalis kandungan parastamol adalah uji skrining
(metode lieberman, alfanaftol dan o cressol ) dan uji konfirmasi (menggunakan klt). hasil positif
uji kualitatif :

● lieberman : Apabila terbentuk Ungu, diduga specimen mengandung Parasetamol, sehingga


perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)
● alfanaphtol : Apabila terbentuk warna merah, diduga specimen mengandung Parasetamol,
sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)
● o cressol :Apabila terbentuk warna biru, diduga specimen mengandung Parasetamol,
sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)

hasil untuk tes konfirmasi ( KLT) dilihat dari nilai Rf sampel dan Rf baku nya mendekati untuk
memastikan dilihat perbandingan Rxnya nilainya 0,98.
L. Pelaksanaan Praktikum/Unjuk Kerja
Metode Liebermann
1 Tujuan Untuk mengetahui konsentrasi parasetamol secara kimiawi dengan
menggunakan metode liebermann.
2 Prinsip Parasetamol setelah diekskresi dengan eter pada pH 3-4 (HCl 2N)
bereaksi dengan NaNO2 dalam suasana H2SO4 pekat membentuk
senyawa berwarna ungu. sampel yang diperiksa setelah diekskresi
dengan eter pada pH 3-4 (HCl 2 N) bereaksi dengan NaNO2 dalam
suasana H2SO4 pekat membentuk senyawa berwarna. tes dilakukan
unutk memberi warna jelas pada fenol
3 Alat - Tabung reaksi
- Centrifuge
- Waterbath
- Pipet tetes
- Pipet ukur

4 Reagen - HCl 2 N
- Eter
- Pereaksi libermann (1 gr NaNO2 dalam 10ml H2SO4
pekat)
5 Cara Kerja a. Pra Analitik
a. Pra Analitik 1. Menyiapkan alat dam bahan
b. Analitik 2. Menggunakan APD lengkap dan benar
b. Analitik
c. Paska
1. kedalam tabung reaksi dimasukkan urine sebanyak 2 ml
Analitik
kemudian ditambahkan HCl2N sampai pH 3-4
2. ekskresi dengan 5 ml eter selama 15 menit
3. keringkan ekstrak di waterbath
4. residu yang didapat ditambahkan 1 tetes pereaksi libermann
c. Pasca Analitik
1. Mengamati reaksi perubahan yang terjadi
2. Pencatatan hasil dan pelaporan
3. Membersihkan meja kerja
6 Pembacaan Hasil
Warna merah/orange (senyawa phenylmethylbarbituric acid)
dan Gambar

Warna coklat (haloperidol)

Warna hitam (diamorfin/heroin)

7 Kesimpulan Jika setelah sampel direaksikan dengan HCl2N dan eter juga
pereaksi liberman dan hasil yang didapat berwarna merah yang
berarti sampel mengandung (senyawa asam fenilmetilbarbiturat),
tetapi jika terbentuk warna coklat berarti sampel positif
mengandung (haloperidol), jika hasil reaksi berwarna hitam berarti
sampel positif untuk (diamorfin/heroin).
8 Rangkuman Pada uji skrining dengan metode Liebermann yaitu Paracetamol
setelah diekstraksi dengan eter pada pH 3-4 (HCl 2 N) bereaksi
dengan NaNO2 dalam atmosfer H2SO4 pekat untuk membentuk
senyawa ungu.

Metode Alphanaftol
1 Tujuan Untuk mengidentifikasi adanya kandungan parasetamol pada
sampel dengan menggunakan metode Alpha naftol.
2 Prinsip Parasetamol diasamkan dengan HCl 10%, bereaksi dengan NaNO2
dalam suasana alkalis dengan penambahan alpha napthol
membentuk senyawa berwarna merah.
3 Alat ● Tabung reaksi
● Pipet tetes
● Pipet ukur

4 Reagen ● HCl 10%


● NaNO2 1%
● Pereaksi Alpha napthol (Alphanapthol 1% dalam NaOH 10%)

5 Cara Kerja Pra Analitik


A. Pra Analitik 1. Menggunakan APD lengkap
2. Menyiapkan alat dan bahan
B. Analitik
3. Melakukan pelabelan sampel
C. Paska Analitik Analitik
1. Kedalam tabung reaksi dimasukkan urin sebanyak 1 ml
kemudian ditambahkan HCl 10% dinginkan
2. Tambahkan 2-3 tetes larutan NaNO2 1%
3. Tambahkan 2-3 tetes Alphanapthol 1% dalam NaOH 10%
(dibuat baru)
Pasca Analitik
1. Melakukan pelaporan hasil
2. Membersihkan alat dan meja kerja setelah praktikum
6 Pembacaan Hasil
dan Gambar

Keterangan :
● Kontrol positif berwarna merah
● Urin normal berwarna kuning muda
● Urin patologis berwarna orange kemerahan
● Kontrol negatif berwarna kuning muda
7 Kesimpulan Setelah dilakukan uji identifikasi parasetamol pada sampel di atas,
dapat dilihat bahwa terjadi perubahan warna setelah sampel uji
direaksikan dengan reagen alpha naftol dan terjadi perubahan warna
menjadi merah di mana hal ini menunjukkan bahwa adanya
kandungan parasetamol.
8 Rangkuman Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara
kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di SSP .
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam
bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun
kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep
dokter atau yang dijual bebas. Keracunan parasetamol terutama
menimbulkan nekrosis hati yang disebabkan oleh metabolitnya.
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada
orang dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak
dan 15 g pada dewasa dapat menyebabkan hepatotoksitas berat
sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20 g
bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi
obat-obat yang menginduksi enzim hati, kerusakan hati lebih berat,
hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit meningkat.

Metode O-Cressol
1 Tujuan
2 Prinsip Parasetamol dan metabolitnya dihidrolisa dalam suasana asam
menjadi P Aminophenol, dengan asam cresol membentuk senyawa
berwarna biru terang
3 Alat pipet, tabung reaksi
4 Reagen Pergunakan semua reagen proanalisa
(1) Pereaksi O-Cressol Jenuhkan pereaksi O-Cressol Kocok 10 ml
O-Cressol dengan 1 aquadest, biarkan selama 24 jam sebelum
digunakan
(2) Ammonium Hidroksida 2 mol/l (2M)
(3) HCl 36%
(4) Standar urin Pergunakan urin specimen pasien yang telah
mengkonsumsi Parasetamol 1 gram dalam waktu 24 jam
5 Cara Kerja a. praanalitik
A. Pra Analitik persiapkan alat dan bahan
B. Analitik b. analitik
(1) Pipet 0,5 ml specimen (test urin, standar urin dan
C. Paska Analitik
aquadest sebagai blanko) masing-masing tambahkan 0,5 ml
HCL 36% kemudian panaskan diatas waterbath selama
10menit pada suhu 100oC
(2) Ke dalam campuran diatas tambahkan 10 ml air, 1 ml O-
Cressol 1% dalam air dan 4 ml Ammonium Hidroksida 2
mol/l (2M)
(3) Perhatikan warna yang terbentuk
c. pasca analitik : catat hasil dan laporkan
6 Pembacaan Hasil Apabila terbentuk warna biru, diduga specimen mengandung
dan Gambar Parasetamol, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi
test)
7 Kesimpulan Parasetamol dan metabolitnya dihidrolisa dalam suasana asam
menjadi P Aminophenol, dengan asam cresol membentuk senyawa
berwarna biru terang
8 Rangkuman Parasetamol dan metabolitnya dihidrolisa dalam suasana asam
menjadi P Aminophenol, dengan asam cresol membentuk senyawa
berwarna biru terang menggunakan reagen :
Pergunakan semua reagen proanalisa
(1) Pereaksi O-Cressol Jenuhkan pereaksi O-Cressol Kocok 10 ml
O-Cressol dengan 1 aquadest, biarkan selama 24 jam sebelum
digunakan
(2) Ammonium Hidroksida 2 mol/l (2M)
(3) HCl 36%
(4) Standar urin Pergunakan urin specimen pasien yang telah
mengkonsumsi Parasetamol 1 gram dalam waktu 24 jam

hasil akan membenrtuk kompeks warna biru, diduga specimen


mengandung Parasetamol, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut
(konfirmasi test)

Metode KLT

1 Tujuan Mendeteksi adanya parasetamol dalam sampel jamu dengan KLT


2 Prinsip Hasil ekstraksi dielusi dengan eluen tertentu, sehingga terbentuk
bercak dengan warna yang khas. Nilai Rf dari bercak gugus
fungsional yang didapat setelah penyemprotan atau di bawah sinar
lampu UV dapat mendeteksi dan mengidentifikasi adanya
parasetamol dalam sampel jamu
3 Alat 1. KLT
2. Plat KLT, silika gel
3. Erlenmeyer 50 ml
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur 25 ml
6. Gelas ukur 10 ml
7. Gelas ukur 5 ml
8. Pipet volume 50 ml
9. Spatula
10. Pipet kapiler
11. Timbangan analitik
12. Beaker glass
13. Cawan porselin
14. Mortir dan stamper
15. Clingwarp
16. Lampu UV

4 Reagen 1. Solvent PA : aseton, etanol, kloroform


2. Paracetamol
5 Cara Kerja A. Pra Analitik
1. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
A. Pra Analitik
B. Analitik
B. Analitik 1. Masukkan 10 mL fase gerak ke dalam bejana kromatografi,
dengan rasio 9 mL kloroform dan 1 mL etanol.
C. Pasca Analitik
2. Isi bejana kromatografi dengan kertas saring dan tutup rapat.
3. Siapkan lempeng KLT berukuran 4 cm X 7 cm.
4. Buat garis pada bagian bawah lempeng KLT sejauh 1 cm
dari bawah.
5. Ukur 5 cm ke atas dari garis yang dibuat tadi.
6. Siapkan sampel jamu serbuk yang diduga mengandung
parasetamol (Larutan Sampel) dan Baku Parasetamol.
7. Ambil sejumlah serbuk jamu sekitar 1⁄4 wadah, masukkan
ke dalam labu erlenmeyer berukuran 50 mL yang sudah
ditutup, tambahkan 10 mL etanol, gojog selama 10 menit,
lalu encerkan dengan etanol 15 mL dan saring.
8. Buat larutan baku parasetamol 0,05% b/v parasetamol
dalam etanol (B) dengan jumlah 50 mg parasetamol dalam
100 mL etanol.
9. Beri tanda S dan B pada garis bagian bawah lempeng KLT
yang sudah disiapkan.
10. Teteskan sampel dan baku pada tempat yang telah
ditentukan.
11. Ulangi penotesan sampel dan baku 3 kali pada tempat yang
sama.
12. Setelah sampel (S) dan baku (B) diteteskan, masukkan
lempeng KLT ke dalam bejana kromatografi.
13. Pastikan bercak sampel dan baku tidak terendam oleh fase
gerak.
14. Tutup bejana kromatografi dan jangan digerakkan.
15. Amati pergerakan fase gerak sampai mencapai batas atas
lempeng KLT yang telah ditandai.
16. Setelah mencapai batas atas, ambil lempeng KLT dan lihat
bercaknya di bawah sinar UV. Tandai bercak tersebut dan
hitung nilai Rf-nya.

C. Pasca analitik
1. Catat hasil yang didapatkan.

6 Pembacaan Hasil
dan Gambar Diketahui :
a : 3,4 cm
b : 3 cm
c : 4 cm
Keterangan :
a : jarak rambat sampel
b : jarak rambat baku
c : jarak rambat fase gerak
Perhitungan :
𝑎
Rf S = 𝑎
3.4
= = 0,85 cm
4
𝑎
Rf B = 𝑎
3
= 4 = 0,75 cm
𝑎𝑎 𝑎
Rx = 𝑎𝑎 𝑎
0,85
= 0,75 = 1,13 cm

7 Kesimpulan Setelah dilakukan pengukuran didapatkan hasil c = 4 cm


8 Rangkuman Parasetamol adalah obat pereda nyeri dan penurun demam yang
memiliki efek ringan sebagai anti-inflamasi serta tidak
mempengaruhi penggumpalan darah. Obat ini dapat digunakan
dengan aman dan efektif oleh kebanyakan orang yang tidak bisa
mengonsumsi aspirin karena tidak menyebabkan iritasi pada
dinding lambung. Parasetamol cepat dipecah oleh hati dan sebagian
besar diekskresikan dalam bentuk konjugat sulfat dan glukuronida
utama melalui urin. Namun, ketika dikonsumsi dalam dosis
berlebihan, mekanisme konjugasi tidak mampu mengolahnya
dengan baik sehingga terbentuk metabolit toksik, N-asetil
benzoinquinimin (NABQI), melalui reaksi dengan enzim sitokrom
P450 (CYP450). Toksisitas hepatotoksik parasetamol terjadi karena
jumlah metabolit NAPQI yang berbahaya tersebut melebihi
kapasitas hati dan glutathione (GSH) yang berperan dalam
melindungi hati menjadi berkurang, sehingga terjadi oksidatif stres
dan disfungsi mitokondria yang mengakibatkan penurunan
persediaan adenosin trifosfat (ATP).

M. Latihan/Tugas/Eksperimen

1. Jelaskan metabolism parasetamol!


Jawab :
Metabolisme parasetamol melalui tiga jalur, yaitu glukoronidasi, sulfasi dan
melalui mekanisme oksidatif enzim sitokrom P450. Sebagian besar parasetamol
dimetabolisme melalui jalur glukuronidasi dan sulfasi, hanya sekitar 5% yang
dimetabolisme melalui mekanisme oksidatif.

2. Jelaskan toksisitas kronik parasetamol!


Pada dosis terapi, salah satu metabolit parasetamol bersifat hepatotoksik, didetoksifikasi
oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik dan diekskresikan
melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik meningkat
melebihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit tsb bereaksi
dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentrolobuler. Oleh karena itu pada
penanggulangan keracunan parasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa
glutation. Dengan proses yang sama parasetamol juga bersifat nefrotoksik.

3. Sebutkan metode uji kualitatif parasetamol!


a. Jelaskan prosedurnya
Metode Liebermann
1) Kedalam tabung reaksi dimasukkan urin sebanyak 2 ml kemudian
2) ditambahkan HCl 2 N sampai pH 3-4
3) Ekstraksi dengan 5 ml eter selama 15 menit
4) Keringkan ekstrak di waterbath
5) Residu yang di dapat ditambahkan 1 tetes pereaksi Liebermann

Metode Alpha Naftol

1) Kedalam tabung reaksi dimasukkan urin sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan

HCl 10% dinginkan

2) Tambahkan 2-3 tetes larutan NaNO2 1%

3) Tambahkan 2-3 tetes Alphanapthol 1% dalam NaOH 10% (dibuat baru)

Metode O-Cressol

1) Pipet 0,5 ml specimen (test urin, standar urin dan aquadest sebagai blanko)
masing-masing tambahkan 0,5 ml HCL 36% kemudian panaskan diatas
waterbath selama 10menit pada suhu 100oC
2) Ke dalam campuran diatas tambahkan 10 ml air, 1 ml O-Cressol 1% dalam air
dan 4 ml Ammonium Hidroksida 2 mol/l (2M)
3) Perhatikan warna yang terbentuk
b. Jelaskan pengamatan hasilnya
Jawaban : pada pengamatan kali ini didapatkan hasil
Analisis kualitatif merupakan suatu proses dalam mendeteksi keberadaan suatu unsur

kimia dalam cuplikan yang tidak di ketahui. Analisis kualitatif merupakan suatu cara yang

paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam

larutan.Dalam metode analisis kualitatif,kita menggunakan beberapa pereaksi,di antaranya

pereaksi golongan dan pereaksi spesifik. Analisis kualitatatif dapat digunakan untuk

menganalisis reaksi-reaksi khusus senyawa yang mengandung C,H,N,O.

Setealah sampel ditambahkan air dan pereaksi FeCL3 ,dan kocok terjadi perubahan warna

menjadi biru menanda adanya kandungan senyawa atau zat lain

lieberman : Apabila terbentuk Ungu, diduga specimen mengandung Parasetamol, sehingga


perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)

alfanaphtol : Apabila terbentuk warna merah, diduga specimen mengandung Parasetamol,


sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)
o cressol :Apabila terbentuk warna biru, diduga specimen mengandung Parasetamol,
sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)

4. Jelaskan metode uji konfirmasi parasetamol!


Jawaban :
Metode uji konfirmasi untuk Parasetamol dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometri UV-Vis.

Pertama-tama, sampel parasetamol yang akan diuji diencerkan dengan pelarut yang sesuai.
Kemudian, diambil sejumlah kecil sampel yang ditempatkan pada plat KLT dan dibiarkan
menguap hingga kering. Setelah itu, plat KLT tersebut dielusi dengan pelarut yang sesuai
untuk memisahkan komponen dalam sampel.

Setelah dilakukan elusi, plat KLT tersebut dikeringkan kembali dan kemudian diwarnai
dengan reagen khusus. Jika parasetamol hadir dalam sampel, maka akan muncul bercak
pada posisi yang sesuai di plat KLT.

Metode lain yang dapat digunakan adalah spektrofotometri UV-Vis, yang melibatkan
pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang tertentu. Dalam hal ini, sampel
parasetamol diencerkan dalam pelarut yang sesuai dan kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang yang sesuai. Jika parasetamol hadir dalam sampel, maka akan
muncul puncak absorbansi pada panjang gelombang yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Hadi. 2015. Persyaratan Wadah Sample Lingkungan. Diakses tanggal 2 April 2023
pada https://www.infolabling.com/2015/01/persyaratan-wadah-sampel-lingkungan.html?m=1

Rahayu, Muji & Solihat, Moch Firman. 2018. Toksikologi KlinikBahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medik (TLM). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai