Anda di halaman 1dari 105

1.

Pertemuan I : Pendahuluan, Kontrak Perkuliahan, dan Jaminan Mutu Diagnosa


Laboratorium Nematoda Usus
2. Pertemuan II : Identifikasi morfologi Nematoda Usus Soil Transmitted Helmint
(STH).
3. Pertemuan III : Identifikasi morfologi Nematoda Usus Non Soil Transmitted
Helmint (Non STH)
4. Pertemuan IV : Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Faeces metode
Direct, Floatasi, Sedimentasi, dan Kato Katz
5. Pertemuan V : Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen non faeces;
perianal swab, kuku, debu, tanah dan sayuran
6. Pertemuan VI : Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Nematoda Darah dan
Jaringan
7. Pertemuan VII : Diagnosa Laboratorium Nematoda Darah dan Jaringan
8. Pertemuan VIII : Identifikasi morfologi Cestoda Usus & Jaringan
9. Pertemuan IX : Diagnosa Laboratorium Cestoda Usus & Jaringan
10. Pertemuan X : Identifikasi morfologi Trematoda Usus & Darah
11. Pertemuan XI : Diagnosa Laboratorium Trematoda Usus & Darah
12. Pertemuan XII : Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Cestoda, Trematoda, dll
13. Pertemuan XIII : Survey Kecacingan
14. Pertemuan XIV : Diagnosa Laboratorium Survey Kecacingan
PERTEMUAN I

Topik 1 : Pendahuluan

Parasitologi adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu mengenai parasit, termasuk
hubungan parasit dengan host (tuan rumah). Parasitologi dibedakan menjadi 2 golongan besar
yaitu:

1. Plant kingdom (parasit yang termasuk golongan tumbuh-tumbuhan)


2. Animal Kingdom (parasit yang termasuk golongan binatang)

Pedoman praktikum Parasitologi 1 ini akan membahas mengenai Animal Kingdom yaitu
Helmintologi. Helmintologi merupakan imu yang mempelajari tentang cacing beserta tuan
rumahnya (hospes) yang mempunyai peranan penting dalam ilmu kedokteran. Cacing merupakan
parasite yang terdapat di seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh cacing antara lain iklim, keadaan
social, dan kebiasaan makanan (food habit).

Kegiatan yang akan dipelajari pada filum protozoa ini adalah:

1. Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Nematoda Usus.


2. Identifikasi morfologi Nematoda Usus Soil Transmitted Helmint (STH).
3. Identifikasi morfologi Nematoda Usus Non Soil Transmitted Helmint (Non STH)
4. Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Faeces metode Direct, Floatasi,
Sedimentasi, dan Kato Katz
5. Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen non faeces; perianal swab, kuku, debu,
tanah dan sayuran
6. Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Nematoda Darah dan Jaringan
7. Diagnosa Laboratorium Nematoda Darah dan Jaringan
8. Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Cestoda dan Trematoda
9. Identifikasi morfologi Cestoda
10. Diagnosa Laboratorium Cestoda
11. Identifikasi morfologi Trematoda
12. Diagnosa Laboratorium Trematoda
13. Survey dan Diagnosa Kecacingan Pada Masyarakat

Topik 2 : Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Nematoda Usus.

Jaminan mutu diagnosa laboratorium untuk nematoda usus penting dilakukan karena untuk
menjamin kompeten atau tidaknya penegakan diagnosa dalam pemeriksaan nematoda usus.
Rangkaian pemeriksaan diawali dengan pengambilan sampel feses pasien untuk disimpan dalam
wadah bersih dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan feses perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Hindari pemeriksaan feses jika pasien lagi mengalami siklus menstruasi atau pendarahan
aktif yang disebabkan oleh ambien atau jika terpaksa maka ditulis keterangan pada form
sampel.
2. Hindari penggunaan sampel feses yang jatuh pada kloset terutama jika terkena urin
3. Perlu diberi catatan jika pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu karena dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tahapan yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel feses

1. Sampel sebaiknya langsung ditampung diwadah plastik berulir dan bersih untuk
menghindari kontaminasi dengan volume yang tidak terlalu banyak
2. Cegah sampel urin tercampur dengan urin
3. Segera bawa wadah sampel ke laboratorium, sebaiknya tidak lebih dari 24 jam untuk
mencegah pertumbuhan bakteri dan mengaburkan hasil pemeriksaan.
4. Untuk pasien anak-anak perlu edukasi untuk orang tua anak seperti, penggunaan sarung
tangan ketika melakukan pengambilan sampel, untuk anak dengan diare sebaiknya
meletakkan pplastik bersih diatas kloset atau di dalam popok bayi guna menghindari
kontaminasi, dan setelah selesai cuci tangan dengan sabun menggunakan air mengalir.
5. Tulis nama, tanggal lahir, tanggal dan waktu pengambilan sampel
PERTEMUAN II

Topik : Identifikasi morfologi Nematoda Usus Soil Transmitted Helmint (STH).

Kelas Nematoda merupakan kelas dari cacing yang memiliki morfologi umum yaitu panjang,
silindris, tidak bersegmen, tiap-tiap ujung makin mengecil, dan mempunyai rongga tubuh serta
saluran pencernaa. Semua nematoda yang penting bagi ilmu kedokteran berkelamin terpisah
kecuali Strengoloides stercolaris. Panjang kelas nematoda berkisar antara beberapa millimeter
hingga puluhan sentimeter.

Nematoda mempunyai jumlah spesies terbesar diantara kelas yang lainnya. Berdasarkan
habitatnya nematoda dikelompokkan menjadi nematoda usus dan nematoda darah dan jaringan.
Nematoda Usus sendiri terbagi menjadi dua yaitu nematode usus Soil Transmitted Helmint
(STH) dan Non Soil Transmitted Helmint (Non STH). Nematode usus Soil Transmitted Helmint
(STH) merupakan nematode yang siklus hidupnya memerlukan tanah sebagai tempat transmisi
sebelum masuk ke dalam tubuh manusia.

Beberapa spesies dari Kelas Nematoda Usus Soil Transmitted Helmint (STH) yang penting untuk
dipelajari yaitu:

1. Ascaris lumbricoides (cacing gelang)


2. Trichuris trichiura (cacing cambuk)
3. Necator americanus (cacing tambang)
4. Ancylostoma duodenale (cacing tambang)

Ascaris lumbricoides (cacing gelang)

Hospes dan Nama Penyakit : Hospes parasit ini adalah manusia, sedangkan penyakitnya
disebut ascariasis.

Distribusi Geografik : Ascariasis merupakan penyakit yang terdapat di seluruh dunia


(cosmopolitan), terutama di daerah tropis.
Penularan : Infeksi terjadi karena tertelan telur fertile Ascaris lumbricoides.

Penegakan Diagnosa : Ditemukan telur cacing pada tinja dan rontgen.

Siklus Hidup :

Morfologi : yaitu telur dan cacing dewasa.

Bentuk Telur Ascaris lumbricoides secara umum berbentuk ovoid dengan ukuran 45-75 mikron x
35-50 mikron, dengan warna kuning kecoklatan (pada larutan NaCl 0,9%), mempunyai dinding 3
lapis yaitu: lapisan albuminous (tebal dan impermeable), hyaline (memberi bentuk telur dan
impermeable), dan vitelline (sangat impermeable).

Terdapat empat jenis telur Ascaris lumbricoides yaitu:

1. Normal/Fertil mempunyai ciri berukuran 45-75 x 35-50 mikron, berbentuk lonjong ovoid,
warna kuning kecoklatan, terdapat dinding 3 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-
kelok (lapisan albumin), lapisan kedua dan ketiga relatif halus (lapisan hialin dan vitelin)
2. Dekortkasi mempunyai ciri berukuran sama dengan telur normal/fertile, bentuk lonjong
dan mulus, dan telah kehilangan lapisan albuminous.
3. Berembrio mempunyai ciri beukuran sama dengan telur normal/fertile, berbentuk lonjong
(ovoid) dengan isi telur embrio yang sedang berkembang, Embrio bersifat infektif
4. Tidak Dibuahi/Infertil mempunyai ciri berukuran88-94 μm dan lebar 40-45 μm,
berbentuk lonjong lebih panjang dibandingkan jenis telur lainnya, dinding terdiri dari
lapisan albuminous dan hyaline

Cacing dewasa terdiri dari:

1. Jantan mempunyai ciri : panjang 10-30cm, diameter 2-4 mm, bagian anterior mempunyai
3 buah bibir, pada bagian posterior ekornya melingkar ke bagian ventral.
2. Betina mempunyai ciri: panjang 20-35cm, diameter 3-6 mm), bagian anterior mempunyai
3 buah bibir, pada bagian posterior ekornya lurus.

Trichuris trichiura (cacing cambuk)

Hospes dan Nama Penyakit : Hospes parasit ini adalah manusia, sedangkan penyakitnya
disebut trikuriasis.

Distribusi Geografik : Trikuriasis merupakan penyakit yang terdapat di seluruh dunia


(cosmopolitan), terutama di daerah tropis.

Penularan : Infeksi terjadi karena tertelan telur Trichuris trichiura.

Penegakan Diagnosa : Ditemukan telur cacing pada tinja.

Siklus Hidup :
Morfologi : yaitu telur dan cacing dewasa.

Telur Trichuris trichiura berbentuk seperti tong (Barrel shaped)yang beisi bahan mukoid,
mempunyai ukuran 50-54x 22-23 mikron, mempunyai dua lapisan yaitu lapisan luar berwarna
kekuningan dan lapisan dalam transparan.

Cacing dewasa secara umum berbentuk seperti cambuk dengan bagian anterior halus yang lebih
panjang dari pada bagian posterior (3/5 bagian) dan bagian posterior yang gemuk (2/5 bagian)

Cacing dewasa terdiri dari:

1. Jantan mempunyai ciri : panjang 30-45mm, pada bagian posterior ekornya melingkar
ke bagian ventral, dan mempunyai spikulum yang terbungkus oleh sarung.
2. Betina mempunyai ciri: panjang 35-50mm (lebih besar dari jantan) dan bagian
posterior ekornya lurus.

Cacing Tambang Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Hospes dan Nama Penyakit : Hospes parasit ini adalah manusia, sedangkan penyakitnya
disebut ankilostomiasis (Ancylostoma duodenale ) dan necatoriasis (Necator americanus)
Distribusi Geografik : merupakan penyakit yang terdapat di seluruh dunia
(cosmopolitan), terutama di daerah tropis.

Penularan : Infeksi terjadi karena masuknya larva filariform menembus kulit.

Penegakan Diagnosa : Ditemukan telur cacing tambang pada tinja.

Siklus Hidup :

Morfologi : yaitu telur, larva dan cacing dewasa.

Telur cacing tambang berbentuk lonjong dengan kedua ujung membulat, berukuran 60-40
mikron dengan dinding telur hanya terdiri dari lapisan hyaline.

Larva cacing tambang terbagi 2 yaitu larva Rhadbitiform dan larva Filariform (bentuk yang
Infektif)

Pengamatan larva Rhadbitiform larva Filariform


Ukuran 250x17 mikron 0,5-0,7 mm
Mulut Terbuka (fase makan) Tertutup (Bukan Fase Makan)
makanan berupa debris dan
organisme lain
Oesopaghus Panjang Pendek

Cacing dewasa Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Pengamatan Necator americanus Ancylostoma duodenale


Jantan panjang 5-9 mm, bentuk tubuh panjang 8-11 mm, bentuk
silindris kecil, lengkung
tubuh silindris kecil, tubuh
kepala mempunyai posisi membentuk huruf C atau
berlawanan dengan
seperti Koma, lengkungan
lengkungan tubuh sepertikepala searah dengan
huruf S, ekor tumpul danlengkungan tubuh, bagian ekor
dilengkapi dengan Bursa dilengkapi dengan Bursa
Kopulatrik (untuk prosesKopulatrik (untuk proses
perkawinan). perkawinan).
Betina panjang 9-11 mm (lebih besar
panjang 10-13 mm (lebih
daripada jantan), bentuk tubuh
besar daripada jantan), bentuk
silindris kecil, lengkung
tubuh silindris kecil, tubuh
kepala mempunyai posisi membentuk huruf C atau
berlawanan dengan
seperti Koma, lengkungan
lengkungan tubuh sepertikepala searah dengan
huruf S, ekor meruncing.lengkungan tubuh, bagian ekor
meruncing.
Bagian Mulut Kapsula bukal mempunyai Kapsula bukal terdapat dua
Lempeng Pemotong pasang gigi
Spikula Berkait dan Bersatu Tak Berkait
Posterior Bercabang 2 Bercabang 3

1. Telur Ascaris lumbricoides (https://slideplayer.com/slide/10724234/


phylum:Nemathelminthes class:Nematoda order:Ascaridoidea Published byNorman Harper
2. Telur Triciuris trichoura (https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/egg-whipworm-
trichuris-infographics-vector-20643907

3. Telur cacing tambang (https://www.slideshare.net/MaryMwinga/hookworm)


Laporan Praktikum

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Pertemuan III

Topik : Identifikasi morfologi Nematoda Usus Non Soil Transmitted Helmint (Non STH)

Enterobious vermicularis (cacing kremi)

Hospes dan Nama Penyakit : Hospes parasit ini adalah manusia, sedangkan penyakitnya
disebut enterobiasis.

Distribusi Geografik : Enterobiasis merupakan penyakit yang terdapat di seluruh dunia


(cosmopolitan), terutama di daerah tropis.

Penularan : Infeksi terjadi karena tertelan telur Enterobious vermicularis.

Penegakan Diagnosa : Ditemukan telur cacing pada perianal swab.

Siklus Hidup :
Morfologi : yaitu telur dan cacing dewasa.

Telur Enterobious vermicularis berbentuk lonjong Asimetris (salah satu sisi datar), berukuran 55
x 25 mikron, dinding 2 lapis yaitu lapisan luar beruoa albuminous, transculent dan berfungsi
sebagai mechanical protection sedangkan lapisan dalam berupa membrane terdiri dari lemak
yang berfungsi sebagai chemical protection.

Cacing dewasa terdiri dari:


1. Jantan mempunyai ciri : berukuran 2-5 mm x 0,1-0,2 mm, bagian posterior melingkar
tajam ke ventral, terdapat 1 spikulum.
2. Betina mempunyai ciri: berukuran 8-13 mm x 0,3-0,5 mm, bagian mulut terdapat 3
pasang kutikular alao atau cephalic alae, bagian posterior 1/3 panjang tubuh (kaku)
dan ujung posterior lurus dan runcing.

Trichinella spiralis

Hospes dan Nama Penyakit : Hospes parasit ini adalah manusia, babi, tikus, dan beruang,
sedangkan penyakitnya disebut trikinosis atau trikiniasis.

Distribusi Geografik : Trikinosis merupakan penyakit yang terdapat di seluruh dunia


(cosmopolitan), terutama di wilayah yang banyak memakan daging babi.

Penularan : Infeksi terjadi karena memakan makanan kurang matang yang


berisi enkista larva Trichinella spiralis

Penegakan Diagnosa : Ditemukan biopsy pada penderita berupa larva dalam otot
bergaris/lurik.

Siklus Hidup :
Morfologi : yaitu larva dan cacing dewasa.

Larva dibentuk langsung oleh cacing dewasa betina (vivipar), larva pertama kali berukuran 80-
120 mikron x 5-6 mikron. Waktu enkista pada otot bergaris/lurik larva berukuran 800-1300
mikron x 35-40 mikron, bagian ujung terdapat stylet (alat pengebor jaringan berbentuk lembing).

Cacing dewasa terdiri dari:

1. Jantan mempunyai ciri : berukuran 1,4-1,5 mm, terdapat 2 appendage/pelebaran


papilla di bagian posterior.
2. Betina mempunyai ciri: berukuran 3-4 mm x 0,06 mm, terdapat satu ovarium dekat
posterior.
Laporan Praktikum

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
PERTEMUAN IX

Topik : Diagnosa laboratorium Cestoda Usus dan Jaringan

Diagnosa laboratorium Cestoda usus dan jaringan merupakan suatu cara penegakan hasil
laboratoirum untuk memastikan sampel feses yang diperiksa berisi parasit cestoda usus dan
jaringan atau tidak. Spesies yang terdapat pemeriksaan laboratorium nematoda usus dan jaringan
antara lain telur

Diagnosa ini dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu preanalitik, analitik, dan pasca analitik.

1. Tahap Preanalitik
Wadah sampel : pot ulir, harus bersih dan kering (bebas dari urin)
Identitas pasien : minimal harus tertulis nama, umur, jenis kelamin, tanggal dan
alamat/nomor rekam medis
Tata cara pengumpulan spesimen tinja/feses:
1. Feses tidak boleh tercampur dengan urin
2. Feses ditempatkan dalam pot/wadah bertutup ulir dan disimpan disuhu 370C
(langsung diperiksa kurang dari 30 menit), namun jika tidak segera diperiksa feses
diberikan larutan formalin 2-5%.
3. Pot/wadah feses diberi label identitas pasien
4. Feses yang tercampur minyak/lemak tidak memenuhi syarat untuk pemeriksaan
parasitologi.
2. Tahap Analitik
Pemeriksaan Makroskopis meliputi:
Warna : coklat, hitam, hijau, putih, kuning, merah
Bau : normal, menyengat
Konsistensi : normal, keras, encer/cair
Lendir : ada/tidak
Darah : ada/tidak
Cacing dewasa : ada/tidak
Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Faeces metode Direct

Alat dan Bahan: Feses, mikroskop, objek glass, deck glass, lidi, koran, bak sampah,
plastik, larutan desinfektan, reagen lugol, reagen eosin 2 %, reagen NaCl 0,9%.
Cara Kerja:
a. Sediakan objek glass yang bersih dan kering diatas kertas/koran bekas
b. Teteskan 1 tetes reagensia diatas objek glass
c. Ambil sedikit tinja dengan lidi
d. Homogenkan feses dengan lidi dan dilebarkan seukuran cover glass, jika terlalu tebal
maka sebaiknya diulangi.
e. Hilangkan gelembung udara jika terdapat gelembung udara pada homogenisasi feses
dan reagen
f. Tutup dengan cover glass secara hati-hati agar tidak menimbulkan gelembung udara
g. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).

Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Faeces Metode Floatasi

Alat dan Bahan: Mikroskop, Feses, Tabung Reaksi, Objek glass, deck glass, lidi, koran,
bak sampah, plastik, larutan desinfektan, NaCl jenuh.
Cara Kerja:
a. Sediakan tabung reaksi yang bersih dan kering
b. Ambil tinja kurang lebih 1 gr/1cm/1mL dengan lidi
c. Hancurkan tinja dengan lidi sambil diisi dengan larutan NaCl jenuh sedikit demi
sedikit sampai homogen.
d. Isi tabung rekasi dengan NaCl jenuh sampai penuh dan membentuk cembung
dibagian atas (Hilangkan gelembung udara jika terdapat gelembung udara)
e. Tutup dengan cover glass secara hati-hati dengan cara langsung meletakkan di bagian
atas tabung reaksi.
f. Diamkan selama 45 menit.
g. Angkat cover glass dan letakkan langsung diatas objek glass.
h. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).
Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Faeces Metode Sedimentasi

Alat dan Bahan: Mikroskop, Feses, Tabung sentrifuge, Objek glass, deck glass, lidi,
koran, bak sampah, plastik, larutan desinfektan, aquadest.
Cara Kerja:
a. Sediakan tabung sentrifuge yang bersih dan kering
b. Ambil tinja kurang lebih 1 gr/1cm/1mL dengan lidi
c. Hancurkan tinja dengan lidi sambil diisi dengan aquades sedikit demi sedikit sampai
homogen.
d. Isi tabung sentrifuge dengan aquades sampai 2/3 tabung sentrifuge
e. Sentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
f. Buang bagian supernatant hingga menyisakan sedimentasi feses
g. Ambil sedikit sedimentasi feses dengan lidi/pipet letakkan diatas objek glass dan
tutup dengan cover glass.
h. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).

Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Faeces Metode Kato Katz

Alat dan Bahan: Mikroskop, koran bekas, kertas minyak/plastik, feses segar lebih
direkomendasikan, kain kasa untuk menyaring, lidi, objek glass, karton tebal berlubang khusus
untuk Kato Katz, selofan (telah direndam 24 jam dengan larutan rendaman).

Pembuatan larutan rendaman untuk selopan Kato Katz yaitu 100 bagian aquades atau 6% fenol +
100 bagian glycerin + 1 bagian larutan malachite green 3 %.

Cara Kerja:

a. Letakkan Koran pada bagian bawah sebagai alas meja


b. Letakkan kertas minyak/plastik diatas Koran
c. Letakkan feses 2 gram diatas kertas minyak/plastic
d. Letakkan kain kasa tepat diatas feses
e. Tekan-tekan dengan lidi agar feses tersaring kebagian atas dari kain kasa.
f. Ambil feses yang telah disaring lalu letakkan diatas objek glass yang telah dilapisi
dengan karton berlubang
g. Isi feses di bagian karton belubang sampai penuh
h. Angkat karton berlubang sehingga feses membentuk bulat tabung diatas objek glass
i. Ambil selopan tape dari rendaman, lalu letakkan dengan posisi feses tepat ditengah-
tengah selopan tape.
j. Ratakan feses sesuai ukuran tutup botol, jangan terlalu tebal dan jangan terlalu tipis.
k. Diamkan 5 menit, dan lakukan pemeriksaan secepat nya (<30 menit setelah pembuatan)
l. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).

Perhitungan:

1000
Jumlahtelur =Jumlah telur yang didapat +
berat feses pada lubang karton

3. Tahap Pasca Analitik


1. Catat Hasil Pemeriksaan Sesuai formulir
2. Letakkan preparat yang telah diperiksa di dalam wadah berisi larutan desinfektan 5%
3. Pot/wadah berisi feses diberi larutan desinfektan 5% hingga menutupi permukaan
feses.
4. Diamkan 1x24 jam
5. Cuci bersih dan keringkan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
PERTEMUAN V

Topik : Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen non faeces; perianal


swab, kuku, debu, tanah dan sayuran

Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen non Faeces Perianal Swab

Diagnosa laboratorium nematoda usus non feses melalui Perianal swab merupakan suatu cara
penegakan hasil laboratoium untuk memastikan sampel yang diperiksa berisi parasit nematoda
usus atau tidak. Spesies yang terdapat pemeriksaan laboratorium nematoda usus antara lain telur
Enterobiuos vermicularis (cacing kremi).

Diagnosa ini dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu preanalitik, analitik, dan pasca analitik.

1. Tahap Preanalitik
Wadah sampel : selopan tape yang sudah di tempelkan di objek glass bersih
Identitas pasien : minimal harus tertulis nama, umur, jenis kelamin, tanggal dan
alamat/nomor rekam medis
Tata cara pengumpulan spesimen perianal swab:
a. Pasien pagi hari dikondisikan belum membersihkan area dubur setelah tidur
malam.
b. Lepaskan selopan tape dari objek glass
c. Tempelkan selopan tape ke area sekeliling dubur sebanyak 3 kali
d. Tempelkan kembali selopan ke atas objek glass
e. Simpan dalam plastic klip
2. Tahap Analitik
a. Letakkan Objek glass yang telah ditempeli selopan tape
b. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).

Diagnosa laboratorium Nematoda Usus specimen non faeces kuku, debu, tanah dan
sayuran

Diagnosa laboratorium nematoda usus specimen non faeces kuku, debu, tanah dan sayuran
merupakan suatu cara penegakan hasil laboratoirum untuk mengetahui sampel yang diperiksa
tercemar parasit nematoda usus atau tidak. Spesies yang terdapat pemeriksaan laboratorium
nematoda usus specimen non faeces kuku, debu, tanah dan sayuran antara lain telur Ascaris
lumbricoides (cacing gelang), telur Trichuris trichiura (cacing cambuk), dan telur cacing
tambang

Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Kuku (Metode Sedimentasi)

Alat dan Bahan: Mikroskop, potongan kuku (kuku tidak perlu dibersihkan), tabung
sentrifuge, Objek glass, deck glass, lidi, koran, bak sampah, plastik, larutan desinfektan,
aquadest.
Cara Kerja:
a. Sediakan tabung sentrifuge yang bersih dan kering
b. Masukkan potongan kuku ke dalam tabung
c. Isi tabung sentrifuge dengan aquades sampai 2/3 tabung sentrifuge
d. Sentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
e. Buang bagian supernatant hingga menyisakan potongan kuku beserta air sedikit
f. Ambil bagian air letakkan diatas objek glass dan tutup dengan cover glass.
g. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).

Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Debu dan Tanah ( Metode Floatasi )

Alat dan Bahan: Mikroskop, debu (debu yang mengumpal), tanah (terutama di daerah
yang banyak kasus nematode usus), Tabung Reaksi, Objek glass, deck glass, koran,
penyaring, bak sampah, plastik, larutan desinfektan, NaCl jenuh.
Cara Kerja:
a. Saring tanah atau debu (untuk tanah kurang lebih 5 gram, sedangkan untuk debu
timbang debu yang dapat)
b. Sediakan tabung reaksi yang bersih dan kering
c. Masukkan debu atau tanah yang telah ditimbang.
d. Isi tabung rekasi dengan NaCl jenuh sampai penuh dan membentuk cembung
dibagian atas (Hilangkan gelembung udara jika terdapat gelembung udara)
e. Tutup dengan cover glass secara hati-hati dengan cara langsung meletakkan di bagian
atas tabung reaksi.
f. Diamkan selama 45 menit.
g. Angkat cover glass dan letakkan langsung diatas objek glass.
h. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).

Diagnosa laboratorium Nematoda Usus Specimen Sayuran (Metode Sedimentasi dan


Floatasi)

Alat dan Bahan: Mikroskop, sayuran (tidak perlu dicuci), tabung reaksi, tabung reaksi,
objek glass, deck glass, beaker glass, koran, bak sampah, plastik, larutan desinfektan,
aquadest, NaCl jenuh.
Cara Kerja:
a. Sediakan beaker glass yang bersih dan kering
b. Potong sayuran kurang lebih 1-2 cm lalu masukkan ke dalam tabung reaksi.
c. Isi dengan aquades sedikit demi sedikit sampai homogeny dan sayuran terendam.
d. Diamkan selama 10 menit.
e. Angkat sayur dan buang air bagian atas hingga menyisakan bagian sisa bawahnya
sedikit saja (13 mL)
f. Lalu masukkan ke tabung reaksi sentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5
menit.
g. Buang bagian supernatant hingga menyisakan bagian sisa bawahnya sedikit saja.
h. Isi tabung rekasi dengan NaCl jenuh sampai penuh dan membentuk cembung
dibagian atas (Hilangkan gelembung udara jika terdapat gelembung udara)
i. Tutup dengan cover glass secara hati-hati dengan cara langsung meletakkan di bagian
atas tabung reaksi.
j. Diamkan selama 45 menit.
k. Angkat cover glass dan letakkan langsung diatas objek glass.
l. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).
3. Tahap Pasca Analitik
a. Catat Hasil Pemeriksaan Sesuai formulir
b. Letakkan preparat yang telah diperiksa di dalam wadah berisi larutan desinfektan 5%
c. Diamkan 1x24 jam
d. Cuci bersih dan keringkan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
PERTEMUAN IV

Topik : Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Nematoda Darah dan Jaringan

Jaminan mutu diagnosa laboratorium untuk nematoda darah dan jaringan penting dilakukan
karena untuk menjamin kompeten atau tidaknya penegakan diagnosa dalam pemeriksaan
nematoda darah dan jaringan. Rangkaian pemeriksaan diawali dengan pengambilan sampel
pasien kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan nematode darah dan jaringan perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Jenis pengambilan darah adalah pengambilan darah kapiler


2. Waktu pengambilan darah dilakukan di malam hari sekitar pukul 22.00-24.00
3. Pengambilan darah dilakukan biasanya oleh para surveyor dengan memperhatikan jumlah
pasien dan wilayah yang akan dilakukan survey.
4. Identitas pasien berupa nulis nama, tanggal lahir, tanggal dan waktu pengambilan sampel
atau sesuai kode survey
5. Pengambilan darah memperhatikan:
a. Sebaiknya mempunyai wadah pola berisikan tiga garis mendatar sesuai ukuran
object glass
b. Tabung mikrokapiler yang digunakan sebaiknya yang non heparin atau tanpa
antikoagulan
c. Mikrokapiler diukur terlebih dahulu sebanyak 60 uL dan ditandai setiap 20 uL
karena sangat bermanfaat ketika melakukan penetesan darah sesuai pola yang
direkomendasikan oleh WHO
d. Pengambilan darah dilakukan dengan cepat karena bila lambat darah akan
membeku pada tabung mikrokapiler.
e. Proses pengeringan darah dilakukan 24-72 jam, sebaiknya minimal 48 jam.
6. Proses pelisisan darah agar menggunakan rendaman air hingga tidak ada lagi warna
merah darah (tersisa warna putih)
7. Larutan giemsa yang digunakan untuk pewarnaan baru
8. Pewarnaan dengan giemsa digenangi penuh dan ketika akan melakukan pencucian jangan
langsung dimiringkan guna menghindari tertempelnya metalic green, karena dapat
mengganggu pemeriksaan mikroskopis.
PERTEMUAN VII

Topik : Diagnosa Laboratorium Nematoda Darah dan Jaringan

Diagnosa laboratorium nematoda darah dan jaringan merupakan suatu cara penegakan hasil
laboratorium untuk memastikan sampel yang diperiksa berisi mikrofilaria nematoda darah dan
jaringan. Spesies yang terdapat pada pemeriksaan laboratorium nematoda darah dan jaringan
yaitu mikrofilaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.

Diagnosa nematoda darah dan jaringan terdapat dua jenis pemeriksaan:

1. Sediaan Darah Kapiler


2. Rapid Darah Test Filariasis

Diagnosa ini dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu preanalitik, analitik, dan pasca analitik.

1. Tahap Preanalitik
Identitas pasien : minimal harus tertulis nama, umur, jenis kelamin, tanggal dan
alamat atau bisa juga berupa nomor pengkodean yang dituliskan di objek glass.

Waktu pengambilan dilaksanakan pada malam hari.

2. Tahap Analitik
Sediaan Darah Kapiler
Pengambilan Darah Kapiler:
a. Pegang tangan kiri atau kanan pasien dengan telapak tangan pasien menghadap ke
atas, pilih jari manis, pada bayi dapat digunakan ibu jari kaki. Jangan ambil ibu
jari tangan baik pada orang dewasa maupun bayi.
b. Bersihkan jari dengan kapas alkohol 70% berupa gerakan melingkar dari dalam
ke luar
c. Setelah kering dari alkohol kemudian gunakan lanset untuk menusuk dengan
cepat.
d. Beri tekanan lembut pada jari tangan dan hapus tetesa pertama yang keluar
dengan kapas kering dan pastikan tidak ada bekas kapas yang tertinggal.
e. Berikan tekanan sedikit pada jari dan kumpulkan satu tetes darah pada ujung jari
pasien lalu tempelkan pada mikrokapiler sebanyak 60 uL, tabung mikrokapiler
akan terisi susai dengan daya kapilaritasnya.
f. Pada objek glass teteskan sebanyak tiga tetesan (masing-masing 20 uL) kemudian
tarik secara horizontal atau mengikuti pola yang telah dibuat sesuai standar WHO.
g. Keringka sediaan selama 24-72 jam.
Preparasi Sediaan Darah Mikrofilaria
Preparasi sediaan darah mikrofilaria ada menggunakan Giemsa 3%.
a. Letakkan objek glass yang sudah benar-benar kering di atas rak pewarnaan
b. Rendam objek glass atau aliri dengan air mengalir hingga darah benar-benar lisis.
c. Fiksadi dengan cara dialiri dengan methanol selama 1 menit, cuci air, hingga
benar-benar kering.
d. Tuang larutan giemsa secara hati-hati sampai seluruh slide tertutupi zat pewarna
e. Biarkan warna meresap selama 45-60 menit
f. Bilas perlahan zat warna dari slide dengan meneteskan air bersih secara perlahan
dibagian ujung preparat guna hindari metallic green yang muncul terkena
langsung ke sediaan darah.
g. Apabila sudah bersih, letakkan slide di rak pengeringan dengan bagian sediaan
menghadap ke bawah.
h. Periksa dimikroskop perbesaran 100x dan dapat diperjelas pada perbesaran 400x.

Rapid Darah Test Filariasis

a. Pegang tangan kiri atau kanan pasien dengan telapak tangan pasien menghadap ke
atas, pilih jari manis, pada bayi dapat digunakan ibu jari kaki. Jangan ambil ibu
jari tangan baik pada orang dewasa maupun bayi.
b. Bersihkan jari dengan kapas alkohol 70% berupa gerakan melingkar dari dalam ke
luar
c. Setelah kering dari alkohol kemudian gunakan lanset untuk menusuk dengan
cepat.
d. Beri tekanan lembut pada jari tangan dan hapus tetesa pertama yang keluar
dengan kapas kering dan pastikan tidak ada bekas kapas yang tertinggal.
e. Isap darah dengan pipet khusus yang disediakan Kit
f. Masukkan darah ke dalam lubang sampel
g. Teteskan 1 tetes buffer pada wadah yang sama dengan sampel darah dan diamkan
selama 10 menit
h. Teteskan lagi buffer sebanyak 3 tetes pada lubang khusus buffer
i. Teteskan 1 tetes buffer pada wadah yang sama dengan sampel darah dan diamkan
selama 25 menit
j. Baca Hasil yang ditunjukkan oleh rapid test.

3. Tahap Pasca Analitik


a. Catat Hasil Pemeriksaan Sesuai formulir
b. Letakkan preparat yang telah diperiksa di dalam box preparat (jika disimpan) atau
rendam dengan larutan desinfektan hypoklorit 5% kemudian cuci bersih.
Mikrofilaria

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori

Hospes dan Nama Penyakit : Hospes definitif parasit ini adalah manusia sedangkan
penyakitnya disebut filariasis.

Distribusi Geografik : Filariasis ditemukan si seluruh dunia terutama di daerah tropis


dan sub tropis.

Penularan : Infeksi terjadi karena gigitan nyamuk yang mengandung larva


mikrifolaria (bentuk infektif)

Penegakan Diagnosa : Ditemukan mikrofilaria pada penderita

Siklus Hidup :
Morfologi : yaitu mikrofilaria dan cacing dewasa.

Mikrofilaria mempunyai sheath/selubung, mempunyai susunan khusus dari inti tubuhnya. Ujung
anterior tumpul membulat, tidak meruncing, dan terdapat satu stylet. Pada posterior1/3 ujung
posterior meruncing.

Cacing dewasa mempunyai ukuran jantan 40x0,1mm dan betina 83x0,24mm. warna putih
kekuningan, kutikula smooth, ujung anterior meruncing dengan dua lingkaran papilla yang kecil,
ujung posterior betina melengkung ke ventral dengan ujung yang membulat sedangkan jantan
ujung posterior melengkung ke ventral dengan ujung yang meruncing.

Pengamatan Mikroskopis Mikrofilaria

Pengamatan Wuchereria bancrofti Brugia malayi Brugia timori

Gambaran Umum Melengkung rata Kaku dan patah Kaku dan Patah
Panjang (micron) 224-296 177-220 265-323
Bandingan L:P 1:1 1:2 1:3
chepalo space
Jumlah inti ujung ekor 0 (inti tidak sampai ke 2 2
ekor)
Gambaran inti badan Rapi Berkelompok Berkelompok
Warna sarung Kurang jelas Jelas Tidak terlihat

Al-Tameemi, K & R. Kabakli . 2019. Lymphatic Filariasis: An Overview . Asian Jornal of Pharmateuchal
and Clinic Research, 12:12
Laporan Praktikum

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
PERTEMUAN VIII

Topik : Identifikasi morfologi Cestoda Usus & Jaringan.

Cacing pita dewasa memanjang menyerupai pita, Biasanya pipih dorsoventral, tidak
mempunyai alat cerna atau saluran vaskuler dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang
disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduktif jantan dan betina. Ujung bagian
anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat disebut skoleks yang dilengkapi dengan alat hisap
dan kait kait. Spesies penting yang dapat menimbulkan kelainan pada manusia umumnya
adalah : Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana, Echinococcus granulosus, Echinococcus
multicularis, Taenia saginata dan Taenia solium.

Sifat-sifat umum badan cacing dewasa terdiri dari :

a. Skoleks, yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekat, dilengkapi dengan batil isap
atau dengan lekuk isap
b. Leher, yaitu tempat pertumbuhan badan
c. Strobila, yaitu badan terdiri atas segmen-segmen yang disebut proglotid. Tiap proglottid
dewasa mempunyai susunan ala kelamin jantan dan betina yang lengkap keadaan ini
disebut hermafrodit.

Beberapa spesies dari Kelas Cestoda usus yang penting untuk dipelajari yaitu:

5. Taenia saginata
6. Taenia solium.
7. Hymenolepis nana
8. Hymenolepis diminuta
9. Diphyllobothrium latum, dan
10. Diphylidium caninum

Taenia saginata (cacing pita sapi)

Hospes dan Nama Penyakit : Taeniasis saginata. Hospes definitif manusia dan hospes
Perantaranya sapi.

Penularan : lnfeksi terjadi pada manusia jika memakan daging sapi (hospes
perantara) yang mengandung sistiserkus bovis.

Gejaia Klinis : pada umumnya ringan berupa gangguan pencernaan, mual,


diare dan muntah. Kadang-kadang terjadi komplikasi obstruksi
usus.
Diagnosis laboratorium : ditemukan adanya telur, proglotide atau cacing dewasa dalam
tinja penderita.

Morfologi :

cacing dewasa berukuran panjang 5-10 meter (kadang-kadang sampai 12 meter), jumlah
Proglotid (Segmen) 1000-2000, skolek berbentuk globular ukuran 1-2 mm, mempunyai 4 batil
isap (sucker), tidak mempunyai kait (rostelum). Segmen matang : Panjang 10 mm, lebar 12 mm
(lebar lebih besar dari pada panjang). testis terdapat ratusan, ovarium ada 3 lobus, genital pore.
Segmen gravid : panjang 16-20 mm, lebar 5-7 mm (panjang lebih besar daripada lebar), uterus
mempunyai oabang-cabang lateral sebanyak 15-30 untuk tiap sisinya. Telur berukuran 30-40
mikron, mempunyai embriofora yang bergaris-garis radial, di dalamnya terdapat Hexacant
embrio.

Taenia solium (cacing pita babi)

Hospes dan Nama penyakit : Taeniasis solium, habitat pada manusia berada di usus halus,
bagian atas jejunum. Hospes definitifnya adalah manusia dan
hospes perantara bab.

Penularan : Cara Infeksi pada manusia tejadi karena memakan daging babi
yang mengandung larva (sistiserkus).

Diagnosis laboratorium : Ditemukan adanya telur, proglotide atau cacing dewasa dalam
tinja penderita.

Morfologi :

dewasa panjang : 2-3 meter. Skolek mempunyai 4 alat isap, bentuk bulat,ada rostelum dengan 2
deret kait, leher pendek. Proglotid kurang dari 1000 buah, cabang lateral uterus segman gravid
berjumlah 5-10 buah. Telur tidak bisa dibedakan dengan Taenia saginata.

Gejala Klinis :

Gejala klinis disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Cacing dewasa menyebabkan iritasi
ringan dipelekatan, nyeri ulu hati, sakit kepala, anoreksia. Gejala abdominal : diare, konstipasi,
rasa lapar, mual & indigesti. Kasus berat jika skoleks menembus dinding usus menyebabkan
peritonitis atau obstruksi. Larva sistisirkus cellulose : tergantung di organ mana; jaringan
subkutan, otak, mata, otot polos, otot jantung, hati, paru & peritonium. Larva di Jaringan dapat.
terjadi kalsifikasi (tidak menggejala), dimungkinkan terjadi pseudohipertrofi otot, demam tinggi
dan eosinofilia. Larva di otak dapat terjadi epilepsi, meningoensefalitis, kelainan mata, mungkin
hidrosefalus

Hymenolepis nana ( Hymenolepis fraternal, Taenia murina dan Taenia nana)

Nama penyakit : Hymenolepiasis nana atau dwarf tape worm infection.

Penularan : Manusia terinfeksi dengan tertelan telur infektif, dalam usus


halus telur menetas, larva menembus villus masuk ke lumen
usus dan melekat pada mukosa usus menjadi cacing dewasa
10-12 hari. Dalam waktu 30 hari sesudah infeksi telur dapat
dijumpai dalam tinja. lnfeksi berat dapat terjadi bila
berlangsung autoinfeksi intema.

Gejala Klinis : Gejala Klinis yang ditimbulkan di antaranya berupa diare


berdarah, Keluhan neurologik, sukar tidur, pusing, gangguan
pencemaan, anoreksia, nyeri perut, anemia sekunder, dan
gejala alergi.

Diagnosis laboratorium : ditemukan adanya telur atau cacing dewasa dalam tinja
penderita.

Morfologi :
cacing dewasa panjang : 2-4 cm. Skolek berbentuk bulat, kecil, rostellum pendek refraktil,
mempunyai 1 baris kait dan mempunyai 4 alat isap. Segmen matur berbentuk trapesium. Telur
berbentuk bulat, ukuran 30-45mikron, mempunyai 4-8 fiIamen yang keluar dari kutub telur.
Manusia, tikus dan mencit merupakan hospes definitif alami. Tidak diperlukan hospes perantara
untuk melengkapi siklus hidupnya.

Hymenolepis diminuta

Hospes dan nama penyakit : nama penyakit disebut Hymenolepiasis diminuta, Hospes
cacing ini di antaranya adalah tikus dan manusia. Cacing
dewasa hidup di rongga usus halus, hospes perantaranya adalah
serangga berupa pinjal dan kumbang tepung. Dalam pinjal,
telur berubah menjadi larva sistiserkoid. Bila serangga dengan
sistiserkoid tertelan oleh hospes definitif, maka larva menjadi
cacing dewasa di rongga usus halus.

Gejala klinis : Tidak tampak adanya gejala klinis yang ditimbulkan oleh
parasit ini, dan infeksi biasanya secara kebetulan saja.
Diagnosis Iaboratorium : ditemukan adanya telur dalam tinja penderita. Sekali-sekali
cacing dapat keluar secara spontan setelah purgasi.

Morfologi :
Cacing dewasa berukuran 20-60 cm. Skoleks kecil bulat, mempunyai 4 batil isap dan rostelum
tanpa kait. Proglotid gravid lepas dari strobila menjadi hancur dan telurya keluar bersama tinja.
Telur agak bulat, 60-79 mikron, mempunyai lapisan Iuar yang jernih dan lapisan dalam yang
mengelilingi onkosfer dengan penebalan pada 2 kutub, tetapi tanpa filamen. Onkosfer
mempunyai 6 buah kait.
Diphyllobothrium latum

Cacing ini disebut juga sebagai cacing pita ikan (the fish tapeworm).
Hospes dan Nama Penyakit : Penyakitnya disebut difilobotriasis. Habitat cacing dewasa
hidup di dalam usus halus (ileum) manusia, anjing, kucing,
serigala dan binatang pemakan ikan Iain. Hospes definitif di
antaranya manusia, anjing, kucing dan hewan pemakan ikan.
Hospes perantara I : custaoea (Cyelops, diaptomus), dan
hospes perantara II berupa ikan.

Gejala Klinis : Gejala Klinis berupa gangguan pencemaan, anemia pemisiosa


(defisiensi Vntamin B12).

Diagnosis laboratorium : ditemukan adanya telur, proglotide atau cacing dewasa dalam
tinja penderita.

Morfologi :
Cacing dewasa panjang tubuhnya mencapai 10 meter. Skoleks mirip sendok, mempunyai 2
bothria, tidak mempunyai rostelum, tidak terdapat kait. Leher kecil, lebih panjang dari skoleks,
tidak bersegmen. Proglotid terdiri dari 3000 - 4000 segmen. Ovarium bentuk roset. Telur
berukuran 70 x 45 mikron, mempunyai operkulum. Larva terdiri dari 3 stadium yaitu korasidium,
proserkoid dan pleroserkoid.

Dipylidium caninum
Nama lain dari cacing am adalah cacing pita anjing.
Hospes dan Nama Penyakit : nama penyakitnya disebut dipilidiasis. Habitat cacing dewasa
dalam usus halus anjing, kucing dan karnivora lainnya.
Manusia kadang-kadang terinfeksi terutama anak-anak umur di
bawah 8 tahun dan sebagian besar di bawah 6 bulan. Hospes
definitifnya adalah manusia, anjing, kucing. Hospes perantara
berupa pinjal anjing dan kucing serta tuma anjing (trichodectes
canis).

Penularan : Pada manusia melalui mulut (menelan kutu).

Gejala Klinis : Gejala Klinis yang ditimbulkan di antaranya adalah gangguan


perut, diare, alergi ringan.

Diagnosis laboratorium : ditemukan adanya egg ball yang khas dalam tinja penderita.

Morfologi :
Skoleks berbentuk belah ketupat, rostelum bentuk kerucut. Proglotid matur mempunyai 2 pasang
alat reproduksi dengan 2 lubang kelamin di tiap segmen. Proglotid gravid berisi telur dalam
kantung telur (egg ball).
Laporan Praktikum

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
PERTEMUAN IX

Topik : Diagnosa laboratorium Cestoda Usus dan Jaringan

Diagnosa laboratorium cestoda usus dan jaringan merupakan suatu cara penegakan hasil
laboratoirum untuk memastikan sampel feses yang diperiksa berisi parasit nematoda usus dan
jaringan atau tidak. Spesies yang terdapat pemeriksaan laboratorium nematoda usus antara lain
telur Taenia saginata, Taenia solium. Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta,
Diphyllobothrium latum, dan Diphylidium caninum

Diagnosa ini dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu preanalitik, analitik, dan pasca analitik.

4. Tahap Preanalitik
Wadah sampel : pot ulir, harus bersih dan kering (bebas dari urin)
Identitas pasien : minimal harus tertulis nama, umur, jenis kelamin, tanggal dan
alamat/nomor rekam medis
Tata cara pengumpulan spesimen tinja/feses:
5. Feses tidak boleh tercampur dengan urin
6. Feses ditempatkan dalam pot/wadah bertutup ulir dan disimpan disuhu 370C
(langsung diperiksa kurang dari 30 menit), namun jika tidak segera diperiksa feses
diberikan larutan formalin 2-5%.
7. Pot/wadah feses diberi label identitas pasien
8. Feses yang tercampur minyak/lemak tidak memenuhi syarat untuk pemeriksaan
parasitologi.
5. Tahap Analitik
Pemeriksaan Makroskopis meliputi:
Warna : coklat, hitam, hijau, putih, kuning, merah
Bau : normal, menyengat
Konsistensi : normal, keras, encer/cair
Lendir : ada/tidak
Darah : ada/tidak
Cacing dewasa : ada/tidak
Diagnosa laboratorium Cestoda Usus dan Jaringan Specimen Faeces metode Direct

Alat dan Bahan: Feses, mikroskop, objek glass, deck glass, lidi, koran, bak sampah,
plastik, larutan desinfektan, reagen lugol, reagen eosin 2 %, reagen NaCl 0,9%.
Cara Kerja:
h. Sediakan objek glass yang bersih dan kering diatas kertas/koran bekas
i. Teteskan 1 tetes reagensia diatas objek glass
j. Ambil sedikit tinja dengan lidi
k. Homogenkan feses dengan lidi dan dilebarkan seukuran cover glass, jika terlalu tebal
maka sebaiknya diulangi.
l. Hilangkan gelembung udara jika terdapat gelembung udara pada homogenisasi feses
dan reagen
m. Tutup dengan cover glass secara hati-hati agar tidak menimbulkan gelembung udara
n. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100x) dan diperjelas dengan
perbesaran sedang (400x).

6. Tahap Pasca Analitik


6. Catat Hasil Pemeriksaan Sesuai formulir
7. Letakkan preparat yang telah diperiksa di dalam wadah berisi larutan desinfektan 5%
8. Pot/wadah berisi feses diberi larutan desinfektan 5% hingga menutupi permukaan
feses.
9. Diamkan 1x24 jam
10. Cuci bersih dan keringkan
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
PERTEMUAN X

Topik : Identifikasi morfologi Trematoda Usus & Darah

Kelas trematoda umumnya bersifat hemafrodit kecuali genus Schistosoma yang


mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut (asetabulum). Spesies yang merupakan parasit
pada manusia termasuk subkelas DIGENEA, yang hidup sebagai endoparasit. Secara morfologis
umumnya kelas trematoda tak bersegmen, bentuk seperti daun atau silindris, reproduksi secara
ovivar dan multiplikasi dalam bentuk larva. Infeksi kelas ini terutama karena masuknya bentuk
larva ke alat pencernaan dan terkadang melalui kulit hospes.

Berdasarkan habitat cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dikelompokkan dalam :

1. Trematoda usus (intenstinal flukes), di antaranya terdiri dari spesies : Fasciolopsis buski,
Echinostoma ilocanum dan Heterophyes heterophyes.
2. Trematoda darah (blood flukes), di antaranya terdiri dari Schistosoma japonicum,
schistosoma haematobium dan schistosoma mansoni.

Fasciolopsis buski (trematoda usus)

Hospes dan Nama Penyakit : Fasciolopsiasis. Hospes definitifnya manusia, babi dan anjing.
Hospes perantara pertama keong air (Segmentina, Hippeutis,
Gyraulus) sebagai hospes perantara pertama, sedangkan
tanaman air (Trapa, Eliocharis, Zizania) sebagai hospes
perantara kedua.

Penularan : Penularan melalui kontak langsung dengan tinja manusia dan


babi, termasuk dalam tumbuhan air, dan siput.

Gejaia Klinis : Patologi klinis yang ditimbulkan di antaranya sakit perut, diare,
gejala ileus akut, tukak, abses, intoksikasi, perdarahan.

Diagnosis laboratorium : Diagnosis laboratorium dengan menemukan bentuk telur dalam


tinja atau cairan duodenum penderita.

Morfologi :

Cacing dewasa panjangnya 3 – 5 cm, batil isap kepala dan batil isap perut berdekatan, memiliki
dua sekum yang tidak bercabang, uterus berisi telur, ovarium bercabang, dua testis bercabang –
cabang letak atas bawah.
Echinostoma ilocanum (trematoda usus)

Hospes dan Nama Penyakit : Echinotomiasis. Hospes definitif parasit ini adalah tikus,
burung, dan manusia. Hospes intermediet 1 keong air
sedankan hospes intermediet 2  tumbuhan air dan ikan.

Gejaia Klinis : Gejala Klinis Echinostoma ilocanum yaitu lingkaran


duri-duri di sekitar oral sucker dapat menimbulkan iritasi
dan kerusakan ringan pada mukosa usus Infeksi yang hebat
dapat menimbulkan peradangan catarrhal, bahkan
membentuk ulkus pada mukosa usus Gejala usus tak nyata,
berupa diare dan sakit perut.

Diagnosis laboratorium : Menemukan telur pada tinja penderita.

Morfologi :

Echinostoma ilocanum ialah cacing dewasa berwarna abu-abu kemerahan Bentuk meruncing
ke arah posterior Ukuran : panjang 2,5 – 6,5 mm dan lebar 1 – 1,35 mm Oral sucker
dikelilingi deretan duri-duri pada bagian dorsal dan lateral Ventral sucker lebih besar
daripada oral sucker, terletak kurang lebih 1/5 bagian anterior tubuh cacing Testis bercabang-
cabang Vitelaria mengisi pinggiran lateral, terletak 3/5 bagian posterior cacing Telur
mempunyai operculum Ukuran telur : panjang 80 – 115 μm dan lebar 60 – 70 μm Telur yang
keluar dari tubuh cacing mengandung mirasidium yang belum matang.

Heterophyes heterophyes (trematoda usus)

Hospes dan Nama Penyakit : Heterophyiasis. Manusia dan mamalia lain adalah hospes
definitif, hospes perantara pertama adalah siput, dan hospes
kedua adalah ikan.

Penularan : Cara infeksi pada manusia ialah melalui konsumsi ikan


mentah atau yang terkontaminasi.

Diagnosa laboratorium : Diagnosa laboratorium dengan menemukan telur pada


tinja penderita.

Gejala Klinis : Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi berat cacing
tersebut adalah mulas atau kolik dan diare berlendir, serta
nyeri tekan pada perut.
Morfologi :

H. heterophyes adalah trematoda kecil, dengan panjang hingga 1,4 mm dan lebar 0,5 mm. Itu
ditutupi dengan paku seperti sisik dan paku itu dapat berkisar dari 50-62. Faring mereka
benar-benar berkembang dan terhubung ke sekum usus kecil. Pengisap (mulut) mereka
ditutupi dengan paku dan menutupi bukaan alat kelamin. Artinya, mereka berbagi satu
lubang untuk makan dan berkembang biak. Testis mereka terletak di bagian belakang parasit
dan testis berdampingan. Pengisap ventral juga dikenal sebagai acetabulum terletak di
ventral parasit. Pengisap perut membantu mereka menempel pada inang. Morfologi dapat
berubah tergantung pada ikan apa ia hidup. Cacing dewasa hidup bersembunyi di
antara vili dari usus kecil inang. H. heterophyes hanya membutuhkan waktu sekitar 4 hingga
6 jam untuk mencapai usus kecil di inang definitif dan bahkan lebih cepat lagi di inang yang
tidak disukainya.

Schistosoma japonicum (trematoda darah)


Hospes dan Nama Penyakit : Schistosomiasis, skistosomiasis japonica, demam keong.
Hospes perantaranya adalah sebangsa keong Oncomelania.
Penularan : Schistosomiasis merupakan penyakit menular, dengan
media penularan melalui air. Seseorang dapat terjangkit
schistosomiasis melalui kulit dalam bentuk cercaria yang
mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit
tersebut mengalami transformasi dengan cara membuang
ekornya dan berubah menjadi cacing.
Diagnosa laboratorium : Diagnosis dengan cara menemukan telur dalam tinja atau
dalam jaringan biopsi penderita dan tes serologi seperti :
COPT, IHT, ELISA, FAT. Morfologi cacing dewasa
panjangnya 3 – 5 cm, batil isap kepala dan batil isap perut
berdekatan, memiliki dua sekum yang tidak bercabang,
uterus berisi telur, ovarium bercabang, dua testis bercabang
– cabang letak atas bawah.

Gejala Klinis : Patologi klinis terdiri dari : Stadium 1 menyebabkan gatal


– gatal, hipereosinofilia. Stadium 2 ditemukan sindrom
disentri, dan stadium 3 ditemukan sirosis hepatis dan
splenomegali.

Morfologi :

Cacing jantan panjangnya kurang lebih 1,5 cm, gemuk, testis 6 – 8 buah, memiliki batil isap
kepala dan batil isap perut, integumen halus, kanalis ginekoforus. Cacing betina panjangnya
kurang lebih 1,9 cm, langsing, ovarium ditengah, uterus berisi telur, kelenjar vitelaria di
posterior, terletak dalam kanalis ginekoforus cacing jantan. Telur berukuran kurang lebih 90 x 70
mikron, memiliki duri kecil, berisi mirasidium.

Schistosoma haematobium (trematoda darah)

Hospes dan Nama Penyakit : Skistosomiasis kandung kemih. Hospes definitif di


antaranya manusia dan babon. Hospes perantara berupa
keong air tawar (Biomphalaria, Physopsis, Bulinus).

Penularan : Seseorang bisa terinfeksi cacing ini jika kontak langsung


dengan air yang terkontaminasi, misalnya saat berenang
atau mandi di air yang terkontaminasi cacing ini.

Diagnosa laboratorium : Diagnosis laboratorium dapat ditegakkan dengan


menemukan bentuk telur dalam urine penderita.

Gejala Klinis : Patologi klinis yang ditimbulkan berupa kelainan dinding


kandung kemih, hematuria, disuria, sindrom disentri.

Morfologi :

Cacing jantan panjangnya kurang lebih 1,3 cm, gemuk, testis 3 – 4 buah, kanalis ginekoforus,
integumen bertonjolan halus. Cacing betina panjangnya kurang lebih 2 cm, langsing, ovarium
terletak dalam kanalis ginekoforus cacing jantan. Telur berukuran kurang lebih 145 x 60 mikron,
duri di ujung, berisi mirasidium.

Schistosoma mansoni (trematoda darah)

Hospes dan Nama Penyakit : Skistosomiais usus. Hospes definitf manusia, kera, babon,
dan hospes perantara : Keong air tawar (Biomphalaria,
Tropicorbuis).

Penularan :Penularan terjadi dengan cara larva cacing menembus


kulit, masuk ke tubuh manusia dan tumbuh menjadi
dewasa, bertelur, lalu telurnya keluar bersama tinja.

Diagnosa laboratorium : Diagnosis menemukan telur dalam tinja atau dalam


jaringan biopsi, dan tes serologi seperti : COPT, IHT,
ELISA, FAT.
Gejala Klinis : Patologi klinis menunjukkan gejala mirip Schistosoma
japonicum, tetapi lebih ringan, juga menyebabkan
splenomegali.

Morfologi :

Cacing jantan panjangnya kurang lebih 1,5 cm, gemuk, testis 6 – 9 buah, kanalis ginekoforus,
integumen bertonjolan. Cacing betina panjangnya kurang lebih 1,4 cm, langsing, ovarium
terletak pada pertengahan anterior, terletak dalam kanalis ginekoforus cacing jantan. Telur
berukuran kurang lebih 155 x 65 mikron, duri besar di lateral, berisi mirasidium.
Laporan Praktikum

Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
Ciri Gambar

Ciri Gambar

Ciri Gambar
PERTEMUAN XI

Topik : Diagnosa Laboratorium Trematoda Usus dan Darah

Cacing yang diperoleh dari hewan yang dilakukan bedah bangkai untuk keperluan
diagnostic diperlukan penanganan yang khusus. Cacing hendaknya dibunuh dengan
menggunakan larutan yang mengawetkan dan mengfiksir tenunan sedemikian rupa sehingga
jaringan tubuhnya tidak berubah atau mendekati keadaan normal.

Larutan pengawet yang digunakan : yaitu alkohol 70 %, alkohol glyserin atau formalin 5-
10%. ( larutan pembunuh dapat digunakan Formol Acetic alcohol =F.A.A). infeksi cacing
diketahui dengan ditemukan cacing pada tempat predileksinya, sedangkan intensitas infeksi
didapat dengan cara menghitung jumlah cacing yang ditemukan.

Identifikasi cacing berdasarkan : hewan terinfeksi, predileksi dan ciri-ciri morfologinya.


Untuk dapat mengamati cici-ciri morfologi cacing secara lebih jelas terlebih dulu harus dibuat
sediaan. Cacing ada yang berukuran hanya beberapa mili dan ada juga yang berukuran sampai
beberapa meter. Untuk mengidentifikasi cacing yang berukuran kecil atau yang salah satu
bagiannya bisa mewakili cacing secara keseluruhan (seperti proglotid cacing pita) dibuat sediaan
permanen dengan pewarnaan, sedangkan cacing yang ukurannya besar dibuat sediaan permanen
tetapi tidak dengan pewarnaan.

Cara Membunuh cacing trematoda Membunuh cacing trematoda dengan cara menjepit
tiap cacing diantara dua kaca sediaan (slide) dan diikat dengan karet. Lekatkanlah trematode
diatas slide, buang cairan yang berlebihan, teteskan larutan pembunuh (F.A.A) cepat tindih
dengan slide yang lain dan tekan sedikit dengan pinset. Kemudian cacing dipindahkan larutan
pengawet.

Identifikasi cacing trematoda selain melihat ukuran cacing , letak dari alat penghisap oral
dan ventral sacker, letak testes, ovarium, dan glandula vitelaria. Cacing yang berukuran panjang
(melewati gelas obyek) dan besar biasanya tidak dibuat sediaan permanen dengan pewarnaan,
cacing diperiksa langsung menggunakan mikroskop sterio, tetapi sebelumnya ditetesi Laktofenol
(karena dapat menjernihkan cacing sehingga nampak organ-organ dalamnya secara lebih jelas).
Cacing yang ukurannya lebih kecil biasanya dibuat sediaan permanen dengan pewarnaan.
Metode Pemeriksaan Tinja

Pemeriksaan telur cacing dari feses dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu sediaan
langsung (sediaan basah) dan sediaan tidak langsung (konsentrasi).

Metode pemeriksaan tinja juga dibagi menjadi metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Metode kualitatif berguna untuk menentukan positif atau negatif cacingan. Metode yang biasa
digunakan untuk pemeriksaan kualitatif adalah metode direct slide, metode flotasi dan metode
sedimentasi. Metode kuantitatif berguna untuk menentukan intensitas infeksi atau berat
ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja. Metode yang biasa
digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif adalah metode Kato-Katz dan metode stoll.

1. Pemeriksaan Feses Secara Langsung (Metode Basah)


Cara langsung (sediaan basah) adalah metode yang digunakan bertujuan untuk
mengetahui telur cacing pada tinja secara langsung.Pemeriksaan feses secara langsung
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan kaca penutup dan tanpa kaca penutup.
Alat dan Bahan :
Mikroskop, Objek Glass, Lidi (5cm), Air, dan Spesimen tinja.
Cara Kerja :
- Letakkan setetes air di atas objek glass
- Dengan lidi ambil sedikit tinja
- Hancurkan tinja dalam air di atas objek glass, kemudian sebarkan suspensi tinja itu
sehingga mendapatkan lapisan yang tipis tetapi tetap basah
- Tutup dengan cover glass
- Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10

2. Pemeriksaan Feses Secara Tidak Langsung (Konsentrasi)

a. Metode Sedimentasi
Prinsip pemeriksaan metode sedimentasi adalah adanya gaya sentrifugal dari sentrifuge
yang dapat memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur cacing akan
terendapkan.
Alat dan Bahan :
Mikroskop, Tabung Sentrifuge, Saringan kawat, Beaker Glass, Pipet dengan karet
penghisap, Objek glass, Cover glass, Lidi, Air, Spesimen tinja.
Cara Kerja :
- Saringan kawat ditempatkan diatas gelas sedimen
- Masukkan tinja kurang lebih 2 ml ke dalam beacker glass
- Hancurkan tinja dengan lidi sambil dituangi air sedikit demi sedikit
- Saring ke dalam tabung sentrifuge, tambahkan air hingga gelas hampir penuh,
kemudian diamkan sehingga terbentuk sedimen (kurang lebih 15 menit).
- Cairan keruh di atas sedimen dibuang, kemudian diganti dengan air baru, diamkan
lagi untuk memperoleh sedimen. Jika cairan di atas sedimen masih keruh maka buang
lagi dan tambahkan air sampai diperoleh cairan atas sedimen yang jernih.
- Bila cairan di atas sedimen sudah jernih maka air jernih tersebut dibuang, dan dengan
menggunakan pipet ambil sedimen dan letakkan pada objek glass
- Tutup dengan cover glass
- Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.

b. Metode Flotasi
Metode ini menggunakan larutan garam jenuh atau gula jenuh sebagai alat untuk
mengapungkan telur. Metode ini terutama dipakai untuk pemeriksaa tinja yang
mengandung sedikit telur.
Alat dan Bahan :
Mikroskop, Tabung reaksi, Beaker glass, Objek glass, Cover glass, Lidi, Larutan NaCl
jenuh (larutan Brine BJ = 1.200), Spesimen tinja.
Cara Kerja :
- Isilah tabung reaksi dengan larutan brine sampai penuh
- Masukkan tinja kurang lebih 1 ml (1 gram) ke dalam beaker glass
- Hancurkan tinja dengan lidi sambil dituangi air sedikit demi sedikit sampai homogen
- Tuangkan isi tabung reaksi (larutan brine) ke dalam beacker glass, campur baik-baik
hingga homogen
- Tuangkan larutan di beacker glass ke tabung reaksi kembali sampai penuh. Buang
bagian yang kasar yang terdapat pada permukaan cairan dengan lidi
- Letakkan cover glass di atas tabung, sehingga menyentuh permukaan larutan
- Diamkan selama 45 menit, dengan hati-hati cover glass diangkat dan diletakkan pada
objek glass
- Periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.

c. Metode Kato Katz


Metode ini dapat digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif maupun kualitatif tinja.
Prinsip dari metode ini sama dengan metode direct slidedengan penambahan pemberian
selophane tape yang sudah direndam dengan malanchit green sebagai latar.
Alat dan Bahan :
- Mikroskop, Kertas saring, Objek glass, Cover glass, Lidi, Spesimen tinja
- Selofan ( selebar 2,5 x 3 cm ) direndam dalam larutan selama 18-24 jam sebelum
digunakan
- Larutan untuk mewarnai selofan ( 100 bagian aquades atau 6% fenol + 100 bagian
gliserin + 1 bagian larutan malachiete green 3% )

Cara Kerja :
- Ambil tinja kurang lebih 20-50 mg dengan lidi, letakkan di atas objek glass
- Tutup dengan selofan dari larutan malachiete green 3%
- Tekan selofan dengan kaca benda lain atau tutup botol darikaret untuk meratakan
tinja di bawah selofan
- Letakkan sediaan secara terbalik di atas kertas saring bersih
- Biarkan sediaan selama 20-30 menit
- Periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10

Pembuatan Sediaan Preparat Permanen

Untuk membuat preparat permanen, sesudah specimen dibunuh dan difiksir, langkah langkah
berikutnya harus dilakukan :

1) Pewarnaan

2) Pencucian, (untuk menghilangkan warna yang berlebihan)

3) Destaining (defrensiasi jaringan)

4) dehidrasi ( menghilangkan sisa sisa air

5) clearing

6) mounting.

Setelah difiksasi, kemudian dilanjutkan pembuatan sediaan permanen dengan pewarnaan, warna
yang tersedia di laboratorium antara lain :

1. Aceto – Carmin dan

2. Trichome, dengan tahapan kerja sebagai berikut :

1. Pewarnaan dengan Aceto – Carmin.

Bahan dan alat, selain cacing bahan yang dipergunakan adalah : asam cuka glasial, zat
warna aceto-carmin, larutan asam-alkohol, alkohol (70%, 80% dan 95%), larutan litium 11
carbonat jenuh, minyak kayu putih, entelan dan tisu sedangkan alat yang dipergunakan antara
lain : gelas obyek, gelas penutup, dan mikroskop.

1. Fiksasi dilakukan dengan cara menjepit cacing menggunakan 2 gelas obyek, kemudian diikat
dengan gelang karet yang bertujuan agar morfologi cacing tetap

2. Rendam dalam larutan asam cuka glasial untuk membuat cacing menjadi transparan

3. Pewarnaan cacing menggunakan Aceto-Carmin, untuk mendapatkan hasil yang baik umumnya
pewarnaan dilakukan berlebihan (overstaining) biasanya direndam selama 24 jam dan jika terjadi
kelebihan pewarnaan untuk menguranginya dilakukan destaining dengan larutan Asam –
Alkohol sampai terlihat permukaan cacing bersih tetapi organ dalam tetap terwarnai

4. Bilas dengan alkohol 70%

5. Netralkan sisa asam dengan cara merendam didalam larutan Litium Carbonat jenuh selama 30
- 60 menit

6. Sediaan didehidrasi secara bertingkat dengan alkohol (70%, 80% dan 95%) masingmasing
selama 15 – 30 menit

7. Jernihkan sediaan dengan menetaskan minyak kayu putih secukupnya , ditunggu selama 30
menit

8. Keringkan dengan tisu, kemudian tetesi entelan dan akhirnya tutup dengan gelas penutup

9. Setelah kering, periksa dengan mikroskop untuk identifikasi.

2. Pewarnaan dengan Trichrome

Bahan dan alat, selain cacing bahan yang dipergunakan antara lain : alkohol-gliserin 5%
atau asam cuka glasial, akuades, iodium tingtur, alkohol (70%, 95%), zat warna trichrome,
alkohol-asam, minyak kayu putih, entelan dan tisu, sedangkan alat yang dipergunakan : gelas
obyek, gelas penutup, dan mikroskop.

1. Cacing yang telah difiksasi dengan larutan fiksatif (Alkohol – Glyserin 5% atau Asam Cuka
Glasial), cuci dengan akuades

2. Rendam dengan larutan Iodium tingtur selama 1 menit.

3. Cuci 2 kali dengan alkohol 70% masing-masing selama 1 menit 12

4. Warnai dengan zat warna Trichrome paling cepat selama 10 menit (tergantung besar cacing)

5. Destaining (celup) dalam larutan alkohol – asam selama 5 – 10 detik

6. Rendam dengan larutan alkohol 95% 2 kali, masing-masing selama 5 menit

7. Jernihkan dengan minyak kayu putih, dengan cara ditetesi secukupnya dan diamkan selama 15
– 30 menit

8. Keringkan dengan tisu, tetesi entelan dan akhirnya tutup dengan gelas penutup.

9. Setelah kering diperiksa dengan mikroskop untuk identifikasi.


Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
PERTEMUAN XII

Topik : Jaminan Mutu Diagnosa Laboratorium Cestoda, Trematoda, dll

Jaminan mutu diagnosa laboratorium untuk Cestoda, Trematoda, dll penting dilakukan karena
untuk menjamin kompeten atau tidaknya penegakan diagnosa dalam pemeriksaan Cestoda,
Trematoda,dll. Rangkaian pemeriksaan diawali dengan pengambilan sampel pasien kemudian
dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan Cestoda, Trematoda perlu memperhatikan hal-hal berikut ini :

1. Tinja untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari defekasi spontan (tanpa bantuan
obat pencahar), jika permerikasaan sangat diperlukan, dapat pula sampel tinja diambil
dari rectum dengan cara colok dubur.
2. Specimen yang akan diperiksa harus dikumpulkan dalam wadah yang bersih, bermulut
besar dan memiliki tutup.
3. Umumnya untuk pemeriksaan tinja rutin, specimen cukup diperlukan sebanyak 2-5 gram,
tinja harus bebas minyak atau bahan kimia lain ; seperti Barium.
4. Pemberian label identitas pasien dan tanggal pengambilan specimen pada wadah sampel.
5. Jika jumlah specimen tinja banyak, maka tidak mungkin semua specimen dapat diperiksa
sekaligus (beberapa jam saja), sehingga specimen tinja harus diawetkan. Untuk
pengawetan tinja, terdapat beberapa macam fiksatif yang biasa dipakai, di antaranya
adalah :
a. Larutan formalin (5% atau 10%)
b. Larutan Schauddin
c. Larutan Polivinil alcohol yang mengandung larutan Schauddin
d. Larutan Merthiolat-Iodium Formaldehide (MIF)

Syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh pengawetan tinja yang baik, yaitu jumlah
preservatif yang dipakai harus cukup banyak dan specimen tercampur dengan homogen.

6. Untuk keperluan rujukan atau referensi ke laboratorium lain, maka specimen tinja harus
difiksasi terlebih dahulu sebelum dikirimkan, agar tidak terjadi kerusakan terhadap
specimen tinja tersebut.
7. Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopis terlebih dahulu lakukan pemeriksaan
makroskopis tinja meliputi pemeriksaan bau, warna, konsistensi, adanya darah, adanya
lendir dan cacing dewasa pada tinja.
8. Sediaan yang telah selesai digunakan dimasukkan kedalam cairan desinfektan (Alkohol,
Lisol) selama 1 hari 1 malam. Kemudian dibilas dengan air mengalir. Setelah itu
ditiriskan dan setelah kering object glass dibersihkan kembali dengan kapas alcohol.
9. Feses/tinja sisa dari pemeriksaan dimusnahkan dengan cara menimbun/ mengubur sampel
tersebut ditempat tertentu yang telah disediakan.
PERTEMUAN XIII

Topik : Suvay Kecacingan pada Masyarakat

Penyakit cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing yang hidup sebagai
parasit didalam tubuh manusia. Seseorang dapat terinfeksi penyakit kecacingan ketika telur, atau
larva masuk ke dalam tubuh, menjadi cacing dewasa dan bertelur didalam tubuh. Seseorang
dapat dengan mudah terinfeksi oleh cacing ketika hidup dalam lingkungan yang tidak bersih,
memiliki sanitasi yang buruk, dan kebiasaan yang tidak higienis.
Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing
parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus.

Mengetahui perbedaan ciri-ciri gejala tersebut dapat memudahkan dan membuat tenaga
kesehatan dapat mengobati secara efektif. Diantaranya, yaitu :
 Cacing usus dewasa tidak dapat menginfeksi manusia secara langsung, melainkan telur atau
larva yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau masuk melewati mulut, tergantung dari
spesies.
 Cacing usus berangsur-angsur bertambah banyak di dalam tubuh inangnya seiring
bertambahnya waktu. Jadi onset dari penyakit ini berjalan pelan dan sering tidak terdeteksi.
Ketika seseorang yang terinfeksi cacing mencapai tingkatan sedang ke berat, gejala dari penyakit
kronik akan muncul
 Cacing usus dewasa tidak dapat menginfeksi manusia secara langsung, melainkan telur atau
larva yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau masuk melewati mulut, tergantung dari
spesies.
 Cacing usus berangsur-angsur bertambah banyak di dalam tubuh inangnya seiring
bertambahnya waktu. Jadi onset dari penyakit ini berjalan pelan dan sering tidak terdeteksi.
Ketika seseorang yang terinfeksi cacing mencapai tingkatan sedang ke berat, gejala dari penyakit
kronik akan muncul.
Dalam usia sekolah dasar sebetulnya paling rentan terhadap cacingan, mengingat dunia anak-
anak yang cenderung menghabiskan waktunya bermain. Kebersihan yang tidak terjaga atau
lingkungan yang kotor dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mempermudah penyebaran
infeksi cacing. Selain itu, pemahaman yang masih kurang tentang cacingan baik penyebab, tanda
dan gejala, dan cara pencegahanya. Faktor risiko penyebab tingginya prevalensi penyakit
cacingan adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih dan sehat) dan
buruknya sanitasi lingkungan.

Penyebab cacingan pada diri seseorang berbeda-beda tergantung dari jenis cacing apa yang
masuk ke dalam tubuh. Beberapa jenis cacing yang paling umum menyebabkan penyakit
cacingan pada manusia, yaitu:
 Cacing Pita
Cacing pita atau Cestoda, dapat dikenali dari bentuknya yang tampak seperti pita yaitu pipih
dengan ruas-ruas pada seluruh tubuhnya. Panjang cacing pita dewasa dapat mencapai 4,5 hingga
9 meter.  memasuki tubuh manusia ketika tangan bersentuhan dengan tinja atau tanah yang
mengandung telur cacing kemudian terbawa ke dalam mulut ketika sedang makan. Selain itu,
cacing pita juga dapat masuk melalui konsumsi makanan atau minuman yang sudah
terkontaminasi telur cacing. Konsumsi daging babi, sapi ataupun ikan yang mentah atau dimasak
kurang matang juga dapat menyebabkan masuknya cacing pita ke dalam tubuh manusia.

 Cacing tambang
Cacing tamang dalam bentuk larva dan dewasa dapat hidup dalam usus halus manusia dan dapat
menyerang binatang peliharaan, termasuk kucing dan anjing. Umumnya terjadi karena
bersentuhan dengan tanah di lingkungan hangat dan lembap yang di dalamnya terdapat telur atau
cacing tambang.Cacing tambang dewasa dengan panjang sekitar 5-13 milimeter dapat menembus
kulit, misalnya melalui telapak kaki yang tidak menggunakan alas, kemudian masuk ke sirkulasi
darah dan ikut terbawa ke dalam paru-paru dan tenggorokan. Jika tertelan, maka cacing akan
memasuki usus masih umum terjadi di daerah iklim tropis dan lembap dengan sanitasi
lingkungan yang buruk, termasuk Indonesia.
 Cacing Kemi
berwarna putih dan halus, dengan panjang sekitar 5-13 milimeter. Infeksi cacing kremi paling
banyak dialami oleh anak-anak usia sekolah.Infeksi cacing kremi umumnya disebabkan oleh
menelan telur cacing kremi yang sangat kecil secara tidak sengaja. Telur cacing ini sangat mudah
menyebar. Bisa melalui makanan, minuman atau jari yang terkontaminasi. Telur cacing
kemudian masuk ke usus dan berkembang menjadi cacing dewasa dalam beberapa minggu. Jika
telur cacing mencapai anus dan digaruk, maka telur cacing dapat berpindah ke jari, lalu
menyentuh permukaan benda atau orang lain.

 Cacing gelang
Cacing gelang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui tanah yang telah terkontaminasi
telur cacing. Ketika masuk ke dalam tubuh, telur akan menetas di usus, kemudian menyebar
melalui pembuluh darah atau saluran getah bening ke organ tubuh lain seperti paru-paru atau
empedu.

Tips Mencegah Infeksi Cacing


a) Salah satu cara efektif mencegah penyakit cacingan yaitu dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Selain itu, ada beberapa langkah lain yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyakit cacingan, yaitu:
b) Menyimpan daging mentah dan ikan dengan baik, kemudian masak hingga matang.
c) Jika terkena infeksi cacing, basuh bagian anus Anda pada pagi hari untuk mengurangi jumlah
telur cacing, karena cacing biasa bertelur pada malam hari.
d) Ganti pakaian dalam dan seprei setiap hari selama terinfeksi.
e) Cuci pakaian tidur, seprei, pakaian dalam, dan handuk dengan air panas untuk membasmi telur
cacing.
f) Hindari menggaruk daerah di sekitar anus yang gatal. Gunting kuku agar tidak ada tempat untuk
telur cacing. Jangan menggigit kuku.
g) Cuci tangan secara teratur, terutama setelah buang air, mengganti popok bayi, sebelum memasak
dan sebelum makan.
h) Hindari berjalan tanpa alas kaki dan menyentuh tanah atau pasir tanpa sarung tangan.
PERTEMUAN XIV

Topik : Diagnosa Laboratorium Survey Kecacingan

kecacingan adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit cacing. Penyakit
ini banyak terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Parasit cacing yang sering menyebabkan
kecacingan adalah kelompok Soil Transmitted Helminths (STH), yakni cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing kait (Hookworm) dan cacing benang
(Strongyloides stercoralis).

Adapun tekhnik pemeriksaannya mikroskopik sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Kualitatif

a. Pemeriksaan secara natif (direct slide)

Metode pemeriksaan ini sangat baik digunakan untuk berat tetapi pada infeksi ringan telur-
telur cacing sulit ditemukan. Prinsip dari pemeriksaan ini dilakukan mencampurkan feses
dengan 1-2 tetes NaCl fisiologis 0,9% atau eosin 2% lalu diperiksa di bawah mikroskop
dengan perbesaran 100x. Penggunaan eosin 2% digunakan untuk agar lebih jelas
membedakan telur-telur cacing dengan kotoran sekitarnya.

b. Pemeriksaan dengan Metode Apung (floatation methode)

Prinsip kerja dari metode ini berat jenis (BJ) telur-telur yang lebih ringan daripada BJ larutan
yang digunakan sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan digunakan untuk memisahkan
partikel-partikel besar yang ada dalam tinja. Pemeriksaan dengan metode ini menggunakan
larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas berat jenis
telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati.

c. Metode Konsentrasi

Metode ini sangat praktis dan sederhana. Prosedur pemeriksaan ini yaitu 1 gr tinja
dimasukkkan kedalam tabung reaksi lalu tambahkan akuadest dan diaduk sampai homogen.
Masukkan ke tabung sentrifusi dan sentrifusi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit.
Larutan dibuang, sedimennya diambil dengan menggunakkan pipet pasteur lalu diletakkan di
atas kaca objek kemudian ditutup dengan cover glass dan dilihat di bawah di mikroskop.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan sampai 2-3 kali.
Laporan Praktikum

Alat Bahan

Cara Kerja
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai