METODE LANGSUNG
Dasar teori :
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi manusia.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi
prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit
infeksi yang disebabkan cacing itu dapat di karenakan di daerah tropis
khususnya Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur serta
kelembaban yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik
(Kadarsan,2010).
Hasil survey di beberapa tempat menunjukkan prevalensi antara 60%-90%
pada anak usia sekolah dasar. Salah satu penyakit infeksi yang masih banyak
terjadi pada penduduk di Indonesia adalah yang disebabkan golongan Soil-
Transmitted Helminth, yaitu golongan nematode usus yang dalam penularannya
atau dalam siklus hidupnya melalui media tanah. Cacing yang tergolong
dalam Soil-Transmitted Helminth adalahAscaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, Strongyloides stercoralis serta cacing tambang yaitu Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale (Siregar, 2006)
Dalam identifikasi infeksinya perlu adanya pemeriksaan, baik dalam
keadaan cacing yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang akan
diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa usus akan
dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan,2010).
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur
cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan
untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di
periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat
yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang
penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat
ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.
Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa
gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada
gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, Pribadi dan Herry, 2006).
. Ascaris lumbricoides
a. Morfologi Ascaris lumbricoides dewasa bentuknya mirip dengan cacing
tanah. Panjang cacing betina antara 22-35 cm, sedang cacing jantan 10- 31 cm,
cacing jantan mempunyai ujung pasterior yang meruncing, melengkung ke arah
ventral, mempunyai banyak papila kecil dan juga terdapat dua buah spikulum
yang melengkung. Cacing betina ujung pasteriornya membulat dan lurus.).
Telur yang dibuahi disebut Fertilized. Bentuk ini ada dua macam, yaitu yang
mempunyai cortex, disebut Fertilized-corticated dan yang lain tidak mempunyai
cortex, disebut Fertilized-decorticated. Ukuran telur 60 x 45 mikron. Telur yang
tidak dibuahi disebut 6 unfirtilized, ukurannya lebih lonjong; 90 x 40 mikron
dan tidak mengandung embrio didalamnya.
b. Siklus Hidup Telur yang dibuahi ketika keluar bersama tinja manusia
tidak infektif. Di tanah pada suhu 20C-30C, dalam waktu 2-3 minggu menjadi
matang yang disebut telur infektif dan di dalam telur sudah terdapat larva. Telur
infektif ini dapat hidup lama dan tahan terhadap pengaruh buruk. Bila telur
infektif tertelan manusia akan menetas di usus halus dan menjadi larva, larva
akan menembus dinding usus masuk kedalam kapiler-kapiler darah, kemudian
melelui hati, jantung kanan, paru-paru, bronkus, trakea, dan tertelan masuk ke
esofagus, rongga usus halus dan tumbuh menjadi dewasa.
Prosedur kerja :
Membuat kosentrat ekstrak faces
Simpan dalam vial
Homogenkan
Bersihkan objek glass dengan kapas yang sudah di berikan alcohol 96% dengan
cara diusap-usapkan dengan hati-hati pada objek glass.
Desinfeksi dengan melewatkan diatas api
Teteskan 3 tetes ekstrak tinja/feses dia atas objek glass.
Teteskan 1 tetes eosin 2% disebelah tetesan feses
Ratakan dengan lidi
Tutup dengan deckglass pelan-pelan agar tidak terjadi gelembung
Amati dibawah mikroskop 10X sampai 40X
Gambarlah cacing atau telur yang di temukan
Data pengamatan
Telur cacing Ascaris lumbricoides infertile corticated
Pembahasan
Macam-Macam Metode Pemeriksaan Telur Cacing 1. Cara Langsung (Sedian
Basah) Pemeriksaan tinja secara langsung ada dua cara yaitu pemeriksaan tinja
secara langsung dengan kaca penutup dan tanpa kaca penutup. (Hadidjaja, P,
1990). a. Dengan Penutup Kaca Letakkan satu tetes cairan diatas kaca benda
kemudian diambil feces (1-2 mm3 ) dengan lidi dan diratakan menjadi
homogen, bila terdapat bahan yang kasar dikeluarkan dengan lidi, kemudian
ditutup dengan kaca penutup, di usahakan 14 supaya caiaran merata dibawah
kaca penutup tanpa ada gelembung udara, kemudian dibaca dibawah
mikroskopdengan perbesaran 10x. (Hadidjaja, P, 1990). b. Tanpa Kaca Penutup
Diletakkan setets air diatas kaca benda, dengan lidi diambil feses (2-3 mm3 )
dan diratakan hingga homogen menjadi lapisan tipis tetapi tetap basah,
kemudian diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10x. (Hadidjaja, P, 1990).
Pada praktikum ini di lakukan pemeriksaan feses metode langsung, yaitu
dengan pengamatan konsentrak ektrak feses yang di lakukan tanpa perlakuan
lain. Ini di lakukan untuk mengetahui adanya diagnose cacing parasite dalam
sampel feses tersebut.
Pada praktikum ini di dapatkan hasil pemeriksaan :
1. Ditemukannya telur cacing Ascaris lumbricoides infertile corticoted dengan
ciri-ciri yaitu Telur yang sudah dibuahi memiliki ciri-ciri: oval, berdinding
tebal, berwarna kekuning-kuningan diliputi lapisan albuminoid yang tidak rata,
isinya embrio yang belum masak. Sedangkan telur yang belum dibuahi
memiliki cirri-ciri: lonjong, lebih panjang, dinding biasanya lebih tipis berisi
granula.
Dapat di diagnosis bahwa pasien dengan sampel feses positif mengidap
penyakit cacingan.
Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan sampel ekstrak feses di dapatkan hasil identifikasi
laboratorium yaitu ditemukannya telur cacing Ascaris lumbricoides infertile
corticoted dan telur cacing tambang Necator americanus.
Daftar Pustaka
Kadarsan.2010.Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI:Bogor
Gandahusada.2006.Parasitologi Kedokteran.Fakultas kedokteran UI:Jakarta
Siregar.2006.Prinsip ilmu penyakit dalam vol 2. Penerbit buku kedokteran
EGC:Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang
kedokteran hewan dan manusia namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusia
yang merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan
terjadinya urbanisasi yang tidak diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya
dearah kumuh di perkotaan. Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah
menciptakan kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber
infeksi termasuk oleh penyakit parasitik.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama
pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup
besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi
geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan cacing
ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.
Bahan:
1. Sampel tinja sebanyak 10 gram atau sebesar biji kacang
2. NaCl jenuh 33%
E. Cara Kerja
Praktikum kali ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode apung tanpa
sentrifugasi, adapun cara kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Tuangkan NaCl 33% jenuh kedalam beaker glass sebanyak 100 ml.
3. Campurkan 100 ml NaCl jenuh dengan 10 gram tinja kemudian diaduk sehingga larut.
4. Selanjutnya disaring dengan menggunakan penyaring teh.
5. Masukkan campuran tinja dan larutan NaCl yang telah disaring tersebut ke dalam tabung
reaksi hingga penuh dan terlihat cembung.
6. Didiamkan selama 5-10 menit kemudian ditutup dengan cover glass, lalu letakkan cover
glass pada obyek glass.
7. Selanjutnya letakkan preparat pada meja spesimen kemudian amati menggunakan
mikroskop.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
B.1. Percobaan 1
Dari percobaan yang kami lakukan dengan menggunakan metode Apung seperti pada
tabel diatas, dapat diketahui bahwa telur Ascaris lumbricoides diperoleh hasil pemeriksaan
positif, sedangkan pada telur selain Ascaris lumbricoides diperoleh hasil negatif sehingga
anak tersebut menderita Ascariasis.
1. Keterbatasan alat-alat praktikum, yaitu jumlah alat yang digunakan untuk praktikum
yang kurang memadai, sehingga kelompok kami hanya melakukan Pemeriksaan
dengan satu metode yaitu metode apung tanpa sentrifugasi sedangkan kelompok yang
lain melakukan dengan dua metode yaitu metode apung dengan sentrifugasi dan tanpa
sentrifugasi.
2. Karena bahan yang digunakan pada Praktikum adalah feses, maka Praktikan harus
menahan bau yang menyengat yang ditimbulkan dari feses tersebut.
B.3. Percobaan 3
Percobaan ketiga setelah diamati dari berbagai lapang pandang, diperoleh hasil
negatif (tidak ditemukan telur cacing). Hasil negatif pada metode yang dilaksanakan dapat
disebabkan antara lain :
1. Sampel tinja yang diperoleh dari orang yang sehat (tidak terinfeksi cacing parasit).
2. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. Misalnya
pada metode apung, saat larutan feses didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi
goyang sehingga telur yang sudah terapung mengendap lagi.
3. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur maupun larva cacing
parasit.
4. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode.
5. Pada saat diambil fesesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemukan telur
pada feses.
Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa
dengan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah dipulas.
Hal yang menguntungkan adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran dari bermacam-macam
parasit tetapi perbedaan individual tidak memungkinkan membedakan spesies hanya dengan
melihat besarnya. Tinja sebagai bahan pemeriksa harus dikumpulkan didalam suatu tempat
yang bersih dan kering bebas dari urine. Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat
dilakukan dalam beberapa hari setelah tinja dikeluarkan (Kurt, 1999).
IV. PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Percobaan pertama yaitu sampel feses dari Diok positif terinfeksi cacing parasit usus
Ascaris lumbricoides berdasarkan pengamatan morfologi telur cacing dari sampel feses segar.
Pemeriksaan tersbut dilakukan dengan cara metode apung (flotation metodhe).
Percobaan kedua dan ketiga yaitu masing-masing dari sampel feses Nesa dan Nurdin
diperoleh hasil negatif terinfeksi cacing.
Metode apung (Floating method) adalah metode dengan menggunakan larutan NaCl
jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur
sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk
pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur.
Kelebihan dari metode ini adalah baik untuk semua jenis telur baik untuk infeksi berat
dan ringan. Telur yang ditemukan terpisah dari kotoran.
Kekurangan dari metode ini adalah penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu
yang lama sehingga perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.
B. Saran
Semua anggota keluarga hendaknya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, diantaranya sebagai berikut : Membuat jamban
keluarga, meningkatkan higiene perseorangan, tidak buang air besar di sembarang tempat,
tidak menggunakan tinja sebagai pupuk, perbaiki sanitasi lingkungan dan rajin mencuci
tangan.
Bagi para praktikan supaya lebih memperhatikan prosedur penelitian yang telah
ditetapkan. Selain itu, para praktikan di tekankan untuk menjaga kebersihan agar tak ada
penularan lanjutan dari telur yang ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA