Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN

Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun,dilengkapi


dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang
menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai
batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior
tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong
sebagai hospes perantara pertama dan hewan lain (ikan,cructacea,keong) ataupun
tumbuh-tumbuhan lain sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan
vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh
hospes definitif bermacam-macam,ada yang di usus,hati,paru-paru dan darah.
Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina,
Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di
Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan
Sulawesi, Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitive cacing
trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi, tikus, burung, musang,
harimau dan manusia.
Menurut lokasi berparasitnya cacing Trematoda dikelompokkan sebagai
berikut :
1.    Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. Japonicum
2.      Trematoda paru: Paragonimus westermani
3.    Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. Ilocanum
4.    Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.

Schistosoma haematobium

Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitif adalah manusia. Cacing ini
menyebabkan Schistosomiasis kandung kemih dan Schistosomiasis usus . Babon
dan kera ain dilaporkan sebagai hospes reservoar.

Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol, dan berbagai negara Arab (timur
tengah, Lembah Nil); tidak ditemukan di Indonesia

Morfologi
Cacing jantan, gemuk, berukuran 10-15 x 0,8-1 mm. Ditutupi integumen
tuberkulasi kecil, memiliki 2 batil isap berotot, yang ventral lebih besar. Di sebelah
belakang batil isap ventral, melipat ke arah ventral sampai ekstremitas kaudal,
membentuk kanalis ginekoporik. Persis di belakang batil isap ventral terdapat 4-5
buah testis besar. Porus genitalis tepat di bawah batil isap ventral. Cacing betina,
panjang silindris, ukuran 20 x 0,25 mm. Batil isap kecill, ovarium terletak posterior
dari pertengahan tubuh. Uterus panjang; sekitar 20-30 telur berkembang pada satu
saat dalam uterus. Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung
kemih. Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat kelamin dan
rektum.

Daur hidup

Berawal dari orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air.
Air kencing atau kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing
pindah ke keong, Cacing muda pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian,
orang yang mencuci atau berenang di air di mana orang yang terinfeksi pernah
buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.
Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam
bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit
tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan
berubah menjadi cacing.
Cacing atau cercaria (bentuk infektif dari cacing Schistosoma) menginfeksi
dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang
mengandung cercaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit.
Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dalam kapiler darah,
mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke
jantung kiri; kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke cabang-cabang
vena portae dan menjadi dewasa di hati.
Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena
kandung kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina
meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh
darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung
kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di dalam
air dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian masuk ke
tubuh keong air dan berkembang menjadi cercaria.

Patologi
Kelainan terutama ditemukan di dinding kandung kemih.

Gejala klinik
Penyakit ini seringkali tidak memperlihatkan tanda-tanda awal. Di beberapa
tempat tanda-tanda umum yang sering terlihat adalah adanya darah di dalam air
kencing atau kotoran. Pada wanita tanda ini bisa juga disebabkan oleh adanya luka
pada alat kelaminnya. Di daerah di mana penyakit ini banyak terjadi, orang yang
memperlihatkan sekedar gejala-gejala yang tidak parah atau hanya sekedar sakit
perut saja, patut diperiksa.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalamtinja atau jaringan
biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologidapat dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis. Reaksiserologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval
precipitin test),IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixationtest),
FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linkedimmuno sorbent assay).

Pengobatan
Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah : mengurangi dan
mencegah kesakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat
yang efektif,berbagai jenis obat telah dipakai untuk mengobati penderita
schistosomiasis, misalnya, hycanthone,niridazole, antimonials, amocanate dsb.
Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini obat yang
dipakai adalah Praziquantel. (Sudomo M. 2008)
     Praziquantel sangat efektif terhadap semua bentuk schistosomiasis, baik
dalam fase akut, kronik maupun yang sudah mengalami splenomegali atau bahkan
yang mengalami komplikasi lain. Obat tersebut sangat manjur, efek samping ringan
dan hanya diperlukan satu dosis yaitu 60 mg/kg BB yang dibagi dua dan diminum
dalam tenggang waktu 4-6 jam. (Tjay, Tan Hoan & Rahardja, Kirana.2007)

      
Schistosoma mansoni
Hospes
Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah
kera Baboon dan hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air tawar
genus Biomphalaria sp dan Australorbis sp. Habitat cacing ini adalah vena kolon dan
rektum. Pada manusia cacing ini dapat menyebabkan schistomiasis usus,disentri
mansoni (Onggowaluyo, 2001)

Taksonomi
Kingdom          : Animalia
Phylum             :Platyhelminthes
Class                : Trematoda
Subclass           : Digenea
Order               : Strigeidida
Genus               : Schistosoma
Species             : S. mansoni

Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Afrika, berbagai negara Arab(Mesir), Amerika Selatan
dan Tengah.
Morfologi

 
1.    Ukuran 150 μm
2.    Bentuk oval dengan salah satu
kutubnya membulat dan yang lain lebih
meruncing.
3.    Spina terletak lateral dekat dengan bagian yang membulat,besar dan berbenutuk
segitiga.
4.    Kulit sangat tipis dan halus.
5.    Warna kuning pucat.
6.    Berisi embrio besar bersilia,diliputi membran (kulit dalam)

Cacing dewasa
1.    Tubuhnya tertutup kulit yang mempunyai tuberkel kasar.
2.    Cacing jantan panjangnya 6,4 – 12 mm, mempunyai 8 – 9 testis.
3.    Cacing betina panjangnya 7,2 – 17 mm,ovarium terletak di pertengahan tubuh
bagian anterior

Daur hidup

Manusia terinfeksi oleh serkaria di air tawar melalui penetrasi pada kulit.
Serkaria masuk tubuh melalui sirkulasi vena ke jantung, paru-paru dan sirkulasi
portal. Setelah tiga minggu serkariamatang dan mencapai vena mesenterika
superior usus halus lalutinggal disana serta berkembang biak (Abdul Ghaffar dan
GregoryBrower, 2009). Telur yang dikeluarkan oleh cacing betina di dalamusus
menembus jaringan sub mukosa dan mukosa lalu masuk kedalam lumen usus dan
keluar bersama tinja.Telur yang berada di air tawar menetas dan
melepaskanmirasidium yang kemudian berenang bebas mencari
hospesperantaranya yaitu keong. Dalam tubuh keong mirasidiumberkembang
menjadi sporokista 1 dan 2 kemudian menjadi larvaserkaria yang ekornya
bercabang. Serkaria selanjutnya akan mencarihospes definitif dalam waktu 24 jam. (
Onggowaluyo, 2001)

Patologi dan Gejala Klinis


Patologi yang berhubungan dengan infeksi dengan Schistosma mansoni
dapat dibagi menjadi dua bidang utama, yaitu schistosomiasis akut dan kronis.
Schistosomiasis akut bisa disebut juga demam Katayama. Hal ini terkait dengan
timbulnya parasitbetina bertelur (sekitar 5 minggu setelah infeksi), dan
pembentukangranuloma sekitar telur terdapat di hati dan dinding usus,menyerupai
hepatosplenomegali dan leukositosis dengan eosinofilia,mual, sakit kepala, batuk,
dalam kasus yang ekstrim diare disertaidengan darah, lendir dan bahan nekrotik.
Gejala kronis akan tampak beberapa tahun setelah infeksi. Gejalanya seperti
peradangan padahati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-paru). (Departement
of Parasitology University Cambridge, 2010)

Diagnosis 
Diagnosis dapat ditentukan (Onggowaluyo,2001)
dengan menemukan telur didalam tinja. Beberapa cara untuk melakukan
beberapa cara sepertisediaan hapus langsung dari tinja (metode Kato) maupun
dengancara sedimentasi (0,5 % gliserin dalam air). Bila dalam tinja tidak ditemukan
telur diagnosis dapat dilakukan dengan tes serologi,sedangkan untuk menemukan
telur yang masih segar dalam hati dan usus dapat dilakukan dengan teknik digesti
jaringan.
Pengobatan
Natrium antimonium tartrat cukup efektif untuk pengobatan penyakit yang
diakibatkan oleh parasit ini. Stibovendapat diberikan secara intramuskuler. Nitridiasol
juga efektif tetapibukan sebagai obat pilihan. Obat lain yang cukup baik diberikan
proral adalah oksamniquin dan nitrioquinolin.

Schistosoma Japonicum
1. Schistosoma japonicum

a)   Klasifikasi

Kingdom         : Animalia
Filum               : Platyhelminthes
Kelas               : Trematoda
Subkelas          : Digenea
Ordo                : Strigeidida
Genus              : Schistosoma
Spesies            : Schistosoma Japonicum
                                                        
b)   Hospes dan Nama Penyakit

              Hospes utamanya adalah manusia dan beberapa jenis hewan seperti tikus sawah,
babi hutan, sapi dan anjing hutan. Hospes perantara dari cacing ini adalah keong air
(  Oncomelania sp ) dan di Indonesia yaitu keong airOncomelania hupensis
lindoensis ( Onggowaluyo, 2001 ). Habitat keong air yang berada di Danau Lindu adalah di
daerah ladang, sawah yang tidak terpakai lagi, parit diantara sawah dan di daerah hutan
perbatasan bukit, serta dataran rendah.(FKUI, 1998)
              Manusia merupakan hospes definitive Schistosoma japonicum (oriental blood
fluke), sementara babi, anjing, kucing, kerbau, sapi, kambing, kuda, dan rodensia merupakan
hospes reservoir.  Membutuhkan hospes perantara siput air tawar spesies Oncomelania
nosophora, O. hupenis, O. formosona, O. hupensis lindoensis di danau lindu (Sulawesi
tengah) dan O. quadrasi. Siput ini berukuran kecil, operculate, bersifat amphibi serta dapat
bertahan hidup beberapa bulan dalam keadaan yang relative kering (Natadisastra, 2005)
              Parasit ini akan menyebabkan penyakit yaitu Oriental schistosomiasis,
Schistosomiasis japonica  dan penyakit Katayama atau demam keong. (Onggowaluyo, 2001)
c)    Morfologi

              Cacing dewasa menyerupai Schistosoma mansoni dan S. haematobiumakan tetapi


tidak memiliki integumentary tuberculation.  Cacing jantan, panjang 12-20 mm, diameter
0,50-0,55 mm, integument ditutupi duri-duri sangat halus dan lancip, lebih menonjol pada
daerah batil isap dan kanalis ginekoporik, memiliki (6-8) buah testis. Cacing betina, panjang
± 26 mm dengan diameter ± 0,3 mm. Ovarium dibelakang pada pertengahan tubuh, kelenjar
vitellaria terbatas di daerah lateral ¼ bagian posterior tubuh. Uterus merupakan saluran yang
panjang dan urus berisi 50-100 butir telur.
              Telur berhialin, subsperis atau oval dilihat dari lateral, dekat salah satu kutub
terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimenter (tombol); berukuran  (70-
100) × (50-65) m. khas sekali, telur diletakkan dengan memusatkannya pada vena kecil pada
submukosa atau mukosa organ yang berdekatan. Tempat telur s. japonicum biasa pada
percabangan vena mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus
(Natadisastra, 2005).
               Telur-telur cacing Schistosoma japonicum lebih besar dan lebih bulat disbanding
jenis lainnya, berukuran panjang 70 – 100 mm dan lebarnya 55 – 64 mm. Tulang belakang di
telur S. japonicum lebih kecil dan kurang mencolok dibandingkan spesies lainnya.
d)   Distribusi geografik

              Parasit S. japonicum ditemukan di Asia terutama di Cina, Filipina, Jepang (saat ini


sudah tidak ditemukan lagi karena program pengendalian telah sukses
dilaksanakan). Indonesia dapat ditemukan dibeberapa lembah yang terisolasi di Sulawesi
Tengah (sekitar Danau Lindu pada tahun 1937 dan Lembah Napu ditemukan tahun
1972. ( Departement of parasitology Univ. Cambridge,2010)
e)    Siklus Hidup

              Schistosoma hidup terutama di dalam  vena mesenterika superior, di tempat ini 
betina menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau meninggalkan yang jantan untuk bertelur
di dalam venula-venula mesenterika kecil pada dinding usus. Telur berbentuk oval hingga
bulat, dan memerlukan waktu beberapa hari untuk berkembang menjadi mirasidium matang
di dalam kulit telur. Massa telur menyebabkan tekanan pada dinding venula yang tipis, yang
biasanya dilemahkan oleh sekresi dari kelenjar histolitik mirasidium yang masih berada di
dalam kulit telur. Dinding itu kemudian sobek, dan telur menembus lumen usus yang
kemudian keluar dari tubuh. Pada infeksi berat, beribu-ribu cacing ditemukan di dalam
pembuluh darah (Muslim, 2009).
              Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva menembus jaringan lunak dalam
5-7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua sporokista. Pada perkembangan
selanjtunya dibentuk cercaria yang bercabang. Cercaria ini dikeluarkan jika siput berada pada
atau di bawah permukaan air. Dalam waktu 24 jam, cercaria menembus kulit sebagai hasil
kerja kelenjar penetrasi yang menghasilkan enzim proteolitik, menuju jalinan kapiler, ke
dalam sirkulasi vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa sampau ke jantung kiri
menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini diambil oleh schistosomula
(schistosoma muda) pada migrasi mereka dari paru-paru ke hati. Mungkin seperti S. mattheei,
schistosomula merayap melawan aliran darah sepanjang dinding A. Pulmonalis, jantung
kanan, dan vena cava menuju ke hati melalui vena hepatica. Infeksi dapat bertahan untuk
jangka waktu yang tidak terbatas, dapat mencapai 47 tahun. (Natadisastra, 2005)
              Penetasan berlangsung di dalam air. Walaupun Ph, kadar garam, suhu, dan aspek
lainnya penting, faktor-faktor di dalam telur berperan utama dalam proses penetesan.
Migrasi Schistosoma japonicum ke dalam tubuh dimulai dari masuknya cacing tersebtu ke
dalam pembuluh darah kecil, kemudian ke jantung dan sistem peredaran darah. Cacing yang
sedang migrasi biasanya tidak atau sedikit menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang
terjadi reaksi hebat, misalnya pneumonia akibat masuknya cacing ke dalam
paru. Schistosoma japonicum merupakan penyakit yang ebih berat dan destruktif daripada
penyakit yang disebabkan oleh dua spesies lain yang biasa menginfeksi manusia (Muslim,
2009)

f)     Epidemiologi

Schistosoma japonicum adalah satu-satunya trematoda darah pada manusia yang kebetulan


ditemukan  di Cina. Ini adalah penyebab schistosomiasis japonica, penyakit yang masih tetap
menjadi masalah kesehatan yang signifikan terutama di daerah danau dan tanah
rawa. Schistosomiasis adalah infeksi yang disebabkan terutama oleh
tiga spesies schistosome berikut
yaituSchistosoma  mansoni, Schistosoma japonicum danSchistosoma haematobium. S. japon
icum yang memiliki sifat paling menular diantara ketiga spesies tersebut. (Tie-Wu Jia et al,
2007)
                    Infeksi oleh cacing schistosomes diikuti
dengan demam Katayama akut. Catatan sejarah penyakit Katayama menunjukan kembali
penemuan  S.  japonicum di Jepang pada tahun 1904. Penyakit ini dinamai sesuai dengan
daerah endemic tersebut yaitu Katayama, Hiroshima, Jepang (Ishii A et al, 2003). 
              Jika tidak diobati, ia akan berkembang menjadi suatu kondisi kronis yang ditandai
dengan penyakit hepatosclemic dan perkembangan fisik dan kognitif terganggu. Tingkat
keparahan Schistosoma japonicum muncul dalam 60% dari semua penyakit saraf
di Schistosomes karena migrasi telur ke otak. (Robert et al, 2005)
              Strain bersifat geographical. Telah diketahui ada 2 strain, yaitu strain Thailand-
malasyia dan strain Sulawesi. Terdapat perbedaan pada kedua strain tersebut, yaitu pada tuan
rumah yang sesuai. Di Indonesia, di pulau Sulawesi, keadaan endemic tinggi di daerah danau
lindu. Pada tahun 1971 dari pemeriksaan tinja terdapat infeksi s. japonicum 53 % dari 126
orang penduduk pada usia antara 7-70 tahun, dan di lembah Napu dilaporkan infection rate 8
dan 12 % pada dua desa serta 7 % pada Ratus exulans, tikus liar .

g)   Patologi dan Gejala Klinis

              Setelah parasit memasuki tubuh inang dan memproduksi telur, parasit
menggunakan system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi telur ke dalam usus.
Telur merangsang pembentukan granuloma di sekitar mereka. Granuloma yang terdiri dari sel
motil membawa telur ke dalam lumen usus. Ketika dalam lumen, sel granuloma
membubarkan meninggalkan telur untuk dibuang dalam feses. Sayangnya sekitar 2/3 dari
telur tidak dikeluarkan, sebaliknya mereka berkembang di usus. Hal ini dapat menyebabkan
fibrosis. Pada kasus kronis, Schinostoma japonicum adalah pathogen sebagian besar
spesiesSchistosoma karena memproduksi hingga 3000 telur per hari, sepuluh kal lebih besar
dari Schistosoma mansoni. (Robert et al, 2005)
              Sebagai penyakit kronis, parasit ini dapat menyebabkan demam Katayama, fibrosis
hati, sirosis hati, hipertensi hati portal, spinomegali dan ascites. Beberapa telur mungkin
lewat hati dan masuk paru-paru, system saraf dan organ lain di mana mereka dapat
memengaruhi kesehatan individu yang terinfeksi. (Robert et al, 2005)

h)   Diagnosis

              Identifikasi mikroskopis telur dalam tinja atau urin adalah metode yang paling


praktis untuk diagnosis. Pemeriksaan feses harus dilakukan ketika
infeksiS. mansoni atau S. japonicum dicurigai, dan pemeriksaan urin harus
dilakukan jika diduga terinfeksi S. haematobium . Telur dapat beradadalam tinja pada
infeksi semua spesies Schistosoma.
              Pemeriksaan dapat dilakukan pada Pap sederhana ( pap untuk 1 sampai
2 mg feces). Sejak telur dapat ditularkan sebentar-sebentar atau dalam jumlah kecil, deteksi
mereka akan ditingkatkan dengan pemeriksaan ulang dan ataumelakukan prosedur
konsentrasi (seperti formalin - teknik etil asetat). Selain itu, untuk melakukan  survei
lapangan dan tujuan yang diteliti, keluaran telur dapat diukur dengan menggunakan teknik
Kato-Katz (20 sampai 50 mg feces) atau teknik Ritchie. Telur dapat ditemukan dalam
urin pada infeksi dengan S. haematobium (waktu yang disarankan untuk koleksi antara siang
dan 3 sore) dan dengan S.japonicum. Deteksi akan
ditingkatkan dengan sentrifugasi dandengan
melakukan pemeriksaan sedimen. Kuantifikasi ini bisa dilakukanmenggunakan filtrasi melalu
i membran Nucleopore dari volume standar urin diikuti oleh jumlah telur pada
membran. Biopsi jaringan (biopsi rektal untuk semua jenis dan biopsi kandung
kemih untuk parasit S. haematobium) dapat menunjukkan adanya telur ketika
pemeriksaan tinja atau urin negatif.
              Telur S. japonicum kecil, sehingga diagnose  teknik konsentrasi mungkin
diperlukan. Biopsi sebagian besar dilakukan untuk menguji schistomiasis kronis tanpa telur. 
              Tes  dengan metode ELISA dapat juga dilakukan untuk menguji antibodi yang
spesifik untuk schistosomes. Hasil positif menunjukkan infeksi saat ini atau terakhir (dalam
dua tahun terakhir).Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk menilai sejauh mana
morbiditas  hati dan limpa  terkait (Tie-Wu Jia et al, 2007). Masalah
dengan metode immunodiagnostic adalah bahwa Hanya positif waktu tertentu setelah
infeksi dan Mereka bisa menyeberang atau berinteraksi dengan infeksi cacingan lainnya
(Robert et al, 2005).
i)     Pengobatan

              Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan prazikuantel. Selain itu dapat
juga digunakan natrium antimony tartrat. Obat lainnya tidak memberikan hasil yang
memuaskan karena sebenarnya tidak ada obat khusus untuk parasit ini. Obat-obatan yang
akan menyebabkan terlepasnya pegangan cacing dewasa pada pembuluh darah, sehingga
akan tersapu ke dalam hati oleh sirkulasi portal. (Onggowaluyo, 2001)

j)     Pencegahan

              Kontrol infeksi Schistosoma japonicum memerlukan beberapa upayapencegahan


penting  yang terdiri dari pendidikan, menghilangkan penyakit dari orang yang terinfeksi,
pengendalian vektor dan memberikan vaksin pelindung. (Robert et al, 2005)
              Pendidikan dapat menjadi cara yang sangat efektif, tetapi sulit dengan kurangnya
sumber daya. Dilakukan juga, meminta orang untuk mengubah kebiasaan, tradisi dan
perilaku dapat menjadi tugas yang sulit (Robert et al, 2005).  
              Mengontrol S. japonicum dengan molluscicide telah terbukti tidak
efektif karenaOncomelania bekicot amfibi dan air hanya sering untuk bertelur (Robert et al,
2005).
              Kotoran manusia harus dibuang secara higienis. Kotoran manusia di dalam air bila
bertemu dengan hospes  intermediet siput Oncomelania  merupakan penyebab
utama untuk kelangsungan hidup cacing  schistosoma. Maka, kotoran sisa  manusia tidak
boleh digunakan untuk nightsoiling (pemupukan tanaman dengan kotoran manusia). Untuk
menghindari infeksi, individu harus menghindari kontak dengan air yang terkontaminasi
oleh kotoran manusia atau hewan, sumber air terutama yang
endemik untuk siput Oncomelania (Robert et al, 2005).
              Sesaat sebelum memasuki perairan atau daerah air yang
berpotensi terinfeksi, repellants cercarial dan salep cercaricidal dapat diterapkan pada
kulit sebelum masuk air. Barrier krim dengan basis dimethicone ditawarkan perlindungan
tingkat tinggi selama minimal 48 jam (Ingram R.J et al, 2002). Pencarian untuk
vaksin praktis terus dan sangat dapat mengambil manfaat daerah bencana (Robert et al, 2005

1. SCHISTOSOMA JAPONICUM
Ini adalah cacing yang lebih berbahaya daripada
cacing schistosoma yang dikenal di Mesir. Dan babi adalah satu-satunya binatang yang
mengandung cacing ini. Cacing ini dapat menyerang manusia apabila mereka menyentuh atau
mencuci dengan air yang mengandung larva cacing ini yang biasanya datang dari kotoran
babi yang masuk ke dalamnya. Cacing ini dapat membakar kulit manusia serta dapat
menyelinap ke dalam darah, paru, dan hati. Cacing ini berkembang sangat cepat, dalam sehari
bisa mencapai lebih dari 20000 telur, yang dapat membakar kulit, lambung dan hati,
terkadang dapat menyerang otak dan saraf tulang belakang yang bisa menyebabkan
kelumpuhan dan kematian.
 Taksonomi
Kingdom   : Animalia
Phylum      : Platyhelminthes
Class         : Trematoda
Subclass    : Digenea
Order         : Strigeidida
Genus         : Schistosoma
Species       : S. japonicum

 Hospes
         Hospes reservoir : rusa, babi hutan, sapi, anting dan tikus sawah
         Hospes perantara : keong air (Oncomelania hupensis linduensis)

 Nama Penyakit
Jika cacing ini menulari manusia, maka akan menyebabkan penyakitschistosomosis,
skistosomiasis japonika, penyakit katayama atau penyakit demam keong yang menjadi salah
satu masalah kesehatan masyarakat terbesar di Asia dan Afrika.
Seseorang yang menderita penyakit ini akan mengalami kerusakan hati, kelainan jantung,
limpa, ginjal, dan kantung kemih.

 Lingkaran Hidup
Orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air. Air kencing atau
kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing pindah ke keong, Cacing
muda pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian, orang yang mencuci atau berenang di
air di mana orang yang terinfeksi pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan
terinfeksi.
Cacing atau serkaria (bentuk infektif dari cacing Schistosoma) menginfeksi dengan
cara menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung serkaria.
Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit,
larva ini kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke
jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistem peredaran
darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati. 
Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung
kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina meletakkan telur di
pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan
dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam
tinja atau urin. Telur menetas di dalam air; dan larva yang keluar disebut mirasidium.
Mirasidium ini kemudian masuk ke tubuh keong air dan berkembang menjadi serkaria.

 Gejala Klinis
Kelainan tergantung dari beratnya infeksi. Kelainan yang ditemukan pada stadium I adalah
gatal-gatal (uritikaria). Gejala intoksikasi disertai demam hepatomegali dan eosinofilia 
tinggi.
Pada stadium II ditemukan pula sindrom disentri. Pada stadium III atau stadium
menahun ditemukan sirosis hati dna splenomegali; biasanya penderita menjadi lemah
(emasiasi). Mungkin terdapat gejala saraf, gejala paru dan lain-lain.

 Morfologi
  Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5 cm dan yang betina kira-kira 1,9 cm,
hidupnya di vena mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan juga di
alat-alat dalam seperti hati, paru, dan otak.

 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi
hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT
(Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody
test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay).

DAUR HIDUP

Anda mungkin juga menyukai