Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti

daun,dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan

dan betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada trematoda darah

(Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil

isap perut di bagian posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada

umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara pertama dan hewan lain

(ikan,cructacea,keong) ataupun tumbuh-tumbuhan lain sebagai hospes perantara

kedua. Manusia atau hewan vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya.

Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam,ada

yang di usus,hati,paru-paru dan darah.

Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina,

Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di

Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan

Sulawesi, Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitive cacing

trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi, tikus, burung, musang,

harimau dan manusia.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 1


Menurut lokasi berparasitnya cacing Trematoda dikelompokkan sebagai

berikut :

1. Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S.

Japonicum

2.   Trematoda paru: Paragonimus westermani

3. Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E.

Ilocanum

4. Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.

2. Tujuan

 Mengetahui jenis dari trematoda pembuluh darah.

 Mengetahui segala sesuatu tentang Schistosoma japonicum.

 Mengetahui segala sesuatu tentang Schistosoma mansoni.

 Mengetahui segala sesuatu tentang Schistosoma haemotobium.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 2


BAB II

PEMBAHASAN

1. Schistosoma japonicum

a. Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelminthes

Kelas               : Trematoda

Subkelas          : Digenea

Ordo                : Strigeidida

Genus              : Schistosoma

Spesies           : Schistosoma japonicum

                                             

b. Hospes dan Nama Penyakit

              Hospes utamanya adalah manusia dan beberapa jenis hewan seperti tikus

sawah, babi hutan, sapi dan anjing hutan. Hospes perantara dari cacing ini adalah

keong air ( Oncomelania sp ) dan di Indonesia yaitu keong airOncomelania

hupensis lindoensis. Habitat keong air yang berada di Danau Lindu adalah di

daerah ladang, sawah yang tidak terpakai lagi, parit diantara sawah dan di daerah

hutan perbatasan bukit, serta dataran rendah.

              Manusia merupakan hospes definitive Schistosoma japonicum (oriental

blood fluke), sementara babi, anjing, kucing, kerbau, sapi, kambing, kuda, dan

rodensia merupakan hospes reservoir.  Membutuhkan hospes perantara siput air

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 3


tawar spesies Oncomelania nosophora, O. hupenis, O. formosona, O. hupensis

lindoensis di danau lindu (Sulawesi tengah) dan O. quadrasi. Siput ini berukuran

kecil, operculate, bersifat amphibi serta dapat bertahan hidup beberapa bulan

dalam keadaan yang relative kering.

              Parasit ini akan menyebabkan penyakit yaitu Oriental schistosomiasis,

Schistosomiasis japonica dan penyakit Katayama atau demam keong.

c. Morfologi

1.  Telur

 Telur berhialin

 Subsperis atau oval dilihat dari

lateral, dekat salah satu kutub

terdapat daerah melekuk tempat

tumbuh semacam duri rudimenter

(tombol)

 Berukuran  (70-100) × (50-65) mm

 Telur diletakkan dengan memusatkannya pada vena kecil pada

submukosa atau mukosa organ yang berdekatan

 Tempat telur S. japonicum biasa pada percabangan vena

mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus

 Telur lebih besar dan lebih bulat disbanding jenis lainnya

 Tulang belakang di telur S. japonicum lebih kecil dan kurang

mencolok dibandingkan spesies lainnya.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 4


2. Cacing dewasa

 Cacing jantan,

panjang 12-20

mm, diameter

0,50-0,55 mm.

 Integument

ditutupi duri-duri

sangat halus dan

lancip, lebih menonjol pada daerah batil isap dan kanalis

ginekoporik, memiliki (6-8) buah testis.

 Cacing betina, panjang ± 26 mm dengan diameter ± 0,3 mm

 Ovarium dibelakang pada pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria

terbatas di daerah lateral ¼ bagian posterior tubuh.

 Uterus merupakan saluran yang panjang dan urus berisi 50-100

butir telur.

d. Distribusi geografik

              Parasit S. japonicum ditemukan di Asia terutama di Cina, Filipina,

Jepang (saat ini sudah tidak ditemukan lagi karena program pengendalian telah

sukses dilaksanakan). Indonesia dapat ditemukan dibeberapa lembah yang

terisolasi di Sulawesi Tengah (sekitar Danau Lindu pada tahun 1937 dan Lembah

Napu ditemukan tahun 1972. ( Departement of parasitology Univ.

Cambridge,2010)

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 5


e. Siklus Hidup

              Schistosoma hidup terutama di dalam  vena mesenterika superior, di

tempat ini  betina menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau meninggalkan

yang jantan untuk bertelur di dalam venula-venula mesenterika kecil pada dinding

usus. Telur berbentuk oval hingga bulat, dan memerlukan waktu beberapa hari

untuk berkembang menjadi mirasidium matang di dalam kulit telur. Massa telur

menyebabkan tekanan pada dinding venula yang tipis, yang biasanya dilemahkan

oleh sekresi dari kelenjar histolitik mirasidium yang masih berada di dalam kulit

telur. Dinding itu kemudian sobek, dan telur menembus lumen usus yang

kemudian keluar dari tubuh. Pada infeksi berat, beribu-ribu cacing ditemukan di

dalam pembuluh darah.

              Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva menembus jaringan

lunak dalam 5-7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua sporokista.

Pada perkembangan selanjtunya dibentuk cercaria yang bercabang. Cercaria ini

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 6


dikeluarkan jika siput berada pada atau di bawah permukaan air. Dalam waktu 24

jam, cercaria menembus kulit sebagai hasil kerja kelenjar penetrasi yang

menghasilkan enzim proteolitik, menuju jalinan kapiler, ke dalam sirkulasi vena

menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa sampau ke jantung kiri menuju

sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini diambil oleh

schistosomula (schistosoma muda) pada migrasi mereka dari paru-paru ke hati.

Mungkin seperti S. mattheei, schistosomula merayap melawan aliran darah

sepanjang dinding A. Pulmonalis, jantung kanan, dan vena cava menuju ke hati

melalui vena hepatica. Infeksi dapat bertahan untuk jangka waktu yang tidak

terbatas, dapat mencapai 47 tahun. 

              Penetasan berlangsung di dalam air. Walaupun Ph, kadar garam, suhu,

dan aspek lainnya penting, faktor-faktor di dalam telur berperan utama dalam

proses penetesan. Migrasi Schistosoma japonicum ke dalam tubuh dimulai dari

masuknya cacing tersebtu ke dalam pembuluh darah kecil, kemudian ke jantung

dan sistem peredaran darah. Cacing yang sedang migrasi biasanya tidak atau

sedikit menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang terjadi reaksi hebat,

misalnya pneumonia akibat masuknya cacing ke dalam paru. Schistosoma

japonicum merupakan penyakit yang ebih berat dan destruktif daripada penyakit

yang disebabkan oleh dua spesies lain yang biasa menginfeksi manusia

f. Epidemiologi

Schistosoma japonicum adalah satu-satunya trematoda darah pada

manusia yang kebetulan ditemukan  di Cina. Ini adalah

penyebab schistosomiasis japonica, penyakit yang masih tetap menjadi

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 7


masalah kesehatan yang signifikan terutama di daerah danau dan tanah

rawa. Schistosomiasis adalah infeksi yang disebabkan terutama oleh tiga spesies

schistosome berikut yaitu Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum dan

Schistosoma haematobium. S. Japonicum yang memiliki sifat

paling menular diantara ketiga spesies tersebut. 

              Infeksi oleh cacing schistosomes diikuti dengan demam Katayama akut.

Catatan sejarah penyakit Katayama menunjukan kembali penemuan S. Japonicum

di Jepang pada tahun 1904. Penyakit ini dinamai sesuai dengan daerah endemic

tersebut yaitu Katayama, Hiroshima, Jepang.

              Jika tidak diobati, ia akan berkembang menjadi suatu kondisi kronis yang

ditandai dengan penyakit hepatosclemic dan perkembangan fisik dan kognitif

terganggu. Tingkat keparahan Schistosoma japonicum muncul dalam 60% dari

semua penyakit saraf di Schistosomes karena migrasi telur ke otak. 

              Strain bersifat geographical. Telah diketahui ada 2 strain, yaitu strain

Thailand-malasyia dan strain Sulawesi. Terdapat perbedaan pada kedua strain

tersebut, yaitu pada tuan rumah yang sesuai. Di Indonesia, di pulau Sulawesi,

keadaan endemic tinggi di daerah danau lindu. Pada tahun 1971 dari pemeriksaan

tinja terdapat infeksi s. japonicum 53 % dari 126 orang penduduk pada usia antara

7-70 tahun, dan di lembah Napu dilaporkan infection rate 8 dan 12 % pada dua

desa serta 7 % pada Ratus exulans, tikus liar .

g. Patologi dan Gejala Klinis

              Setelah parasit memasuki tubuh inang dan memproduksi telur, parasit

menggunakan system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi telur ke

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 8


dalam usus. Telur merangsang pembentukan granuloma di sekitar mereka.

Granuloma yang terdiri dari sel motil membawa telur ke dalam lumen usus.

Ketika dalam lumen, sel granuloma membubarkan meninggalkan telur untuk

dibuang dalam feses. Sayangnya sekitar 2/3 dari telur tidak dikeluarkan,

sebaliknya mereka berkembang di usus. Hal ini dapat menyebabkan fibrosis. Pada

kasus kronis,  adalah pathogen sebagian besar Schinostoma japonicum  spesies

Schistosoma karena memproduksi hingga 3000 telur per hari, sepuluh kal lebih

besar dari Schistosoma mansoni. 

              Sebagai penyakit kronis, parasit ini dapat menyebabkan demam

Katayama, fibrosis hati, sirosis hati, hipertensi hati portal, spinomegali dan

ascites. Beberapa telur mungkin lewat hati dan masuk paru-paru, system saraf dan

organ lain di mana mereka dapat memengaruhi kesehatan individu yang terinfeksi.

h. Diagnosis

              Identifikasi mikroskopis telur dalam tinja atau urin adalah metode yang

paling praktis untuk diagnosis. Pemeriksaan feses harus dilakukan ketika infeksi

S. mansoni atau S. japonicum dicurigai, dan pemeriksaan urin harus dilakukan

jika diduga terinfeksi S. haematobium. Telur dapat berada dalam tinja pada

infeksi semua spesies Schistosoma.

              Pemeriksaan dapat dilakukan pada Pap sederhana ( pap untuk 1 sampai

2 mg feces). Sejak telur dapat ditularkan sebentar-sebentar atau dalam jumlah

kecil, deteksi mereka akan ditingkatkan dengan pemeriksaan ulang dan

ataumelakukan prosedur konsentrasi (seperti formalin - teknik etil asetat). Selain

itu, untuk melakukan  survei lapangan dan tujuan yang diteliti, keluaran

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 9


telur dapat diukur dengan menggunakan teknik Kato-Katz (20 sampai 50

mg feces) atau teknik Ritchie. Telur dapat ditemukan dalam urin pada infeksi

dengan S. haematobium (waktu yang disarankan untuk koleksi antara siang dan 3

sore) dan dengan S.japonicum. Deteksi akan ditingkatkan dengan sentrifugasi dan

dengan melakukan pemeriksaan sedimen. Kuantifikasi ini bias dilakukan

menggunakan filtrasi melalui membran Nucleopore dari volume standar urin

diikuti oleh jumlah telur pada membran. Biopsi jaringan (biopsi rektal untuk

semua jenis dan biopsi kandung kemih untuk parasit S. haematobium)

dapat menunjukkan adanya telur ketika pemeriksaan tinja atau urin negatif.

              Telur S. japonicum kecil, sehingga diagnose  teknik konsentrasi mungkin

diperlukan. Biopsi sebagian besar dilakukan untuk menguji schistomiasis kronis

tanpa telur. 

              Tes dengan metode ELISA dapat juga dilakukan untuk menguji 

antibodi yang spesifik untuk schistosomes. Hasil positif menunjukkan infeksi saat

ini atau terakhir (dalam dua tahun terakhir).Pemeriksaan ultrasonografi dapat

dilakukan untuk menilai sejauh mana morbiditas  hati dan limpa  terkait. Masalah

dengan metode immunodiagnostic adalah bahwa Hanya positif waktu tertentu

setelah infeksi dan Mereka  bisa menyeberang atau berinteraksi dengan infeksi

cacingan lainnya.

i. Pengobatan

              Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan prazikuantel. Selain itu

dapat juga digunakan natrium antimony tartrat. Obat lainnya tidak memberikan

hasil yang memuaskan karena sebenarnya tidak ada obat khusus untuk parasit ini.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 10


Obat-obatan yang akan menyebabkan terlepasnya pegangan cacing dewasa pada

pembuluh darah, sehingga akan tersapu ke dalam hati oleh sirkulasi portal.

2. Schistosoma mansoni

a. Klasifikasi

Kingdom     : Animalia

Phylum        : Platyhelminthes

Class           : Trematoda

Subclass      : Digenea

Order          : Strigeidida

Genus         : Schistosoma

Species      : Schistosoma mansoni

b. Hospes dan nama penyakit

Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya

adalah kera Baboon dan hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air

tawar genus Biomphalaria sp dan Australorbis sp. Habitat cacing ini adalah vena

kolon dan rektum. Pada manusia cacing ini dapat menyebabkan schistomiasis

usus,disentri mansoni.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 11


c. Morfologi

1. Telur

 Ukuran 150 μm

 Bentuk oval dengan salah

satu kutubnya membulat dan

yang lain lebih meruncing.

 Spina terletak lateral dekat

dengan bagian yang

membulat,besar dan

berbenutuk segitiga.

 Kulit sangat tipis dan halus.

 Warna kuning pucat.

 Berisi embrio besar bersilia,diliputi membran (kulit dalam)

2. Cacing dewasa

 Tubuhnya tertutup

kulit yang

mempunyai

tuberkel kasar.

 Cacing jantan

panjangnya 6,4 –

12 mm,

mempunyai 8 – 9

testis.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 12


 Cacing betina panjangnya 7,2 – 17 mm,ovarium terletak di

pertengahan tubuh bagian anterior

d. Distribusi Geografik

Cacing ini ditemukan di Afrika, berbagai negara Arab(Mesir), Amerika

Selatan dan Tengah.

e. Siklus hidup

Manusia terinfeksi oleh serkaria di air tawar melalui penetrasi pada kulit.

Serkaria masuk tubuh melalui sirkulasi vena ke jantung, paru-paru dan sirkulasi

portal. Setelah tiga minggu serkariamatang dan mencapai vena mesenterika

superior usus halus lalutinggal disana serta berkembang biak.

Telur yang dikeluarkan oleh cacing betina di dalamusus menembus

jaringan sub mukosa dan mukosa lalu masuk kedalam lumen usus dan keluar

bersama tinja.Telur yang berada di air tawar menetas dan melepaskan mirasidium

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 13


yang kemudian berenang bebas mencari hospesperantaranya yaitu keong. Dalam

tubuh keong mirasidiumberkembang menjadi sporokista 1 dan 2 kemudian

menjadi larvaserkaria yang ekornya bercabang. Serkaria selanjutnya akan mencari

hospes definitif dalam waktu 24 jam.

f. Patologi dan Gejala Klinis

Patologi yang berhubungan dengan infeksi dengan Schistosma mansoni.

Dapat dibagi menjadi dua bidang utama, yaitu schistosomiasis akut dan kronis.

Schistosomiasis akut bisa disebut juga demam Katayama. Hal ini terkait dengan

timbulnya parasitbetina bertelur (sekitar 5 minggu setelah infeksi), dan

pembentukan granuloma sekitar telur terdapat di hati dan dinding

usus,menyerupai hepatosplenomegali dan leukositosis dengan eosinofilia,mual,

sakit kepala, batuk, dalam kasus yang ekstrim diare disertaidengan darah, lendir

dan bahan nekrotik. Gejala kronis akan tampak beberapa tahun setelah infeksi.

Gejalanya seperti peradangan padahati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-

paru).

g. Diagnosis 

Diagnosis dapat ditentukan dengan menemukan telur didalam tinja.

Beberapa cara untuk melakukan beberapa cara sepertisediaan hapus langsung dari

tinja (metode Kato) maupun dengancara sedimentasi (0,5 % gliserin dalam air).

Bila dalam tinja tidak ditemukan telur diagnosis dapat dilakukan dengan tes

serologi,sedangkan untuk menemukan telur yang masih segar dalam hati dan usus

dapat dilakukan dengan teknik digesti jaringan.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 14


h. Pengobatan

Natrium antimonium tartrat cukup efektif untuk pengobatan penyakit yang

diakibatkan oleh parasit ini. Stibovendapat diberikan secara intramuskuler.

Nitridiasol juga efektif tetapibukan sebagai obat pilihan. Obat lain yang cukup

baik diberikan proral adalah oksamniquin dan nitrioquinolin.

3. Schistosoma haematobium

a. Klasifikasi

Kingdom        : Animalia

Phylum           : Platyhelminthes

Class              : Trematoda

Subclass        : Digenea

Order            : Strigeidida

Genus           : Schistosoma

Species         : Schistosoma haematobium

b. Hospes dan nama penyakit

Hospes definitif adalah manusia.Cacing ini menyebabkan  Schistosomiasis

kandung kemih dan Schistosomiasis usus. Babon dan kera ain dilaporkan sebagai

hospes reservoar.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 15


c. Morfologi

1. Cacing dewasa

 Cacing jantan, gemuk,

berukuran 10-15 x 0,8-

1 mm.

 Ditutupi integumen

tuberkulasi kecil,

memiliki 2 batil isap

berotot, yang ventral

lebih besar.

 Di sebelah belakang batil isap ventral, melipat ke arah ventral

sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis ginekoporik.

 Persis di belakang batil isap ventral terdapat 4-5 buah testis

besar. Porus genitalis tepat di bawah batil isap ventral.

 Cacing betina, panjang silindris, ukuran 20 x 0,25 mm.

 Batil isap kecill, ovarium terletak posterior dari pertengahan

tubuh.

 Uterus panjang; sekitar 20-30 telur berkembang pada satu saat

dalam uterus

 Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung

kemih.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 16


 Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat

kelamin dan rektum.

d. Distribusi geografik

Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol, dan berbagai negara Arab (timur

tengah, Lembah Nil); tidak ditemukan di Indonesia

e. Siklus hidup

Berawal dari orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di

air. Air kencing atau kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan

cacing pindah ke keong, Cacing muda pindah dari keong ke manusia. Dengan

demikian, orang yang mencuci atau berenang di air di mana orang yang terinfeksi

pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.

Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam

bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 17


tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan

berubah menjadi cacing.

Cacing atau cercaria (bentuk infektif dari cacing Schistosoma)

menginfeksi dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam

air yang mengandung cercaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10

menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dalam

kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru

dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke

cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati.

Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena

kandung kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina

meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh

darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung

kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di

dalam air dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian

masuk ke tubuh keong air dan berkembang menjadi cercaria.

f. Patologi dan gejala klinik

Kelainan terutama ditemukan di dinding kandung kemih. Penyakit ini

seringkali tidak memperlihatkan tanda-tanda awal. Di beberapa tempat tanda-

tanda umum yang sering terlihat adalah adanya darah di dalam air kencing atau

kotoran. Pada wanita tanda ini bisa juga disebabkan oleh adanya luka pada alat

kelaminnya. Di daerah di mana penyakit ini banyak terjadi, orang yang

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 18


memperlihatkan sekedar gejala-gejala yang tidak parah atau hanya sekedar sakit

perut saja, patut diperiksa.

g. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalamtinja atau jaringan

biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologidapat dipakai untuk membantu

menegakkan diagnosis. Reaksiserologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval

precipitin test),IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement

fixationtest), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linkedimmuno

sorbent assay).

h. Pengobatan

Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah mengurangi dan

mencegah kesakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat

yang efektif,berbagai jenis obat telah dipakai untuk mengobati penderita

schistosomiasis, misalnya, hycanthone,niridazole, antimonials, amocanate dsb.

Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini obat

yang dipakai adalah Praziquantel.

Praziquantel sangat efektif terhadap semua bentuk schistosomiasis, baik

dalam fase akut, kronik maupun yang sudah mengalami splenomegali atau bahkan

yang mengalami komplikasi lain. Obat tersebut sangat manjur, efek samping

ringan dan hanya diperlukan satu dosis yaitu 60 mg/kg BB yang dibagi dua dan

diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam.

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 19


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit

parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus

Schistosoma.

Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing

pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan

nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih

dan pendarahan.

1. Schistosoma japonicum : menginfeksi usus dan hati.

2. Schistosoma mansoni : menginfeksi usus dan hati. Menyebar luas

di Afrika dan satu-satunya schistosome di daerah barat.

3. Schistosoma hematobium : menginfeksi saluran kemih (termasuk

kantung kemih).

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 20


Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum

ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi

Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko

tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang.

DAFTAR PUSTAKA

 https://id.wikipedia.org/wiki/Schistosomiasis

 http://schistosoma-haematobium.html

 http:// makalah-schistosoma-japonikum.html

 http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/gallery.html

 http://www.hmpd-untad.org/wp-

content/uploads/2015/02/Schistosomiasis.pdf

 http://www.academia.edu/4092737/TREMATODA_DARAH_SCHISTOS

OMA

Parasitologi II Genus Schistosoma Page 21

Anda mungkin juga menyukai