Trematoda......................................................................................................2
1. Trematoda hati...................................................................................3
Opisthorchis viverrine.........................................................................3
2. Trematoda usus...................................................................................4
3. Trematoda darah................................................................................. 5
Schistosoma haematobium..................................................................5
Castoda.........................................................................................................8
1. Diphyllobothrium Latum....................................................................8
2. Hymenolepis diminuta......................................................................11
3. Hymenolepis nana.............................................................................14
4. Dipylidium caninum.........................................................................17
Cysticercosis...........................................................................................20
1
Trematoda
Trematoda atau disebut juga cacing isap adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang
belakang yang termasuk dalam filum Platyhelminthes. Jenis cacing Trematoda hidup sebagai
parasit pada hewan dan manusia. Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk
seperti daun, pipih, melebar ke anterior. Mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut yang
besarnya hampir sama. Fasciola sp terdiri dari pharinx yang letaknya di bawah oral. Cacing
jenis ini tidak mempunyai anus dan alat eksresinya berupa sel api.
1. Trematoda hati
adalah cacing yang secara morfologi berbentuk seperti daun, pipih, melebar ke anterior.
Mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut yang besarnya hampir sama. Fasciola sp
terdiri dari pharinx yang letaknya di bawah oral.
Opisthorchis viverrine
Opisthorchis Viverrini, dikenal dengan cacing hati di Asia Tenggara, adalah parasit
trematoda dari family Opisthorchiidae yang menyerang daerah saluran empedu. Infeksi
diperoleh ketika orang menelan ikan mentah atau setengah matang. Hal ini
menyebabkan opisthorchiasis disebut juga penyakit(clonorchiasis).
Hospes: Manusia
Siklus hidup:
2
Marfologi:
Ukuran :7 – 12 mm
Cara infeksi : makan ikan yang mengandung metaserkaria yg dimasak kurang matang.
Hospes : manusia.
Penyakit : opistokiasis
Diagnosanya pada dasarnya dengan menemukan telur dalam tinja atau dari drainase
duodenum.
Cara pengobatan :
Health education : tidak memakan ikan yang tidak dimasak sampurna untuk
http://ariawanputu2.blogspot.co.id/2013/12/tematoda-opistorchis-viverini-dan.html https://en.
3
2. Trematoda usus
Trematoda usus yang berperan dalam kedokteran adalah dari keluarga fasciolidae,
echinostomatidae dan heterophyidae. dalam daur hidup trematoda usus tersebut, seperti pada
trematoda lain, diperlukan keong sebagai hospes perantara I, tempat mirasidium tumbuh
menjadi sporokista, berlanjut menjadi redia dan serkaria. serkaria yang di bentuk dari redia,
kemudian melepaskan diri untuk keluar dari tubuh keong dan berenang bebas dalam air.
tujuan akhir serkario tersebut adalah hospes perantara II, yang dapat berupa keong jenis yang
lebih besar, bebrapa jenis ikan air tawar atau tumbuh-tumbuhan air. Manusia mendapatkan
penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara II yang tidak di masak sampai
matang.
Diagnosis
Sering gejala klinis seperti di atas di dapatkan di suatu daerah pada ademi, cukup untuk
menunjukan adanya penderita fasiolopsiasis namun diagnosa pasti dengan menemukan telur
dalam tinja.
Diagnosis
Sering gejala klinis seperti di atas di dapatkan di suatu daerah pada ademi,cukup untuk
menunjukan adanya penderita fasiolopsiasis namun diagnosa pasti dengan menemukan telur
dalam tinja. https://www.edudetik.com/2014/03/makalah-cacing-usus-trematoda-usus.htm
4
3. Trematoda darah
Trematoda darah adalah salah satu trematoda yang habitanya di dalam darah, trematoda
darah merupakan trematoda yang termasuk golongan anhermaprodit (organ genital
terpisah). Spesies-spesies penting dan dapat menimbulkan penyakit pada manusia adalah
Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium. Ketiga
spesies tersebut mempunyai kemiripan pada lingkaran hidup dan perubahan-perubahan
patologis pada hospes, tetapi berbeda dalam morfologi cacing dewasa, telur, larva, jenis
keong sebagai hospes perantara dan tempat hidupnya di dalam hospes definitif.
Schistosoma haematobium
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Family : Schistosomatidae
Genus : Schistosoma
Morfologi
Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1
mm. Ditutupi integumen tuberkulasi kecil, memiliki dua betil isap
berotot, yang ventral lebih besar. Di sebelah belakang batil isap ventral, melipat ke
arah ventral sampai ekstremitas kaudal,
5
membentuk kanalis ginekoporik. Di belakang batil isap ventral terdapat 4-5 buah
testis besar. Porus genitalis tepat di bawah batil isap ventral. Cacing betina
panjang silindris, ukuran 20x0,25 mm. Batil isap kecil, ovarium terletak posterior
dari pertengahan tubuh. Uterus panjang, sekitar 20-30 telur berkembang pada saat
dalam uterus. Kerusakan dinding pembuluh darah oleh telur mungkin disebabkan
oleh tekanan dalam venule, tertusuk oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis
yang keluar melalui pori kulit telur sehingga telur dapat merusak dan
menembus dinding pembuluh darah.
Siklus hidup
Orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air, air kencing atau kotoran
mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing pindah ke keong, cacing
muda pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian, orang yang mencuci atau berenang
di air di mana orang yang terinfeksi pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia
akan terinfeksi.Cacing atau serkaria (bentuk infektif dari Schistosoma haematobium)
menginfeksi dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk kedalam air yang
mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah
serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dlaam kapiler darah, mengalir
dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian
masuk ke system peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa
di hati.
6
Schistosoma haematobium (sumber :http://www.cdc.gov/)
Gejala klinis hampir sama dengan Schistosomiasis japonicum terutama pada stadium
inkubasi, yang membedakannya adalah pada stadium oviposition dan stadium proliferasi
penyembuhan. Pada stadium ini gejala dapat berupa rasa sakit atau panas pada waktu
kencing, keluar nanah pada akhir kencing, sakit di daerah supra pubical dan perianal, sering
kencing dan hematuria.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada pemeriksaan urine atau dengan
pemeriksaan serologis secara fiksasi komplemen.
Pencegahan :
Hindari berenang di sungai/danau air tawar terutama di daerah yang banyak terjadi
kasus schistosomiasis.
Berenang di laut atau di kolam renang yang sudah sudah diberi kaporit atau klorin
aman dari schistosomiasis.
Tidak kencing sembarangan terutama di sungai
Memasak air sampai matang sebelum diminum
Melakukan pengobatan pada penderita untuk mencegah terjadinya siklus hidup
Pengobatan :
Praziquantel dengan dosis 40 mg/kg berat badan dalam 3 dosis pada satu hari secara peroral.
Sumber : https://medlab.id/schistosoma-haematobium/
7
Cestoda
1. Diphyllobothrium Latum
Morfologi
a. Berwarna gading
b. Panjang sampai 10 m
c. Terdiri dari 3000-4000 prologtid; tiap proogtid terdiri dari alatk elamin jantan dan betina yang
lengkap
Ciri-ciri Telur
8
b. Berukuran 70×45 mikron
Cacing dewasa memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung telur) dan
panjang nya sampai 10 meter, menempe lpada dinding intestinum dengan scolex. Panjang
scolex dengan lehernya 5-10 mm jumlah proglottidnya bisa mencapai 3.000 atau lebih. Satu
cacing bias mengeluarkan 1.000.000 (satujuta) telur setiap harinya .Telurnya dikeluarkan dari
proglotid di dalam usus dan dibuang melalui tinja.Telu rakan mengeram dalam air tawar dan
menghasilkan embrio, yang akan termakan olehk rustasea (binatang berkulit keras seperti
udang, kepiting). Selanjutnya krustaseadi makan oleh ikan. Manusia terinfeksi bila memakan
ikan air tawar terinfeksi yang mentah atau yang dimasak belum sampai matang.
Siklus Hidup
SiklusHidup DiphyllobothriumLatumhttps://sarihandayani010203.blogspot.com/2019/05/mak
alah-parasitologi-diphyllobothrum.html
Telur Diphyllobothrium latum harus jatuh ke dalam air agar bias menetas menjadi
coracidium. Coracidium (larva) ini harus dimakan oleh Cyclops atau Diaptomus untuk bisa
melanjutkan siklus hidupnya.Di dalam tubuh Cyclopslarva akan tumbuh menjadi larva
procercoid.Bila Cyclops yang mengandung larva precercoid di makan oleh ikantertentu
(intermediate host kedua), maka larva cacing akan berkembang menjadi plerocercoid.
Plerocercoid ini akan berada didalam daging ikan.Bila daging ikan yang mengandung
plerocercoid ini dimakan manusia, maka akan terjadi penularan. Di dalam intestinum
manusia, plerocercoid akan berkembang menjadi cacing dewasa.
9
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan :Animalia
Divisi :Platyhelminthes
Kelas :Cestoda
Subkelas :Eucestoda
Memesan :Pseudophyllidea
Keluarga :Diphyllobothriidae
Marga :Diphyllobothrium
Penyebab
Cacing pita dewasa Diphyllobothrium latum.
Hospes definitif: manusia
Hospes reservoar: anjing, kucing, beruang.
Hospesperantara: Siklops, Diaptomus sebagai hospesper antara pertama; Ikan air tawar
(ikan salem) sebagai perantara kedua.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya telur cacing dalam tinja.
Pengobatan
Diberikan niklosamid atau prazikuantel per-oral (melalui mulut).
Obat Atabrin dalam keadaan perut kosong, disertai Na-Bikarbonas, dosis 0,5 gram.
Niclosamid (Yomesan), 4 tablet (2gr) dikunyah setelah makan hidangan ringan.
Paromomisin, 1 gram aetiap 4 jam sebanyak 4 dosis
Prazikuantel dosis tunggal 10 mg/kg BB
Pencegahan
Memasakikan air tawar sampai betul-betul matang atau membekukannya sampai 10 derajat
Celsius.
https://sarihandayani010203.blogspot.com/2019/05/parasitologi-diphyllobothrum.html
10
2. Hymenolepis diminuta
Hymenolepis diminuta merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang
hidup dalam usus tikus dan manusia.Nama lain dari Hymenolepis diminutaadalah cacing
pita tikus, the rat tape worm, dan Taenia diminuta.Hospes defenitif dari Hymenolepis
diminuta yaitu manusia dan tikus, hospesperantarapinjal, tikus, dan kumbang. Cacing
ini dapat menyebabkan penyakit Hymenolepiasis diminuta.
Klasifikasi
Filum:Platyhelminthes
Kelas:Cestoidea
Sub kelas:Cestoda
Ordo: Cyclophyllidea
family: Hymenoplepididae
Genus: Hymenolepis
Spesies: Hymenolepis diminuta
Morfologi
Cacing dewasa berukuran 10-60 cm, lebarnya 3-5 mm, lebih besar dari Hymenolepis
nana, mempunyai 800-1000 proglotid. Scolexnya bulat mempunyai rostellum di
puncaknya tanpa kait-kait dan ada 4 batil isap kecil. Proglotid lebarnya jauh lebih
besar dari panjangnya. Panjangnya 0,8 mm, lebarnya 2,5 mm. Proglotid gravid
mengandung 8uterus yang berbentuk kantong, berisi telur yang berkelompok-
kelompok.Telur berukuran 58 x 86 mikron,dinding luar tebal, dinding dalam terdapat
penebalan tanpa filamen,berbeda dengan Hymenolepis nanakarena tidak ada filamen
pada kedua kutubnya. Hospes perantaranya larva pinjal tikus dan kumbang tepung
dewasa. Dalam serangga ini embrio yang keluar dari telurnya berkembang menjadi
cysticercoid. Manusia terinfeksi bila termakan larva pinjal atau kumbang tepung yang
mengandung cysticercoid Ciri-ciri cacing dewasa Hymenolepis diminuta : Cacing dewasa
mempunyai ukuran panjang 300 – 600 mm, lebar 3 – 5 mm dengan 800 – 1000
proglotid/segmen Scolex tanpa rostelum dan kait-kait, mempunyai 4 batil isap Proglotid
mature berbentuk seperti trapesium, mempunyai ovarium multilobus, porus genitalis
disebelah lateral dari tiap segmen dan unilateral
11
Siklus Hidup Hymenolepis diminuta
Telur H. diminuta keluark bersama tinja → tertelan oleh hospes intermedier → onkosfer
menetas dan menembus dinding usus hospes intermedier kemudian berkembang menjadi
larva cysticercoid → infeksi H. diminuta diperoleh hospes definitif setelah menelan yang
membawa larva cysticercoid → larva cysticercoid menempel pada mukosa usus halus →
menjadi cacing dewasa dalam waktu 20 hari
Infeksi parasit Hymenolepis nana dan Hymenolepis diminuta paling sering tanpa gejala.
Iritasi kronis pada mukosa usus dapat mengakibatkan terjadinya lesi. Akibat dari absorbsi
sisa metabolisme parasit akan mengakibatkan keracunan dengan gejala-gejala seperti diare,
enteritis, kataralis, dan alergi. Infeksi berat dapat menyebabkan lemas, sakit kepala,
anoreksia, sakit perut, dan diare.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada sampel feses. Teknik konsentrasi dan
pemeriksaan berulang dapat meningkatkan kemungkinan mendeteksi adanya infeksi ringan.
Pencegahan dan Pengobatan Hymenolepiasis diminuta
Praziquantel, dewasa dan anak-anak, 25mg / kg dalam terapi dosis tunggal. Obat alternatif
dapat menggunakan niclosamide dan nitazoxanide. Dosis niclosamide pada orang dewasa : 2
gram dalam dosis tunggal selama 7 hari; anak-anak 11-34 kg : 1 gram dalam dosis tunggal
pada hari 1 kemudian 500 mg per hari secara oral selama 6 hari; anak-anak > 34 kg : 1,5
gram dalam dosis tunggal pada hari 1 kemudian 1 gm per hari secara oral selama 6 hari.
Dosis nitazoxanide pada orang dewasa : 500 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari; anak-
anak berusia 12-47 bulan : 100 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari; anak-anak 4-11
12
tahun, 200 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari.
Sumber : https://medlab.id/hymenolepis-diminuta/
3. Hymenolepis nana
Hymenolepis nana merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang hidup dalam
usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Hymenolepiasis nana atau dwarf tape worm
infection. Cacing ini tidak memiliki hospes intermedier sehingga disebut dengan non
obligatory intermedier, sedangkan hospes definitifnya adalah manusia. Hymenolepis nana
menginfeksi anak kecil terutama pada tingkat higienis yang rendah.
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Hymenolepididae
Genus : Hymenolepis
13
Siklus Hidup Hymenolepis nana
Sumber : https://medlab.id/hymenolepis-nana/
Telur parasit yang berembrio keluar bersama tinja → telur tertelan oleh serangga →
berkembang menjadi cysticercoid → manusia dan hewan pengerat terinfeksi ketika telur
berembrio atau cysticercoid tertelan → telur melepaskan oncospheres (larva hexacanth) →
menembus vili usus dan berkembang menjadi cysticercoid → masuk ke lumen → melekatkan
diri pada mukosa dan berkembang menjadi cacing dewasa dalam waktu 10 – 12 hari →
cacing dewasa berada pada bagian ileum dari usus halus → telur keluar bersama tinja ketika
keluar dari proglotid gravid atau ketika proglotid gravid hancur dalam usus halus →
autoinfeksi internal dapat terjadi ketika telur melepaskan embrio hexacanth yang menembus
vili usus kemudian melanjutkan siklus infektif tanpa melalui lingkungan eksternal → cacing
dewasa dapat berumur 4 – 6 minggu tetapi autoinfeksi internal memungkinkan infeksi
bertahan selama bertahun-tahun.
Sumber : https://medlab.id/hymenolepis-nana/
14
Ciri-ciri cacing dewasa Hymenolepis nana :
Cacing dewasa mempunyai panjang 25 – 40 mm, lebar ± 1 mm, terdiri atas ± 200
proglotid
Pada scolex terdapat rostelum yang bersifat refraktil (dapat ditarik/ditonjolkan) dan
mempunyai 20 – 30 kait-kait, serta mempunyai 4 batil isap
Porus genitalis terletak unilateral dan pada tepi anterior dari tiap-tiap segmen
Proglotid mature berbentuk seperti trapesium, terdapat 3 testis dan 1 ovarium yang
bilobus
Proglotid gravid terdapat 80 – 100 telur tiap segmen
Sumber : https://medlab.id/hymenolepis-nana/
Infeksi parasit Hymenolepis nana dan Hymenolepis diminuta paling sering tanpa gejala.
Iritasi kronis pada mukosa usus dapat mengakibatkan terjadinya lesi. Akibat dari absorbsi
sisa metabolisme parasit akan mengakibatkan keracunan dengan gejala-gejala seperti diare,
enteritis, kataralis, dan alergi. Infeksi berat dapat menyebabkan lemas, sakit kepala,
anoreksia, sakit perut, dan diare.
15
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada sampel feses. Teknik konsentrasi dan
pemeriksaan berulang dapat meningkatkan kemungkinan mendeteksi adanya infeksi ringan.
Praziquantel, dewasa dan anak-anak, 25mg / kg dalam terapi dosis tunggal. Obat alternatif
dapat menggunakan niclosamide dan nitazoxanide. Dosis niclosamide pada orang dewasa : 2
gram dalam dosis tunggal selama 7 hari; anak-anak 11-34 kg : 1 gram dalam dosis tunggal
pada hari 1 kemudian 500 mg per hari secara oral selama 6 hari; anak-anak> 34 kg : 1,5 gram
dalam dosis tunggal pada hari 1 kemudian 1 gm per hari secara oral selama 6 hari. Dosis
nitazoxanide pada orang dewasa : 500 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari; anak-anak
berusia 12-47 bulan : 100 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari; anak-anak 4-11 tahun,
200 mg peroral dua kali sehari selama 3 hari. Sumber : https://medlab.id/hymenolepis-nana/
4. Dipylidium caninum
Dipylidium caninum merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang sering
menginfeksi anjing dan jarang menginfeksi manusia. Infeksi cacing disebut dipylidiasis dan
sering menginfeksi pada anak-anak terutama yang suka bermain dengan anjing. Hospes
definitif cacing ini adalah anjing dan kucing sedangkan hospes intermediernya golongan
pinjal antara lain Ctenocephalides canis, Ctenocephalides felis, Pulex irritans, dan kutu anjing
Trichodectes canis. Nama lain cacing ini adalah cacing pita anjing, the double ported dog
Tape worm,dan taenia canina.
Kingdom :Animalia
Filum :Platyhelminthes
Kelas :Cestoda
Ordo :Cyclophyllidea
Famili :Dipylidiidae
Genus :Dipylidium
Spesies :Dipylidium caninum
16
Siklus hidup Dipylidium caninum (sumber : https://www.cdc.gov/)
Proglotid gravid keluar bersama tinja hospes definitif → proglotid gravid melepaskan telur
yang berkelompok → telur yang berembrio tertelan oleh hospes intermedier (pada stadium
larva) → onkosfer menetas, menembus dinding usus dan tumbuh menjadi cycticercoid →
hospes intermedier pada stadium tumbuh menjadi kutu dewasa → hospes definitif terinfeksi
jika menelan pinjal yang mengandung cycticercoid → cycticercoid berkembang menjadi
cacing dewasa di usus dalam waktu sekitar 1 bulan.
17
Pada scolex terdapat acetabulum, rostelum yang dapat ditonjolkan dan ditarik ke
dalam, dan kait-kait
Proglotid membesar ditengahnya berbentuk seperti biji labu atau timun, pada strobila
dijumpai 10 – 175 proglotid
Mempunyai 2 set alat kelamin masing-masing dengan atrium genitalis yang bermuara
pada porus genitalis
Porus genitalis dua buah di sisi kanan dan kiri yang letaknya saling berhadapan
(marginal) Uterus terletak ditengah Pada proglotid gravid berisi kantong telur
sebanyak 300 – 400 yang masing-masing berisi 8 – 15 telur.
Sebagian besar infeksi Dipylidium caninum tidak menunjukkan gejala. Hewan peliharaan
dapat menunjukkan perilaku untuk meredakan gatal di dubur dengan cara menggesek daerah
dubur dengan tanah atau rumput. Gangguan gastrointestinal ringan dapat terjadi. Bagian
proglotid dapat ditemukan di daerah perianal, di tinja, popok, dan kadang-kadang di lantai
dan kursi. Proglotid bersifat motil (dapat bergerak dengan sendirinya) ketika baru dikeluarkan
dan sering salah dikira sebagai belatung atau larva lalat.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan proglotid gravid atau kantong telur pada
pemeriksaan tinja.
18
Pencegahan dan Pengobatan Dipylidiasis
Pengobatan Dipylidiasis
Praziquantel, pada orang dewasa dengan dosis 5-10 mg/kg secara oral dalam terapi dosis
tunggal. Praziquantel tidak disetujui untuk pengobatan anak-anak di bawah 4 tahun tetapi
obat ini telah berhasil digunakan untuk mengobati kasus-kasus infeksi D. caninum pada anak-
anak semuda 6 bulan. Niklosamid, untuk pengobatan ulang jika ditemukan proglotid setelah
terapi. Infeksi sembuh sendiri pada manusia dan biasanya hilang secara spontan setelah 6
minggu.
Sumber : https://medlab.id/dipylidium-caninum/
Cysticercosis
Taeniasis dan cysticercosis adalah satu contoh zoonosis berbahaya pada manusia yang
disebabkan oleh infeksi cacing pita dewasa maupun larvanya. Penyakit ini kurang dikenal
oleh masyarakat luas yang lebih mengenal anthrax atau BSE (sapi gila). Untuk kepentingan
kesehatan masyarakat veteriner kiranya perlu memberikan pengetahuan praktis kepada
masyarakat tentang zoonosis, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesehatan
individu/keluarga serta lingkungannya. Tulisan ini bertujuan untuk mengenalkan penyakit
parasit zoonotik taeniasis dan cysticercosis yang meliputi antara lain cara penularan dan
pencegahannya. Pengetahuan tentang penyebarannya di wilayah Indonesia juga dirasa
penting karena tingginya intensitas mobilisasi ternak maupun penduduk.
1. Cacing pita
Jenis cacing pita yang umum menginfeksi manusia di dunia adalah Taenia, Echinococcus,
Diphyllobothrium, Hymenolepis, dan Dipylidium Namun yang bersifat obligatory-
cyclozoonoses adalah Taenia saginata, T. solium, dan T. saginata taiwanensis, karena hanya
manusia sebagai inang definitif yang dapat terinfeksi cacing dewasa. Sedangkan cacing yang
lain inang definitif utamanya adalah karnivora. Tentu saja yang bertindak sebagai inang
antara (infeksi larva) adalah hewan ternak, kesayangan, bahkan hewan liar yang erat
19
berhubungan dengan kehidupan manusia baik dalam rantai makanan maupun kontak dengan
lingkungan mereka. Dalam tinjauan berikut ini akan diuraikan tentang pengenalan T.
saginata, T. solium, dan T. saginata taiwanensis yang meliputi sedikit morfologi, siklus hidup
dan cara penularan, serta gejala klinis pada inang definitif.
Cacing dewasa dapat ditemukan dalam usus manusia penderita taeniasis, berbentuk pipih
panjang seperti pita dan tubuhnya beruas-ruas (segmen). Panjangnya rata-rata 5m bahkan bisa
mencapai 25m yang terdiri atas lebih dari 1000 segmen Cacing ini memiliki kepala yang
disebut scolex, berdiameter 2mm menempel pada permukaan selaput lendir usus 3 manusia.
Ketika mencapai stadium dewasa, lebih dari separuh segmennya telah mengandung telur,
namun hanya beberapa puluh segmen yang mengandung telur matang disebut segmen gravid.
Segmen gravid kurang lebih mengandung 800.000 telur pada setiap segmen Berbeda dengan
T. solium, segmen gravid T. saginata spontan keluar dari anus penderita secara aktif, kadang-
kadang keluar bersama tinja ketika defekasi. Apabila telur yang bebas dari segmen gravid
tersebut mencemari lingkungan pakan ternak sapi/kerbau, telur yang tertelan ternak menetas
dalam ususnya. Embrio (oncosphere) cacing menembus dinding usus kemudian bermigrasi ke
seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Selama migrasi
oncosphere mengalami perkembangan sampai tiba pada habitat yang cocok tumbuh menjadi
larva setelah 2-3 bulan. Larva ini juga disebut metacestoda atau lebih dikenal sebagai cacing.
Cacing ini disebut juga cacing pita daging babi karena hewan babi bertindak sebagai inang
antaranya yang mengandung larvanya. Ukuran cacing dewasa relatif lebih pendek
dibandingkan dengan T. saginata yaitu antara 2-8m Setiap individu cacing dewasa terdiri atas
800-900 segmen hingga 1000 segmen Berbeda dengan scolex T. saginata, selain diameternya
lebih kecil yaitu 1mm dilengkapi dengan 2 baris kait di sekeliling rostellumnya. Mungkin
karena ukurannya lebih kecil, setiap segmen gravidnya mengandung 4000 telur. Segmen
gravid T. solium dikeluarkan bersama-sama tinja penderita taeniasis solium. 4 Siklus hidup
T. solium secara umum memiliki pola yang sama dengan Taenia yang lain, yang
membedakan adalah inang antaranya yaitu babi. Namun menurut beberapa penulis pernah
dilaporkan bahwa mamalia piaraan lainnya dapat juga sebagai inang antaranya Babi adalah
hewan omnivora termasuk makan tinja manusia, oleh karena itu sering ditemui beberapa ekor
babi menderita cysticercosis berat, sehingga sekali menyayat sepotong daging tampak ratusan
Cysticercus cellulosae Larva ini mudah ditemukan dalam jaringan otot melintang tubuh babi.
20
Celakanya telur T. solium juga menetas dalam usus manusia sehingga manusia dapat
bertindak sebagai inang antara walaupun secara kebetulan Pada tubuh manusia penderita
cysticercosis, larva cacing dapat ditemukan dalam jaringan otak besar maupun kecil, selaput
otak, jantung, mata, dan di bawah kulit.
Secara morfologis cacing ini sangat mirip dengan T. saginata, memiliki nama lain T. asiatica
Keberadaan cacing ini di Indonesia relatif baru dideskripsikan dari penderita di Sumatra
Utara Pada prinsipnya siklus hidupnya tidak berbeda dengan taenia manusia yang lain.
Namun yang menjadi perhatian adalah cysticercusnya hanya ditemukan dalam organ hati
babi sebagai inang antara, walaupun secara eksperimental juga berkembang dalam tubuh sapi
Pada awal studi diketahui bahwa anggota penduduk setempat menderita taeniasis yang
didiagnosis sebagai Taeniasis saginata, padahal mereka samasekali tidak mengonsumsi
daging sapi melainkan daging babi.
Siklus hidup taenia manusia (cacing pita sapid an cacing pita babi)
(http://www.dpd.gov/dpdx/HTML/Taeniasis.htm)
jumlah cacing pita dalam usus kurang berpengaruh terhadap perubahan patologis
dibandingkan dengan ukuran tubuh cacing. Walaupun hanya terdapat 1-2 ekor dan ukurannya
besar dampak patologisnya lebih nyata. Penderita taeniasis jarang menunjukkan gejala yang
khas walaupun di dalam ususnya terdapat cacing taenia selama bertahun-tahun, tetapi
biasanya hanya terdapat satu ekor. Justru keluhan yang sangat mengganggu adalah dalam
bentuk kejiwaan adalah keluarnya segmen gravid dari anus penderita yang menimbulkan
kegelisahan .Gejala umum yang biasanya menyertai taeniasis adalah mual, sakit di ulu hati,
perut mulas, diare bahkan kadang-kadang sembelit, nafsu makan berkurang hingga
menurunkan berat badan, pening, muntah, nyeri otot, serta kejang-kejang 6 .Menurutnya pula
21
bahwa pasien taeniasis tetap mengeluarkan segmen gravid selama 1-30 tahun. Gejala klinis
cysticercosis pada manusia sangat bergantung pada organ serta jumlah cysticercus yang
tinggal. Infeksi berat pada otot menyebabkan peradangan (myocitis) yang bisanya
menimbulkan demam. Jika menyerang organ mata (OcularCysticercosis) gejala yang paling
berat adalah kebutaan Gejala-gejala syaraf seperti kelumpuhan, kejang, hingga epilepsi, dapat
dipastikan bahwa larva tersebut menempati organ-organ yang sarat dengan jaringan syaraf
seperti otak/selaput otak atau sumsum tulang belakang
Kasus cysticercosis di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh LeCoultre di Bali pada tahun
1920 yang agennya adalah Cysticercus cellulosae. mengompilasi berbagai pengamatan
epidemiologis hingga tahun 1989 di Bali masih ada kasus taeniasis/cysticercosis pada
manusia maupun ternak. Metode yang umum digunakan dalam survei epidemiologis adalah
kuesioner yang diteguhkan dengan pemeriksaan laboratoris untuk mengetahui tingkat
prevalensi. Dengan teknik diagnostik serologis membuktikan adanya kasus penyakit tersebut
yang memang endemik di daratan Asia Tenggara. Papua juga merupakan daerah endemik
cysticercosis/taeniasis sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1971 yang konon adalah
kiriman dari Bali. Tampaknya kejadiannya semakin meluas bahkan Papua New Guinea
(PNG) merupakan daerah yang berisiko tinggi sebagai akibat lalu-lintas penduduk maupun
ternak. Kejadian penyakit di daerah ini sangat mengejutkan WHO sampai disebut sebagai
musibah nasional karena kasusnya terus meningkat hingga tahun 2001. Dengan
manggunakan metode diagnosis yang semakin berkembang diantaranya yaitu teknik
coproantigen dan analisis DNA mitochondria telah dilakukan untuk studi prevalensi serta
identifikasi agennya yang tentunya akan berguna sebagai dasar pengendalian yang tepat.
Yang menjadi pertanyaan adalah berapa lama lagi kita dapat melihat evaluasi hasil program
pengendalian yang nyata menurunkan tingkat kejadian penyakit tersebut yang tentunya tidak
semudah membalikkan telapak tangan.
22
Pencegahan dan Pengandalian Taeniasis/Cysticercosis
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit merupakan titik kritis dalam
menentukan strategi pencegahan maupun pengendalian. Titik kritis tersebut adalah sumber
infeksi, inang yang rentan, serta transmisi penyakit yang sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan. Manusia maupun hewan penderita 8 taeniasis/cysticercosis menghasilkan
telur/segmen gravid atau larva infektif serta segala sesuatu yang tercemar telur cacing
merupakan sumber penularan potensial. Pemberian anticestoda bagi penderita adalah upaya
pengendalian yang penting terutama pada manusia. Pengobatan cysticercosis pada ternak
jarang dilakukan karena dinilai kurang ekonomis, disamping itu sebelumnya perlu diagnosis
terlebih dahulu dengan biaya yang memerlukan biaya cukup mahal. Kalaupun dilakukan uji
serologis pada populasi ternak biasanya untuk keperluan studi epidemiologis. Sedangkan
cysticercosis pada manusia (neuro-cysticercosis, ocular-cysticercosis) biasanya berakibat
fatal sebelum dilakukan pengobatan. Peningkatan pemeriksaan kesehatan daging di rumah
pemotongan hewan (RPH) oleh pejabat berwenang sangat diperlukan untuk pencegahan
taeniasis manusia. Selain itu penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan konsumsi daging
masak kepada masyarakat terutama yang berisiko tinggi.
Pemasakan daging yang dapat membunuh cysticercus adalah pemanasan dengan suhu 50-600
C atau pembekuan pada suhu -100 C selama 10-14 hari. Banyak perdebatan tentang
ketentuan tersebut karena berat/jumlah daging yang dipanaskan berhubungan dengan waktu
pemanasan agar larva yang terkandung mati. Dengan demikian pula dengan pembekuan pada
suhu -50 C memerlukan waktu 4 hari, -150 C selama 3 hari, dan -240 C cukup sehari
Perbaikan tata laksana peternakan sapi maupun babi adalah satu hal yang harus dilakukan
untuk pencegahan cysticercosis pada ternak. Pada prinsipnya adalah mencegah kontak antara
ternak/pakan ternak dengan tinja manusia penderita taeniasis.
http://www.litbang.depkes.go.id/Publikasi_BPPK/Buletin_BPPK/BUL76.HTM.
23
24