Anda di halaman 1dari 18

PROTOZOA DARAH DAN JARINGAN

TREMATODA PARASIT USUS DAN HATI


TREMATODA PARASIT DARAH DAN PARU-PARU

KELOMPOK 4:
Dina 0801212301
Dwi Melisa Putri 0801211077
Riantania Sinaga 0801213407
Sarda Mauliyand 0801211079
Supriati Munthe 0801213328

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

1
A. Protozoa Darah Dan Jaringan
Pengerian protozoa
Protozoa merupakan hewan yang memiliki tubuh sederhana, unisel (satu sel).
Meskipun demikian, protozoa sudah mampu melakukan fungsi kehidupan seperti mahluk
hidup multiseluler. Reproduksi protozoa dapat menggunakan reproduksi aseksual atau
seksual, tergantung pada spesiesnya.
1. Protozoa Usus
Protozoa usus atau
Blastocytis hominis yang sering
menyebabkan diare dan manifestasi
gasterointestinal
seperti nyari perut, muntah, dan
perut kembung. Penularan melalu
makanan dan udara yang
terkontraminasi oleh kista dengan rute oral-fekal. Manisfestasi klinis baru muncul ketika
sistem imun dalam tubuh menurun. Perevalensi Blastocytis hominis yang lebih tinggi
pada negara yang berkembang terkait dengan kebersihan diri yang kurang, paparan dari
binatang, dan konsumsi air minum yang terkontaminasi parasit.
Blastocytis hominis dapat menginfeksi tubuh manusia secara tunggal atau
terdapat parasit lain yang juga menginfeksi. Penularan Blastocytis hominis dari manusia
ke manusia dapat mencegah pencegahan terhadap kebersihan perorangan, kebersihan
fasilitas umum, mencegah kontaminasi dalam makanan dan udara, mengupas dan
menginduksi buah dan sayuran mentah.
Penyakit yang disebabkan oleh protozoa usus diketahui sebagai giardiasis,
amoediasis dan cryptosporidiosis yang kesemuanya berkolerasi dengan penyakit diare.
Spsies protozoa parasit yang paling dikenal yaitu: Giardia intestinalis, Entamoeba
histolytica, and Cryptosporidium spp.

2. Protozoa Darah Manusia

2
Penularan Trypanosoma dapat secara langsung dan dapat secara tidak langsung
yaitu mengalami pertumbuhan siklik (mekanik) di dalam serangga pengisap darah
sebelum menjadi infektif. Vektor bagi Trypanosoma gambiense dan T. rhodesiense adalah
lalat tse-tse, sedangkan Trypanosoma cruzi adalah serangga reduvidae. Klasifikasi
Trypanosoma didasarkan atas morfologi, cara penularan dan sifat patogen. Parasit
Plasmodium penyebab malaria yang tersebar sangat luas dan banyak menimbulkan
kematian pada manusia ada 4 spesies yaitu P. vivax, P. malariae, P. falciparum dan P.
ovale, sedangkan spesies lainnya dapat menginfeksi burung, monyet, rodentia dan
sebagainya. Pembasmiannya sangat tergantung pada penggunaan insektisida, pengobatan
dan faktor-faktor sosio ekonomi yang cukup komplex. Untuk kelangsungan hidup parasit
tersebut mempunyai fase schizogoni, fase gametogami, dan fase sporogoni. Patologinya
menyebabkan pecahnya eritrosit, reaksi humoral kelemahan limpa, hati, ginjal dan
gangguan peredaran darah. Gejala klinis ialah serangan demam yang intermitten dan
pembesaran limpa. Pencegahan mencakup pengurangan sumber infeksi, pengendalian
nyamuk malaria. Pengobatan meliputi penghancuran parasit praeritrositik, obat represif,
obat penyembuh dan obat radikal untuk bentuk eksoeritrositik, gametositik dan
gametastatik.

3. Protozoa Parasit pada Jaringan


Protozoa parasit jaringan merupakan protozoa parasit yang hidup berparasit di
dalam jaringan hospesnya. Protozoa parasit ini merupakan penyebab penyakit bagi
manusia dan hewan khususnya dan berperan penting dalam dunia kesehatan pada
umumnya. Protozoa yang bersifat parasit pada jaringan hospes ini meliputi 2 kelas yaitu
kelas Flagellata dan Sporozoa. Pada kelas Flagellata berupa genus Leishmania sedangkan
pada kelas Sporozoa berupa genus Toxoplasma. Dari genus Leishmania ini hanya
terdapat 3 spesies penting terutama bagi kesehatan manusia yaitu dapat menyebabkan
penyakit leishmaniasis. Adapun ketiga spesies tersebut adalah Leishmania donovani
penyebab leishmaniasis visceral; Leishmania tropica penyebab leishmaniasis kulit dan
Leishmania brazilliennis penyebab leishmaniasis muko kutis. Meskipun ketiga genus
Leishmania ini merupakan protozoa parasit pada jaringan, tetapi di dalam daur (siklus)
hidupnya masih tetap membutuhkan hospes perantara untuk kelangsungan hidupnya.
Adapun sebagai hospes perantaranya adalah lalat Phlebotomus dan darah manusia. Di
antara genus Toxoplasma hanya satu spesies saja yang mampu menginfeksi berbagai
macam hospes yaitu spesies Toxoplasma gondii. T. gondii ini merupakan penyebab
penyakit toxoplasmosis pada manusia. Di dalam daur hidupnya mempunyai tiga bentuk
perkembangan yaitu bentuk zoite, kista dan ookista. Sebagai berikut infektifnya adalah
sporozoit, kestozoit dan endozoit. Sedangkan cara infeksinya adalah bukan dengan
melalui vektor, tetapi dengan berbagai cara yaitu per-os, transplantasi, transfusi ataupun

3
dengan kista, trophozoit atau ookista selama melakukan penelitian di laboratorium.
Peristiwa ini dapat mengakibatkan toxoplasmosis kongenital dan toxoplasmosis dapatan
(perolehan). Penularan dari manusia ke manusia terjadi dengan melalui plasenta
penyebab toxoplasmosis kongenital.

Spesies Protozoa jaringan


Leishmania donovani
Klasifikasi:
 Phylum : Sarcomastigophora
 Subphylum : Mastigophora
 Ordo : Kinetoplasitida
 Famili : Trypanosomatidae
 Genus : Leishmania
 Spesies : Leismania donovani

Leishmania tropica
Klasifikasi:
 Phylum : Sarcomastigophora
 Subphylum : Mastigophora
 Ordo : Kinetoplasitida
 Famili : Trypanosomatidae
 Genus : Leishmania
 Spesies : Leismania tropica

Leishmania brasiliensis
Klasifikasi:
 Phylum : Sarcomastigophora
 Subphylum: Mastigophora
 Ordo : Kinetoplasitida
 Famili : Trypanosomatidae
 Genus : Leishmania
 Spesies : Leismania brasiliensis

Toxoplasma gondii
Klasifikasi:
 Kerajaan: Protista
 Filum: Apicomplexa

4
 Kelas: conoidasida
 Upakelas: Coccidiasina
 Ordo: Eucoccidiorida
 Genus: Toxoplasma
 Famili: Sarcocystidae

Trypanosoma gambiense
Klasifikasi:
 Domain : Eukarya
 Kingdom : Excavata
 Phylum : Euglenozoa
 Class : Kinetoplastida
 Order : Trypanosomatida
 Genus : Trypanosoma
 Species : Trypanosoma gambiense

Trypanosoma rhodesiense
Klasifikasi:
 Domain : Eukarya
 Kingdom : Excavata
 Phylum : Euglenozoa
 Class : Kinetoplastida
 Order : Trypanosomatida
 Genus : Trypanosoma
 Species : Trypanosoma rhodesiense

Trypanosoma cruzi
Klasifikasi:
 Domain : Eukarya
 Kingdom : Excavata
 Phylum : Euglenozoa
 Class : Kinetoplastida
 Order : Trypanosomatida
 Genus : Trypanosoma
 Species : T. Cruzi

5
Plasmodium falciparum
Klasifikasi:
 Kerajaan : Protista
 Filum : Apicomplexa
 Kelas : Aconoidasida
 Ordo : Haemosporida
 Famili : Plasmodiidae
 Genus : Plasmodium

2. Trematoda Parasit Usus dan Hati


Pengertian Trematoda
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk seperti daun, pipih, melebar
ke anterior. Mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut yang besarnya hampir sama.
Fasciola sp terdiri dari pharinx yang letaknya di bawah oral. Cacing jenis ini tidak mempunyai
anus dan alat eksresinya berupa sel api. Terdapat sebuah pharinx, namun pharinx tersebut tidak
berotot. Terdapat arterium yang letaknya di bawah penis dan esofagus, uterus, vasikula
seminalis, ovarium serta ovinduk.
Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan
dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Fase daur
hidup tersebut adalah sebagai berikut:
Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing dewasa.
Dimana fase daur hidup tersebut sedikit berbeda untuk setiap spesies cacing trematoda.
Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sebagai berikut:
1) Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum
2) Trematoda paru: Paragonimus westermani
3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum
4) Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica

6
1. Trematoda usus (intestinal flukes)

 Fasciolopsis buski
Termatoda tersebut mempunyai ukuran terbesar di antara trematoda lain yang ditemukan
pada manusia.
o Hospes dan nama penyakit
Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi Hospes definitif cacing tersebut, hewan
lain seperti anjing dan kelinci juga dapat. Penyakit yang disebabkan cacing ini disebut
o Fasiolopsiais.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5cm dan
lebar 0,8-2,0cm bentuknya agak lonjong dan tebal biasanya kutikulum ditutupi duri-duri
kecil letaknya melintang. Duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus.
o Daur hidup
Telur bersama tinja telur menetas di air masuk keong HP I dalam keong mirasidium.
Sporakista koyakdan keluar banyak redia induk dalam redia induk terbentuk banyak redia
anakmembentuk serkaria.
 Patologi dan Gejala Klinis
Cacing dewasa Fasciolosis Buski, melekat dengan perantaraan batil isap perutnya pada
mukosa usus muda seperti duodenum dan yeyunum. Cacing ini memakan isi usus,
maupun permukaan mukosa usu, pada tempat perlekatan cacing tersebut, terdapat

7
peradangan, tukak dan akses, bila terjadi erosi maka perdarahan. Cacing dalam jumlah
besar menyumbat/ileus. Pada infeksi berat, gejala intoksikasi dan sensitisasi oleh karena
metabolit cacing lebih menonjol, seperti edama pada muka, dinding perut, dan tungkai
bawah. Kematian dapat terjadi karena keadaan merana (exhaustion) atau intoksikasi.

 Echinostoma revolutum, E. ilocanum, E. malayanum


Telur cacing E. ilocanum pertama ditemukan dalam feses dari seorang hukuman di
Manila tahun 1907. Kemudian cacing ini banyak ditemukan menginfeksi orang di daerah
India Barat dan China. Morfologi dan biologinya sangat mirip dengan cacing E.
revolutum.
E. revolutum merupakan parasit cacing trematoda yang sering dilaporkan menginfeksi
orang di Taiwan dan Indonesia. E. malayanum ditemukan menginfeksi orang di India,
Asia Tenggara dan India Barat.
o Daur hidup
Cacing trematoda yang termasuk famili Echinostomatidae ini terciri dengan adanya duri
leher yang melingkar dalam sebaris atau dua baris yang melingkari batl isap kepala.
Cacing dewasa hidup dalam usus halus, telur keluar melalui feses dan kemudian menetas
dalam waktu 3 minggu dan kemudian keluar meracidium yang berenang dalam air
mencari hospes intermedier ke 1 berupa siput genus Physa, Lymnea, Heliosoma, Paludina
dan segmentia. Dalam hospes intermedier tersebut meracidium membentuk sporocyst dan
kemudian terbentuk redia induk, redia anak yang kemudian membentuk cercaria.
Cercaria keluar dari siput berenang mencari hospes intermedier ke 2 yaitu jenis moluska
(siput besar), planaria, ikan atau katak. Bila hospes intermedier dimakan orang maka
orang akan terinfeksi.
o Patologi
Infeksi cacing ini tidak memperlihatkan gejala yang nyata
 HETEROPHYIDAE
 ECHINOSTOMATIDAE

8
2. Trematoda hati (liver flukes)

 Clonorchis sinensis
Infeksi cacing yang disebut juga sebagai Chinese Lifer Fluke atau Oriental Lifer Fluke.
Ini dilaporkan penderitanya dari Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Vietnam. Clonorchis
sinensi dewasa hidup di dalam cabang distal saluran empedu manusia, anjing, kucing,
babi dan kadang – kadang juga angsa.
o Hospes defenitif
Manusia, kucing, anjing, babi
o Hospes perantara :
- Siput ( Bulimus, Parafossarulus, Alocinna, Thiara, Melanoides, Semisulcospira ).
- Ikan Air Tawar ( FamilyCyprinidae ).
o Daur Hidup
Jika telur yang keluar bersama tinja penderita masuk ke dalam air, di dalam air telur akan
menetas menjadi larva mirasidium. Di dalam tubuh sipit air (Bulinus, Semisulcospira)
yabg memeakan larva mirasidium lalu berkembang menjadi redia dan akhirnya terbentuk
serkaria.
o Gejala Klinis
Di dalam saluran empedu cacing menimbulkan iritasi mekanis. Selain itu cacing ini juga
menghasilkan toksin. Pada infeksi yang ringan cacing tidak menimbulkan keluhan dan

9
gejala pada penderita. Infeksi berat Clonorchis sinensis dapat menimbulkan kelemahan
badan, penurunan berat badan, anemia, edema, asites, hepatomegali dan diare.
o Diagnosis
Jika di daerah endemis klonorkiasis yang penduduknya mempunyai kebiasaan makan
ikan mentah ditemukan hepatomegali pada seorang penduduk,terjadinya infeksi dengan
parasit ini harus dipertimbangkan. Untuk menetapkan diagnosis pasti klonorkiasis
sinensis harus dilakukanpemeriksaan tinja atau cairan duodenum penderita untuk
menemukan telur cacing.
o Pengobatan
Obat pilihan untuk mengobati penderita klonorkiasis adalah Prazikuantel. Dengan
takaran 25 mg/kg berat badan 3 kali sehari selama 1-2 hari atau 40 mg/kg berat badan
obat ini diberikan dalam bentuk dosis tunggal. Selain itu dapat diberikan Albendazol
dengan dosis 10 mg/kg berat badan, diberikan selama 7 hari.
o Cara infeksi
Memakan ikan yang masih mentah yang mengandung metasercaria. Larva ini terdapat di
dalam ikan sehingga infeksi cacing ini lebih banyak terjadi pada orang yang mempunyai
kebiasaan makan ikan mentah.
o Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya infeksi Clonorchis sinensis, sebaiknya ikan yang akan
dimakan harus dimasak dengan baik, pencemaran perairan dengan tinja penderita harus
dicegah dengan cara membuat WC yang memenuhi prinsip kesehatan lingkungan, bisa
juga dengan pemberantasan keong.
 Fasciola hepatica dan F. gigantic
Cacing ini banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang
tercemar netacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia. Cacing ini termasuk cacing
daun yang besar dengan ukuran 30 mm panjang dan 13 mm lebar.
o Daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu hospes definitif (terutama ruminansia
kadang juga orang). Cacing bertelur dan keluar melalui saluran empedu dan keluar
melalui feses. Telur berkembang membentuk meracidium dalam waktu 9-10 hari pada
suhu optimum. Meracidium mencari hospes intermedier siput Lymnea rubiginosa dan
berkembang menjadi cercaria. Cercaria keluar dari siput dan menempel pada tanaman
air/rumput/sayuran. Cercaria melepaskan ekornya memmbetuk metacercaria. Bila
rumput/tanaman yang mengandung metacercaria dimakan oleh ternak/orang, maka
cacing akan menginfeksi hospes definitif dan berkembang menjadi cacing dewasa.
o Patologi
Cacing dalam saluran empedu menyebabkan peradangan sehingga merangsang
terbentuknya jaringan fibrosa pada dinding saluran empedu. Penebalan saluran empedu

10
menyebabkan cairan empedu mengalir tidak lancar. Disamping itu pengaruh cacing
dalam hati menyebabkan kerusakan parenchym hati dan mengakibatkan sirosis hepatis.
Hambatan cairan empedu keluar dari saluran empedu menyebabkan ichterus. Bila
penyakit bertambah parah akan menyebabkan tidak berfungsinya hati.
o Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur yang berbentuk khas dalam tinja atau
dalam cairan duodenum dan cairan empedu. Reaksi serologis (ELISA) sangat membantu
untuk menegakkan diagnosis. Imunodiagnosis yang lebih sensitive dan spesies-spesifik
telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen ekskretori-sekretori yang dikeluarkan
parasit. Ultrasonografi digunakan untuk menegakkan diagnosis fasioliasis bilier.
o Pengobatan Penyakit ini dapat diobati dengan albendazol dan paraziquantel.
 Dicrocoelium dendriticum
 Opistorchis felineus
 Opistorchis viverrini
Cacing– cacing ini hidup di dalam jaringan hati, saluran empedu, kandung empedu, atau di
dalam ductus pancreaticus.

3. Trematoda Parasit Darah Dan Paru-Paru


1. Trematoda Pembuluh Darah
 Schistosoma atau Bilharzia
Pada manusia
ditemukan 3
spesies penting.
Schistosoma
japonicum,
Schistosoma
mansoni dan Schistosoma
haematobim.
Selain spesies yang
ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-
kadang dapat menghinggapi manusia.
Tiga spesies schistosoma tersebut berparasit pada orang, dimana ketiganya struktur
bentuknya sama, tetapi beberapa hal seperti morfologinya sedikit berbeda dan juga lokasi
berparasitnya pada tubuh hospes definitif. S. hematobium dan S. mansoni, banyak
dilaporkan menginfeksi orang di Mesir, Eropa dan Timur Tengah, sedangkan S.
japonicum, banyak menginfeksi orang di daerah Jepang, China, Taiwan, Filippina,
Sulawesi, Laos, Kamboja dan Thailand. Cacing betina panjang 20-26 mm, lebar 0,25-0,3
mm; cacing jantan panjang 10-20 mm; lebar 0,8-1 mm.

11
o Daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam venula yang mengalir ke organ tertentu dalam perut hospes
definitif (orang), yaitu:
S. hematobium, hidup dalam venula yang mengalir ke kantong kencing (vesica urinaria),
S. mansoni, hidup dalam venula porta hepatis yang mengalir ke usus besar (dalam hati),
S. japonicum, hidup dalam venula yang mengalir ke usus halus. Cacing betina menempel
pada bagian gynecophore dari cacing jantan dimana mereka berkopulasi.
Cacing betina meninggalkan tempat tersebut untuk mengeluarkan telur di venula
yang lebih kecil. Telur keluar dari venula menuju lumen usus atau kantong kencing. Telur
keluar dari tubuh hospes melalui feses atau urine dan membentuk embrio. Telur menetas
dan kelur “meracidiun” yang bersilia dan berenang dalam air serta bersifat fototrofik.
Setelah masuk kedalam siput meracidium melepaskan kulitnya dan membentuk
Sporocyst, biasanya didekat pintu masuk dalam siput tersebut. Setelah dua minggu
Sporocyst mempunyai 4 Protonepridia yang akan mengeluarkan anak sporocyst dan anak
tersbut bergerak ke organ lain dari siput. Sporocyst memproduksi anak lagi dan begitu
seterusnya sampai 6-7 minggu.
Cercaria keluar dari anak sporocyst kemudian keluar dari tubuh siput dlam waktu
4 minggu sejak masuknya meracidium dalam tubuh siput. Cercaria berenang ke
permukaan air dan dengan perlahan tenggelam kedasar air. Bila cercaria kontak dengan
kulit hospes definitif (orang), kemudian mencari lokasi penetrasi dari tubuh orang
tersebut, kemudian menembus (penetrasi) kedalam epidermis dan menanggalkan ekornya
sehingga bentuknya menjadi lebih kecil disebut “Schistosomula” yang masuk kedalam
peredaran darah dan terbawa ke jantung kanan. Sebagian lain schistosomula bermigrasi
mengikuti sistem peredaran cairan limfe ke duktus thoracalis dan terbawa ke jantung.
Schistosomula ini biasanya berada dalam jantung sebelah kanan.
Cacing muda tersebut kemudian meninggalkan jantung kanan melalui kapiler
pulmonaris dan kemudian menuju jantung sebelah kiri, kemudian mengikuti sistem
sirkulasi darah sistemik. Hanya schistosomula yang masuk arteri mesenterika dan sistem
hepatoportal yang dapat berkembang. Setelah sekitar tiga minggu dalam sinusoid hati,
cacing muda bermigrasi ke dinding usus atau ke kantong kencing (brgantung spesiesnya),
kemudian berkopulasi dan memulai memproduksi telur. Seluruhnya prepatent periodnya
5-8 minggu.
o Patologi
Efek patologi dari cacing ini sangat bergantung pada spesiesnya. Progresifitas dari
penyakit dari ke 3 cacing ini ada tiga fase yaitu:
- fase awal, selama 3-4 minggu setelah infeksi yang menunjukkan gejala demam, toksik
dan alergi.

12
- Fase intermediate sekitar 2,5 bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi, yaitu adanya
perubahan patologi pada saluran pencernaan dan saluran kencing dan waktu telur cacing
keluar tubuh.
- Fase terakhir, adanya komplikasi gastro-intestinal, renal dan sistem lain, sering tak ada
telur cacing yang keluar tubuh. Proses permulaan dari fase dari ke 3 spesies cacing ini
adalah sama yaitu: Demam yang berfluktuasi, kulit kering, sakit perut, bronchitis,
pembesaran hati dan limpa serta gejala diaree.
o Diagnosis
Seperti pada cacing lainnya, diagnosis dilakukan dengan melihat telur cacing dalam
ekskreta. Tetapi jumlah telur yang diproduksi caing betina schistosoma sangat sedikit
sekali dibanding dengan parasit cacing lainnya yang menginfeksi orang. Hanya sekitar
47% pasien dapat didiagnosis dengan cara smear langsung itupun setelah dilakukan tiga
kali smear. Biopsi dapat dilakukan yaitu dengan biopsi rektal, liver dan katong kencing
akan mendapatkan hasil yang baik, tetapi hal tersebut berlu keahlian khusus bagi yang
melakukannya. Penelitian telah dilakukan dengan metoda imuno-diagnostik, yaitu dengan
tes intradermal.
Tes intradermal akan terlihat positif setelah 4-8 minggu setelah infeksi, walaupun pasien
mungkin telah sembuh. Hasilnya 97% akuarat dan lebih efisien. Tes juga dapat dilakukan
dengan CFT(Complemen fiksasion tes), tetapi hal ini dapat terjadi kros reaksi dengan
penyakit shyfilis dan Paragonimus sp, tetapi bila tidak hasilnya dapat 100%.
o Pengobatan
Sulit dilakukan, dan penyakit schistosomiasis ini merupakan penyakit yang cukup
bermasalah bagi WHO, karena distribusinya yang sangat luas. Obat yang telah dicoba
dan cukup efektif adalah “trivalen organik antimonial” tetapi obat ini sedikit bersifat
toksik terhadap orang, sehingga pemberiannya harus hati-hati. Obat lain yang toksik
seperti:
-Lucanthone hydroksoid dan miridazole, tetapi obat ini kurang efektif. Obat tersebut
hanya menghambat cacing untuk memproduksi telur dan cacing kembali ke hati untuk
sementar, suatu saat cacing dapat balik lagi kevenula porta dan memproduksi telur lagi.
Beberapa obat yang masih dalam proses penelitian ialah: hycanthone, metriphonat,
oxamniquine, praziquantel, menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan untuk lebih
efektif.
Pada fase dimana hati sudah mengalami kerusakan, semua obat menjadi berefek
kontraindikatif, mungkin operasi adalah jalan yang terbaik. Pada kasus yang sudah sangat
terlambat prognosanya jelek, pengobatan hanya dilakukan sebagai suportif saja.
Kontrol schistosomiasis sangat sulit dilakukan, bergantung pada sosialisasi mengenai
sanitasi dan pendidikan masyarakat setempat untuk merubah kebiasaan dan tradisi
mereka.

13
Pemberantasan hospes intermedier dengan moluskisida cukup baik, tetapi untuk hospes
intermedier cacing S. japonicus agak sulit karena siput Onchomelania bersifat amfibia
dan mereka hanya masuk kedalam air bila akan bertelur saja.

2. Trematoda Parasit Paru-Paru


 Paragonimus westermani
Hospes cacing ini merupakan
manusia dan binatang yang
memakan ketam/udang
batu, sperti kucing,
musang, anjing, harimau,
serigala, dan lain- lain. Cacing
ini ditemukan di RRC, Taiwan,
Korea, Jepang, Filipina,
Vietnam, Thailand, India, Malaysia, Afrika, Dan Amerika Latin. Di Indonesia ditemukan
autokton pada binatang, sedangkan pada manusia hanya sebagai kasus impor saja.
o Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup dalam diparu. Bentuknya bundar lonjong menyerupai biji kopi,
dengan ukuran 8-12 x 4-6 mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut hampir sama
besar dengan batil isap perut. Testis berlobulus terletak berdampingan antara batil isap
perut dan ekor. Ovarium teletak dibelakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong
berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan operculum agak tertekan kedalam.
Telur keluar bersama tinja atau sptum, dan berisi sel telur. Telur menjadi matang dalam
waktu kira-kira 16 hari, lalu menetas. Mirasidium mencari keong air dan dalam keong air
terjadi perkembangan:
M —» S—» R1—» R2—» SK
Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II, yaitu ketam
atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria didalam tubuhnya. Infeksi terjadi dengan
makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang. Dalam hospes
defenitif metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda
bermigrasi menembus dinding usu, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan
menuju ke paru. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa
terbungks dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.
o Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam spatum atau cairan pleura.
Kadangkadang telur juga ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk
menegakkan diagnosis.
o Pengobatan

14
Prazikuantel dan bitionol merupakan obat pilihan. Penyakit ini berhubungan erat dengan
kebiasaan makan ketam yang tidak dimasak dengan baik. Penyuluhan kesehatan yang
berhubungan cara masak ketam dan pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai
dan sawah dapat mengurangi transmisi paragonimiasis.

15
KESIMPULAN

Trematoda yang hidup pada manusia hidup sebagai parasit sehingga organ pencernaan,
genital, dan beberapa bagian lainnya mengalami kemunduran fungsional. Walaupun hanya
beberapa infeksi parasit yang menyebabkan kematian, tetapi banyak juga yang menunjukkan
angka kesakitan (morbiditas). Trematoda yang hidup dalam tubuh manusia dapat digolongkan
menurut tempat di mana ia hidup, meliputi trematoda usus, trematoda darah, trematoda hati, dan
trematoda paru-paru.
Spesies yang merupakan parasit dalam darah meliputi :
1. Schistosoma japonicum
2. Schistosoma mansoni
3. Schistosoma haematobium
Spesies-spesies trematoda parasit darah ini memiliki hospes definitif manusia. Berbagai
macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoir. Serkaria adalah bentuk infektif
cacingschistosoma. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skitosomiasis atau
bilharziasis. Cara infeksi pada manusia adalah serkaria menembus kulit pada waktu manusia
masuk ke dalam air yang mengandung serkaria. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah
terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat permukaan selaput lender usus atau kandung
kemih. Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang
matang.
Sejak larva masuk disaluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan
iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan
jaringan hati yang berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati
disertai asites dan edema.
Spesies-spesies Trematoda yang merupakan parasit dalam jaringan, seperti hati antara lain:
Clonorchis sinensis, Opisthorcis felineus, Fasciola hepatica, Dicrocoelum dendriticum,
danOpisthorcis viverni. Sedangkan trematoda parasit paru-paru manusia adalah Paragonimus
westermani. Dalam hospes defenitif, metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum.
Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus
diafragma dan menuju ke paru. Cacing dewasa hidup dalam kista di paru-paru. Prazikuantel dan
bitionol merupakan obat pilihan yang baik untuk menanggulangi cacing ini.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Yunus, Reni, Apriyanto, dkk. (2022). Parasitologi Medik Dasar. Purbalingga: Eurika Media Aksara
Adrianto, Herbert. (2020). Buku Ajar Parasitologi. Yogjakarta: Rapha Publishing
Dewi, Dian Puspita. (2021). Parasitologi (Helminthologi). Semarang: FK UNDIP

18

Anda mungkin juga menyukai