Kelas : 2018 A
NPM : 18700021
Kelompok : A1
Schistosoma
( S. mansoni , S. haematobium , S. japonicum )
Schistosoma adalah dioecious ( berkelamin terpisah ) . Yang jantan mempunyai lekuk ventral
yang dalam , disebut canalis gynecoforus , tempat cacing betina berada waktu kopulasi . Ke-
2 kelamin mempunyai 2 batil hisap , batil isap anterior dan batil hisap ventral .
1. Telur sudah berembrio keluar melalui kotoran atau urin ( tergantung spesies )
2. Telur menetas menjadi mirasidium
3. Mirasidium menginfeksi inang perantara siput
4. Berkembang menjadi sporosista pada siput
5. Serkaria yang motil keluar dari siput dan bergerak bebas di air
6. Serkaria ini menembus ( menginfeksi ) kulit manusia
7. Serkaria kehilangan ekornya saat penetrasi dan menjadi schistosomulae
8. Schistosomulae terbawa peredaran darah
9. Kemudian berpindah ke hati untuk menjadi dewasa
10. Schistosoma dewasa yang berpasangan berpindah ke berbagai lokasi saluran
pencernaan atau saluran kencing ( tergantung spesies ) untuk bertelur .
Telurnya agak Panjang dan Telurnya agak panjang dengan Telurnya agak bulat dengan
mempunyai duri lateral yang duri kecil pada ujung. tonjolan tumpul .
nyata dekat satu ujung Ukuran 112-170 um x 40-70 Berukuran 70-100 um x 50-60 um
Berukuran 114-175 um x 45- um , telah mengandung . Mengandung mirasidium bila
68 um . Bila dikeluarkan mirasidium jika dikeluarkan . dikeluarkan .
mengandung mirasidium .
Schistosoma mansoni
a. Klasifikasi
- Kingdom : Animalia
- Filum : Platyhelminthes
- Kelas : Trematoda
- Subkelas : Digenea
- Ordo : Strigeidida
- Genus : Schistosoma
- Spesies : Schistosoma mansoni
Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah kera, Baboon
dan hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air tawar genus
Biomphalaria sp. dan Australorbis sp.. Habitat cacing ini adalah vena kolon dan rectum.
Pada manusia cacing ini dapat menyebabkan Skistosomiasis usus, Disentri mansoni dan
Skistosomiasis mansoni .
c. Morfologi
Bentuk cacing dewasa seperti Schistosoma haematobium, tetapi ukurannya lebih kecil.
Cacing betina panjangnya 1.7 – 7.2 mm. Kelenjar vitelaria meluas ke pinggir
pertengahan tubuh. Ovariumnya di anterior pertengahan tubuh, uterus pendek berisi 1 – 4
butir telur. Cacing jantan panjangnya 6.4 – 12 mm, gemuk dengan bagian ventral terdapat
ginaekoforalis, testes 6– 9 buah dan kulit terdiri dari duri-duri kasar. Telur berbentuk
lonjong, berwarna coklat kekuning-kuningan, dinding hyalin, berukuran 114 - 175 x
45 – 64 mikron. Pada satu sisi dekat ujung terdapat duri agak panjang, telur berisi
mirasidium .
Patologi yang berhubungan dengan infeksi dengan Schistosoma mansoni dapat dibagi menjadi dua
bidang utama, yaitu schistosomiasis akut dan kronis. Schistomiasis biasa disebut sebagai
demam katayama. Hal ini terkait dengan timbulnya parasite betina bertelur (sekitar 5 minggu
setelah infeksi), dan pembentukan granuloma sekitar telur terdapat di hati dan dinding
usus ,menyerupai hepatosplenomegali dan leukositosis dengan eosinofilia, mual, sakit
kepala, batuk, dalam kasus yang ekstrim diare disertai dengan darah, lendir dan bahan
nekrotik. Gejala kronis akan tampak beberapa tahun setelah infeksi. Gejalanya seperti
peradangan pada hati dan jarang ditemukan di organ lain ( paru-paru ) .
e. Diagnosis
f. Pengobatan
Natrium antimonium tartrat cukup efektif untuk pengobatan penyakit yang diakibatkan oleh
parasit ini. Stiboven dapat diberikan secara intramuskuler. Nitridiasol juga efektif tetapi
bukan sebagai obat pilihan. Obat lain yang cukup baik diberikan peroral adalah oksamniquin
dan nitrioquinolin .
g. Pencegahan
Schistosoma haematobium
a. Klasifikasi
- Kingdom : Animalia
- Filum : Platyhelminthes
- Kelas : Trematoda
- Subkelas : Digenea
- Ordo : Strigeidida
- Genus : Schistosoma
- Spesies : Schistosoma haematobium
Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia, kera dan baboon. Hospes perantaranya adalah
keong air tawar bergenus Bulinus sp, Physopsis sp, dan Biomphalaria sp. Penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini adalah skistosomiasis vesikalis, hematuriskistosoma, bilharziasis
urinarius. Cacing ini tidak ditemukan di Indonesia .
c. Morfologi
Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1 mm. Ditutupi integumen tuberkulasi
kecil, memiliki dua batil isap berotot, yang ventral lebih besar. Di sebelah belakang batil isap
ventral, melipat ke arah ventral sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis ginekoporik.
Di belakang batil isap ventral terdapat 4-5 buah testis besar. Porus genitalis tepat di bawah
batil isap ventral. Cacing betina panjang silindris, ukuran 20x0,25 mm. Batil isap kecil,
ovarium terletak posterior dari pertengahan tubuh. Uterus panjang, sekitar 20-30 telur
berkembang pada saat dalam uterus. Kerusakan dinding pembuluh darah oleh telur mungkin
disebabkan oleh tekanan dalam venule, tertusuk oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis
yang keluar melalui pori kulit telur sehingga telur dapat merusak dan menembus dinding
pembuluh darah .
( Morfologi Schistosoma haemotobium )
Orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air, air kencing atau kotoran
mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing pindah ke keong, cacing muda
pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian, orang yang mencuci atau berenang di air di mana
orang yang terinfeksi pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.
Cacing atau serkaria (bentuk infektif dari Schistosoma haematobium) menginfeksi dengan cara
menembus kulit pada waktu manusia masuk kedalam air yangmengandung serkaria. Waktu
yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini
kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung
kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri, kemudian masuk ke system peredaran darah
besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati. Setelah dewasa, cacing ini
kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung kemih dan kemudian betina bertelur
setelah berkopulasi. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat
menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen
usus atau kendung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urine. Telur menetas
di dalam air, dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian masuk ke
tubuh keong air dan berkembang menjadi serkaria .
Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk kedalam pembuluh darah kulit. Lebih
kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda mulai menjangkau vena portae dan hati. Kira-kira
tiga minggu setelah infeksi pematangan cacing dimulai sejak keluarnya dari vena portae.
Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing betina mulai meletakan telur pada venule. Efek
pathogen terdiri atas :
- Reaksi lokal dan umum terhadap metabolit cacing yang sedang tumbuh dan matang
- Trauma dengan perdarahan akibat telur keluar dari venule .
- Pembentukan pseudoabses dan pseudotuberkel mengelilingi telur terbatas pada
jaringan perivaskuler
Penyakit ini seringkali tidak memperlihatkan tanda-tanda awal. Di beberapa tempat tanda-
tanda umum yang sering terliha tadalah adanya darah di dalam air kencing atau kotoran. Pada
wanita, tanda ini bisa juga disebabkan oleh adanya luka pada alat kelaminnya. Di daerah
dimana penyakit ini banyak terjadi, orangyang memperlihatkan sekedar gejala-gejala yang
tidak parah atau hanya sekedar sakit perut saja, patut diperiksa .
e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan
biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi
serologi dapat dipakai adalah COPT ( Circumoval precipitin test ) , IHT ( Indirect
Haemagglutation test ) , CFT ( Complement fixationtest ) , FAT ( Fluorescent antibody test )
dan ELISA ( Enzyme linkedimmuno sorbent assay ) .
f. Pengobatan
g. Pencegahan
Penyakit cacing dalam darah tidak ditularkan secara langsung dari satu ke orang lain.
Sebagian hidup cacing harus dihabiskan dengan hidup di dalam keong air jenis tertentu.
Program masyarakat dapat diadakan untuk membasmi keong-keong tersebut pada lingkungan
pemukiman agar mencegah penularan penyakit cacing pada manusia.
Cara menghindari penyebab penyakit ini antara lain :
- Menghindari kencing atau buang air besar di dalam air atau dekat sumber air.
- Hindari berenang di dalam air kotor.
- Gunakan perlindungan kaki saat memasuki air, misalnya menggunakan sepatu boots
Schistosoma mansoni
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma japonicum
Hospes utama pada Schistosoma joponicum ini adalah manusia dan beberapa jenis hewan
seperti tikus, babi hutan, sapi dan anjing hutan. Hospes perantara dari cacing ini adalah keong
air. Habitat keong air yang berada di danau, ladang, dan sawah yang tidak terpakai lagi, parit
diantara sawah dan didaerah hutan perbatasan bukit serta didaerah dataran rendah.
Manusia merupakan hospes definitive dari Schistosoma joponicum sedangkan babi, anjing,
sapi, kucing dan rodensia merupakan hospes reservoir. Hospes ini memerlukan hospes
perantara seperti siput air tawar.
Parasite ini menyebabkan penyakit yaitu Oriental schistomiasis, Schistosomiasi japonica dan
penyakit Katayama atau demam keong .
b. Morfologi
Cacing betina memilik panjang ± 26mm dan dengan diameter ± 0,3mm. letak ovarium yaitu
pada pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria terbatas didaerah lateral ¼ bagian posterior tubuh.
Uterus merupakan saluran yang panjang dan berisi 50-100 butir telur.
Telurnya memiliki lapisan hialin, subsperis atau oval jika dilihat dari lateral, dekat salah satu
kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimenter (tombol); berukuran
(70-100) x (50-65) m. telur cacing ini diletakkan dengan memusatkan pada vena kecil pada
submukosa maupun mukosa organ yang berdekatan. Tempat telur Schistosoma joponicum
biasa ada percabangan vena mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus.
Telur-telur jenis Schistosoma joponicum lebih besar dan lebih bulat dibanding dengan jenis
lainnya, berukuran 70-100 mm dan lebarnya 55-64 mm. Kerangka di telur Shistosoma
joponicum lebih kecil dan kurang mencolok jika dibandingkan dengan spesies lainnya.
( Telur Schistosoma japonicum )
Schistosoma hidup terutama didalam vena mesenterika superior, dimana tempat ini cacing
betina akan menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau meninggalkan yang jantan untuk
bertelur didalam venula-venula mesenterika kecil pada dinding usus. Telur berbentuk oval
hingga bulat dan memerlukan waktu beberapa hari untuk berkembang menjadi mirasidium
matang didalam kerangka telur. Massa telur menyebabkan adanya penekanan pada dinding
venula yang tipis, yang biasanya dilemahkan oleh sekresi dari kelenjar histolitik mirasidium
yang masih berada didalam kulit telur. Dinding itu kemudian sobek, dan telur menembus
lumen usus yang kemudian keluar dari tubuh. Pada infeksi berat, beribu-ribu cacing
ditemukan pada pembuluh darah.
Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva menembus jaringan lunak dalam 5-7
minggu, membentuk generasi pertama dan kedua dari sporokista. Pada perkembangan
selanjutnya dibetuk serkaria yang bercabang. Serkaria ini dikeluarkan jika siput berada pada
atau dibawah permukaan air. Dalam waktu 24 jam, serkaria menembus kulit. Tertembusnya
kulit ini sebagai hasil kerja dari kelenjar penetrasi yang menghasilkan enzim proteolitik,
menuju aliran kapiler, ke dalam sirkulasi vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa
sampai ke jantung kiri menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini
diambil oleh Schistosoma muda pada migrasi mereka dari paru-paru ke hati. Schistosoma
merayap melawan aliran darah sepanjang arteri pulmonalis, jantung kanan dan vena cava
menuju kehati melalui vena hepatica. Infeksi dapat berlangsung dalam jangka waktu yang
tidak terbatas.
Menetasnya telur berlangsung didalam air walaupun dipengaruhi kadar garam, pH, suhu dan
aspek penting lainnya. Migrasi Schistosoma joponicum dimulai dari masuknya cacing
tersebut kedalam pembuluh darah kecil, kemudian ke jantung dan sistem peredaran darah.
Cacing yang sedang bermigrasi jarang menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang
menimbulkan reaksi hebat pada tubuh penderita .
d. Diagnosis
Identifikasi telur dalam feses atau urin merupakan metode yang paling praktis untuk
diagnosis. Pemeriksaan feses harus dilakukan ketika orang tersebut dicurigai terinfeksi
Schistosoma mansoni ataupun Shistosoma joponicum dan pemeriksaan urin dilakukan bila
ada kecurigaan terinfeki Schistosoma haemotobium. Feses dapat mengandung telur dari
semua spesies Schistosoma.
Pemeriksaan dapat dilakukan pada pap sederhana (pap untuk 1 sampai 2 mg feses). Telur
dapat ditularkan dalam jumlah yag sangat kecil. Dimana pendeteksian akan ditingkatkan
dengan pemeriksaan ulang atau melakukan prosedur konsentrasi (seperti formalin – teknik
etil asetat). Selain itu, untuk melakukan survei dilapangan, volume pengeluaran telur dapat
diukur dengan metode Kato-Katz yang mana memerlukan 20-50 mg feses. Telur dapat
ditemukan dalam urin yang terinfeksi Schistosoma haemotobium (waktu yang disarankan
untuk pengumpulan urin yaitu pada waktu siang hari maupun sore hari). Selain itu,
diperlukan adanya tindakan setrifugasi untuk melakukan pemeriksaan sedimen.
Ukuran telur Schistosoma yang kecil, memerlukan adanya diagnosa teknik. Dimana sebagian
besar diperlukan untuk menguji Schistomiasis kronis tanpa telur.
Tes dengan metode ELISA dapat juga dilakukan untuk menguji antibodi spesifik untuk
Schistosoma. Hasil positif menunjukkan infeksi saat ini atau terakhir (dalam dua tahun
terakhir). Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilakukan untuk menilai sejauh mana
morbiditas hati dan limfa terkait.
e. Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan prazikuantel. Selain itu dapat juga
digunakan natrium antimony tartrat. Obat lainnya tidak memberikan hasil yang memuaskan
karena sebenarnya tidak ada obat khusus untuk parasit ini. Obat-obat tersebut akan
menyebabkan cacing dewasa terlepas dari pembuluh darah, sehingga akan tersapu kedalam
hati oleh sirkulasi portal .
f. Pencegahan