Parasitologi Lanjut
Tema :
Potensi Schistosomiasis Terhadap Gangguan Sirkulasi Darah Perifer
Oleh :
Amirotul Azhimah (061824253007)
PENDAHULUAN
paru-paru, dan dinding usus sehingga dapat menyebabkan peradangan granulomatosa dan
fibrosis progresif, hal ini merupakan penyebab perubahan patologis klinis primer atau
perubahan klinis yang paling utama. Ada banyak jenis sel yang terlibat dalam melawan
invasi dari Schistosoma japonicum dan telurnya, termasuk sel Th, Natural Killer cells
(NK), sel NKT, sel supresor yang diturunkan dari myeloid (MDSCs), dan makrofag.
Dengan demikian, perubahan yang jelas dapat dideteksi di organ-organ kekebalan, seperti
limpa dan kelenjar getah bening lokal. Untuk penyebab nya sendiri Schistosomiasis dapat
yang paling sering terjadi di tempat dengan sanitasi yang buruk. Anak usia sekolah yang
tinggal di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk sangat berisiko karena mereka
cenderung menghabiskan waktu berenang atau mandi di air yang mengandung serkaria
infeksi. Hal ini juga beresiko pada orang-orang yang melakukan perjalananan ditempat
dimana ditemukan schistosomiasis dan terkena air tawar yang telah terkontaminasi dari
Lebih dari 207 juta orang di setidaknya 74 negara memiliki infeksi schistosomal
aktif. Dari populasi ini, sekitar 60% memiliki gejala penyakit, termasuk keluhan organ
tertentu dan masalah yang berkaitan dengan anemia kronis dan kekurangan gizi akibat
terinfeksi Schistosoma japonicum. Lebih dari 20 juta orang mengalami sakit parah.
Prevalensi penyakit adalah heterogen di daerah yang rentan dan cenderung lebih buruk di
daerah dengan sanitasi yang buruk, peningkatan penggunaan irigasi air tawar, dan
infestasi schistosomal berat pada populasi manusia, hewan, dan / atau siput.
dari cacing trematoda ini berada di daerah tropis dan sub tropis, khususnya S.
hematobium ada di Afrika, Timur Tengah, Corsica (Prancis); S. mansoni ada di Afrika,
Timur Tengah, Karibia, Brasil, Venezuela dan Suriname; S. japonicum ada di China,
pegunungan lindu dan napu). Oncamelania hupensis Lindoensis merupakan salah satu
jenis siput endemik yang terdapat dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Jenis siput
ini merupakan perantara (hospes) dari cacing shistosoma yang dapat menyebabkan
penyakit shistosomiasis pada manusia dan hewan. Pada tubuh siput tersebut berkembang
cerkaria yang pada waktu tertentu keluar mencari hospes untuk bertumbuh lebih lanjut
(Pratama dkk.,2018)
Schistosoma japonicum ?
japonicum
BAB 2
PEMBAHASAN
tuberculation. Cacing jantan memiliki panjang 12-20 mm, diameter 0,5-0,55 mm,
integument ditutupi dengan duri-duri yang sangat halus dan lancip, lebih
menonjol pada daerah batil isap dan kanalis ginekoporik, memiliki 6-8 buah testis.
letak ovarium yaitu pada pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria terbatas didaerah
lateral ¼ bagian posterior tubuh. Uterus merupakan saluran yang panjang dan
berisi 50-100 butir telur. Telur-telur jenis Schistosoma joponicum lebih besar dan
lebih bulat dibanding dengan jenis lainnya, berukuran 70-100 mm dan lebarnya
55-64 mm. Kerangka di telur Shistosoma joponicum lebih kecil dan kurang
mencolok jika dibandingkan dengan spesies lainnya Telurnya memiliki lapisan
hialin, subsperis atau oval jika dilihat dari lateral, dekat salah satu kutub terdapat
(70-100) x (50-65) m. telur cacing ini diletakkan dengan memusatkan pada vena
kecil pada submukosa maupun mukosa organ yang berdekatan. Tempat telur
tempat ini cacing betina akan menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau
kecil pada dinding usus. Telur berbentuk oval hingga bulat dan memerlukan waktu
telur. Massa telur menyebabkan adanya penekanan pada dinding venula yang
tipis, yang biasanya dilemahkan oleh sekresi dari kelenjar histolitik mirasidium
yang masih berada didalam kulit telur. Dinding itu kemudian sobek, dan telur
menembus lumen usus yang kemudian keluar dari tubuh. Pada infeksi berat,
dalam 5-7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua dari sporokista. Pada
dikeluarkan jika siput berada pada atau dibawah permukaan air. Dalam waktu 24
jam, serkaria menembus kulit. Tertembusnya kulit ini sebagai hasil kerja dari
kelenjar penetrasi yang menghasilkan enzim proteolitik, menuju aliran kapiler, ke
dalam sirkulasi vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa sampai ke
jantung kiri menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini
diambil oleh Schistosoma muda pada migrasi mereka dari paru-paru ke hati.
kanan dan vena cava menuju kehati melalui vena hepatica. Infeksi dapat
garam, pH, suhu dan aspek penting lainnya. Migrasi Schistosoma joponicum
dimulai dari masuknya cacing tersebut kedalam pembuluh darah kecil, kemudian
ke jantung dan sistem peredaran darah. Cacing yang sedang bermigrasi jarang
japonicum
Infeksi dapat terjadi ketika kulit bersentuhan dengan air tawar yang
terkontaminasi oleh beberapa jenis siput yang membawa parasit hidup. Air tawar
menjadi terkontaminasi oleh telur Schistosoma ketika orang yang terinfeksi buang
air kecil atau buang air besar di dalam air. Selanjutnya, parasit akan menginfeksi
dan berkembang biak di dalam siput. Parasit meninggalkan siput dan memasuki
air di mana ia dapat bertahan hidup selama sekitar 48 jam. Parasit Schistosoma
dapat menembus kulit orang-orang yang bersentuhan dengan air tawar yang
nantinya cacing betina akan menghasilkan telur. Sebagian dari telur-telur ini
berpindah ke kandung kemih atau usus dan masuk ke urin atau tinja.
Gejala schistosomiasis bukan disebabkan oleh cacing itu sendiri tetapi oleh
reaksi tubuh terhadap telur. Telur yang ditumpahkan oleh cacing dewasa yang
tidak keluar dari tubuh dapat tersangkut di usus atau kandung kemih,
Setelah bertahun-tahun infeksi, parasit juga dapat merusak hati, usus, limpa, paru-
pertama kali terinfeksi. Namun, dalam beberapa hari setelah terinfeksi dapat
timbul ruam dan gatal pada kulit. Dalam 1-2 bulan infeksi, gejala dapat
berkembang termasuk demam, menggigil, batuk, dan nyeri otot. Gejala pada
infeksi ini dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu gejala akut dan kronis. Infeksi
akut dapat menyebabkan demam, kelemahan, diare, sakit perut dan hepatomegali.
jarang ditemukan di otak atau sumsum tulang belakang, apabila ditemukan pada
system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi telur ke dalam usus. Telur
dari sel motil membawa telur kedalam lumen usus. Ketika didalam lumen, sel
granuloma meninggalkan telur untuk dibuang dalam feses. Sayangnya sekitar 2/3
dari telur tidak dikeluarkan, sebaliknya mereka berkembang diusus. Hal ini dapat
3000 telur per hari diamana jumlah telur yang dikeluarkan ini sepuluh kali lebih
besar dari schistosoma mansoni. Sebagai penyakit kronis, parasit ini dapat
menyebabkan demam katayama, fibrosis hati, sirosis hati, hipertensi hati portal,
system syaraf dan organ lain dimana mereka dapat mempengaruhi kesehatan
organ tertentu. Hal ini sangat berhubungan erat dengan respon imun hospes.
Respon imun hospes ini sendiri dipengaruhi oleh faktor genetik, intensitas infeksi.
Perubahan yang terjadi disebabkan oleh 3 stadium cacing yaitu serkaria, cacing
dewasa dan telur. Perubahan-perubahan pada skistosomiasis dibagi dalam 3
stadium :
Masa tunas biologic
Gejala kulit dan alergi : eritema, papula disertai rasa gatal dan panas
(nokturna), malaise, mialgia, nyeri kepala, nyeri abdomen, batuk non produktif
yang dapat terjadi sebelum ditemukannya telur di alam feses dan akan mencapai
dapat ditemukan eosinofilia dan infiltrat paru pada rontgen foto torak. Kumpulan
gejala ini dikenal sebagai sindroma Katayama dan sering terjadi pada orang yang
terinfeksi pertama kali atau pada keadaan reinfeksi berat serkaria. Gejala yang
pada daerah non endemis. Klinis yang terjadi berhubungan dengan reaksi alergi
terhadap migrasi larva dan antigen telur. Serkaria mampu menembus kulit karena
adanya bantuan enzim proteolitik. Reaksi kulit terhadap serkaria ini dapat berupa
urtikaria dengan ruam makulopapula yang dkenal dengan istilah “swimmer itch”.
setelah infeksi.
Stadium Kronis
Kondisi patologis yang ditimbulkan akibat schistosomiasis kronis terjadi
akibat akumulasi telur yang terperangkap dalam jaringan. Pada infeksi S.mansoni
dan S.japonicum, hepar merupakan organ utama yang diserang. Telur yang
terbawa bersama aliran darah ini akan terperangkap di hepar. Hal ini disebabkan
oleh ukuran kapiler sinusoid yang sangat kecil. Pada infeksi S.haematobium
terjadi kerusakan vesika urinaria akibat perjalanan telur cacing pada dinding organ
tersebut. Respon sel T CD4+ yang diinduksi oleh antigen telur ini mengakibatkan
kelompok sel (makrofag, eosinofil dan sel TCD4+) yang mengelilingi telur.
Apabila telur schistosoma ini mati, maka granuloma akan sembuh secara spontan
dengan meninggalkan lesi fibrotik. Keadaaan ini akan menimbulkan kongesti dan
gangguan perfusi. Apabila keadaan ini berkelanjutan dapat terjadi asites dan
– systemic venous shunts yang terbentuk bersifat rapuh sehingga mudah terjadi
ruptur, perdarahan hebat dan menimbulkan kematian. Kelainan serius lain yang
dapat ditimbulkan oleh S.haematobium adalah keganasan vesica urinaria dan alat
hingga ke servik pada wanita atau testis pada pria. Hasil penelitian ternyata juga
o Nyeri otot
keberadaan telur dari parasit (serat kolagen dan kelompok sel (makrofag,
hepar yang bersifat rapuh sehingga mudah terjadi ruptur, perdarahan hebat dan
menimbulkan kematian.
Pruritus pada lengan manusia saat perdarahan pada nasal sapi akibat
terjadi infestasi parasit cacing pengerusakan sistem saluran pernafasan
Shicstosoma japonicum oleh cacing Shicstosoma japonicum
2.4 Laporan kasus akibat infeksi cacing Schistosoma japonicum
kemih dan sistem pencernaan manusia. Salah satu manifestasi klinis nya berupa
kelainan tulang dan sendi pada pasien infeksi Schistosoma . Dalam sebuah
parasit telur Schistosoma saat pemeriksaan biopsy cairan sinovial sendi. Pada
penelitian yang lain dilaporkan 36 kasus radang sendi di antara pasien dengan
adalah salah satu argumen kuat, yang memungkinkan diagnosis rematoid artritis
adanya satu atau lebih sendi besar yang terlibat dan mempunyai karakteristik
berupa inflamasi tanpa efusi, deformitas, atau hilangnya fungsi sendi ,lalu bukti
bilharzial dalam biopsi sinovial sendi, dan hasil rontgen pada inflamasi reaktif di
3.1 Kesimpulan
penting penyakit di banyak bagian dunia, yang paling sering terjadi di tempat
sebagian Negara Cina dan Asia Tenggara. Infeksi dapat terjadi ketika kulit
bersentuhan dengan air tawar yang terkontaminasi oleh beberapa jenis siput yang
membawa parasit hidup. Pengobatan pada seseorang yang mengalami infeksi ini
Sumber wawasan yang berasar dari jurnal-jurnal serta laporan studi kasus
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan., Hayani A., Phetisya PFS,. Risti. 2014. Kontribusi Hewan Mamalia
Sapi, Kerbau, Kuda, Babi Dan Anjing Dalam Penularan Schistosomiasis Di
Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013.
Media Litbangkes. Donggala. Vol. 24 No. 4.