Anda di halaman 1dari 3

Infeksi Schistosoma Haematobium dalam Patogenesis Schistosomiasis

1
Dheis Anindhita, 2Fachrizal Zulfikar, 3Bella Rizky, 4Mushab, 5Teguh Fahrurroji, 6Wardalina
Tri Putri N, 7Maghfiroh Arif, 8Auraria Rahmiadhani, 9Arista Nur Aini, 10Virginia Viola
Setiajiputri, 11Fanny Novira Chairunnisa, 12Afita Novira, 13Jona Davi Kamal Haj, 14Danang
Tejamukti Widiatmaja, 15Dhiemas Trisyuananda Eniestama, 16Febri Fatma Lailatul Laeli, 17S.
Deviana Gutsiah Salma, 18Rizka Safira Ramadhanti, 19Haryo Kunto, and 20Aristanti

1
Student, Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
2
Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
Corresponding author: Dheis Anindhita, viardiedheis@gmail.com,
162010101074@students.unej.ac.id

Abstrak
Pendahuluan
Schistosoma Haematobium adalah salah satu spesies trematoda darah yang bersifat
anhermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit Schistosomiasis. Hospes definitif dari
cacing ini adalah manusia, kera dan baboon. Hospes perantaranya adalah keong air tawar
bergenus Bulinus sp, Physopsis sp, dan Biomphalaria sp. Penyakit yang disebabkan oleh cacing
ini adalah skistosomiasis vesikalis, hematuriskistosoma, bilharziasis urinarius.

Schistosomiasis yang disebabkan oleh Schistosoma haematobium terdistribusi merata di


Afrika, khususnya di bagian selatan dan sub-Sahara Afrika. Schistosomiasis memiliki
prevalensi yang tinggi di daerah tropis dan subtropis, khususnya di lingkungan dengan sosial
ekonomi rendah tanpa persediaan air yang aman untuk dikonsumsi serta sanitasi yang buruk.
Transmisi parasit ini juga ditemukan terjadi di Sungai Nil, Mesir dan Maghreb, yang
merupakan bagian dari Afrika Utara. Saar ini, transmisi Schistosoma haematobium juga
sedang berlangsung di Corsica dan sedang diteliti oleh para peneliti.

Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1 mm. Ditutupi integumen tuberkulasi
kecil, memiliki dua batil isap berotot, yang ventral lebih besar. Cacing betina panjang
silindris, ukuran 20x0,25 mm. Batil isap kecil, ovarium terletak posterior dari pertengahan
tubuh. Uterus panjang, sekitar 20-30 telur berkembang pada saat dalam uterus. Kerusakan
dinding pembuluh darah oleh telur mungkin disebabkan oleh tekanan dalam venule, tertusuk
oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis yang keluar melalui pori kulit telur sehingga telur
dapat merusak dan menembus dinding pembuluh darah.

Cacing dewasa hidup di vena sekitar vesica urinaria, uterus dan daerah pelvis → telur keluar
dari tubuh bersama urie → di dalam air telur menetas → keluar mirasidium → masuk ke
hospes perantara → berkembang menjadi sporokista → keluar dari hospes perantara →
menjadi cercaria → penetrasi ke kulit manusia → ikut sirkulasi darah → menuju jantung,
paru-paru, kembali ke jantung → masuk sirkulasi darah arteri → menjadi dewasa di vena
sekitar vesica urinaria, uterus dan daerah pelvis.

Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk kedalam pembuluh darah kulit. Lebih
kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda mulai menjangkau vena portae dan hati. Kira-kira
tiga minggu setelah infeksi pematangan cacing dimulai sejak keluarnya dari vena portae.
Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing betina mulai meletakan telur pada venule. Efek
pathogen terdiri atas:
 Reaksi lokal dan umum terhadap metabolit cacing yang sedang tumbuh dan matang
 Trauma dengan perdarahan akibat telur keluar dari venule.
 Pembentukan pseudoabses dan pseudotuberkel mengelilingi telur terbatas pada
jaringan perivaskuler

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan
biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi
serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect
Haemagglutation test), CFT (Complement fixationtest), FAT (Fluorescent antibody test) dan
ELISA (Enzyme linkedimmuno sorbent assay).

Obat yang biasa digunakan adalah Metrifonate, organoposforus cholinesterase inhibitor.


Dosisnya 5-15 mg/ kg berat badan diberikan dengan interval 2 minggu.

Pada kasus Schistosomiasis, tidak ada vaksin yang dapat mencegah infeksi ini. Namun ada
beberapa cara untuk menghindari infeksi dari Schistosoma haematobium. Pertama adalah
hindari berenang atau bermain di air sungai apabila berada di daerah endemik
Schistosomiasis, berenang di air laut atau kolam renang lebih aman. Kedua minum air yang
dimasak. Meskipun Schistosomiasis tidak dapat menginfeksi lewat meminum air yang
terkontaminasi, namun apabila mulut atau bibir berkontak dengan air yang mengandung
parasit, maka dapat terinfeksi pula. Agar terhindari dari resiko terinfeksi lebih baik meminum
dari ari yang telah dimasak matang setidaknya selama satu menit atau menyaring air sebelum
meminumnya. Begitu pula dengan air yang digunakan untuk mandi apabila berada di daerah
endemik schistosomiasis. Air setidaknya dimasak matang selama minimal satu menit untuk
membunuh serkaria dan didinginkan apabila akan digunakan untuk mandi. Air disimpan di
tangki maksimal 1-2 hari. Selanjutnya adalah keringkan tubuh segera apabila tidak sengaja
terkontak dengan air yang dicurigai mengandung parasit

Strategi WHO untuk pengendalian schistosomiasis berfokus pada pengurangan penyakit


melalui perawatan yang ditargetkan secara berkala dengan praziquantel melalui perawatan
skala besar (kemoterapi preventif) dari populasi yang terkena dampak. Kelompok yang
ditargetkan untuk perawatan adalah:

1. Anak-anak usia sekolah di daerah endemis.


2. Orang dewasa dianggap berisiko di daerah endemis, dan orang-orang dengan
pekerjaan yang melibatkan kontak dengan air yang terinfeksi, seperti nelayan, petani,
pekerja irigasi, dan perempuan yang tugas rumah tangganya membuat mereka
berhubungan dengan air yang terinfeksi.
3. Seluruh komunitas yang tinggal di daerah yang sangat endemis.
Kesimpulan

Schistosoma Haematobium adalah salah satu spesies trematoda darah yang bersifat
anhermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit Schistosomiasis. Schistosomiasis yang
disebabkan oleh Schistosoma haematobium memiliki prevalensi yang tinggi di daerah tropis
dan subtropis, khususnya di lingkungan dengan sosial ekonomi rendah tanpa persediaan air
yang aman untuk dikonsumsi serta sanitasi yang buruk. Diagnosis schistosomiasis ditegakkan
dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Tidak
ada vaksin untuk mencegah infeksi ini sehingga pencegahan menjadi sangat penting seperti
menghindari kontak dengan air pada daerah endemik schistosomiasis.

Referensi

1. Cdc.gov.(2019). [online] Available at:


https://www.cdc.gov/parasites/schistosomiasis/epi.html [Accesed 23 Apr. 2019]
2. Gryseels B, Polman K, Clerinx J, Kestens L. Human schistosomiasis. Lancet
2006;368:1106-18
3. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/schistosomiasis
4. Nn. 2019. Schistosomiasis. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/schistosomiasis. Diakses pada tanggal 22 april 2019
5. Sriwahyuni, Rina Ratianingsih, dan Hajar. 2016. Kendali Optimal Model Siklus
Hidup Cacing Schistosoma japonicum dengan Prinsip Minum Pontryagin. Sulawesi
Tengah: Universitas Tadulako Jurnal Vektor Penyakit

Anda mungkin juga menyukai