Anda di halaman 1dari 12

Schistosomiasis

ARIF GUMILAR
(1802101020037)
T U G A S L A B O R ATO R I U M PA R A S I TO L O G I
Schistosoma
Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis
Di sebabkan cacing trematoda darah Scistosoma spp :
•Schistosoma japonicum
•Schistosoma mansoni
•Schistosoma haematobium
•Schistosoma intercalatum
•Schistosoma mekongi
Morfologi
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Prosostomata
Subordo: Strigeata
Famili : Schistosomatidae
Genus : Schistosoma
Species : Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum
Schistosoma haematobium, Schistosoma mekongi
Lanjutan
S. japonicum jantan dan betina INANG ANTARA Schistosoma japonicum

Telur S.japonicum

Oncomelania sp
Lanjutan

INANG ANTARA Schistosoma mansoni

Telur S. mansoni
Lanjutan
Telur S. haematobium

INANG ANTARA Schistosoma haematobium


Siklus hidup
• Cacing dewasa memiliki panjang 0,6 – 2,5 cm, hidup berpasangan yang
dimana betina berada di dalam canalis gynaecophorus cacing jantan.
Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh sepasang cacing bervariasi,
tergantung spesies cacing, antara 300 (S. mansoni) sampai 3500
(S.Japonicum) telur perhari yang dikeluarkan ke dalam pembulu darah
vena. Bentuk larva yaitu miracidium terbentuk di dalam telur, enzim litik
dan kontraksi vena menyebabkan pecahnya dinding vena sehingga telur
di lepaskan ke dalam jaringan perivaskular usus dan ke dalam vesica
urinaria, kemudian telur dikeluarkan bersama tinja atau urine.
Miracidium menetas keluar dari telur jika tersentuh air dingin lalu
berenang bebas menemukan inang intermediet yang sesuai yaitu siput
air .
• Perkembangan sporokista pada inang intermediet terjadi dialam dua
tahap kemudian pada tahap cercaria keluar dari tubuh inang intermediet
dan berenang didalam air. Sewaktu mandi dan berenang kulit ternak
berkontak dengan cercaria yang berenang bebas didalam air, kemudian
melekatkan diri dan masuk ke dalam jaringan kapiler perifer, jika tertelan
pada saat ternak minum air cercaria menembus selaput lendir mulut dan
leher. Cercaria terbawa oleh darah menuju jantung dan paru-paru,
menerobos kapiler paru-paru, terbawa ke dalam sirkulasi sistemik hingga
berkembang menjadi cacing dewasa. Predileksi cacing dewasa terdapat
didalam vena mesenterium dan vesica urinaria. Periode prepaten untuk
S. mansoni adalah 7-8 minggu, S.haematobium 10-12 minggu dan
S.japonicum 5-6 minggu. Cacing dewasa dapat hidup selama 30 tahun
pada inang definitif
Gejala klinis
Perubahan yang terjadi disebabkan oleh 3 stadium cacing yaitu serkaria, cacing dewasa dan telur.

Perubahan-perubahan pada skistosomiasis dibagi dalam 3 stadium:

1. Masa tunas biologik


• Gejala kulit dan alergi : eritema, papula disertai rasa gatal dan panas hilang dalam 2-3 hari.
◦ Gejala paru : batuk, kadang-kadang pengeluaran dahak yang produktif
◦ Gejala toksemia : timbul minggu ke-2 sampai ke-8 setelah infeksi. Berat gejala tergantung jumlah serkaria yang masuk
◦ Gejala berupa : lemah, malaise, tidak nafsu makan, mual dan muntah. Diare disebabkan hipersensitif terhadap cacing
◦ Hati dan limpa membesar dan nyeri raba.

2. Stadium Akut
• Mulai sejak cacing bertelur
• Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan dan jumlah cacing .
• eluhan : demam, malaise, berat badan menurun
• Pada infeksi berat Sindroma disentri
• Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali; terjadi 6-8 bulan setelah infeksi.

3. Stadium menahun :
• Penyembuhan dengan pembentukan jaringan ikat dan fibrosis
• Hepar kembali mengecil karena fibrosis. Hal ini disebut sirosis
• sirosis  sirosis periportal
• Gejala : splenomegali, edema tunbgai bawah dan alat kelamin, asites dan ikterus.
• Stadium lanjut sekali dapat terjadi hematemesis.
Hospes
Hospes definitif dari Schistosoma japonicum
yakni manusia, anjing, tikus sawah, kucing,
sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, dan biri-biri.
Hospes intermedietnya adalah siput air tawar
spesies Oncomelania nosophora, O. hupensis,
O. formosana, O. hupensis lindoensis dan O.
quadrasi di Danau Lindu provinsi Sulawesi
Tengah.

Hospes intermediet Schistosoma spp


Pengobatan
Praziquantel sangat efektif terhadap semua bentuk schistosomiasis, baik dalam fase akut, kronik
maupun yang sudah mengalami splenomegali atau bahkan yang mengalami komplikasi lain.
Obat tersebut sangat manjur, efek samping ringan dan hanya diperlukan satu dosis yaitu 60
mg/kg BB yang dibagi dua dan diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam.
Jenis-jenis merek dagang obat scistomiasis beserta kandungan nya :
◦ Emetin (tartras emetikus)
◦ Fuadin stibofen, Reprodal, neo-antimosan
◦ Astiban TW 56
◦ Lucanthone-HCl, Miracil D. Nilodin
◦ Niridazol
◦ Prazikuantel (Embay® 8440; Droncit®,Biltricide®)
Pencegahan
Pengendalian inang intermediet schistosomiasis O. h. lindoensis, merupakan salah satu usaha
pemutusan mata rantai penularan schistosomiasis. Mengingat pentingnya peran siput
O.h.lindoensis dalam rantai penularan schistosomiasis, maka pengendalian inang intermediet ini
harus dilakukan. Pengendalian terhadap inang intermediet ini dimaksudkan untuk menekan
serendah-rendahnya populasi siput O. h lindoensis dan menekan angka infection-rate pada
inang intermediet menjadi 0% sehingga tidak menjadi masalah lagi dalam penularan
schistosomiasis di Indonesia.
Untuk melakukan pengendalian siput schistosomiasis harus mempertimbangkan sifat siput yang
amfibious dan jenis daerah tempat hidup siput. Pada umumnya daerah tersebut berupa daerah
yang selalu basah sepanjang tahun, becek, dibawah pohon besar atau dibawah semak-semak,
padang rumput bekas sawah yang selalu basah  
Daftar pustaka
Anis, N. Strategi Pengendalian Hospes Perantara Schistosomiasis,Donggala: Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang. 2015. SPIRAKEL, Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45
Gunawan. dkk. 2014. Kontribusi Hewan Mamalia Sapi, Kerbau, Kuda, Babi Dan Anjing Dalam Penularan Schistosomiasis Di Kecamatan Lindu Kabupaten
Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Media Litbangkes, Vol. 24 No. 4.
Hadidjaja, P. Schistosomiasis di Sulawesi Tengah, Indonesia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985.
Hafsah. 2013. Karakteristik Habitat Dan Morfologi Siput Ongcomelania Hupensis Lindoensis Sebagai Hewan Reservoir Dalam Penularan Shistosomiasis
Pada Manusia Dan Ternak Di Taman Nasional Lore Lindu. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako : Sulawesi Tengah.
Rosmini., Soeyoko., dan., Sumarni, Sri. 2010. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Penularan Schistosoma Japonicum Di Dataran Tinggi Napu
Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Bul Penelit Kesehat, Vol 38 No.3 :13 1 – 139.
Rosmini., Soeyoko., dan., Sumarni, Sri. 2010. Penularan Schistosomiasis Didesa Dodolo Dan Mekarsaridataran Tingginapu Sulawesi Tengah. Media
Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 3.
Rosmini., dkk. 2014. Infection Rate Host Perantara Dan Prevalensi Reservoir Schistosoma Japonicum Di Dataran Tinggi Bada Sulawesi Tengah. Jurnal
Ekologi Kesehatan. Vol. 13 No 1 : 43-49.
Sudomo, M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di Indonesia.Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2008.
Yusuf, R. 2004. Potensi Hewan Reservoar Dalam Penularan Schistosomiasis. Makalah Pribadi Falsafah Sains (Pps 702) Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut
Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai