Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hepar merupakan organ yang penting didalam tubuh vetebrata. Hepar pada vetebrata terletak
pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar
terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar merupakan organ
homeostasis yang memainkan peranan penting dalam proses metabolisme dalam manusia dan hewan.
Hati mempunyai berbagai fungsi termasuk menyimpan glikogen, mensintesis protein plasma, dan
menetralisir racun. Ia menghasilkan empedu yang penting bagi metabolisme tubuh.
Fascioliasis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi spesies cacing Fasciola
gigantica dan atau Fasciola hepatica. Cacing tersebut berbentuk daun, pipih sehingga tergolong cacing
trematoda. Kasus fascioliasis pada manusia dapat terjadi karena kebiasaan menyantap sayuran yang tidak
dimasak. Spesies cacing hati yang menginfeksi manusia adalah F. hepatica.
Diantara penyakit parasiter yang menyerang ternak, endoparasit fasciolosis yang disebabkan oleh
cacing hati Fasciola gigantica cukup menimbulkan masalah dalam bidang peternakan. Fasciolosis
mengakibatkan suatu penyakit hepatitis parenkhimatosa akut dan suatu kholangitis kronis. Setelah
menyerang hati, tahap selanjutnya cacing ini dapat mengakibatkan gangguan metabolisme lemak, protein
dan karbohidrat, sehingga juga mengganggu pertumbuhan, menurunkan bobot hidup, anemia dan dapat
menyebabkan kematian. Ternak yang dapat terinfeksi oleh cacing hati ini antara lain sapi, kerbau, domba
dan kambing.
Cacing F. gigantica menginfeksi ternak ruminansia sebagai definitive host (inang definitif), dan
menjalani survival dewasa pada hati dan kantung empedu. Kasus fascioliasis pada ternak ruminansia
terjadi karena ternak merumput pada padang gembalaan yang berair sebagai tempat yang cocok untuk
perkembangbiakan siput (Lymnaea rubriginosa). Siput menjadi intermedier host (inang antara) F.
gigantica untuk menjalani siklus hidup secara tidaklangsung sehingga mencapai stadium infektif
metaserkaria). Ternak ruminansia yang seringterinfeksi setelah menelan metaserkaria F. gigantica adalah
kerbau.

BAB II
PEMBAHASAN

B. PENYAKIT HATI OLEH FASCIOLA


1.

FASCIOLA
Genus cacing fasciola ada 2 jenis yang sering menginfeksi yaitu fasciola hepatica dan fasciola

gigantica. Fasciola hepatica merupakan salah satu spesies cacing yang merupakan parasit dalam tubuh
manusia. Fasciola tergolong dalam kelas TREMATODA, filum PLATYHELMINTES. Hospes cacing ini
adalah kambing dan sapi, dan kadang-kadang parasit ini ditemukan pada manusia. Fasciola hepatica
merupakan penyakit fascioliasis. Fascioliasis banyak ditemukan di negara-negara Amerika Latin dan
negara-negara sekitar Laut Tengah.
2. FASCIOLOSIS
Fasciolosis adalah penyakit cacing penting yang disebabkan oleh dua trematoda Fasciola
hepatica dan Fasciola gigantica.. Penyakit ini disebabkan oleh trematoda yang bersifat zoonosis. F.
hepatica adalah ini menimbulkan banyak kekhawatiran. Fascioliasis di Indonesia disebabkan oleh infeksi
cacing F. gigantica. Prevalensi fascioliasis di Indonesia bervariasi, tergantung pada musim dan daerah.
(Balqis dkk., 2013).
Cacing F. gigantica yang hidup dan berkembang di dalam hati (liver fluke) dan kantong empedu
ternak ruminansia dapat menimbulkan perubahan patologi anatomi/kerusakan jaringan anatomi hati
sehingga menjadi pengganggu pertumbuhan, penurunan produksi, menurunkan produksi susu dan
reproduksi ternak, pengafkiran organ hati karena tidak layak dikonsumsi. Pada kasus penyakit yang
kronis dapat menyebabkan kematian baik pada ternak maupun pada manusia. Tidak ditemukan angka
kerugian yang pasti akibat fascioliasis di Indonesia. (Balqis dkk., 2013).
2.1 Akibat Infeksi F. Gigantica :
Infeksi alami pada inang definitive terjadi manakala inang definitif menelan
tumbuhan atau ketika meminum air yang terkontaminansi metaserkaria. Ketika tertelan,
cacing muda mengalami encyst pada usus halus, melakukan penetrasi ke dinding
usus,dan menuju rongga abdominal. Cacing yang berhasil menerobos mukosa usus
membentuk kista pada dinding usus, melewati rongga abdomen dan mencapai kapsul dan
memasuki jaringan hati. Sulit dipahami bahwa bagaimana stadium metaserkaria dapat
survival dari lumen menerobos dinding usus menuju hati, dan stadium dewasa establish
pada kantung empedu. (Balqis dkk., 2013).

Infeksi cacing F. gigantica pada sapi berlangsung asymptomatic. Kasus


fascioliasis dapat diamati melalui pemeriksaan postmortem. Perubahan yang khas dan
menciri pada organ hati dan saluran empedu menjadi peneguh ketepatan diagnosa. Pada
pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan bahwa semua hati sapi aceh yang positif
terinfeksi cacing F. gigantica pada tahun 2011 dan tahun 2012 mengalami kerusakan
mencapai parenkim hati dan saluran empedu. (Balqis dkk.,2013).
Infeksi cacing hati menyebabkan terjadinya laju pertumbuhan dan berat badan
ternak, penurunan efesiensi pakan, kematian pada derajat infeksi yang tinggi terutama
pada pedet maupun sapi usia produktif, daya tahan tubuh akibat anemia yang
ditimbulkan, serta kerusakan jaringan terutama hati dan saluran empedu. (Hambal dkk.,
2013)
2.2 Tahap perkembangan larva Fasciola gigantica :
Hewan dapat terinfeksi apabila memakan rumput yang tercemar oleh
metaserkaria.Setelah hospes definitif memakan rumput yang tercemar metaserkaria, maka
metaserkaria pecah didalam duodenum kemudian bercampur dengan asam pepsin dalam
abomasum. Bila meta serkaria langsung termakan maka akan mati karena pengaruh asam
pepsin dalam abomasum. Setelah kista pecah, fasciola muda keluar dan masuk dalam
usus halus. 24 jam post infeksi, fasciola muda ditemukan dalam rongga peritonium, dan
4-6 hari post infeksi sebagian besar Fasciola muda telah menembus kapsul hati dan
bermigrasi dalam parenkhim hati. Umumnya cacing muda mencapai hati dengan cara
menembus dinding usus, masuk keruang peritonium dan seterusnya menyerang hati.
Migrasi dalam hati memerlukan waktu 5-6 minggu. Tujuh minggu setelah cacing telah
masuk ke saluran empedu dan menjadi dewasa. Derajat kerusakan pada parenkhim hati
dan

saluran

empedu

tergantung

pada

banyak

sedikitnya

metaserkaria

yang

menginfeksi/tertelan. (Irawati dkk., 2013)


2.3 Manifestasi klinik :
Manifesasi Fasciolosis bisa dibagi menjadi akut dan kronis. Fascioliosis akut,
bias terjadi pada domba apabila domba menelan dalam jumlah banyak metaserkaria
dalam waktu singkat. Jumlah cacing fasciola muda merusak hati menyebabkan kapsul
hati pecah dan perdarahan dalam peritonium. Domba bisa mati dalam beberapa hari.
Dalam nekropsi akan ditemukan hati yang membesar, pucat, rapuh dan terlihat jalur-jalur
perdarahan pada permukaan hati. (Irawati dkk., 2013)
3

Fascioliosis kronis adalah bentuk umum yang terjadi pada hospes. Hal ini
mungkin karena ternak terinfeksi secara bertahap, sehingga kerusakan hatipun terjadi
secara bertahap. Fascioliasis kronis terjadi dua bentuk, yaitu fibrosis hati dan kholangitis.
Saat cacing Fasciola muda migrasi dalam hati, maka terjadi kerusakan parenkim,
perdarahan dan nekrosa. Perjalanan cacing juga menimbulkan trombus vena hepatica dan
sinusoid hati, dan gangguan aliran darah oleh trombus ini menimbulkan nekrosis dan
iskhaemia dalam parenkhima hati. Dalam proses penyembuhan jaringan parenkhim
diganti dengan serabut kolagen, maka terjadi fibrosis. Apabila terjadi banyak lobus hati
maka hati menjadi bentuk tidak teratur dan mengeras (sirosis hati/sirosis hepatis).
(Irawati dkk., 2013)
Pengaruh umur erat kaitannya dengan kurun waktu infestasi terutama di
lapangan. Makin tua umur sapi makin tinggi prevalensi intensitas. Pada sapi muda,
prevalensinya lebih rendah. Hal ini disebabkan sapi muda relatif lebih sering
dikandangkan dalam rangka penggemukan (sapi kereman). Selain itu, intensitas makan
rumput sapi muda masih rendah dibandingkan sapi dewasa, hal ini karena sapi muda
masih minum air susu induknya, sehingga kemungkinan untuk terinfekasi larva
metaserkaria lebih rendah. (Hambal dkk., 2013)
2.4 Gejala klinis :
Pada kasus akut terjadi kematian mendadak pada domba, dengan darah keluar
dari hidung dan anus. Sebaliknya kasus kronis pada sapi terjadi gangguan pencernaan
berupa konstipasi dengan tinja yang kering. Dalam keadaan berat sering terjadi mencret.
Gejala lain kepucatan, lemah dan kurus. Gejala anemia dan hypoproteinemia disertai
kondisi

hewan

menurun

serta

terjadi

oedema

subkutaneus

khususnya

pada

intermandibula. (Irawati dkk., 2013)


Gejala anemia akibat kerusakan hati yang parah yang disebabkan oleh cacing hati
dewasa melalui parenkim hati dengan jaringan yang luas dan perdarahan yang berujung
padapenyakit klinis berat. Beberapa komplikasi termasuk penurunan berat badan,
penurunan produksi susu, edema submandibular dan diare telah dilaporkan pada infeksi
cacing fasciola. (Irawati dkk., 2013)
2.5 Diagnosa :
Penentuan diagnosa fascioliasis seekor hewan atau sekelompok hewan harus
dibuktikan dengan ditemukannya telur Fasciola, yang dapat dilakukan dengan metode
sedimentasi. Pada hewan yang berkelompok, diagnosa juga diperkuat dengan kerusakan
4

hati salah satu hewan yang mati dengan melalui proses nekropsi. Diagnosa yang tepat
pada hewan yang sudah terserang penyakit cacing, akan memberikan jalan untuk
pengobatan yang tepat pula untuk ketepatan diagnosa.
Teknik pemeriksaan keberadaan cacing F. gigantica pada jaringan parenkim hati
dan kantung empedu Hati dibersihkan dari lemak dan jaringan lainnya dengan
menggunakan pisau tajam. Hati yang sudah bersih diamati secara visual keberadaan
cacing F. gigantica yang mungkin keluar dari jaringan hati dan atau kantung empedu.
Apabila tidak terlihat adanya F. gigantica, hati diusap dengan telapak tangan agar
memastikan adanya F. gigantica yang lengket pada telapak tangan. Apabila F. gigantica
juga tidak terlihat maka hati dipotong dengan pisau menjadi dua bagian, dan masingmasing bagian dipotong kembali menjadi tiga bagian. Tiap potongan hati dipijat-pijat
untuk mengeluarkan cacing hati yang berada di dalam saluran empedu yang kecil sambil
dibelah menjadi ukuran kirakira 5 cm. Potongan-potongan hati tersebut dipijat-pijat untuk
mengeluarkan cacing yang mungkin ada. (Balqis dkk., 2013).
2.6 Telur :
Metode sedimentasi modifikasi Borray digunakan untuk pemerikaan terhadap
telur trematoda Fasciola gigantica. Metode ini digunakan untuk mengidentifi-kasi telur
cacing yang memiliki berat jenis lebih besar dari pada berat jenis air, sehingga sangat
cocok untuk pemeriksaan fasciolosis dan paramphistomiasis karena telur akan mudah
terlihat. (Hambal dkk., 2013)
fasciola Sangat mirip dengan paramfistomum. Untuk membedakanya, selain
mengingat ukuran besarnya telur, telur fasciola lebih kecil dari pada paramfistomum,
dinding telur fasciola lebih tipis sehingga mudah menyerap zat warna empedu, yodium,
atau mutilen biru. Selain itu didalam paramfistomum biasanya lebih jelas selsel
embrionalnya dari pada dalam telur fasciola.
2.7 Pencegahan dan pengobatan :
- Pencegahan :
Beberapa tehnik sederhana dalam melakukan kontrol terhadap infestasi cacing
pada ternak sapi dapat dilakukan dengan cara mengatur pemberian pakan dan mengatur
waktu pemotongan rumput, suatu hal yang tentunya tidak dapat dilakukan bila sapi
dibiarkan mencari pakan sendiri di padang rumput.
5

Bila ternak tidak ada nafsu makan, maka periksalah dulu bagian mulut dan gigi.
Periksa juga suhu (kalau tinggi, mungkin ada infeksi umum). Berikan antibiotika injeksi
setiap hari selama 3 - 5 hari. Bila bukan seperti gejala diatas setelah diperiksa,
kemungkinan penyakitkronis. Gejala-gejala bila ternak itu cacingan antara lain: sapi
kurus dan lemah, nafsu bisa kurang, kurang darah (anaemia), lendir berwarna pucat dan
sering mencret.
-

Pengobatan :
Keberhasilan pengobatan fascioliasis tergantung efektifitas obat terhadap stadia
perkembangan cacing, pada fase migrasi, pada migrasi atau pada fase menetap dihati, dan
sifat toksin dari obat harus rendah karena jaringan hati yang terlanjur mengalami
kerusakan. Yang paling baik syatui obat mampu membunuh fasciola yang sedang migrasi
dan cacing dewasa, serta tidak toksik pada jeringan, misalnya :
a. Hexacchlorethan, Aulotane, Perchloroethan, fasciolin selain efektif terhadap
cacing desawa juga efektif untuk Hemonchis dan Trichostrongylosis
b. Clioxanide sangant efektif untuk Fasciolisis domba, dan membunuh cacing
dewasa
umur 6 minggu atau lebih.
c. Niclofolan, Tordas, Dovenix. Obat yang mampu membunuh fascioliasis
(bersifat flukicidal) dikemas sebagai garam N-methyl Glucaumine atau Meglumine
20%. Derivate Benzimedazol, terutama Albendazol, Triclabendazol dan Probendazol
Febantel, memperoleh perhatian luas karena selain efektif terhadap cacingnematoda,
senyawa tersebut juga efektif untuk membunuh cacing hati muda dan cacing dewasa.

BAB IV
PENUTUP

C. KESIMPULAN
- Penyakit fasciolasis jarang menyebabkan kematian, namun efek ekonomi hewan yang
terinfeksi sangat merugikan.
6

- Fasciola gigantica adalah parasit yang cukup potensial penyebab fascioliasis atau
distomatosis
- Cacing ini banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang
tercemar metacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia
- Kejadian fasciolosis pada ternak ruminansia berkaitan dengan siklus hidup agen
penyebab penyakit tersebut. Cacing Fasciola spp. dewasa dapat bertahan hidup di dalam hati
ternak ruminansia antara 1-3 tahun. Telur cacing akan keluar dari tubuh ternak ruminansia
bersama feses, dan pada lingkungan yang lembab, telur tersebut dapat bertahan antara 2-3 bulan.

DAFTAR PUTAKA

Balqis Ummu,dkk. 2013. Perubahan Patologi Anatomi Hati dan Saluran Empedu Sapi Aceh Yang
Terinfeksi Fasciola gigantica. Staf Pengajar Pada Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Syiah Kuala.

Hambal Muhamad,dkk. 2013. Tingkat Kerentanan Fasciola Gigantica Pada Sapi Dan Kerbau Di
Kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Medika Veterinaria. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Syiah Kuala : Banda Aceh.
Irawati Cynthia Devy,dkk. 2013.Gejala Klinis, Makropatologi Dan Histopatologi Fasciolosis Kronis Pada
Domba. Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunungsindur :Bogor.
Tuasikal Boky Jeanne,dkk. 2006. Pengaruh Infeksi Fasciola gigantica (Cacing Hati) Iradiasi terhadap
Gambaran Darah Kambing (Capra hircus Linn.) Balai Besar Penelitian Veteriner, Jln. R.E.
Martadinata 30, PO Box 151, Bogor 16114 : Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai