Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BIOLOGI MOLEKULER

APLIKASI BIOLOGI MOLEKULER PADA TANAMAN PISANG (Musa spp.)

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Ir. Sukendah, MSc

Disusun Oleh
KELOMPOK 6

SINTA DEWI MAGHFIROH (1625010072)


QORIYANA MAKHRIFATUS IMANANDA (1625010076)
ANGGITA NAFTALIA UMMAH (1625010079)
DEA AYU PERMATASARI (1625010084)
FAATIH HABIBULLAH (1625010088)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2019
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman Pisang (Musa spp.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Buah yang dihasilkan oleh tanaman Pisang paling banyak dikonsumsi
untuk memenuhi kebutuhan gizi dan pangan. Pisang mendapat prioritas pengembangan
dari Kementerian Pertanian untuk mengisi kebutuhan domestik maupun ekspor sehingga
tingkat produksi pisang cukup tinggi di Indonesia dan cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Pengembangan kultivar pisang tahan penyakit secara konvensional menghadapi
kendala utama, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk seleksi dan evaluasi tanaman
hasil persilangan. Oleh karena itu dilakukan pendekatan bioteknologi melalui
pengembangan marka molekuler untuk mempercepat capaian program pemuliaan.
Tanaman pisang yang dikonsumsi saat ini merupakan kultivar keturunan dari dua
jenis tetua pisang liar yaitu Musa acuminata (genom AA) dan Musa balbisiana (genom
BB). Persilangan tersebut menimbulkan berbagai variasi genetika melalui beberapa proses
yang berperan penting dalam evolusi tanaman pisang. Evolusi terjadi melalui berbagai
cara, antara lain mutasi, seleksi manusia, dan persilangan sendiri di dalam. tertentu
dipengaruhi oleh regulasi perkembangan jaringan. Seiring perkembangan era teknologi
yang semakin maju, analisis keanekaragaman genetik yang lebih tepat dapat dilakukan
menggunakan penanda molekuler. Deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan penyusun
utama dari sel makhluk hidup, perbedaan basa pada DNA dapat digunakan sebagai
penanda dari spesies tertentu dalam suatu analisis keanekaragaman
Keanekaragaman genetik yang terdapat tanaman Pisang saat ini sangat beragam
sehingga perlu diketahui susunan genetic dalam tanaman Pisang agar dapat membentuk
kultivar tanaman Pisang baru berkualitas unggul yang tahan serangan hama dan penyakit
serta mampu memiliki produktivitas tinggi. Salah satu cara untuk mengetahui
keanekaragaman genetic tanaman Pisang yaitu menggunakan marka molekuler yang
memiliki beberapa metode diantaranya Restriction Fragment Lenght Polymorphism
(RFLP), Random Amplified Polymorphic DNAs (RAPD), Single Nucleotide Polymorphism
(SNP), dan Inter Simple Sequence Repeat (ISSR). Analisis keanekaragaman genetic secara
morfologi ataupun genotype yang dilakukan dengan berbagai metode marka molekuler
diharapkan mampu digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam bidang
pengembangan kultivar tanaman Pisang.
1.2. Tujuan
a. Mempelajari keragaman genetic pisang dengan menggunakan marka molekuler
RAPD dan ISSR dan mendapatkan pita DNA spesifik
b. Mempelajari keragaman genetik 20 kultivar pisang diploid (AA) koleksi CSC
dengan menggunakan marka RAPD dan ISSR
c. Mempelajari keragaman genetik menggunakan metode PCR-RFLP pada ITS DNA
ribosom dan meninjau ulang klasifikasi genom kultivar pisang berdasarkan penanda
mikrosatelit
d. Pembentukan varietas unggul baru tahan penyakit pada tanaman pisang dengan
marka SNAP pada SNP berbasis RGA
e. Mengidentifkasi karakter morfologi, marka ISSR, dan RAPD serta marka yang
dikembangkan dari gen Pistillata dan Agamous yang terpaut sifat tidak berbunga
jantan pada mutan pisang kepok
II. METODOLOGI PENELITIAN

a. Metode PCR-RFLP pada ITS DNA ribosom pada analisa keragaman genetic
1. Pemeriksaan DNA genom
Sampel yang digunakan adalah DNA dari 15 kultivar pisang yang diisolasi menggunakan
metode Dixit dan telah diklasifikasikan genomnya berdasarkan mikrosatelit
2. Amplifikasi PCR
Rangkaian proses amplifikasi DNA target terdiri atas tahap denaturasi DNA menjadi untai
tunggal, diikuti 35 siklus yang terdiri atas denaturasi, annealing, dan ekstensi. Hasil amplifikasi
kemudian diperiksa menggunakan elektroforesis gel agarose dengan konsentrasi 1,2%.
3. Pemotongan daerah ITS menggunakan enzim RsaI
Enzim RsaI bekerja secara optimum pada suhu 37oC dan memotong DNA pada situs
GT’AC, 1 unit enzim RsaI kurang lebih mampu mendigesti 1 μg DNA target. Hasil
pemotongan diperiksa menggunakan elektroforesis dengan konsentrasi 2% menggunakan
buffer TBE
b. Marka RAPD dan SSR untuk analisis keragaman genetic Musa balbisiana Colla
1. Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA pisang dilakukan dengan menggunakan metode CTAB
2. Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan 9 primer RAPD terpilih dan 6 primer
ISSR. Pemanasan pertama pada suhu 94oC selama 2 menit, kemudian diikuti oleh 45 siklus
yang terdiri atas denaturasi, annealing, dan ekstensi. Hasil amplifikasi PCR divisualisasi pada
gel agarosa 2,0% dalam bufer TEA secara elektroforesis dengan menggunakan Mupid Mini
Cell selama 50 menit pada 50 Volt.
c. Marka SNAP untuk perkembangan tanaman pisang berbasis Resistance Gene
Analogue
Pengujian keefektifan primer SNAP dilakukan menggunakan DNA genom yang diisolasi
dari daun muda tanaman pisang cv. Klutuk Wulung (BB) dan Barangan (AAA). Isolasi DNA
dilakukan menggunakan metode CTAB sebagaimana yang digunakan oleh Das et al.
1. Identifikasi Situs SNP Berbasis Sekuen RGA
Situs SNP diidentifikasi dengan melakukan pensejajaran sekuen DNA dari sembilan
fragmen RGA pisang menggunakan perangkat lunak GenDoc 2.7.
2. Desain Primer untuk Marka SNAP
Pasangan primer SNAP didesain berdasarkan situs SNP terpilih menggunakan perangkat
lunak WebSNAPER. Perangkat lunak WebSNAPER akan mengirimkan hasil ke alamat email
pengguna, yang selanjutnya dapat dikonversi dan dibaca menggunakan perangkat lunak
pengolah kata. Selanjutnya dari masing-masing hasil analisis untuk setiap situs SNP dipilih
satu set (empat primer). Setelah diperoleh runutan primer dilanjutkan dengan pemilihan sesuai
dengan jumlah situs SNP, primer disintesis menggunakan perusahaan jasa pembuatan primer.
3. Evaluasi Efektivitas Primer SNAP
Denaturasi cetakan DNA diikuti dengan 35 kali siklus. Produk PCR dipisahkan
berdasarkan ukuran dengan menggunakan elektroforesis gel agarose 1% pada mesin
elektroforesis dengan tegangan 80 V selama 25 menit
d. Marka SSR, RAPD dan karakter morfologi untuk sifat tidak berbunga jantan pada
mutan pisang kepok
1. Identifikasi Morfologi dan Isolasi DNA
Identifikasi morfologi menggunakan panduan deskriptor pisang dari International Plant
Genetic Resources Institute. Isolasi DNA mengikuti prosedur CTAB
2. Amplifikasi PCR
Amplifikasi menggunakan mesin PCR (Applied Biosystem USA) sebanyak 35 siklus setelah
pra-denaturasi. Setiap siklus terdiri atas denaturasi, annealing, dan elongasi. Fragmen DNA
hasil amplifikasi dielektroforesis pada tegangan 50 volt bersama DNA standar 1 kb DNA
ladder (Promega USA) pada gel agarose 1,2%.
3. Analisis Sekuen DNA
Analisis sekuen basa fragmen PCR hasil amplifikasi dengan primer dari gen PI dan AG
dilakukan dua arah, yaitu forward dan reverse pada tiga sampel DNA hasil amplifikasi. Hasil
sekuen DNA dianalisis menggunakan program BLAST-N.
e. Marka RAPD dan ISSR untuk analisis keragaman genetik 20 kultivar pisang diploid
(AA) koleksi CSC
1. Ekstraksi dan Isolasi DNA
Ekstraksi DNA pisang dilakukan menggunakan metode CTAB
2. Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan empat primer RAPD terpilih dan dua
primer ISSR. Pemanasan pertama pada suhu 94oC selama 2 menit, kemudian diikuti oleh 45
siklus yang terdiri atas denaturasi, annealing, dan ekstensi. Hasil amplifikasi PCR divisualisasi
pada gel agarosa 2,0% dalam bufer TEA (Tris-EDTA) secara elektroforesis dengan
menggunakan Mupid Mini Cell selama 50 menit pada 50 Volt.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Keragaman Genetik Musa balbisiana Colla Berdasarkan Marka RAPD dan
ISSR
Sembilan marka RAPD menghasilkan 84 pita DNA yang teramplifikasi, 18 diantaranya
merupakan pita DNA polimorfik (21,45%), dengan rata-rata 10.5 pita DNA. Sedangkan enam
primer ISSR menghasilkan 61 pita DNA, 18 diantaranya merupakan pita DNA polimorfik
(29,50%), dengan rata-rata 10,17 pita DNA. . Hasil amplifikasi DNA pada 25 sampel M.
balbisiana ini dengan menggunakan sembilan primer RAPD dan lima primer ISSR di atas tidak
selalu memperoleh pita dengan intensitas yang sama. Intensitas pita DNA hasil amplifikasi
pada setiap primer sangat dipengaruhi oleh kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan. Selain
itu, sebaran situs penempelan primer pada DNA cetakan dan adanya kompetisi tempat
penempelan primer pada DNA cetakan yang menyebabkan satu pita DNA diamplifikasi dalam
jumlah banyak dan pita DNA lainnya sedikit. Pemilihan primer pada analisis keragaman
genetik berpengaruh terhadap polimorfisme pita yang dihasilkan, karena setiap primer
memiliki situs penempelan tersendiri. Akibatnya pita DNA polimorfik yang dihasilkan setiap
primer menjadi berbeda, baik dalam ukuran banyaknya pasang basa maupun jumlah pita DNA.
Analisis gabungan data marka RAPD dan ISSR pada 25 sampel M. balbisiana Colla dan 4
sampel M.acuminata var malaccensis menghasilkan dendrogram yang memisahkan 25 sampel
M. balbisiana dengan 4 sampel M.acuminata var malaccensis menjadi 2 kluster. Kluster
pertama terdiri atas 6 sampel M.balbisiana var liukiunensis, dan kluster kedua terdiri atas 20
sampel M. balbisiana lainnya. Nilai duga kesamaan genetik 25 sampel M.balbisiana berkisar
antara 0,81 hingga 0,99.

Identifikasi Morfologi dan Marka Molekuler Terpaut Sifat Tidak Berbunga Jantan
Pada Mutan Pisang Kepok
Identifikasi morfologi menunjukkan adanya revertrant mutant dari perbanyakan
subkultur ke-6 dan anakan namun tidak menyebabkan perubahan morfologi lain, kecuali ada
atau tidaknya male bud. Munculnya revertrant mutant diduga berhubungan dengan stabilitas
klonal. Stabilitas klonal ialah faktor yang sangat penting dalam perbanyakan in vitro secara
komersial. Sebanyak 20 primer RAPD menghasilkan sebanyak 101 pita DNA dan 12 primer
ISSR menghasilkan sebanyak 52 pita DNA. Pita yang dihasilkan ialah pita DNA monomorfik,
sehingga belum dapat dijadikan sebagai alat untuk membedakaan antara tanaman tipe liar dan
tanaman mutan. Amplifikasi dengan primer dari gen PI dan AG tidak menghasilkan pita DNA
yang berbeda pada male budless mutant dan revertrant mutant. Hasil sekuensing dengan primer
dari gen PI lebih baik dibanding hasil sekuensing dengan primer dari gen AG. Sekuensing
dengan primer AG menghasilkan kromatogram dengan banyak noise yang mungkin
disebabkan karena multi template sekuen AG, sehingga dapat mengganggu penentuan posisi
basa DNA. Oleh karena itu, hanya hasil sekuensing fragmen PCR dengan primer dari gen PI
yang digunakan untuk analisis tahap selanjutnya. Analisis BLAST pada NCBI menunjukkan
bahwa sekuen nukleotida dari fragmen gen Pistillata tanaman pisang tidak berbunga jantan
mempunyai kesamaan dengan sekuen nukleotida dari fragmen gen Pistillata asal M. acuminata
Semua tanaman memiliki gen homeotik Pistillata (PI) dan Agamous (AG). Akan tetapi,
ditemukan adanya tiga variasi nukleotida (SNP) pada gen PI yaitu pada daerah 3’UTR posisi
nukleotida ke-445, 461 dan 507.

Pengembangan Marka SNAP Berbasis Resistance Gene Analogue Pada Tanaman


Pisang (Musa spp.)
Fragmen MNBS asal pisang yang berukuran 524 pb berhasil diidentifikasi adanya 30
situs SNP. Dari jumlah tersebut, sebanyak 19 situs SNP diidentifikasi menyebabkan substitusi
residu asam amino. Dari 19 situs SNP terpilih, hanya delapan situs SNP yang dapat digunakan
untuk mendesain primer SNAP. Dari delapan situs SNP terpilih, hanya dari tujuh situs SNP
saja yang dapat menghasilkan primer untuk pengembangan marka SNAP untuk tanaman
pisang. Pada tahapan desain primer, diperoleh 14 pasang primer yang dapat diuji untuk
menghasilkan marka SNAP (tujuh pasang untuk alel referensi dan tujuh pasang untuk alel
alternatifnya). Dari 14 pasang primer yang didapat, 10 pasang primer terbukti efektif untuk
mengamplifikasi PCR dengan menggunakan genom pisang Klutuk Wulung dan Barangan,
yaitu pasangan primer SNAP yang dikembangkan dari situs SNP1, SNP2, SNP4, SNP5, dan
SNP6 pada gen MNBS. Primer SNAP yang didapat berpotensi untuk dikembangkan sebagai
marka untuk sifat ketahanan terhadap penyakit pisang, namun indicator seleksi tersebut tidak
langsung untuk ketahanan pisang terhadap penyakit yang menyerang tanaman pisang. Apabila
marka SNAP yang diuji mampu mengelompokkan kultivar atau spesies pisang yang berbeda-
beda responsnya terhadap penyakit, maka marka SNAP tersebut berpotensi digunakan sebagai
marka untuk sifat resistensi penyakit. Meskipun pengujian keterkaitan antara marka SNAP
dengan sifat resistensi penyakit pada pisang belum dievaluasi dalam penelitian ini,
keberhasilan mendapatkan produk amplifikasi PCR menggunakan pasangan primer SNAP
yang dikembangkan dapat memberi dampak positif dari langkah awal penggunaan marka
SNAP berbasis RGA pada tanaman pisang.
Analisis Keanekaragaman Kultivar Pisang Menggunakan Penanda PCR-RFLP Pada
Internal Transcribed Spacer (ITS) DNA Ribosom
Kultivar Ampyang dan Angkleng menunjukkan pendaran pita yang lebih tipis bila
dibandingkan kultivar yang lain. Pendaran pita menunjukkan jumlah DNA, semakin tebal pita
menunjukkan jumlah DNA genom semakin banyak. Hasil pemeriksaan DNA menunjukkan
kualitas DNA yang cukup baik untuk proses PCRDNA genom selanjutnya diampliikasi
menggunakan primer ITS L dan ITS 4. Hasil ampliikasi daerah ITS DNA ribosom pada 15
sampel menunjukkan pita berukuran 700 bp dengan marker 50 bp. Hasil ampliikasi dipotong
menggunakan enzim RsaI. Pemotongan fragmen ITS DNA ribosom. Pengklasiikasian kultivar
yang terdiri dari genom A dan B didasarkan pada fragmen berukuran 530 bp, 350 bp, dan 180
bp. Kultivar yang bergenom ABB memiliki ketiga fragmen tersebut, begitu pula dengan
kultivar bergenom AAB, yang membedakannya adalah ketebalan atau intensitas dari pendaran
pita hasil pemotongan. Pada kultivar pisang yang bergenom ABB, pendaran pita pada 350 bp
dan 180 bp akan lebih tebal bila dibandingkan kultivar dengan genom AAB. Kultivar pisang
yang bergenom AAB adalah Kapal, Raja Sableng, Lase, dan Solok. Kepok Awu, Raja
Bandung, Prabumulih dan Sobo Londoh Putih bergenom ABB. Hasil pengklasiikasian genom
kultivar pisang berdasarkan PCR-RFLP pada ITS DNA ribosom, menunjukkan bahwa kultivar
Nona dan Lampung bergenom AA, sedangkan Barley dan Ketip Gunung Sari bergenom
AA/AAA. Angleng dan Poto bergenom AAA. Keanekaragaman genetik genom kultivar pisang
yang didasarkan pada PCR-RFLP daerah ITS DNA ribosom memiliki nilai koefisien kemiripan
antara 0.804-1.00. Kultivar pisang yang hanya memiliki pita spesiik untuk genom A dapat
digolongkan menjadi kelompok genom AA atau AAA, pada hasil klasiikasi kultivar Nona dan
Lampung menjadi kelompok AA, kultivar Barley dan Ketip Gunung Sari menjadi kelompok
genom AA/AAA dan kutivar Ampyang, Angleng, dan Poto menjadi kelompok AAA, hal ini
didasarkan pada pengelompokkan genom berdasarkan penanda mikrosatelit. Pada kultivar
yang memiliki pita spesiik untuk genom A dan B, genomnya ditentukan menjadi kelompok
AAB dan ABB bukan AABB atau ABBB hal ini juga ditentukan berdasarkan rujukan
pengelompokan berdasarkan penanda mikrosatelit. Pengklasifikasian 15 kultivar pisang dapat
dibedakan menjadi kelompok genom AA/AAA, AAB dan ABB. Penentuan tersebut didasarkan
pada temuan genom A yang terletak pada fragmen 530 bp, B1 pada 350 bp dan B2 pada
fragmen 180 bp. Perbandingan pengklasifikasian genom yang didasarkan pada mikrosatelit
dan PCR-RFLP daerah ITS DNA ribosom menunjukkan hasil yang sama dengan kelebihan
yaitu lebih efisien waktu dan biaya.
Keragaman Genetik Kultivar Pisang Diploid (AA) Koleksi Cibinong Science Center
Berdasarkan Marka RAPD dan ISSR
Hasil pengamatan amplifikasi total genom DNA dengan menggunakan empat primer
RAPD pada 20 kultivar pisang diploid (AA) menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan
diskor menunjukkan bahwa diperoleh 46 fragmen DNA berukuran dari 200 bp sampai 2,0 kb,
dengan 97,83% merupakan pita polimorfik. Primer OPA-18 menghasilkan pita DNA tertinggi
yaitu 15, sedangkan primer OPA-13 menghasilkan jumlah pita DNA paling sedikit yaitu 6.
Jumlah maksimum pita polimorfik 15 terdapat pada primer OPA-18. Hasil pengamatan
amplifikasi total genom DNA dua primer ISSR pada 20 kultivar pisang diploid menghasilkan
produk PCR yang dapat dibaca dan diskor menunjukkan bahwa diperoleh 20 fragmen DNA
yang berukuran 350−1800 bp, dengan 95% merupakan pita polimorfik. Primer UBC-834
menghasilkan pita DNA tertinggi yaitu 11, sedangkan primer UBC-826 paling sedikit yaitu 9.
Jumlah maksimum pita polimorfik 11 terdapat pada primer UBC-834. Analisis kluster yang
dilakukan terhadap data gabungan marka RAPD dan marka ISSR menghasilkan dendrogram
yang memisahkan ke 20 kultivar ke dalam dua kluster yang berbeda. Kluster pertama (A)
terdiri atas tiga kultivar yaitu Musa acuminata var malaccencis, mas kirana dan bangkahulu.
Kluster kedua (B) terbagi lagi dua subkluster. Subkluster pertama (D) terdiri atas 13 kultivar,
dan subkluster kedua (E) terdiri atas 4 kultivar, yaitu: rejang forest, rejang barangan, mas
penjalin dan rejang kampong. Keempat marka RAPD dan dua marka ISSR telah berhasil
digunakan untuk mengkaji keragaman genetik kultivar pisang diploid (AA) koleksi CSC.
Masing-masing 97,83% dan 95% dari produk hasil PCR dengan menggunakan marka RAPD
dan ISSR yang merupakan pita DNA polimorfik. Ukuran pita DNA yang dihasilkan bervariasi
dari 350bp hingga 2,0 kbp. Nilai jarak genetik diantara kombinasi kultivar yang diamati
berkisar antara 0,06 dan 0,7 yang menunjukkan koleksi pisang diploid yang sangat beragam
IV. KESIMPULAN

Penggunaan teknologi marka molekuler dalam memperoleh keanekaragaman genetik


tanaman Pisang (Musa spp) dapat dilakukan dalam beberapa metode diantaranya Restriction
Fragment Lenght Polymorphism (RFLP), Random Amplified Polymorphic DNAs (RAPD),
Single Nucleotide Polymorphism (SNP), dan Inter Simple Sequence Repeat (ISSR). Metode
marka molekuler yang diterapkan diketahui beberapa kultivar unggul tanaman Pisang . analisis
keragaman genetic Musa balbisiana menggunakan marka RAPD menghasilkan 84 pita DNA
yang teramplifikasi dengan pita DNA poliomorfik 21,45%, sedangkan marka ISSR
menghasilkan 61 pita DNA dengan pita DNA polimorfik 29,50%. Identifikasi morfologi dan
marka molekuler terpaut sifat tidak berbunga jantan pada mutan Pisang Kepok dihasilkan
sebanyak 20 primer RAPD menghasilkan sebanyak 101 pita DNA dan 12 primer ISSR
menghasilkan sebanyak 52 pita DNA. Pengembangan marka SNAP diketahui pada tahapan
desain primer, diperoleh 14 pasang primer yang dapat diuji untuk menghasilkan marka SNAP
(tujuh pasang untuk alel referensi dan tujuh pasang untuk alel alternatifnya). Analisis
keanekaragaman genetik genom kultivar pisang yang didasarkan pada PCR-RFLP daerah ITS
DNA ribosom memiliki nilai koefisien kemiripan antara 0.804-1.00. Keragaman Genetik
Kultivar Pisang Diploid (AA) Koleksi Cibinong Science Center dengan marka RAPD sebesar
97,83% dan marka ISSR 95% yang merupakan pita DNA polimorfik.

DAFTAR PUSTAKA
Ekasari T.W.D., A. Retnoningsih., dan T. Widianti. 2012. Analisis Keanekaragaman Kultivar
Pisang Menggunakan Penanda PCR-RFLP Pada Internal Transcribed Spacer (ITS) DNA
Ribosom. Jurnal MIPA. 35(1): 21 - 30

Naipospos, N., Miftahudin, dan Sobir. 2014. Identifkasi Morfologi dan Marka Molekuler
Terpaut Sifat Tidak Berbunga Jantan Pada Mutan Pisang Kepok. Jurnal Hortikultura.
24(1): 23-31

Poerba, Y. S., dan F. Ahmad. 2010. Keragaman Genetik Kultivar Pisang Diploid (AA) Koleksi
Cibinong Science Center Berdasarkan Marka RAPD dan ISSR. Biota. 15 (3): 308-315
Poerba, Y. S., dan F. Ahmad. 2013. Analisis Keragaman Genetik Musa balbisiana Colla
Berdasarkan Marka RAPD dan ISSR. Berita Biologi. 12(2): 259-267

Sutanto, A., C. Hermanto., D. Sukma dan Sudarsono. 2013. Pengembangan Marka SNAP
Berbasis Resistance Gene Analogue Pada Tanaman Pisang (Musa spp.). Jurnal
Hortikultura. 23(4): 300-309

Anda mungkin juga menyukai